Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pesatnya pertumbuhan pembangunan di Provinsi Riau khususnya didaerah pesisir
yang memiliki jenis klasifikasi tanah yakni tanah lunak (Tanah Lempung), perencanaan
pembangunan suatu gedung bertingkat memiliki beberapa aspek yang harus diperhatikan
seperti aspek lingkungan, social ekonomi serta keamanan nya. Pertambahan lahan untuk
pembangunan infrastruktur baru mengharuskan pembangunannya dilaksanakan diatas jenis
tanah lunak (Tanah Lempung).
Tanah merupakan material dasar yang sangat penting dalam bidang kontsruksi,
sebab pada tanah inilah suatu kontsruksi bertumpu. Namun, tidak semua tanah baik
digunakan dalam bidang konstruksi, karena ada beberapa jenis tanah dasar yang
bermasalah baik dari segi daya dukung tanahnya maupun dari segi penurunan (deformasi)
tanahnya. Untuk itu, dalam perencanaan suatu kontruksi harus dilakukan penyelidikan
terhadap karakteristik dan kekuatan tanah terutama sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
daya dukung tanah dalam menahan beban konstruksi yang ada di atasnya.(Agung & Istri,
2014)
Struktur bangunan yang ada di atas tanah didukung oleh system pondasi pada
permukaan tanah. Dalam perencanaan pondasi, klasifikasi tanah berguna sebagai petunjuk
awal dalam prediksi kekakuan tanah (Hardiyatmo, 2017)
Tanah lempung merupakan jenis tanah yang memiliki sifat kurang baik
dalam pekerjaan konstruksi. Timbulnya Masalah dalam pengerjaan pembangunan diatas
tanah lunak yakni mengalami penurunan dan kemiringan ketika memiliki beban yang berat
seperti pembangunan bangunan yang lebih dari 2 tingkat untuk ditahannya. Penurunan dan
kemiringan yang terjadi berbahaya terhadap bangunan itu sendiri maupun bangunan
disekitarnya .
Tanah lunak ini memiliki sifat plastisitas dan kembang susut yang tinggi serta
daya dukung yang rendah. Tanah jenis ini memiliki kandungan air yang tinggi karna
sifat permeabilitas tanahnya yang ralatif rendah serta kompresibilitas yang besar
sehingga menyebabkan tanah ini mengalami penurunan yang besar jika dalam waktu
yang sangat lama.
Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh
pondasi. Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang
ditopang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan ke dalam tanah dan batuan yang
terletak dibawahnya ( Bowles, 1997 ).
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke
tanah atau batuan (Hary Christady Hardiyatmo,2006). Raft-piled foundation
merupakan sistem perpaduan antara sejumlah pondasi tiang ( pile) dengan
pondasi rakit ( raft) yang bekerja secara satu kesatuan dan bersamaan. Raft-
piled foundation (tiang rakit) biasanya merupakan pondasi melayang
(floating foundation) yang dapat digunakan untuk mendukung beban-beban
bangunan pada deposit tanah ringan . Raft-piled foundation biasanya
direncanakan untuk mendukung beban pada tanah lunak dengan ujung tiang
tidak mencapai lapisan tanah keras. Dengan kondisi tersebut, maka pondasi
tiang (pile foundation) bersamaan dengan pondasi rakit (raft foundation) di
atasnya akan bekerja bersamaan untuk mendistribusikan beban kedalam
tanah.(Harpito et al., 2015)
Penelitian ini ditargetkan untuk menganalisis perilaku kekuatan daya
dukung pondasi rakit tiang. Maka pada penelitian ini digunakan penerapan
berdasarkan model fisik skala laboratorium agar dapat di tentukan perilaku
penurunan terhadap beban secara bertahap dalam skala laboratorium.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yakni menganalisa perilaku dan
daya dukung pondasi rakit dan rakit tiang pada tanah lunak. Variasi yang digunakan
dalam parameter penelitian ini ialah variasi jarak antar tiang dengan menggunakan beban
statis.

1.3. Tujuan dan Manfaat


Untuk menganalisis perilaku penurunan pada pondasi rakit dan pondasi rakit
tiang terhadap beban yang diberikan oleh struktur dengan variasi jarak antar tiang,
sehingga dapat diketahui penurunan dan daya dukung pada masing masing
pondasi yang direncanakan.
1. Menganalisis perilaku pondasi rakit tiang (raft piles) terhadap beban sentris
2. Menganalisi perilaku penurunan pondasi dengan variasi jarak antar tiang
3. Membandingkan hasil penelitian skala laboratorium dengan teoritis

1.4. Batasan Masalah


Agar penelitian ini dilakukan lebih terarah dan sesuai dengan yang diharapkan, maka
penelitian ini dibatasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengujian menggunakan tanah lempung lunak
2. Sampel tanah lempung yang digunakan berasal dari Laboratorium Mekanika
Tanah dan Batuan Universitas Riau
3. Pemodelan pondasi rakit menggunakan material kayu
4. Plat pondasi rakit dianggap kaku
5. Pembebanan dilakukan dengan beban bertahap
6. Nilai kuat geser tanah didapat dari pengujian Vane Shear
7. Pengujian daya dukung menggunakan metode Static Loading Test
8. Perhitungan daya dukung berdasarkan interprestasi hasil uji pembebanan
menggunakan metode Mazurkiewicz dan Chin.

1.5. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan merupakan suatu penjabaran secara deskriptif tentang hal-hal
yang akan ditulis. Rangkaian penulisan tugas akhir yang akan penulis bahas disini terdiri
dari:
BAB I : PENDAHULUAN
Menjelaskan pokok-pokok permasalahan yang terdiri dari latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian sebagai dasar acuan dalam
perhitungan, analisis, dan pembahasan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Meliputi uraian mengenai tahapan pelaksanaan penelitian yang meliputi pengumpulan
data, lokasi penelitian, serta bagan alir penelitian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Mencakup beberapa analisa-analisa dan hasil dari penelitian yang dilakukan.
BAB V : PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran untuk membangun
penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Lempung


Tanah berbutir halus koloidal yang tersusun dari mineral-mineral yang dapat mengembang
merupakan tanah lempung. Pada umumnya tanah lempung ialah material yang buruk untuk
digunakan dalam konstruksi pembangunan diatasnya. Hal ini dikarenakan kekuatan gesernya
sangat rendah sehingga pembangunan konstruksi diatas lapisan tanah lempung ini menghadapi
beberapa masalah seperti daya dukung yang rendah dan sifat kembang susutnya yang besar (M.
Aditya Revando, 2013).
Tanah lempung ekspansif mempunyai potensi kembang susut yang tinggi apabila terjadi
perubahan kadar air. Sifat khas pada tanah lempung ekspansif yaitu memiliki kandungan kapasitas
mineral, pertukaran ion yang tinggi. Pada peningkatan kadar air, tanah lempung ekspansif akan
mengembang disertai dengan peningkatan tekanan air pori dan timbulnya tekanan kembang bila
kadar airnya berkurang sampai sampai batas susutnya, maka akan terjadi penyusutan. Sifat
kembang susut yang demikian dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan yang tertumpu
diatasnya (Hardiyatmo, 2006).
Secara fisik tanah lempung termasuk tanah lempung plastisitas rendah.
Berdasarkan klasifikasi tanah menurut USCS (Unified Soil Classification System), material
tanah lempung dengan batas cair (liquid limit : LL) :40,18 % (< 50 %), dan prosentase
lolos saringan No 200 : 70,35 % (> 50 %), maka material tanah lempung tersebut
termasuk jenis tanah lempung plastisitas rendah (CL). Hal ini sesuai dengan manual
identifikasi ASTM D-2488, maka nlai plastisitas tanah lempung tersebut berada di
atas garis “A” (Das, 1985)

2.2. Pondasi Dalam dan Pondasi Dangkal


Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal
(shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak
tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal
kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi (D ≤ B) dan dapat digunakan
jika lapisan tanah kerasnya terletak dekat dengan permukaan tanah.
Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari
permukaan tanah.Pondasi dapat digolongkan berdasarkan kemungkinan besar
beban yang harus dipikul oleh pondasi :
1. Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal disebut juga pondasi langsung, pondasi ini
digunakan apabila lapisan tanah pada dasar pondasi yang mampu
mendukung beban yang dilimpahkan terletak tidak dalam (berada
relatif dekat dengan permukaan tanah), contoh pondasi dangkal seperti,
Pondasi telapak, Pondasi memanjang, dan Pondasi rakit.

2. Pondasi Dalam.
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke
tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, contoh pondasi
dalam seperti, pondasi sumuran, dan pondasi tiang.

Pondasi rakit (raft) termasuk dalam kategori pondasi dangkal namun


digabungkan dengan sejumlah tiang (piles) menjadi pondasi gabungan yang mana
pondasi rakit tiang ini termasuk kedalam kategori floating foundation (pondasi
melayang). Pondasi yang dapat digunakan untuk mendukung beban-beban
bangunan pada deposit tanah ringan . Raft-piled foundation biasanya
direncanakan untuk mendukung beban pada tanah lunak dengan ujung
tiang tidak mencapai lapisan tanah keras. (Harpito et al., 2015)

2.3. Pondasi Rakit


Raft foundation (Pondasi rakit) merupakan pondasi gabungan yang menopang
tiga kolom yang tidak terletak dalam satu garis lurus, jadi seluruh bangunan
menggunakan satu telapak bersama. Jika jumlah luas seluruh telapak melebihi
setengah luas bangunan, maka lebih ekonomis digunakan pondasi rakit. Namun
untuk pelaksanaannya juga lebih mudah. Pemakaian pondasi rakit (raft)
dimaksudkan juga untuk mengatasi tanah dasar yang tidak homogen, misal ada spot
tanah lunak, supaya tidak terjadi perbedaan penurunan yang cukup besar. Secara
struktur pondasi rakit merupakan pelat beton bertulang yang mampu menahan
momen, gaya lintang, geser pons yang terjadi pada pelat beton, tetapi masih aman
dan ekonomis.
Fondasi rakit (raft foundation atau mat foundation), didefinisikan sehagai
bagian bawah dari struktur yang berhentuk rakit melebar ke seluruh bagian dasar
bangunan. Bagian ini herfungsi meneruskan beban bangunan ke tanah di bawahnya.
Fondasi rakit digunakan bila lapisan tanah fondasi berkapasitas dukung rendah,
sehingga jika digunakan fondasi telapak akan memerlukan luas yang hampir
memenuhi bagian bawah bangunannya. Terzaghi dan Peck (1948) menyarankan bila
50% luas hangunan terpenuhi oleh luasan fondasi, lehih ekonomis jika digunakan
fondasi rakit karena dapat menghemat hiaya penggalian dan penulangan heton.

2.4. Pondasi Tiang


Bagian bangunan terendah dari konstruksi yang meneruskan beban ke tanah
atau batuan yang ada di bawahnyamerupakan bangunan fondasi. Fondasi tiang
didefinisikan sebagai fondasi yang meneruskan beban konstruksi ke tanah keras atau
batuan yang terletak jauh dari permukaan, dimana pada kedalaman normal tanah
tidak mampu mendukung bebannya. Fondasi jenis ini digunakan apabila letak tanah
keras sangat dalam, yang umumnya dinyatakan dalam rasio Df/B > 10 (Basah, K.S,
1994).
Fondasi tiang yang mengandalkan tahanan ujung tiang disebut End Bearing
Pile, sedangkan yang mengandalkan tahan gesek pada selimut tiang disebut Friction
Pile. Jenis tiang tersebut berdasarkan cara mendukung bebannya, dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Tiang Tiang

Tanah Lunak Tanah Lunak


Semakin dalam
Semakin Keras

Tanah Keras

Gambar 2. 1. Tiang ditinjau dari Cara Mendukung Bebannya


(Sumber: Hardiyatmo, H.C, 2002)

fondasi tiang adalah elemen struktur yang berfungsi meneruskan beban


kepada tanah, baik beban dalam arah vertical maupun horizontal, namun demikian
fungsi pondasi tiang lebih dari itu dan penerapannya untuk masalah lain cukup
banyak diantaranya :
1. Untuk memikul beban dari struktur atas.
2. Untuk menahan gaya angkat pada fondasi.
3. Untuk mengurangi penurunan.
4. Untuk memberikan tambahan faktor keamanan, khususnya pada kaki
jembatan yang di khawatirkan mengalami erosi.
5. Untuk menahan longsoran atau sebagai soldier pile.

Berdasarkan metoda instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat


diklasifikasikan atas:
1. Tiang pancang
tiang yang di pancang kedalam tanah sampai kedalaman yang cukup
untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya
disebut fondasi tiang pancang. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan
cara memukul kepala tiang dengan palu atau dengan cara penekan kepala tiang
dengan cara hidrolis.

2. Tiang bor
sebuah tiang bor yang dikonstruksikan dengan cara penggalian sebuah
lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan
penulangan terlebih dahulu.

Kedua jenis tiang diatas dibedakan karena mekanisme pemikulan beban yang
relatif tidak sama dan konsekuensinya secara empirik menghasilkan daya dukung
yang berbeda, pengendalian mutu secara berbeda dan cara evaluasi yang tersendiri
untuk masing-masing jenis tiang tersebut. (Paolus P R, Buku manual Foundation)

2.5. Pondasi Rakit Tiang


Pondasi tiang rakit sebagai jenis pondasi yang bekerja sebagai struktur
komposit dengan memanfaatkan tiga elemen penahan beban yaitu tiang pancang
pondasi rakit dan jenis tanah dibawah struktur. Oleh karena itu, terdapat empat jenis
interaksi yang terjadi dalam struktur pondasi tiang rakit. Keempat interaksi tersebut
adalah interaksi antara tiang dengan tanah, dan interaksi antara tiang dengan pondasi
rakit. Pada dasarnya, pondasi rakit mendistribusikan beban total dari struktur (Stotal)
sebagai tegangan kontak yang direpresentasikan oleh rakit. Serta jumlah tiang juga
ikut mendistribusikan beban tersebut melalui jumlah tahanan total dari pondasi tiang-
rakit. Digambarkan secara sistematis sebagai berikut :

n
Rtot=Rrakit + ∑ R tiang ,i ≥ Stot
i=1

Keterangan :
Rtot = tahanan total (tanpa satuan)
Rrakit = tahanan rakit (tanpa satuan)
Rtiang = tahanan tiang (tanpa satuan)
Stot = beban total struktur (MN)

Gambar 2.2 Jenis Interaksi pada Pondasi Tiang-Rakit (Katzenbach, 2000)

Menurut (Randolph, 1994) ada tiga filosofi desain yang berbeda mengenai
pondasi tiang-rakit, yaitu :
1. Pendekatan konvensional
Pendekatan konvensional didasari desain tiang sebagai sebuah grup yang
akan menahan persentase beban terbesar, sementara persentase sisanya akan
ditahan oleh pondasi rakit.

2. Pendekatan Creep Piling


Pendekatan creep piling didasari disain tiang untuk menahan beban yang
bekerja saat rangkak mulai terjadi, yaitu biasanya sekitar 70%-80% dari besar
kapasitas beban ultimit. Jumlah tiang yang cukup juga diperhitungkan untuk
mengurangi tegangan kontak yang terjadi antara pondasi rakit dengan tanah
akibat tegangan perkonsolidasi yang terjadi.
3. Pendekatan Kontrol Penurunan Differensial
Pendekatan control penurunan differensial didasari pada penempatan
tiang yang strategis untuk membantu mengurangi perbedaan penurunan yang
terjadi, namun tidak serta merta mengurangi secara signifikan besar penurunan
keseluruhan yang terjadi.

Gambar 2.3 kurva satuan beban vs satuan penurunan (Poulos, 2000)


Pada gambar 2.3 kurva 0 menunjukkan perilaku pondasi rakit tanpa tiang
dimana mengakibatkan penurunan yang besar akibat beban rencana.

a. Kurva 1
menggambarkan pendekatan konvensional di mana perilaku
keseluruhan dari sistem pondasi tiang-rakit dikuasai oleh perilaku grup
tiang. Kurva 1 juga menunjukkan adanya linearitas yang besar pada
penurunan akibat beban rencana karena mayoritas beban ditanggung oleh
tiang
b. Kurva 2
merepresentasikan pendekatan creeppiling di mana tiang-tiang bekerja
pada faktor keamanan yang cukup rendah, namun karena hanya terdapat
sedikit tiang, maka pondasi rakit menahan beban yang lebih besar
dibandingkan dengan Kurva 1.
c. Kurva 3
mengilustrasikan sistem pondasi tiang-rakit dengan pendekatan
kontrol penurunan differensial sehingga tiang hanya digunakan
sebagai pereduksi penurunan yang terjadi.

Konsekuensi dari pendekatan terakhir ini adalah hubungan antara beban dan
penurunan bisa jadi tidak bersifat linear pada batas beban rencana, tetapi
sistem pondasi tiang rakit secara keseluruhan memiliki tingkat keamanan
yang cukup sementara batas izin penurunan dapat diperoleh. Oleh karena itu,
desain pada Kurva 3 jauh lebih ekonomis dibandingkan desain pada Kurva 1 dan
Kurva 2.
Menurut Poulos (2001), De Sanctis (2001) dan Viggiani (2001) telah
mengklasifikasikan pondasi tiang-rakit ke dalam dua buah klasifikasi besar.
Klasifikasi pertama disebut sebagai pondasi tiang rakit “kecil” di mana alasan
utama untuk menambahkan tiang pada pondasi rakit adalah untuk meningkatkan
faktor keamanan. Klasifikasi kedua disebut sebagai pondasi tiang-rakit “besar”
dimana daya dukung pondasi rakit didesain pada batas yang cukup untuk
menahan beban dengan faktor keamanan yang masuk akal, sementara tiang
digunakan untuk mengurangi perbedaan penurunan yang terjadi. Dalam
beberapa kasus pada klasifikasi kedua, lebar dari pondasi rakit sangat besar
dibandingkan dengan panjang tiang

2.6. Kapasitas Dukung Fondasi


Analisis kapasitas dukung (Bearing Capacity) mempelajari kemampuan tanah
dalam mendukung beban fondasi dari struktur konstruksi di atasnya. Kapasitas
dukung menyatakan tahanan geser tanah melawan penurunan akibat pembebanan
disepanjang bidang gesernya. Peletakan dasar fondasi dalam memenuhi stabilitas
jangka panjang harus diperhatikan untuk menanggulangi gangguang tanah disekitar
fondasi seperti erosi dipermukaan, gerusan, kembang susut tanah dan
lainya.Kapasiatas ultimit tiang dihitung dengan dua pendekatan yaitu metode statis
dan metode dinamis . Metode statis menggunakan mekanik tanah untuk menghitung
kapasitas dari sifat sifat tanah dan metode mekanik mengestimasi daya dukung dari
data hasil analisis pemancangan tiang. Perhitungan kapasitas tiang statik
menggunakan formula kpasitas daya dukung dengan menggunakan parameter–
parameter tanah yang didapat dari uji laboratorium dan uji lapangan. Parameter yang
digunakan adalah kohesi (c), sudut gesek (φ), berat volume tanah (γ) dan faktor daya
dukung (Nc, Nq, dan Nγ). Nilai faktor daya dukung dipengaruhi sudut gesek dalam
bila φ besar maka nilai daya dukungnya bertambah

2.6.1. Kapasitas Dukung Fondasi Rakit

Skempton (1951) mengusulkan persamaan kapasitas dukung ultimit fondasi


yang terletak pada lempung jenuh dengan memperhatikan factor-faktor bentuk dan
kedalaman fondasi. Pada sembarang kedalaman fondasi empat persegi panjang yang
terletak pada tanah lempung, skempton menyarankan pemakaian factor pengaruh
bentuk fondasi (Sc) dengan :
B
Sc=(1+0.2 )
L
Dimana :
B= lebar dan
L= panjang fondasi

Factor kapasitas dukung Nc, untuk bentuk fondasi tertentu diperoleh dari
mengalikan factor bentuk Sc dengan Nc pada fondasi memanjang yang besarnya
dipengaruhi oleh kedalaman fondasi ( Df )
Persamaan (1) Fondasi Permukaan
Nc( permukaan)=5.14 ; untuk fondasi memanjang
Nc( permukaan)=6.20 ; untuk fondasi lingkaran dan bujur sangkar
Persamaan (2) Fondasi pada kedalaman 0< Df ,2.5 B
Df
(
Nc= 1+0.2
B )
Nc( permukaan)

Persamaan (3) fondasi pada kedalaman Df > 2.5 B


Nc=1.5 Nc ( permukaan)
Kapasitas dukung ultimit pondasi memanjang menurut skempton :
qu=Cu Nc+ Dff
Kapasitas dukung ultimit neto
qun=Cu Nc
Dimana :
qu=Kapasitas dukung ultimit (kN /m2 )
qun=Kapasitas dukung ultimit neto( kN /m2)
Df =Kedalaman Fondasi ( m )
γ =berat volume tanah(kN /m3)
Cu=kohedisi tidak terdrainase (undraind)(kN /m2 )
Nc=faktor kapasitas dukung skepmton
Factor kapasitas dukung skempton (1951) nilai fungsi dari Df /B dan bentuk
fondasi (gambar 2.4). Untuk fondasi empat persegi panjang dengan
panjang L dan lebar B, kapasitas dukung dihitung dengan mengalikan Nc fondasi
bujur sangkar factor.
0.84+ 0.16 B /L
Jadi, untuk fondasi empat persegi panjang (L dan B) kapasitas dukung ultimit
dinyatakan dengan persamaan :
qu=(0.84+0.16 B/ L) Cu Nc(bs) + Df γ
Dan kapasitas ulimit neto :
qu=(0.84+0.16 B/ L)Cu Nc(bs)
Dengan Nc(bs) adalah factor kapasitas dukung Nc untuk fondasi bujur sangkar.
Tanah kohesif yang jenuh berkelakuan sebagai bahan yang sulit meloloskan air,
karena itu analisis kapasitas dukung fondasi pada kedudukan kritis (yang terjadi saat
selesai pelaksanaan atau jangka pendek), selalu digunakan parameter tegangan total
atau Cu>0 dan φu =0°. Pada tanah yang berpermeabilitas rendah, seperti lempung
untuk tinjauan stabilitas jangka pendek, air akan selalu berada didalam rongga butiran
tanah saat geseran berlangsung. Untuk tanah kohesif yang terkletak dibawah muka air
tanah, berat volume tanah yang digunakan dalam persamaan kapasitas dukung selalu
dipakai berat volume tanah jenuh ( γ sat )serta tidak terdapat gaya angkat keatas akibat
tekanan air didasar fondasi (Giroud et al., 1973). Di alam tanah lempung walaupun
berada diatas muka air tanah sering terjadi dalam kondisi jenuh akibat pengaruh
tekanan kapiler.
Gambar 2.4 Faktor kapasitas dukung Ne (Skempton, 1951)

Metode untuk menghitung kapasitas dukung fondasi rakit dengan asumsi


keruntuhan menyeluruh disampaikan oleh Metode Terzaghi (1943)
q ult =c × Nc × Sc+ q × Nq+0.5 × γ × B × Nγ × Sγ
Dengan :
qult : Daya dukung metode Terzaghi
c : Kohesi
Nc : Faktor kapasitas daya dukung terzaghi
Sc : Faktor bentuk pondasi
γ : Berat jenis tanah
B : Lebar alas fondasi
Nγ : factor kapasitas daya dukung terzaghi
Sγ : factor bentuk fondasi

Tabel 2.1 Faktor bentuk fondasi


For Strip Round Square
Sc 1.0 1.3 1.3
Sγ 1.0 0.6 0.8
Sumber : Bowles, 1997

Table 2.2 Faktor kapasitas daya dukung Terzaghi


ɸ, deg Nc Nq Nγ Kp γ
0 5.7 1 0 10.8
5 7.3 1.6 0.5 12.2
10 9.6 2.7 1.2 14.7
15 12.9 4.4 2.5 18.6
20 17.7 7.4 5 25
25 25.1 12.7 9.7 35
30 37.2 22.5 19.7 52
34 52.6 36.5 36
35 57.8 41.4 42.4 82
40 95.7 81.3 100.4 141
45 172.3 173.3 294.5 298
48 258.3 287.9 780.1
50 347.5 415.1 1153.2 800
Sumber : Bowles, 1997

Tabel 2.1 dan 2.2 digunakan untuk mencari koefisien yang dibutuhkan dalam
menghitung daya dukung fondasi rakit berdasarkan bentuk fondasi dan kondisi tanah.
(Laksmana & Prihatiningsih, 2020)

2.6.2. Kapasitas Dukung Fondasi Tiang

Kapasitas ultimit tiang dalam tanah kohesif adalah jumlah tahanan ujung
tiang dan tahanan gesek dinding tiang. Persamaan kapasitas ultimitnya didasarkan
pada Persamaan dibawah ini.
Qult=Qb+Qf
dengan,
Qult = Kapasitas ultimit (kg).
Qb = Tahanan ujung bawah ultimit (kg).
Qf = Tahanan gesek dinding ultimit (kg).

1. Tahanan Ujung Ultimit


Bila tiang terletak didalam tanh lunak, kapasitas tiang dihitung pada kondisi
pembebanan tak terdrainase (undrained), kecuali jika tanah termasuk jenis lempung
terkonsolidasi berlebihan (highly overconsidated). Persamaan tahanan ujung ultimit
didasarkan pada Persamaan dibawah ini.
Qult= Ab. qb
dengan,
Qb = Tahanan ujung bawah ultimit (kg/cm2).
Ab = Luas ujung tiang (cm2).
qb = Tahanan ujung tiang persatuan luas (kg/cm2).

qb=. Nc
dengan,
¿ = Kohesi pada kondisi undrained ujung tiang (kg/cm2).
Nc = Faktor kapasitas dukung.
Nc umumnya diambil sama dengan 9 (Skempton, 1951).

2. Tahanan Gesek Dinding Ultimit


Bila Tiang didalam tanah kohesif, persamaan tahanan gesek dinding ultimit
didasarkan pada Persamaan dibawah ini.
Qs= As . cd
dengan,
Qs = Tahanan gesek dinding ultimit (kg).
As = Luas selimut tiang (cm2).
cd = Adhesi antar dinding tiang dengan tanah sekitar (kg/cm2).

cd =αd . Suf
dengan,
cd = Adhesi antara dinding tiang dengan tanah sekitar (kg/cm2)
αd = Faktor adhesi.
Suf = Kohesi pada kondisi undrained selimut tiang (kg/cm2).

Faktor adhesi atau nilai α untuk tanah lunak dengan nilai c u dibawah 25
kN/m2 = 1, dapat dilihat pada gambar 2.5.

Adhesion Factor

Undrained Shear Strenghth, Su (kg/cm2)

Gambar 2. 5. Penentuan Nilai α untuk Fondasi pada Tanah Lunak.


(Sumber : Tomlinson, M.J. and Woodward, J. 2008)

2.6.3 Kapasitas Dukung Tiang Rakit (Raft Piles)

Beban maksimum yang dapat ditahan oleh sistem raft-piled foundation lebih
besar dibandingkan total penjumlahan beban yang dapat ditahan oleh tiang-tiang dan
telapak yang memberikan distribusi terhadap sistem tersebut. Meskipun tiang-tiang
memberikan distribusi yang lebih besar pada sistem tiang rakit, akan tetapi perilaku
beban- perpindahan untuk sistem tersebut lebih mendekati perilaku beban-
perpindahan telapak. (Hakam.A, 2008).
Efisiensi dari sistem raft-piled foundation dapat melampaui nilai lebih besar
dari 100% (terjadi sinergity impact dalam bentuk satu sistem), akan tetapi untuk
keperluan praktis, kapasitas daya dukung sistem raft-piled foundation dapat
ditetntukan dari penjumlahan dari kapasitas masingmasing pile ditambah dengan
kapasitas dari raft diatas pile. Hakam. A,(2008) mengusulkan formula untuk
mengesitmasi daya dukung total untuk raft-piled foundationyang berada diatas tanah
lunak dengan rumusan sebagai berikut :

Q T =Q R + Σ(Q P +Q S)
Dengan :
QT = kapasitas dukung total Raft piles foundation
QR = kapasitas Rakit
QP = kapasitas ujung tiang
QS = kapasitas sisi atau gesek tiang

Bentuk umum dari kapasitas daya dukung batas (ultimate load capacity) raft
foundation pada tanah lunak dapat diliat dari rumus dibawah ini :

Q u=¿¿
Dengan :
Cu = kohesi kondisi undrained pada tanah dibawah dasar pondasi
Ab = luas penampang dasar pondasi
Nc* = factor kapasitas daya dukung yang nilainya bervariasi
tergantung nilai sudut geser dalam tanah
Factor kapasitas daya dukung untuk tanah lempung lunak dalam kondisi
pembebanan undrained dengan sudut geser dalam tanah sama dengan nol, nilai Nc∗¿
adalah 5.14 (berdasarkan metoda Mayerhof). Ft adalah factor yang mendefinisikan
bentuk dari keruntuhan geser tanah pendukung dibawah pondasi. Untuk keruntuhan
local nilainya 0.867, untuk keruntuhan jeblok (punch failure) seperti pada tanah
lempung lunak nilai Ft tersebut berkurang dari nilai diatas yakni 0.45 (Hakam dkk,
2005), untuk fondasi rakit persegi panjang dengan panjang berkisar dua kali lebarnya
nilai QR harus direduksi dengan factor 0.77 sebagai pengganti factor bentuk (shape
factor). Untuk tanah lempung jenuh undrained dengan sudut geser dalam tanah sama
dengan nol, daya dukung batas dari ujung tiang adalah :

Q P= A P c u( p) N c
Dengan :
Cu( p) = kohesi tanah tak ter drainase pada ujung tiang
Ap = luas penampang ujung tiang
Nc = factor daya dukung ujung, nilai Nc dapat diambil sebesar 9
untuk metode Mayerhof dan 5.7 untuk metode janbu.
Total tahanan geser sepanjang tiang dapat dihitung dengan menjumlahkan unit
tahanan tiang, f tiap bagian panjang ∆L sebagai :

Qs =Σ(f θ ∆ L)
Dengan :
θ = keliling tiang untuk bagian / selang panjang tiang ∆L, untuk keperluan
perencanaan praktis, kapasitas daya dukung batas selanjutnya dibagi dengan factor
keamanan SF bernilai 1.5 hingga 4.0.

nilai unit tahanan geser f yang disumbangkan oleh interaksi tanah dengan sisi
tiang sepanjang penanaman dapat dihitung dengan menggunakan beberapa formula
yang tersedia.metode yang diberikan umumnya mengasumsikan adanya tahanan geser
diakibatkan tahanan pasif tanah sepanjang sisi tiang. Untuk metode yang digunakan
nilai Cu unit tahanan geser sisi tiang persatuan luas sisi tiang dapat ditentukan dengan
(metode λ) antara tiang dan tanah dengan persamaan dibawah ini :

f =a c u
Dengan α adalah factor adhesi empiris. Nilai α berada pada rentang 1 untuk
Cu≤ 50 kN /m2, kemudian secara berangsur berkurang menjadi 0.5 untuk
Cu=100 kN / m2 dan menjadi 0.25 untuk Cu≥ 250 kN /m2.

2.7. Eksentrisitas Beban


Pengaruh beban vertical yang eksentris pada pondasi memanjang yang
terletak dipermukaantanah kohesif (φ = 0) dan tanah granuler (c = 0 dan φ = 35°),
secara kuantitatif diperlihatkan (Meyerhof, 1953) (Gambar 2.6). Akibat beban
eksentris maka berpengaruh pada pengurangan kapasitas dukung. Reduksi kapasitas
dukung merupakan fungsi dari eksentrisitas beban (Gambar 2.6b) pada tanah-tanah
granuler, reduksi kapasitas dukung lebih besar dari pada tanah kohesif. Pada (Gambar
2.6b) Kapasitas dukung ultimit fondasi dengan beban vertical eksentris (qu) diperoleh
dengan mengalikan kapasitas dukung ultimit dengan beban vertical terpusat (qu)
dengan factor reduksi ℜ, yaitu

q 'u=Re +q u
Dengan :
qu ’ = Kapasitas dukung ultimit pada beban vertical eksentris (kN/m 2)
ℜ = factor reduksi akibat beban eksentris
q u= kapasitas dukung ultimit untuk beban vertical dipusat fondasi (kN/
m 2)

Pada (Gambar 2.6b) terlihat bahwa e/B = 0.5 , kapasitas beban pada
kapasitas dukung ultimit sama dengan nol ( ℜ=0) . Jikae /B=0 atau beban penuh
( ℜ=1)
Mayerhof (1953) menganggap bahwa pengaruh eksentrisitas beban pada
kapasitas dukung adalah mereduksi dimensi fondasi. Bila area fondasi sebenarnya B
dan L, akibat pengaruh beban yang eksentris, mayerhof mengusulkan koreksi untuk
lebar dan pamjangnya yang dinyatakan dalam dimensi efektif fondasi B’ dan L’,
untuk eksentrisitas beban satu arah (Gambar 2.7a) dimensi efektif fondasi
dinyatakan sebagai berukut.
Jika beban eksentris pada arah lebarnya, lebar eketif fondasi dinyatakan
sebagai beikut L :

B' =2 e x ,dengan L '= L


Jika beban eksentris pada arah memanjangnya, panjang efektif fondasi
dinyatakan oleh :

L' =L−2 e y dengan B' =B


Dengan ex dan ey berturut-turut adalah eksentrisitas resultan beban pada
arah x dan y (Gambar 2.7)

Gambar 2.6 Eksentrisitas beban


(a) Beban eksentris pada fondasi memanjang
(b) pengaruh eksentrisitas beban pada kapasitas dukung fondasi memanjang
yang dibebani secara vertical (Mayerhof, 1953)

Jika eksentrisitas beban dua arah yaitu ex dan ey maka lebar efektif fondasi
(B’) ditentukan sedemikian hingga resultan beban terletak dipusat berat area efektif
A’ (Gambar 2.7b). Komponen vertical beban total ultimit (Pu’) yang dapat didukung
oleh fondasi dengan beban eksentris dinyatakan oleh :

P'u=qu A ' =q u B' L '


Dengan A’ adalah luas efektif dengan sisi terpanjang L’, sedemikian hingga
pusat beratnya berimpit dengan garis kerja resultan beban fondasi. Dalam hal ini
didefenisikan lebar efektif B’ = A’/L’. untuk eksentrisitas beban 2 arah (Mayerhof,
1953) menyarankan penyederhanaan luas dasar fondasi efektif seperti yang
ditunjukkan pada (Gambar 2.7c) .dengan persamaan :
B' =−2 e x dan L' =L−2 e y

Gambar 2.7 Area kontak efektif


(a) Eksentrisitas satu arah
(b) Eksentrisitas dua arah
(c) Eksentrisitas dua arah disederhanakan (Mayerhof, 1953)

Dalam persamaan diatas apabila hitungan didasarkan pada tinjauan kapasitas dukung
ultimit neto (qun), beban yang terhitung merupakan beban ultimit neto.(Sataloff et
al., n.d.)

Anda mungkin juga menyukai