Anda di halaman 1dari 129

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Setiap bangunan konstruksi baik berupa gedung, jembatan,

bendungan, atau jalan yang bertumpu pada tanah harus didukung oleh

suatu pondasi. Tanah mempunyai peranan penting dalam suatu pekerjaan

konstruksi bangunan, salah satunya adalah sebagai pondasi pendukung

pada bangunan. Pondasi harus mampu memikul beban-beban yang bekerja

pada bangunan tersebut termasuk berat sendiri pondasi. Jika lapisan tanah

cukup keras dan mampu untuk memikul beban bangunan maka pondasi

dapat dibangun langsung di atas permukaan tanah. Tetapi jika

dikhawatirkan tanah akan mengalami penurunan akibat berat beban yang

bekerja maka diperlukan suatu konstruksi seperti tiang pancang.

Untuk menentukan perencanaan pondasi, terdapat dua hal yang

harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu :

1. Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja

pada pondasi.

2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi

penurunan yang diijinkan.

Menurut Sardjono HS, 1988, terdapat beberapa macam tipe

pondasi dan pemilihan tipe pondasi didasarkan atas :

 Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi.

 Besarnya beban dan beratnya bangunan atas.

11

Universitas Sumatera Utara


 Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.

 Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.

Dari beberapa macam tipe pondasi yang dapat dipergunakan

diantaranya adalah pondasi tiang pancang. Pondasi tiang adalah bagian-

bagian konstruksi yang dapat dibuat dari beton, kayu, atau baja yang

digunakan untuk meneruskan beban-beban ke lapisan tanah yang lebih

dalam (Bowles, 1984).

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan

apabila tanah yang berada di bawah dasar bangunan tidak mempunyai

daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat

bangunan beban yang bekerja padanya (Sardjono HS, 1988). Atau apabila

tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat

bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat

dalam dari permukaan tanah, kedalaman > 8 m (Bowles, 1991). Jika hasil

pemeriksaan tanah menunjukkan bahwa tanah dangkal tidak stabil dan

kurang keras serta besarnya hasil estimasi penurunan tidak dapat diterima,

maka pondasi tiang pancang dapat menjadi bahan pertimbangan.

Tiang pancang berinteraksi dengan tanah akan menghasilkan daya

dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada sruktur

bagian atas. Kekuatan daya dukung tiang pancang ditentukan berdasarkan

tahanan ujung (end bearing) dan peletakan tiang dengan tanah (friction).

Tiang dukung ujung (End Bearing Pile) adalah tiang yang kapasitas

dukungnya lebih ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Sedangkan tiang

12

Universitas Sumatera Utara


gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh

perlawanan gesek (Hardiyatmo, H.C, 2002).

Pada umumnya tiang pancang dipancangkan tegak lurus ke dalam

tanah, tetapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya horizontal

maka tiang pancang akan dipancang miring (batter pile) dengan

kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang pancang tergantung dari alat

pancang yang dipergunakan serta disesuaikan dengan perencanaannya.

2.2. Tanah

Seperti sudah kita ketahui sebelumnya, tanah mempunyai peranan

penting dalam suatu pekerjaan konstruksi bangunan yaitu sebagai pondasi

pendukung suatu bangunan.

Mengingat hampir semua bangunan itu dibuat di atas atau di bawah

permukaan tanah, maka harus dibuatkan pondasi yang dapat memikul

beban bangunan atau gaya yang bekerja melalui bangunan tersebut.

Pondasi harus terletak pada tanah yang mampu mendukungnya, tanpa

mengakibatkan kerusakan tanah atau terjadinya penurunan bangunan di

luar batas toleransinya.

2.2.1. Definisi Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum tanah adalah material yang

terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi

(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang

telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas

yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut

(Das, B.M., 1995).

13

Universitas Sumatera Utara


Tanah pada kondisi alam terdiri dari campuran butiran mineral

dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut

dapat dipisahkan dengan air.

Tanah terdiri dari 3 komponen yaitu udara, air, dan bahan padat.

Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat

mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran baik

sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Jika rongga terisi

air seluruhnya maka tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Jika terisi udara

dan air maka dikatakan tanah pada kondisi jenuh sebagian. Dan jika tanah

tersebut tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol maka

dikatakan tanah kering. Secara sederhana, elemen tanah dapat

diilustrasikan pada Gambar (2.1) berikut :

Gambar 2.1. Elemen-Elemen Tanah


(Sumber : Das, B.M., 1995)

Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk

menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah

ditentukan. Akan tetapi, istilah tersebut juga digunakan untuk

menggambarkan sifat tanah yang khusus. Seperti lempung adalah jenis

14

Universitas Sumatera Utara


tanah yang memiliki sifat kohesif dan plastis, sedangkan pasir

digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.

Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih

dari satu macam ukuran partikel. Material campurannya kemudian dipakai

sebagai nama tambahan di belakang material unsur utamanya. Contohnya,

lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan

material utamanya adalah lempung.

Secara kualitatif, sifat-sifat agregat pasir dan kerikil diungkapkan

oleh istilah-istilah : lepas (loose), sedang (medium), dan padat (dense).

Sedangkan untuk lempung digunakan istilah: keras (hard), kaku (stiff),

sedang (medium), dan lunak (soft).

2.2.2. Karakteristik Tanah

Seperti telah dijelaskan bahwa tanah terdiri dari bahan padat, air

dan udara sehingga pada kenyataan tidak pernah dijumpai tanah berdiri

sendiri. Dalam ilmu mekanika tanah, volume tanah dibagi dua bagian yaitu

volume butir dan volume pori. Volume pori terdiri atas volume udara dan

volume air. Oleh sebab itu berbagai parameter tanah akan mempengaruhi

karakteristik tanah sebagai pendukung pondasi, seperti ukuran butiran

tanah, berat jenis tanah, kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori,

sudut geser tanah, dan sebagainya. Hal tersebut dapat diketahui dengan

melakukan penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium.

Deskripsi dan klasifikasi tanah perlu dibedakan. Deskripsi tanah

sudah termasuk karakteristik-karakteristik, baik massa maupun material

tanah, karena itu tidak akan ada dua jenis tanah dengan deskripsi yang

15

Universitas Sumatera Utara


benar-benar sama. Pada klasifikasi tanah, sebaliknya tanah ditempatkan

dalam salah satu dari beberapa kelompok berdasarkan hanya pada

karakteristik material saja (yaitu distribusi ukuran partikel dan plastisitas).

Jadi, klasifikasi tanah tidak tergantung pada kondisi massa di lapangan.

Jika tanah akan dikerjakan pada kondisi tak terganggu, misalnya untuk

mendukung pondasi, deskripsi lengkap akan sangat memadai dan bila

dikehendaki dapat ditambahkan klasifikasi tanah sembarang. Akan tetapi,

klasifikasi cukup penting dan berguna jika tanah yang ditinjau akan

dipakai untuk material konstruksi. Contohnya timbunan atau urugan.

Karakteristik tanah juga dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah dan

kemampuan tanah dalam mengalirkan air. Karena kemampatan butiran

tanah atau air ke luar secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi

tanah akibat beban luar dapat ditinjau sebagai suatu gejala atau akibat dari

penyusutan pori.

2.3. Pondasi

Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah

harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi adalah komponen/struktur

paling bawah dari sebuah bangunan.

Pondasi harus didesain sedemikian rupa agar daya dukung pada

kedalaman tertentu tidak melampaui daya dukung yang diizinkan, dan

dibatasi agar penurunan yang terjadi masih dalam batasan yang dapat

diterima oleh struktur bangunan. Pondasi dangkal ditempatkan pada

kedalaman (D) di bawah permukaan tanah yang besarnya kurang dari lebar

minimum (B) pondasi (Pd T-02-2005-A).

16

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Definisi Pondasi

Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang

bertugas meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas

(upper structure/super structure) ke dasar tanah yang cukup kuat

mendukungnya dan harus diperhitungkan dapat menjamin kestabilan

bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban berguna dan gaya-gaya luar

seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain serta tidak boleh terjadi

penurunan pondasi setempat ataupun penurunan pondasi yang merata dari

batas tertentu (Gunawan, Rudi. 1983).

2.3.2. Fungsi Pondasi

Kegagalan fungsi pondasi dapat disebabkan karena “base-shear

failure” atau penurunan yang berlebihan, dan sebagai akibatnya dapat

timbul kerusakan struktural pada kerangka bangunan atau kerusakan lain

seperti tembok retak, lantai ubin pecah dan pintu jendela yang sukar

dibuka. Agar dapat dihindari kegagalan fungsi pondasi, pondasi bangunan

harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras/padat serta kuat

mendukung beban bangunan tanpa timbul penurunan yang berlebihan dan

untuk mengetahui letak/kedalaman lapisan tanah padat dengan daya

dukung yang cukup besar maka perlu dilakukan penyelidikan tanah.

Fungsi pondasi adalah sebagai perantara untuk meneruskan beban

struktur yang ada di atas muka tanah dan gaya-gaya lain yang bekerja ke

tanah pendukung bangunan tersebut. Dalam teknik pondasi kriteria tanah

sesuai dengan kemampuan dalam menerima beban di atasnya yaitu tanah

baik bila tanah tersebut mempunyai kuat dukung tinggi dan sebagai

17

Universitas Sumatera Utara


akibatnya penurunan yang terjadi kecil. Pemilihan jenis pondasi

tergantung dari beban yang akan ditahan dan kedalaman tanah kerasnya.

2.3.3. Syarat-Syarat Pondasi

Menurut Bowles, 1991, sebuah pondasi harus mampu memenuhi

beberapa persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :

 Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah

lateral dari bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.

 Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume

musiman yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan

pertumbuhan tanaman.

 Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran

atau pergeseran tanah.

 Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan

oleh bahan berbahaya yang terdapat di dalam tanah.

 Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa

perubahan geometri konstruksi atau lapangan selama proses

pelaksanaan dan mudah dimodifikasi jika perubahan diperlukan.

 Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.

 Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan

pergerakan diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi

dan elemen bangunan atas.

 Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk

perlindungan lingkungan.

18

Universitas Sumatera Utara


Pondasi yang tidak cukup kuat dan kurang memenuhi persyaratan

di atas, dapat menimbulkan kerusakan pada bangunannya. Akibat yang

ditimbulkan akan memerlukan perbaikan dari bangunannya bahkan

kemungkinan seluruh bangunan menjadi rusak dan harus dibongkar.

Tanah tempat konstruksi pondasi diletakkan harus cukup kuat yang

didasarkan atas kekuatan tanah atau daya dukung tanah. Letak tanah kuat

untuk konstruksi pondasi pada masing-masing tempat tidak sama. Pada

tanah yang baik dapat dipasang konstruksi pondasi dangkal kedalaman

tanah yang kuat antara 70-100 cm di bawah permukaan tanah. Akan

tetapi pada tanah lunak harus dipasang konstruksi pondasi dalam, dengan

kedalaman 20 m atau lebih dari permukaan tanah.

2.3.4. Jenis-Jenis Pondasi

Bentuk pondasi ditentukan oleh berat bangunan dan keadaan tanah

di sekitar bangunan tersebut, sedangkan kedalaman pondasi ditentukan

oleh letak tanah padat yang mendukung pondasi.

Pada umumnya jenis pondasi dapat digolongkan menjadi 2 tipe,

yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.

1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)

Pada pondasi tipe ini beban diteruskan oleh kolom/tiang,

selanjutnya diterima pondasi dan disebarluaskan ke tanah. Dasar tanah

yang menerima beban tidak lebih dari 1 - 2 m dari permukaan tanah atau

D/B bernilai sekitar 1. Tembok-tembok, kolom, maupun tiang bangunan

berdiri dengan pelebaran kaki di atas tanah dasar yang keras dan padat.

19

Universitas Sumatera Utara


Kekuatan pondasi dangkal ada pada luas alasnya, karena pondasi

ini berfungsi untuk meneruskan sekaligus meratakan beban yang diterima

oleh tanah. Pondasi dangkal ini digunakan apabila beban yang diteruskan

ke tanah tidak terlalu besar. Misalnya, rumah sederhana satu lantai, dua

lantai, bangunan ATM, pos satpam, dan sebagainya.

Jenis pondasi dangkal diantaranya :

 Pondasi Umpak

Merupakan pondasi setempat, terletak di bawah kolom kayu atau

bambu. Biasanya menggunakan material batu kali yang dipahat,

pasangan batu ataupun pasangan bata yang biasanya digunakan

pada rumah adat, rumah kayu, atau rumah tradisional jaman dulu.

Berhubung rumah seperti itu menggunakan material kayu sebagai

struktur utamanya, berat sendiri bangunan cukup ringan, sehingga

pondasi ini cukup kuat untuk meneruskan beban ke tanah.

Gambar 2.2. Pondasi Umpak


(Sumber : M. Hanif A.S, 2011)

 Pondasi Batu Bata

Merupakan pondasi dengan bahan dasar batu bata. Pemasangannya

disusun sedemikian rupa sehingga dapat menahan berat bangunan

20

Universitas Sumatera Utara


di atasnya dan meneruskanya ke tanah. Pada saat ini pondasi batu

bata telah lama ditinggalkan karena tergolong mahal dan

pemasangannya membutuhkan waktu yang lama karena batu-bata

merupakan bahan yang rentan terhadap air sehingga

pemasangannya harus dapat terselimuti dengan baik, serta tidak

memiliki kekuatan yang bisa diandalkan. Akan tetapi, pondasi ini

tetap digunakan untuk menahan beban ringan, misalnya pada teras.

Gambar 2.3. Pondasi Batu Bata


(Sumber : Architec Moo, 2014)

 Pondasi Batu Kali

Bahan dasarnya adalah batu kali dan sering kita temui pada

bangunan-bangunan rumah tinggal. Pondasi ini masih digunakan,

karena selain kuat, pondasi ini masih tergolong murah. Bentuknya

yang trapesium dengan ukuran tinggi 60 – 80 cm, lebar pondasi

bawah 60 – 80 cm dan lebar pondasi atas 20 – 30 cm.

21

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4. Pondasi Batu Kali
(Sumber : Atadroe, 2011)

 Pondasi bor mini (Strauss Pile)


Digunakan pada kondisi tanah yang jelek, seperti bekas empang

atau rawa yang lapisan tanah kerasnya berada jauh dari permukaan

tanah. Bisa juga digunakan untuk rumah tinggal sederhana atau

bangunan dua lantai. Kedalamannya 2 – 5 m dengan diameter

mulai dari 20, 30 dan 40 cm. Pengerjaannya dengan mesin bor atau

secara manual. Di atas pondasi bor mini ada blok beton (pile cap

yang merupakan media untuk mengikat kolom dengan sloof.

Gambar 2.5. Pondasi Bor Mini (Strauss Pile)


(Sumber : Supri Yadi, 2013)

22

Universitas Sumatera Utara


 Pondasi Rakit

Digunakan bila pada kedalaman dangkal ditemui tanah yang lunak

untuk diletakkan pondasi. Selain itu, pondasi ini juga berguna

untuk mendukung kolom-kolom yang jaraknya terlalu berdekatan

tidak mungkin untuk dipasangi telapak satu per satu, tetapi

diberikan solusi yaitu dijadikan satu kekakuan.

Gambar 2.6. Pondasi Rakit


(Sumber : M. Hanif A.S, 2011)
 Pondasi Telapak/Footplat

Berbentuk seperti telapak kaki yang terbuat dari beton bertulang

diletakkan tepat pada kolom bangunan dan berguna untuk

mendukung kolom baik rumah satu lantai maupun dua lantai.

Dasar pondasi telapak bisa berbentuk persegi panjang atau persegi.

Gambar 2.7. Pondasi Telapak/Footplat


(Sumber : M. Hanif A.S, 2011)

23

Universitas Sumatera Utara


2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Beban diteruskan oleh kolom/tiang melalui perantaraan tumpuan

(poer pondasi, rooster kayu/balok kayu ataupun beton bertulang) yang

dipancangkan dalam tanah. Kedalaman tanah keras mencapai 4 - 5 m dari

permukaan tanah atau D/B bernilai sekitar 4 dan biasanya digunakan untuk

bangunan besar, jembatan dan struktur lepas pantai.

Daya dukung pondasi dalam mengandalkan ujung (poing bearing),

gesekan (friction), lekatan (adhesive), dan gabungan.

Jenis pondasi dalam diantaranya, yaitu :

 Pondasi Sumuran (cyclop beton)

Merupakan bentuk peralihan dari pondasi dangkal ke pondasi tiang

yang menggunakan beton berdiameter 60 – 80 cm dengan

kedalaman 1 – 2 meter dan harus memenuhi syarat 4 ≤ D / B < 10,

dengan D = kedalaman pondasi dan B = diameter pondasi

sumuran. Di dalamnya dicor beton yang kemudian dicampur

dengan batu kali dan sedikit pembesian di bagian atasnya.

Biasanya dibor atau dikerjakan dengan bor jatuh sebab di

dalamnya tidak dapat digali. Pondasi ini digunakan apabila beban

kerja pada struktur pondasi cukup berat dan letak tanah keras atau

lapisan tanah dengan daya dukung tinggi relatif tidak terlalu dalam.

Pondasi ini kurang populer sebab banyak kekurangannya,

diantaranya boros adukan beton dan untuk ukuran sloof haruslah

besar. Hal tersebut membuat pondasi ini kurang diminati.

24

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8. Pondasi Sumuran
(Sumber : Atadroe, 2011)

 Pondasi tiang pancang (driven pile)

Yaitu bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan

mentransfer beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang

terletak pada kedalaman tertentu. Digunakan untuk pondasi

bangunan-bangunan tinggi. Tiang pancang pada dasarnya sama

dengan bored pile, hanya saja yang membedakan bahan dasarnya.

Tiang pancang menggunakan beton jadi langsung ditancapkan ke

tanah dengan menggunakan mesin pemancang. Karena ujung tiang

pancang lancip menyerupai paku, oleh karena itu tiang pancang

tidak memerlukan proses pengeboran. Tiang pancang bentuknya

panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah yang lebih

dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja, dan beton. Tiang

pancang yang terbuat dari bahan ini adalah dipikul, dibor atau

didongkrak ke dalam tanah dan dihubungkan dengan pile cap

25

Universitas Sumatera Utara


(pier). Tergantung juga pada tipe tanah, material dan karateristik,

penyebaran beban tiang pancang diklasifikasikan berbeda-beda.

Gambar 2.9. Pondasi Tiang Pancang Bulat Berongga


(Sumber : PT. Wijaya Karya Beton)

 Pondasi tiang franki (franki pile)

Tiang franki adalah salah satu dari tiang beton yang dicor di

tempat.

Gambar 2.10. Pondasi Tiang Franki (Franki Pile)


(Sumber : Bowles, 1991)

Keterangan gambar di atas :

1. Pipa baja dengan ujungnya disumbat beton yang sudah mengering.

26

Universitas Sumatera Utara


2. Dengan penumbuk jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton

tersebut ditumbuk. Akibat dari tumbukan tersebut, pipa beton dan

sumbatnya akan masuk ke dalam tanah.

3. Pipa terus ditumbuk dan sudah mencapai lapisan tanah keras.

4. Setelah itu pipanya ditarik ke luar ke atas sambil dilakukan

pengecoran.

5. Tiang Franki sudah selesai, sumbat beton melebar sehingga ujung

bawah akan berbentuk seperti jamur (The Mushrom Base) sehingga

tahanan ujung menjadi besar. Sedangkan permukaan tiang tidak

lagi rata, sehingga lekatannya dengan tanah menjadi sangat kasar.

 Pondasi tiang bor (bored pile)

Digunakan untuk pondasi bangunan-bangunan tinggi yang

kedalamanya > dari 2 m dan diameter > dari 20 cm yang fungsinya

sebagai penahan beban bangunan. Sebelum memasang bored pile,

permukaan tanah dibor terlebih dahulu dengan menggunakan

mesin bor atau alat mini crane hingga menemukan daya dukung

tanah yang sangat kuat untuk menopang pondasi. Setelah itu besi

tulangan dimasukkan ke dalam permukaan tanah yang telah dibor,

kemudian dicor dengan beton. Alat bored pile mini crane dapat

mengerjakan lobang bor berdiameter 30 cm, 40 cm, 50 cm dan 60

cm dengan kedalaman kurang dari 30 meter.

Pondasi bored pile adalah alternatif lain apabila dalam

pelaksanaan lokasinya sangat sulit atau beresiko apabila

menggunakan pondasi tiang pancang/mini pile. Seperti, masalah

27

Universitas Sumatera Utara


mobilisasi peralatan, dampak yang ditimbulkan terhadap

lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, kebersihan) dan kondisi

lain yang dapat mempengaruhi kegiatan pekerjaan tersebut.

Gambar 2.11. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)


(Sumber : Atadroe, 2011)
2.4. Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur

yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban

dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman

tertentu dimana tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai

daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban berat

bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang

mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang

dibuat menjadi suatu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal

tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.

2.4.1. Definisi Tiang Pancang

Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan

beban ke tanah yang lebih dalam. Pondasi tiang sudah digunakan sebagai

penerima beban dan sistem transfer beban selama bertahun-tahun. Oleh

sebab itu perlu memperkuat tanah penunjang dengan beberapa tiang.

28

Universitas Sumatera Utara


Pada tahun 1740, Christoffoer Polhem menemukan peralatan pile

driving yang menyerupai mekanisme pile driving saat ini. Tiang baja

(Steel pile) sudah digunakan selama 1800 dan Tiang beton (concrete pile)

sejak 1900. Revolusi industri membawa perubahan yang penting pada

sistem pile driving melalui penemuan mesin uap dan mesin diesel.

Dengan meningkatnya permintaan akan rumah dan konstruksi,

memaksa para pengembang memanfaatkan tanah-tanah yang mempunyai

karakteristik yang kurang bagus. Hal ini membuat pengembangan dan

peningkatan sistem Pile driving. Saat ini banyak teknik-teknik instalasi

tiang pancang bermunculan. Struktur yang menggunakan pondasi tiang

pancang apabila tanah dasar tidak mempunyai kapasitas daya pikul yang

memadai. Jika hasil pemeriksaan tanah menunjukkan bahwa tanah dangkal

tidak stabil dan kurang keras atau apabila besarnya hasil estimasi

penurunan tidak dapat diterima, pondasi tiang pancang dapat menjadi

bahan pertimbangan. Tiang pancang juga digunakan untuk kondisi tanah

yang normal untuk menahan beban horizontal. Tiang pancang merupakan

metode yang tepat untuk pekerjaan di atas air, seperti jetty atau dermaga.

Dalam mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan

informasi mengenai :

1. Data tanah dimana bangunan akan didirikan.

2. Daya dukung tiang pancang sendiri (baik single atau group pile).

3. Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban

tambahan).

29

Universitas Sumatera Utara


Gaya geser negatif (negative skin friction) adalah suatu gaya yang

bekerja pada sisi tiang pancang dan bekerja ke arah bawah sehingga

memberikan penambahan beban secara vertikal selain beban luar yang

bekerja. Negative skin friction berbeda dengan positif skin friction, karena

positif skin friction justru membantu memberikan gaya dukung pada tiang

dalam melawan beban luar/vertikal yang bekerja dengan cara memberikan

perlawanan geser disisi-sisi tiang, dengan arah kerja yang berlawanan dari

arah gaya luar yang bekerja ataupun gaya dari negative skin friction.

Negatif skin friction terjadi ketika lapisan tanah yang diperkirakan

mengalami penurunan cukup besar akibat proses konsolidasi, dimana

akibat proses konsolidasi ini tiang mengalami gaya geser dorong ke arah

bawah yang bekerja pada sisi-sisi tiang (karena terbebani). Keadaan ini

disebut sebagai keadaan tiang mengalami gaya geser negatif (negative skin

friction). Jika jumlah gaya-gaya sebagai akibat dari beban luar dan gaya

geser negatif ini melebihi gaya dukung tanah yang diizinkan, akan terjadi

penurunan tiang yang disertai dengan penurunan tanah disekitarnya.

Keadaan ini bisa terjadi karena tanahnya yang lembek,

pemancangan pondasi pada daerah timbunan baru, atau akibat penurunan

air tanah pada tanah yang lembek, dimana kondisi tersebut memungkinkan

terjadinya penurunan atau konsolidasi tanah yang cukup besar. Pondasi

tiang pancang hendaknya direncanakan sedemikian rupa sehingga gaya

luar yang bekerja pada kepala tiang tidak melebihi gaya dukung tiang yang

diizinkan. Adapun yang dimaksud dengan gaya dukung tiang yang

diizinkan adalah meliputi aspek gaya dukung tanah yang diizinkan,

30

Universitas Sumatera Utara


tegangan pada bahan tiang perpindahan kepala tiang yang diizinkan, dan

gaya-gaya lain (seperti perbedaan tekanan tanah aktif dan pasif).

2.4.2. Tujuan Penggunaan Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang digunakan untuk beberapa tujuan, antara lain :

 Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau

tanah lunak ke tanah pendukung yang kuat.

 Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai

kedalaman tertentu sehingga pondasi bangunan mampu

memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban

tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya.

 Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat

ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

 Untuk menahan gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.

 Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah

tersebut bertambah.

 Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya

mudah tergerus air.

2.4.3. Jenis-Jenis Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian

bahan, cara penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan

perpindahan tiang, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan

Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori (Bowles,

1991), antara lain :

31

Universitas Sumatera Utara


A. Tiang Pancang Kayu

Tiang pancang tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai

pondasi dengan bahan material kayu dapat digunakan pada suatu dermaga.

Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya

telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan

didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing.

Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untuk maksud-maksud

khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut

akan bergerak kembali melawan poros. Kadang ujungnya runcing

dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam

bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.

Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk jika tiang

dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang

pancang kayu akan lebih cepat rusak atau busuk jika dalam keadaan kering

dan basah yang selalu berganti. Sedangkan pengawetan dan pemakaian

obat-obatan pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau

memperlambat kerusakan kayu, tetapi tidak dapat melindungi untuk

seterusnya. Pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diijinkan untuk

menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang.

Tiang ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah yang

sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah Kalimantan, sehingga

mudah memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan

diameter yang cukup besar untuk digunakan sebagai tiang pancang.

32

Universitas Sumatera Utara


Persyaratan dari tiang ini adalah bahan yang dipergunakan harus

cukup tua, berkualitas baik dan tidak cacat, contohnya kayu berlian. Tiang

pancang harus diperiksa dahulu sebelum dipancang untuk memastikan

bahwa tiang pancang tersebut memenuhi ketentuan dari bahan dan

toleransi yang diijinkan. Semua kayu lunak yang digunakan untuk tiang

pancang memerlukan pengawetan yang harus dilaksanakan sesuai dengan

AASHTO M133–86 dengan menggunakan instalasi peresapan bertekanan.

Bila instalasi tidak tersedia, pengawetan dengan tangki terbuka

secara panas dan dingin harus digunakan. Beberapa kayu keras dapat

digunakan tanpa pengawetan. Pada umumnya kebutuhan mengawetkan

kayu keras tergantung jenis kayu dan beratnya kondisi pelayanan.

Kepala Tiang Pancang

Sebelum pemancangan, tindakan pencegahan kerusakan pada

kepala tiang pancang harus diambil yaitu dengan pemangkasan kepala

tiang pancang sampai penampang melintang menjadi bulat dan tegak lurus

terhadap panjangnya dan diberi bahan pengawet sebelum pur (pile cap)

dipasang serta memasang cincin baja/ besi yang kuat.

Bila tiang pancang kayu lunak membentuk pondasi struktur

permanen dan akan dipotong sampai di bawah permukaan tanah, maka

perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan bahwa tiang pancang

tersebut telah dipotong di bawah permukaan air tanah yang terendah yang

diperkirakan. Jika digunakan pur (pile cap) dari beton, kepala tiang

pancang harus tertanam dalam pur dengan kedalaman yang cukup

sehingga dapat memindahkan gaya. Tebal beton di sekeliling tiang

33

Universitas Sumatera Utara


pancang paling sedikit 15 cm dan harus diberi baja tulangan untuk

mencegah terjadinya keretakan.

Sepatu Tiang Pancang

Harus dilengkapi dengan sepatu yang cocok untuk melindungi

ujung tiang selama pemancangan, kecuali jika seluruh pemancangan

dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu harus benar-benar konsentris

(pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang dengan

kuat pada ujung tiang. Bidang kontak antara sepatu dan kayu harus cukup

untuk menghindari tekanan yang berlebihan selama pemancangan.

Pemancangan

Pemancangan berat mungkin merusak kepala tiang pancang, memecah

ujung dan menyebabkan retak tiang pancang dan harus dihindari dengan

membatasi tinggi jatuh palu dan jumlah penumbukan pada tiang pancang.

Umumnya, berat palu harus sama dengan beratnya tiang untuk

memudahkan pemancangan. Perhatian khusus harus diberikan selama

pemancangan untuk memastikan bahwa kepala tiang pancang harus selalu

berada sesumbu dengan palu, tegak lurus terhadap panjang tiang pancang.

Penyambungan

Bila diperlukan untuk menggunakan tiang pancang yang terdiri

dari dua batang atau lebih, permukaan ujung tiang pancang harus dipotong

sampai tegak lurus terhadap panjangnya untuk menjamin bidang kontak

seluas seluruh penampang tiang pancang. Pada tiang pancang yang

digergaji, sambungannya harus diperkuat dengan kayu atau pelat

penyambung baja, atau profil baja seperti profil kanal atau profil siku yang

34

Universitas Sumatera Utara


dilas menjadi satu membentuk kotak yang dirancang untuk memberikan

kekuatan yang diperlukan. Tiang pancang bulat harus diperkuat dengan

pipa penyambung. Sambungan di dekat titik-titik yang mempunyai

lendutan maksimum harus dihindarkan.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu, yaitu :

a. Relatif lebih ringan sehingga mudah dalam pengangkutan.

b. Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk

pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang

pancang beton precast.

c. Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat

masuk lagi ke dalam tanah.

d. Tiang pancang kayu ini lebih baik untuk friction pile dari pada untuk

end bearing pile sebab tegangan tekanannya relatif kecil.

e. Karena tiang kayu ini relatif flexible terhadap arah horizontal

dibandingkan dengan tiang-tiang pancang selain dari kayu, maka

apabila tiang ini menerima beban horizontal yang tidak tetap, tiang

pancang kayu ini akan melentur dan segera kembali ke posisi setelah

beban horizontal tersebut hilang. Hal seperti ini sering terjadi pada

dermaga dimana terdapat tekanan ke samping dari kapal dan perahu.

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu, yaitu :

a. Karena tiang pancang harus selalu terletak di bawah muka air tanah

yang terendah agar dapat tahan lama, jika air tanah yang terendah itu

letaknya sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian.

35

Universitas Sumatera Utara


b. Tiang pancang yang dibuat dari kayu mempunyai umur yang relatif

kecil dibandingkan tiang pancang yang di buat dari baja atau beton

terutama pada daerah yang muka air tanahnya sering naik dan turun.

c. Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu (gravel) ujung tiang

pancang kayu dapat berbentuk berupa sapu atau dapat pula ujung tiang

tersebut hancur. Apabila tiang kayu tersebut kurang lurus, maka pada

waktu dipancangkan akan menyebabkan penyimpangan terhadap arah

yang telah ditentukan.

d. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda yang agresif dan

jamur yang menyebabkan kebusukan.

B. Tiang Pancang Beton

Keuntungannya yaitu :

a. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat dapat

dilakukan setiap saat, hasilnya lebih dapat diandalkan.

b. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

c. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang

sehingga mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

d. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung

vertikal.

Kerugiannya yaitu :

a. Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan

maka pada daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan

menimbulkan masalah disekitarnya.

b. Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

36

Universitas Sumatera Utara


c. Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan

penyambungannya sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

d. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih

sulit dan memerlukan waktu yang lama.

Tiang pancang beton terdiri dari 3 macam, yaitu :

1. Precast Reinforced Concrete Pile

Yaitu tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor

dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat

dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis

dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton adalah besar,

maka tiang pancang beton ini haruslah diberi penulangan-penulangan yang

cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu

pengangkatan dan pemancangan dan dicetak serta dicor di tempat

pekerjaan, jadi tidak membawa kesulitan untuk transport.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang besar (>50 ton untuk

setiap tiang), hal ini tergantung dari dimensinya. Dalam perencanaan tiang

pancang beton precast ini panjang tiang harus dihitung dengan teliti, sebab

kalau ternyata panjang tiang ini kurang terpaksa harus dilakukan

penyambungan, hal ini adalah sulit dan banyak memakan waktu.

Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran,

segi empat, segi delapan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

37

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.12. Tiang Pancang Beton Precast Concrete Pile
(Sumber : Bowles, 1991)

Keuntungan pemakaian precast concrete reinforced pile, yaitu :

a. Precast concrete reinforced pile ini mempunyai tegangan tekan yang

besar, hal ini tergantung dari mutu beton yang digunakan.

b. Dapat di hitung baik sebagai end bearing pile maupun friction pile.

c. Karena tiang pancang beton ini tidak berpengaruh oleh tinggi muka air

tanah seperti tiang pancang kayu, maka disini tidak memerlukan galian

tanah yang banyak untuk poernya.

d. Tiang pancang beton dapat tahan lama sekali, serta tahan terhadap

pengaruh air maupun bahan-bahan yang corrosive asal beton

dekkingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya.

Kerugian pemakaian precast concrete reinforced pile, yaitu :

a. Karena berat sendirinya maka transportnya akan mahal, oleh karena itu

precast concrete reinforced pile ini dibuat di lokasi pekerjaan.

38

Universitas Sumatera Utara


b. Memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang beton ini

dapat dipergunakan karena dipancang setelah cukup keras.

c. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih

sulit dan memerlukan waktu yang lama.

d. Bila panjang tiang pancang kurang, karena panjang dari tiang pancang

ini tergantung dari pada alat pancang (pile driving) yang tersedia maka

untuk melakukan panyambungan adalah sukar dan memerlukan alat

penyambung khusus.

2. Precast Prestressed Concrete Pile

Yaitu tiang pancang dari beton prategang yang menggunakan baja

penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.

Gambar 2.13. Tiang Pancang Precast Prestressed Concrete Pile


(Sumber : Bowles, 1991)

Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile, yaitu :

a. Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi.

b. Tiang pancang tahan terhadap karat.

c. Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.

Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile, yaitu :

a. Pondasi tiang pancang sukar untuk ditangani.

39

Universitas Sumatera Utara


b. Biaya permulaan dari pembuatannya tinggi.

c. Pergeseran cukup banyak sehingga prategang sukar untuk disambung.

3. Cast in Place Pile

Yaitu pondasi yang dicetak di tempat dengan jalan dibuatkan

lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah seperti

pada pengeboran tanah pada waktu penyelidikan tanah.

Pada cast in place ini dapat dilaksanakan dua cara, yaitu :

1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton dan ditumbuk sambil pipa tersebut ditarik ke atas.

2. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton, sedangkan pipa tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Keuntungan pemakaian cast in place, yaitu :

a. Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjan.

b. Tidak ada resiko rusak dalam transport karena tiang tidak diangkat.

c. Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.

Kerugian pemakaian cast in place, yaitu :

a. Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi

kotor akibat tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut.

b. Pelaksanaannya memerlukan peralatan yang khusus.

c. Beton yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol.

40

Universitas Sumatera Utara


C. Tiang Pancang Baja

Umumnya tiang pancang baja struktur harus berupa profil baja

gilas biasa, tetapi tiang pancang pipa dan kotak dapat digunakan dan akan

diisi dengan beton, mutu beton tersebut minimum harus K250.

Kebanyakan tiang pancang baja berbentuk profil H. Karena terbuat

dari baja maka kekuatannya sangat besar sehingga pengangkutan dan

pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang

beton precast. Jadi pemakaian tiang ini akan sangat bermanfaat jika kita

memerlukan tiang pancang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda

terhadap teksture tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan

keadaan kelembaban tanah, diantaranya :

a. Pada tanah yang memiliki teksture tanah yang kasar/kesap, maka karat

yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir

mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.

b. Pada tanah liat (clay) yang mana kurang mengandung oxygen maka

akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang

terjadi karena terendam air.

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan

tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan

pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada

tiang pancang baja.

Umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang

dekat dengan permukaan tanah, disebabkan karena Aerated-Condition

41

Universitas Sumatera Utara


(keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan tanah tersebut dan

adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi,

memoles tiang baja tersebut dengan (coaltar) atau dengan sarung beton

sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) dari muka air tanah terendah.

Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada

bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan

seperti pada konstruksi baja biasa.

Perlindungan Terhadap Korosi

Jika korosi pada tiang pancang baja mungkin dapat terjadi, maka

panjang atau ruas-ruasnya yang mungkin terkena korosi harus dilindungi

dengan pengecatan menggunakan lapisan pelindung yang telah disetujui

dan/atau digunakan logam yang lebih tebal jika daya korosi dapat

diperkirakan dengan akurat dan beralasan. Umumnya seluruh panjang

tiang baja yang terekspos, dan setiap panjang yang terpasang dalam tanah

yang terganggu di atas muka air terendah, harus dilindungi dari korosi.

Kepala Tiang Pancang

Sebelum pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak

lurus terhadap panjangnya dan topi pemancang (driving cap) harus

dipasang untuk mempertahankan sumbu tiang pancang segaris dengan

sumbu palu. Sebelum pemancangan, pelat topi, batang baja atau pantek

harus ditambatkan pada pur, atau tiang pancang dengan panjang yang

cukup harus ditanamkan ke dalam pur (pile cap).

42

Universitas Sumatera Utara


Perpanjangan Tiang Pancang

Perpanjangan tiang pancang baja harus dilakukan dengan

pengelasan. Pengelasan harus dikerjakan sedemikian rupa hingga kekuatan

penampang baja semula dapat ditingkatkan. Sambungan harus dirancang

dan dilaksanakan dengan cara sedemikian hingga dapat menjaga

alinyemen dan posisi yang benar pada ruas-ruas tiang pancang. Jika tiang

pancang pipa atau kotak akan diisi dengan beton setelah pemancangan,

sambungan yang dilas harus kedap air.

Sepatu Tiang Pancang

Pada umumnya sepatu tiang pancang tidak diperlukan pada profil

H atau profil baja gilas lainnya. Namun jika tiang pancang akan dipancang

di tanah keras, maka ujungnya dapat diperkuat dengan menggunakan pelat

baja tuang atau dengan mengelaskan pelat atau siku baja untuk menambah

ketebalan baja. Tiang pancang pipa atau kotak dapat juga dipancang tanpa

sepatu, tetapi jika ujung dasarnya tertutup diperlukan, maka penutup ini

dapat dikerjakan dengan cara mengelaskan pelat datar, atau sepatu yang

telah dibentuk dari besi tuang, baja tuang atau baja fabrikasi.

Keuntungan pemakaian tiang pancang baja, yaitu :

a. Tiang pancang ini mudah dalam dalam hal penyambungannya.

b. Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.

c. Saat pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.

Kerugian pemakaian tiang pancang baja, yaitu :

a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.

b. Bagian H pile dapat rusak atau dibengkokan oleh rintangan besar.

43

Universitas Sumatera Utara


D. Tiang Pancang Komposit

Yaitu tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang

bekerja sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi

tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bawah tiang

dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air

tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. cara

ini diabaikan karena biaya dan kesulitan yang timbul dalam sambungan.

Tiang pancang komposit ini terdiri dari :

1. Water Proofed Steel and Wood Pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di

bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah

mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena

itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak

di bawah air tanah.

Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang

pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara

pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut:

a. Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga

mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang

pancang kayu tersebut dan ini harus terletak di bawah muka air tanah

yang terendah.

b. Kemudian core ditarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukan

dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

44

Universitas Sumatera Utara


c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core

ditarik ke luar dari casing. Beton dicor ke dalam casing sampai penuh

terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe di atas hanya bedanya tiang

ini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di

beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut :

a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman

yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik ke luar dari

casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus

dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan

tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang

tidak rusak atau pecah.

c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik ke luar lagi dari

casing.

d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan

dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan

berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa

sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

e. Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik ke luar sambil shell yang telah terisi beton tadi

ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core di ujung

atas shell.

45

Universitas Sumatera Utara


3. Composite Ungased – Concrete and Wood Pile

Dasar pemilihan tiang composiet tipe ini adalah :

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak

memungkinkan untuk menggunakan Cast in Place concrete pile,

sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu

panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.

 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan

tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam

agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada di bawah

permukaan air tanah terendah.

Prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut :

a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga

sampai pada kedalaman tertentu (di bawah muka air tanah).

b. Core ditarik ke luar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan

casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dike luarkan lagi dari

casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core

dimasukkan lagi dalam casing.

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak

tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti

bola di atas tiang pancang kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi ke luar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi

sampai padat setinggi beberapa sentimeter di atas permukaan tanah.

46

Universitas Sumatera Utara


Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik

ke atas sampai ke luar dari tanah.

f. Tiang pancang composit telah selesai.

Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac

Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile

Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah :

 Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan Cast in

Place concrete.

 Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang

composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut :

a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya

masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah

dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core

sampai ke tanah keras.

c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali.

d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam

casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang

pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulngan dimasukkan

dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan

casing ditarik ke luar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan

47

Universitas Sumatera Utara


tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang

pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya

pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil

H dari baja.

Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut :

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa

baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah

keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki biasa.

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,

pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer

sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton

seperti bola.

c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai

bertumpu pada bola beton pipa ditarik ke luar dari tanah.

d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan

kerikil atau pasir.

2. Pondasi Berdasarkan Cara Penyaluran

A. Tumpuan Ujung (End Bearing Pile)

Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah

akibat dari perlawanan tanah keras pada ujung tiang. Tiang yang

48

Universitas Sumatera Utara


dimasukkan sampai lapisan tanah keras, secara teoritis dianggap bahwa

seluruh beban tiang dipindahkan kelapisan keras melalui ujung tiang.

Dari hasil sondir dapat dipakai kira- kira harga perlawanan konus S

≥ 150 kg/cm2 untuk lapisan non kohesif, dan S ≥ 70 kg/cm2 untuk kohesif.

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang dukung ujung (End Bearing

Pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan

ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang

lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai

mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung

beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan.

Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras

yang berada di bawah ujung tiang (Gambar 2.14).

Gambar 2.14. Tumpuan Ujung (End Bearing Pile)


(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

B. Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile)

Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah

akibat dari gesekan antara tanah dengan sisi-sisi tiang pancang, atau

dengan kata lain kemampuan tiang pancang dalam menahan beban hanya

mengandalkan gaya geseran antara tiang dengan tanah disekelilingnya.

Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya kenyataan di lapangan mengenai

49

Universitas Sumatera Utara


data kondisi tanah tidak bisa diprediksi, sehingga sering kita jumpai suatu

keadaan dimana lapisan yang memenuhi syarat sebagai lapisan pendukung

yang baik ditemui pada kedalaman yang dalam, sehingga akan

menyebabkan biaya yang sangat mahal.

Pada kenyataan seperti ini praktis daya dukung yang didapat adalah

dari gesekan antara sisi tiang dengan tanah disekelilingnya namun bukan

berarti perlawanan di ujungnya kita anggap melempem atau tidak ada, tapi

pada kenyataannya tumpuan di ujung ini juga memiliki andil dalam

memberikan daya dukung walaupun kecil.

Perbedaan dari kedua jenis tiang pancang ini, semata-mata hanya

dari segi kemudahan, karena pada umumnya tiang pancang berfungsi

sebagai kombinasi antara friction pile (tumpuan sisi) dan end bearing pile

(tumpuan ujung). Kecuali tiang pancang yang menembus tanah yang

sangat lembek sampai lapisan tanah dasar yang padat.

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang gesek (friction pile) adalah tiang

yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara

dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.15). Tahanan gesek dan

pengaruh konsolidasi lapisan tanah di bawahnya diperhitungkan pada

hitungan kapasitas tiang.

Gambar 2.15. Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile)


(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

50

Universitas Sumatera Utara


3. Pondasi Tiang Pancang menurut Pemasangannya

Menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

Yaitu tiang pancang yang dicetak dan dicor di dalam acuan beton

(bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan.

Menurut cara pemasangannya terdiri dari :

1. Cara penumbukan

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah

dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah

dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman

Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai

kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi

ditimbun lagi dengan tanah.

Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan, yaitu :

a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah

sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.

b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan

tanah dari bagian dalam tiang.

c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan ke dalam

tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

51

Universitas Sumatera Utara


d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air

yang ke luar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat

dipancangkan ke dalam tanah.

B. Tiang yang dicor di tempat (Cast in Place Pile)

Tiang yang dicor di tempat (Cast in Place Pile) ini menurut teknik

penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

1. Cara penetrasi alas

Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan ke dalam

tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian

Cara ini dapat dibagi lagi dari peralatan pendukung yang

digunakan, antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia, yaitu penggalian lubang pondasi

tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggaliam lubang pondsi

yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini

dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya

hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b. Penggalian dengan tenaga mesin, yaitu penggalian lubang pondasi tiang

pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan

bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih

canggih.

4. Pondasi Tiang Berdasarkan Perpindahannya. Pondasi ini dapat

dibagi menjadi 3 kategori, sebagai berikut :

52

Universitas Sumatera Utara


A. Tiang Perpindahan besar (Large Displacement Pile)

Yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup dipancang

ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relative

besar seperti tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal

atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).

B. Tiang perpindahan Kecil (Small Displacement Pile)

Yaitu sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah

yang dipindahkan saat pemancangan relative kecil, contohnya tiang beton

berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan

ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, dan tiang ulir.

C. Tiang Tanpa Perpindahan (Non Displacement Pile)

Terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara

menggali atau mengebor tanah seperti bored pile, yaitu tiang beton yang

pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa

baja diletakkan di dalam lubang dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002).

2.4.4. Jenis-Jenis Alat Pancang

Dalam pemasangan tiang ke dalam tanah, tiang dipancang dengan

alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul

getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam

alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar (2.16a) sampai dengan (2.16d).

Pada gambar tersebut diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada

kepala tiang dalam pemancangan.

Menurut Bowles, jenis-jenis alat pancang adalah :

53

Universitas Sumatera Utara


1. Pemukul Jatuh (Drop hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas.

Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan

menumbuk tiang. Pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga

alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil.

2. Pemukul Aksi Tunggal (Single-acting Hammer)

Berbentuk memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara

atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh

beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat

ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.16a).

3. Pemukul Aksi Double (Double-acting Hammer)

Menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk

mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.16b). Kecepatan pukulan

dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

4. Pemukul Diesel (Diesel Hammer)

Terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan

bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan

menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang

dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari

ledakan (Gambar 2.16c).

5. Pemukul Getar (Vibratory Hammer)


Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada
frekuensi tinggi (Gambar 2.16d).

54

Universitas Sumatera Utara


(a) Pemukul aksi tunggal. Pada alas pukulan, katup masukan terbuka
dengan tekanan uap menaikkan balok besi panjang. Pada puncak
angkatan uap ditutup dan masuk menjadi pembuang yang
membiarkan balok besi jatuh.

(b) Pemukul aksi rangkap. Balok besi panjang dalam kedudukan bawah
menekan S2, yang membuka klep masuk dan menutup klep buang di
B dan menutup klep masuk dan membuka klep buang di A; palu
kemudian naik oleh tekanan uap di B. Balok besi panjang dalam
kedudukan atas menekan S1, yang menutup klep masuk B dan
membuka klep buang; klep A buang menutup; uap masuk dan
mempercepat balok besi panjang ke bawah.

55

Universitas Sumatera Utara


(c) pemukul diesel. Kran mula-mula mengangkat balok besi. Balok besi
dilepas dan jatuh; pada titik yang dipilih bahan bakar diinjeksikan.
Balok besi beradu dengan landasan, yang menyalakan bahan bakar.
Ledakan yang dihasilkan mendorong tiang pancang dan mengangkat
balok besi untuk siklus berikutnya.

(d) pemukul getar. Sumber tenaga luar (motor listrik atau pompa
hidraulik yag digerakkan listrik) memutar pemberat eksentrik dalam
arah relatif yang diperlihatkan. Komponen gaya horisontal saling
meniadakan/komponen-komponen gaya vertikal saling memperkuat.

Gambar 2.16. Skema Pemukul Tiang Pancang: (a) Pemukul aksi tunggal (single
acting hammer), (b) Pemukul aksi rangkap (double acting hammer), (c) Pemukul
diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer)
(Sumber : Joseph E. Bowles)

56

Universitas Sumatera Utara


2.4.5. Metode Pemancangan Tiang

Menurut Bowles, tiang pancang tersebut dipancang ke dalam tanah

dengan sejumlah metode, yaitu :

1. Pemancangan dengan pemukulan berurutan secara tetap pada puncak

tiang pancang dengan menggunakan sebuah martil tiang pancang. Cara

ini menimbulkan suara yang berisik dari getaran setempat yang

mungkin tidak diperbolehkan oleh peraturan setempat atau badan-badan

yang memelihara lingkungan dan sudah tentu dapat merusak hak milik

yang dekat dengan tempat tersebut.

2. Pemancangan yang menggunakan alat penggetar yang ditempatkan

(diikatkan) di puncak tiang pancang. Cara ini relatif lebih sedikit

mengeluarkan suara berisik dan getaran pancangan yang tidak

berlebihan. Metode ini dipakai dalam endapan yang kohesinya kecil.

3. Dengan mendongkrak tiang pancang. Cara ini dipakai untuk bagian-

bagian kaku yang pendek.

4. Dengan membor sebuah lubang serta dengan memancang sebuah tiang

pancang kedalamnya, atau yang lebih rumit lagi mengisi rongga dengan

beton sehingga menghasilkan sebuah tiang pancang setelah dikeraskan.

2.4.6. Alasan Menggunakan Pondasi Tiang Pancang

Alasan penggunaan pondasi tiang pancang ini adalah :

1. Biaya yang dikeluarkan lebih murah dari pada tipe pondasi dalam yang

lain (bored pile).

2. Pengerjaannya relatif cepat dan pelaksanaannya juga lebih mudah.

3. Di Indonesia, peralatan yang digunakan tidak sulit untuk didapatkan.

57

Universitas Sumatera Utara


4. Para pekerja di Indonesia sudah cukup terampil untuk melaksanakan

bangunan yang mempergunakan pondasi tiang pancang.

5. Kualitas tiang pancang terjamin. Tiang pancang yang digunakan

merupakan hasil pabrikasi, sehingga kualitas bahan yang digunakan

dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan serta kualitasnya seragam

karena dibuat massal. (Kontrol kualitas/kondisi fisik tiang pancang

dapat dilakukan sebelum tiang pancang digunakan).

6. Dari segi kontrol kuaitas, karena pile dibuat di pabrik dengan

pemeriksaan kualitas sangat ketat, hasilnya lebih dapat diandalkan. Pile

ini mempunyai tegangan tekan yang besar dan mempunyai daya tahan

terhadap pengaruh air maupun bahan-bahan yang korosif.

7. Dapat langsung diketahui daya dukung tiang pancangnya, pemancangan

yang menggunakan drop hammer dihentikan bila telah mencapai tanah

keras/final set yang ditentukan (kalendering). Sedangkan bila

menggunakan Hydrolic Static Pile Driver (HSPD), terdapat dial

pembebanan yang menunjukkan tekanan hidrolik terdiri dari empat

silinder untuk menekan tiang pancang ke dalam tanah sampai ditemui

kedalaman tanah keras.

2.4.7. Kelebihan dan Kekurangan Pondasi Tiang Pancang

Kelebihan :

a. Pemeriksaan kualitas pondasi sangat ketat sesuai standar pabrik.

b. Pemancangan lebih cepat, mudah dan praktis.

c. Pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

d. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang.

58

Universitas Sumatera Utara


e. Sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.

Kekurangan :

a. Pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan.

b. Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

c. Kesalahan metode pemancangan dapat menimbulkan kerusakan pada

pondasi.

d. Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan

penyambungan sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

e. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih

sulit dan memerlukan waktu yang lama.

2.5. Penyelidikan dan Pemeriksaan Tanah di Lapangan (Soil Investigation)

Penyelidikan ini harus direncanakan sedemikan rupa sehingga

jumlah informasi maksimum dapat diperoleh dengan biaya minimum.

Beberapa metode-metode pemeriksaan lapangan dan penyelidikan

di lapangan diantaranya adalah : pemboran, sumur-sumur percobaan,

penggambilan contoh tanah, percobaan penetrasi.

2.5.1. Pemboran

Menurut Laporan Akhir Penyelidikan tanah (Soil Investigation)

Jalan Bebas Hambatan Medan-Kualanamu, pengujian pengeboran

bertujuan untuk membuat lubang pada lapisan tanah untuk :

 Mengetahui susunan lapisan tanah pendukung secara visual dan

terperinci.

 Mengambil sampel tanah terganggu (disturbed sample) lapis demi

lapis sampai kedalaman yang diinginkan untuk deskripsi dan

59

Universitas Sumatera Utara


klasifikasi tanah (visual soil clasification) dan juga digunakan

sebagai bahan pengujian laboratorium.

 Mengambil sampel tanah tak terganggu (undisturbed sample) untuk

bahan pengujian di laboratorium.

 Pengujian standard penetration test (SPT) setiap interval 2 meter.

 Mengamati dan melaksanakan pengukuran kedalaman muka air

tanah (ground water level).

Terdapat dua macam cara pelaksanaannya, yaitu :

1. Bor tangan

Bor tangan dapat digunakan untuk menggali lubang bor hinga

kedalaman 5 meter dengan memakai seperangkat batang penyambung,

bor tangan biasanya digunakan hanya bila sisi-sisi lubang bor tidak

memerlukan penyangga (tanah tidak terlalu keras) dan bila tidak terdapat

partikel-partikel berukuran kerikil atau yang lebih besar.

Bor tangan yang umum digunakan yaitu bor spiral, bor helical, bor

tipe iwan kecil dan tipe iwan besar.

(a) (b) (c) (d)


Gambar 2.17. Jenis-Jenis Bor Tangan : (a) Iwan Besar, (b) Iwan Kecil,
(c) Spiral, (d) helical
(Sumber : Djatmiko & Edy,1997)

60

Universitas Sumatera Utara


2. Bor mesin

Bor mesin biasa dilaksanakan untuk pemboran yang mencapai

kedalaman yang lebih besar dan untuk mengumpulkan contoh tanah yang

tidak terganggu yang digerakkan dengan motor penggerak alat bor. Untuk

jenis tanah yang berbeda-beda digunakan macam-macam alat bor dan

cara-cara tertentu, antara lain :

-Pemboran tumbuk, untuk kerikil dan pasir.

-Pemboran dengan air, dilakukan untuk bahan yang lunak dan lepas.

-Bor cepat dan pemotong inti, dilakukan untuk lempung, lanau, pasir

berlanau.

-Tabung inti, dilakukan untuk pemboran dalam batuan.

Tabel 2.1. Jarak Pemboran


(Sumber : Djatmiko & Edy, 1997)
Jarak Boring
Proyek
(ft) (m)
Gedung tingkat satu 75-100 23-30
Gedung tingkat banyak 50-75 15-23
Jalan Raya 750-1000 230-305
Bendungan Tanah 75-150 23-46
Perencanaan Bangunan Tempat
200-300 61-92
Tinggal (apartemen, dll)

Sewaktu pengeboran, lubang bor dilindungi dengan casing agar

tidak terjadi kelongsoran sehingga diperoleh hasil pengeboran yang baik

dimana contoh tanah tidak terganggu oleh longsoran. Untuk tanah lunak

(soft soil) pengeboran harus dilakukan dengan casing berputar, drilling rod

dan ujung casing diberi mata bor. Bila ditemui tanah keras maka pemboran

harus dilakukan dengan diamond bit.

61

Universitas Sumatera Utara


Pengambilan sampel tak terganggu dilakukan setelah pengambilan

contoh tanah, tabung contoh (tube sample) ditutup dengan parafin untuk

mencegah penguapan pada contoh tanah tersebut serta diberi kode titik bor

dan kedalaman pengujian pada tabung. Tabung contoh tanah yang

digunakan adalah stainless tube sample ukuran OD (outer diameter) 3

inchi dan ID (internal diameter) 2 7/8 inchi, dengan tebal tabung 1/16

inchi dan panjang 50 cm.

2.5.2. Sumur Percobaan (Test Pit)

Penggalian tanah yang yang digunakan untuk penyelidikan suatu

tanah biasanya memiliki ukuran (1 X 1,5 – 2) m dengan kedalaman tanah

sesuai dengan maksud dan tujuan yang diperlukan. Tujuan pembuatan

sumur untuk mengetahui susunan tanah, warna tanah, tekstur tanah, dan

dapat digunakan untuk pengambilan sempel tanah yang selanjutnya

digunakan untuk penelitian di laboratorium. Pembuatan sumur percobaan

sering dikerjakan dalam hubungan dengan pekerjaan pembuatan jalan raya

atau landasan pesawat udara.

2.5.3. Pengambilan Contoh Tanah

Penggambilan contoh tanah terdiri dari dua macam, yaitu :

1. Contoh Tanah Terganggu (Disturbeb Soil)

Contoh tanah terganggu diambil dari lapangan tanpa adanya usaha

untuk melindungi struktur asli tanah tersebut. Contoh tanah biasanya

dibawa ke laboratorium dalam tempat tertutup untuk menjaga agar kadar

airnya tidak berubah. Contoh tanah terganggu dapat dipakai untuk

62

Universitas Sumatera Utara


percobaan-percobaan, seperti : analisa saringan, batas-batas Atterberg,

(Specific Gravity Test), pengujian berat jenis dan lain-lain.

2. Contoh Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed Soil)

Contoh tanah tidak terganggu adalah suatu contoh tanah yang

dianggap mendekati sifat-sifat asli tanahnya. Contoh tanah ini tidak

mengalami atau sedikit sekali mengalami perubahan struktur, kadar air

atau susunan kimianya. Contoh tanah yang benar-benar asli tidak mungkin

diperoleh, akan tetapi dengan teknik pelaksanaan yang penuh pengalaman,

kerusakan-kerusakan pada contoh tanah dapat dibatasi sekecil mungkin.

2.5.4. Percobaan Penetrasi

Dengan menekan atau memukul berbagai macam alat ke dalam

tanah dan mengukur besarnya gaya atau jumlah pukulan yang diperlukan,

kita dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda dan

mendapatkan indikasi tentang kekuatannya. Percobaan semacam ini

disebut penetrasi dan alat yang digunakan disebut penetrometer.

Pengujian lapangan dengan metode SPT merupakan percobaan

dinamis yang dilakukan dalam satu lubang bor. Pengujian pada proyek ini

dilakukan setiap interval kedalaman pemboran 2 meter dengan

menggunakan tabung sampel yang berdiameter OD 2 inchi, ID 1 3/8 inchi

dan panjang 24 inchi dengan tipe split spoon sample dan menggunakan

massa pendorong (hammer) seberat 63,5 kg (140 lbs), dimana ketinggian

jatuh bebas dari pendorong tersebut adalah 30 inchi (75 cm). Tabung SPT

ditekan kedalaman dasar lubang sedalam 15 cm, kemudian untuk setiap

interval 15 cm dilakukan pemukulan dan perhitungan jumlah pukulan

63

Universitas Sumatera Utara


untuk memasukkan split spoon sample ke dalam tanah sedalam (3 x 15)

cm. Banyaknya pukulan palu tersebut dinyatakan sebagai nilai N. Dimana

nilai N yang diperhitungkan adalah jumlah pukulan pada 15 cm kedua dan

15 cm ketiga (2 x 15 = 30 cm).

Percobaan SPT relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan

percobaan sondir. Selain itu, contoh tanah terganggu dapat diperoleh untuk

identifikasi jenis tanah, sehingga interpretasi kuat geser dan deformasi

tanah dapat diperkirakandengan baik.

Gambar 2.18. Alat Percobaan Penetrasi Standard


(Sumber : Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)

Tujuan Percobaan SPT yaitu :

 Untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah tersebut dari

pengambilan contoh tanah dengan tabung.

 Dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah.

64

Universitas Sumatera Utara


 Untuk memperoleh data yang kumulatif pada perlawanan penetrasi

tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi

yang biasanya sulit diambil sampelnya.

Pelaksanaan pengujian dibagi atas 3 tahap yaitu berturut-turut

setebal 15 cm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai

dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap kedua dan

ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan

SPT dinyatakan dalam pukulan per 30 cm. Jika tabung contoh tidak dapat

dipikul sampai 45 cm, jumlah pukulan per masing-masing tahap setebal 15

cm dan masing-masing bagian tahap harus dicatat pada pencatatan log bor.

Untuk sebagian tahap kedalaman penetrasi harus dicatat sebagai tambahan

pada jumlah pukulan misalnya tahap 2 sebesar 50 pukulan per 5 cm

penetrasi. Metode uji ini dilakukan pada berbagai jenis tanah atau batuan

lunak tetapi tidak dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik deposit

kerikil atau lempung lunak.

Pengamatan dan perhitungan SPT dilakukan sebagai berikut :

a. Mula-mula tabung SPT dipukul ke dalam tanah sedalam 45 cm yaitu

kedalaman yang diperkirakan akan terganggu oleh pengeboran.

b. Kemudian untuk setiap kedalaman 15 cm dicatat jumlah pukulan yang

dibutuhkan untuk memasukkannya.

c. Jumlah pukulan untuk memasukkan split spoon 15 cm pertama dicatat

sebagai N1. Jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm kedua adalah N2

dan jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm ketiga adalah N3 . Jadi

65

Universitas Sumatera Utara


total kedalaman setelah pengujian SPT adalah 45 cm dan menghasilkan

N1, N2, dan N3.

d. Angka SPT ditetapkan dengan menjumlahkan 2 angka pukulan terakhir

(N2+N3) pada setiap interval pengujian dan dicatat pada lembaran

Drillig Log.

e. Setelah selesai pengujian, tabung SPT diangkat dari lubang bor ke

permukaan tanah untuk diambil contoh tanahnya dan dimasukkan ke

dalam kantong plastik untuk diamati di laboratorium.

Kemudian hasil dari pekerjaan bor dan SPT dituangkan dalam

lembaran drilling log.

2.6. Kalendering

Kalendering adalah grafik catat yang berada pada alat pancang

yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana pemancangan yang telah

dilakukan sudah memenuhi spesifikasi daya dukung yang diinginkan yang

digunakan pada pekerjaan pemancangan tiang pancang (beton maupun

pipa baja) untuk mengetahui daya dukung tanah secara empiris melalui

perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan alat pancang yang

berupa diesel hammer maupun hydraulic hammer.

Pembacaan ini dilakukan pada alat pancang sewaktu memancang.

Jika dari bacaan tinggi bacaan sudah bernilai ≤ 1 cm, maka pemancangan

sudah siap dihentikan. Itu artinya tiang sudah menencapai titik tanah keras,

tanah keras itulah yang menyebabkan bacaan kalenderingnya kecil yaitu 1

cm atau kurang. Jika diteruskan dikhawatirkan akan terjadi kerusakan pada

tiang pancang itu sendiri seperti pada topi tiang pancang atau badan tiang

66

Universitas Sumatera Utara


pancang itu sendiri. Pembacaan 1 kalendering dilakukan dengan 10

pukulan. Perhitungan kalendering menghasilkan output yang berupa daya

dukung tanah dalam Ton.

kalendering dilaksanakan saat hampir mendekati top pile yang

disyaratkan, final set 3 cm untuk 10 pukulan terakhir, atau bisa dilihat dari

data bore log.

Gambar 2.19. Pembacaan Kalendering


(Sumber : Proyek Jembatan Sei Batu Gingging Hulu)

Tahapan pelaksanaannya yaitu :

1. Saat kalendering telah ditentukan dihentikan pemukulannya oleh

hammer.

2. Memasang kertas millimeter blok pada tiang pancang dengan lem.

3. Menyiapkan spidol yang ditumpu pada papan penopang dan waterpass

tukang, kemudian menempelkan ujung spidol pada kertas millimeter.

67

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.20. Persiapan Pelaksanaan Kalendering
(Sumber : Tomat Bangun, 2012)

4. Menjalankan pemukulan.

5. Satu orang melakukan kalendering dan satu orang mengawasi serta

menghitung jumlah pukulan.

Gambar 2.21. Pelaksanaan kalendering


(Sumber : Tomat Bangun, 2012)
6. Setelah 10 pukulan kertas millimeter diambil.

7. Tahap ini bisa dilakukan 2-3 kali agar memperoleh grafik yang bagus.

8. Usahakan kertas bersih, karena kalau menggunakan diesel hammer

biasanya kena oli dan grafiknya jadi kurang valid karena tertutup oli.

9. Setelah tahapan selesai hasil kalendering ditanda tangani kontraktor,

pengawas, dan direksi lapangan untuk selanjutnya dihitung daya

dukungnya.

68

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.22. Hasil Kalendering
(Sumber : Proyek Jembatan Sei Batu Gingging Hulu)
2.7. Pile Driving Analyzer (PDA)

PDA Test merupakan sebuah test untuk mengukur kapasitas tiang

tekan secara dinamik pada pondasi dalam, baik itu tiang pancang atau

tiang bor, integritas tiang, dan energy dari hammer yang mengacu pada

ASTM D-4945 (Standard Test Method for High-Strain Dynamic Testing of

Deep Foundations).

Gambar 2.23. Pile Driving Analyzer (PDA) Model Pax


(Sumber : Proyek Jembatan Sei Batu Gingging Hulu)

69

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.24. Tipikal Penyusunan Pengetesan PDA
(Sumber : Lauwtjunnji, 2015)
Analisa data PDA dilakukan dengan prosedur Case Method, yang

meliputi pengukuran data kecepatan (velocity) dan gaya (force) selama

pelaksanaan pengujian (re-strike) dan perhitungan variabel dinamik

secara real time untuk mendapatkan gambaran tentang daya dukung

pondasi tiang tunggal.

Gambar 2.25. Tipikal Set-Up tes PDA


(Sumber : Lauwtjunnji, 2015)

Pengujian tiang cara dinamis dilakukan dengan menempatkan dua

pasang sensor secara berlawanan. Satu pasang sensor terdiri dari pengukur

70

Universitas Sumatera Utara


regangan (strain transducer) dan pengukur percepatan (accelerometer)

yang dipasang di bawah kepala tiang (minimum jarak dari kepala tiang ke

transducer 1,5D – 2D, dimana D adalah diameter tiang atau minimal 50

cm) sehingga ada jarak bebas pada saat tumbukan. Kedua sensor tersebut

mempunyai fungsi ganda, masing-masing menerima perubahan percepatan

dan regangan. Gelombang tekan akan merambat dari kepala tiang ke ujung

bawah tiang (toe) setelah itu gelombang tersebut akan dipantulkan kembali

menuju kepala tiang dan ditangkap oleh sensor. Gelombang yang diterima

sensor secara otomatis akan disimpan oleh komputer. Rekaman hasil

gelombang ini akan menjadi dasar bagi analisa dimana gelombang pantul

yang diberikan oleh reaksi tanah akibat kapasitas dukung ujung dan gerak

akan memberikan kapasitas dukung termobilisasi (mobilized capacity).

Strain Transducer Accelerometer

Gambar 2.26. Sensor PDA : Strain Transducer dan Accelerometer


(Sumber : Proyek Jembatan Sei Batu Gingging Hulu)

Melalui strain transducer akan terukur nilai Force yang terjadi di

dekat kepala tiang atau pada posisi sensor setelah ada impact dari

tumbukan hammer terhadap kepala tiang. Sedangkan melalui

accelerometer akan terukur nilai percepatan yang akan dihitung untuk

mendapatkan variable velocity. Ketika ada impact dari hammer saat

71

Universitas Sumatera Utara


ditumbukkan maka akan terjadi gelombang turun (wave down) dan

gelombang naik (wave up), dengan kecepatan yang sama. Sehingga dapat

diasumsikan bahwa ketika ada perlawanan dari tanah maka perubahan

kecepatan gelombang akan mengembalikan gelombang naik (wave up).

Dan metode dinamik ini menggunakan effect dari refleksi gelombang naik

pada velocity dan force yang terukur dekat kepala tiang untuk

mengevaluasi kapasitas tiang dan/atau integritas tiang.

Akibat tumbukan hammer pada kepala tiang, sensor akan

menangkap gerakan yang timbul dan mengubahnya menjadi sinyal listrik,

kemudian direkam dan diproses Pile Driving Analyzer (PDA) model PAX.

Hasil rekaman PDA dianalisa lebih lanjut dengan software CAPWAP.

CAPWAP (Case Pile Wave Analysis Program) adalah program

aplikasi analisa numerik yang menggunakan masukan data gaya (force)

dan kecepatan (velocity) yang diukur oleh PDA. Kegunaan program ini

adalah untuk memperkirakan distribusi dan besarnya gaya perlawanan

tanah total sepanjang tiang berdasarkan modelisasi sistem tiang-tanah yang

dibuat dan memisahkannya menjadi bagian perlawanan dinamis dan statis.

72

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Parameter Pengujian Tes PDA
(Sumber : Lauwtjunnji, 2015)
Kode Keterangan
BN Pukulan
RMX Daya dukung tiang (ton)
FMX Gaya tekan maksimum (ton)
CTN Gaya tarik maksimum (ton)
EMX Energi maksimum yang ditransfer (tonm)
DMX Penurunan maksimum (mm)
DFN Penurunan permanen (mm)
STK Tinggi jatuh palu (m)
BPM Pukulan per menit
BTA Nilai keutuhan tiang (%)
LE Panjang tiang di bawah instrumen (m)
LP Panjang tiang tertahan (m)
AR Luas penampang tiang (cm2)
CSX, CSI0 Tegangan tekan maksimum (Mpa)
TSX Tegangan tarik maksimum sepanjang tiang (Mpa)

Penghentian re-strike dan perekaman data dilakukan setelah

penguji yakin bahwa hammer telah memberikan energi transfer maksimum

yang mampu dilakukannya.

Perhitungan CASE Method berdasarkan teori “wave mechanic”


didapatkan persamaan :

R = F + Zv + F − Zv …………………….....…...........(2.1)

Dimana :
R = tahanan tanah total
t1 = waktu impact dari tumbukan
t2 = t1 + 2L/c (dimana L adalah panjang tiang)
Z = EA/c = A √(Er) (dikenal dengan “impedance”)

73

Universitas Sumatera Utara


Tahanan total tanah R yang dihitung menggunakan formula di atas

mempunyai dua kompenen :

1. A displacement-dependent component , Static Resistance (Rs) ini yang

akan kita ukur.

2. A velocity-dependent component, Dynamic Resitance (Rd), yang mana

Rd diturunkan dari R untuk mendapatkan Rs.

Variable Dynamic Resistance (Rd) sendiri dihitung dengan formula :

R = J × Z × V ..………………………………………......….(2.2)

Dimana :
Jc = nilai damping factor, tergantung dari jenis tanah
Z = pile impedance (Z=EA/c)
Vtoe = velocity pada ujung tiang, didapatkan dari force and
velocity yang terukur dekat kepala tiang, berdasarkan prinsip
dari teori wave mechanics

Dengan melalui pendekatan itu didapatkan persamaan untuk menghitung

nilai Static Resistance (Rs),

( ) ( )
R = F + Zv + (F − Zv ) ..………….........…(2.3)

Waktu Pengujian PDA test

Pengujian PDA dapat dilakukan selama pemancangan untuk

memonitori perkembangan daya dukung tiang sejalan dengan tiang

masuk makin dalam, kenerja dari sistem pemancangan atau

memonitor tegangan pada saat pemancangan yang ekstrim.

74

Universitas Sumatera Utara


Tetapi umumnya PDA digunakan untuk menentukan daya

dukung jangka panjang tiang pondasi. Untuk tujuan ini, pengujian

PDA sebaiknya dilakukan beberapa hari setelah pemancangan, setelah

gaya lengketan tanah mulai bekerja.

Pada pengujian dengan PDA Test akan diperoleh hasil daya

dukung yang bersifat salah satu dari dua kondisi berikut, yaitu refusal dan

ultimate.

Daya dukung yang bersifat refusal adalah daya dukung yang

terdeteksi atau terdata dan dianalisa, merupakan daya dukung yang

diperoleh dari kondisi pondasi tiang yang belum sepenuhnya termobilisasi.

Kondisi belum sepenuhnya termobilisasi adalah kondisi dimana pondasi

tiang belum mencapai kapasitas tertinggi atau ultimatenya. Kondisi ini

dapat disebabkan karena pada saat pengujian/re-strike dilakukan, energi

yang ditransfer tidak cukup besar untuk memobilisasi seluruh kemampuan

tahanan atau daya dukung pondasi tiang yang diuji.

Daya dukung yang bersifat ultimate adalah daya dukung yang

diperoleh dari kondisi pondasi tiang yang sudah termobilisasi sepenuhnya.

Dengan demikian angka daya dukung yang dihasilkan dari analisa

PDA dan CAPWAP pada kondisi ini adalah benar-benar daya dukung

ultimate atau batas yang dimiliki oleh pondasi tiang yang diuji.

Kondisi ultimate ditentukan oleh salah satu dari :

 Telah bergeraknya tiang pancang akibat beban tertentu (beban

ultimate) yang berarti terlampauinya tahanan friksi dan ujung dari

pondasi tiang.

75

Universitas Sumatera Utara


 Telah terlampauinya kemampuan material tiang pancang itu sendiri

yang jika diteruskan dengan beban yang lebih berat akan

mengakibatkan kegagalan pada bahan/material tiang pancang.

Akan tetapi kedua kondisi tersebut baik refusal maupun ultimate

dapat diterima selama daya dukung yang diperoleh masih memenuhi

syarat faktor keamanan yang dituntut dari desain yang ditetapkan.

Dari beberapa data yang diambil pada waktu pelaksanaan

pengujian PDA, pada umumnya akan diambil satu grafik dan data yang

paling baik dalam mewakili dan menggambarkan kekuatan atau daya

dukung pondasi tiang yang diuji yang pada umumnya diambil data

dari transfer energi atau energi tersalurkan (EMX) yang paling

besar/maksimum selama pelaksanaan re-strike dan terdata dalam program

yang digunakan.

Berikut ini contoh hasil pengujian PDA Test dan CAPWAP :

Gambar 2.27. Grafik Hasil Pengujian Tes PDA dan CAPWAP


(Sumber : Lauwtjunnji, 2015)

76

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Hasil Pengujian Tes PDA dan CAPWAP
(Sumber : Lauwtjunnji, 2015)
Kode Keterangan Tiang : SU-51
BN Pukulan 12
RMX Daya dukung tiang (ton) 215
FMX Gaya tekan maksimum (ton) 294
CTN Gaya tarik maksimum (ton) 0
EMX Energi maksimum yang ditransfer (tonm) 2,78
DMX Penurunan maksimum (mm) 15
DFN Penurunan permanen (mm) 7
STK Tinggi jatuh palu (m) 2,1
BPM Pukulan per menit 44,4
BTA Nilai keutuhan tiang (%) 100
LE Panjang tiang di bawah instrumen (m) 9
LP Panjang tiang tertahan (m) 8
AR Luas penampang tiang (cm2) 1225

Faktor keamanan yang digunakan untuk pengujian PDA pada umumnya

adalah 2.

77

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4. Global Safety Factors-Allowable Stress Design Value
(Sumber : Lauwtjunnji, 2015)

Global Safety Factors-Allowable Stess Design Value


Australia

Code IBC 2000 ASCE (20-96) For driven pile types ASCE
PDCA AASHTO AS2159-95
Year 2000 1996 (non-driven piles)
2001 1992 1995 40 to 100T >100T
Design loads >40T 16 to 40 T >100T

Static analysis
3.50 3.5 6.00 2.12 to 3.44 NA NA NA NA
Notes :

Dynamic formula 2.50 to 3.06 2.0 to 2.4


3.50 3.5 NA NR NR NA
Notes : c h

Wave equation 1.8 to 2.2 1.9 to 2.3


2.50 2.75 NA 2.50 to 3.06 NR NA
Notes : h h

Dynamic testing 1.9 to 2.1 2.00 1.72 to 2.12 1.6 to 2.0 1.7 to 2.0 2.0 to 2.4 2.6 to 3.6
2.25
Notes : A B “a, f, g” h h h h

Static testing 1.8 to 2.0 1.53 to 1.93 1.5 to 1.8 1.6 to 1.9 1.8 to 2.2 2.3 to 3.2
2.00 2.00
Notes : D “f, g” h h H h

Static & dinamic 1.65 to 1.9


1.90
Notes : “a, b, e” J j j j J j

Notes :
G “lower SF if>15% dynamic or >3% static, and extensive site
a dynamic testing requires signal matching
investigation with careful construction control”
b requires correlating static test
H “depends on pile type, site variabillity, load conditions, etc.”
c dynamic formula for sands only – not clays
J not specifically addreesed
d <2% static
NA - not applicable
e >1% static or >3% dynamic
NR - not recommended
f higher SF if <3% dynamic or <1% static

2.8. Metode Pelaksanaan Pemancangan Pondasi Tiang

Penggunaan metode yang tepat, cepat, praktis, dan aman, sangat

membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi.

Sehingga target waktu, biaya dan mutu yang ditetapkan dapat tercapai.

Langkah-langkah untuk dimensi kubus/ukuran dan tiang pancang :

1. Menghitung daya dukung yang didasarkan pada karakteristik tanah

dasar yang diperoleh dari penyelidikan tanah. Kemudian hitung

kemungkinan nilai daya dukung yang diizinkan pada berbagai

kedalaman dengan memperhatikan faktor keamanan terhadap

78

Universitas Sumatera Utara


keruntuhan daya dukung yang sesuai, dan penurunan yang terjadi harus

tidak berlebihan.

2. Menentukan kedalaman, tipe, dan dimensi pondasi. Hal ini dilakukan

dengan memilih kedalaman minimum yang memenuhi syarat keamanan

terhadap daya dukung tanah yang telah dihitung. Kedalaman minimum

harus diperhatikan terhadap erosi permukaan tanah, pengaruh

perubahan iklim, dan perubahan kadar air. Bila tanah yang lebih besar

daya dukungnya berada dekat dengan kedalaman minimum yang

dibutuhkan tersebut, dipertimbangkan untuk meletakkan dasar pondasi

yang sedikit lebih dalam yang daya dukung tanahnya lebih besar.

Karena dengan peletakan dasar pondasi yang sedikit lebih dalam akan

mengurangi dimensi pondasi, dengan demikian dapat menghemat biaya

pembuatan pelat betonnya.

3. Ukuran dan kedalaman pondasi yang ditentukan dari daya dukung izin

dipertimbangkan terhadap penurunan toleransi. Bila ternyata hasil

hitungan daya dukung ultimit yang dibagi faktor keamanan

mengakibatkan penurunan yang berlebihan, dimensi pondasi diubah

sampai besar penurunan memenuhi syarat.

Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut :

A. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

Pertama tim surveyor menentukan titik-titik dimana tiang pancang

akan diletakkan, penentuan ini harus sesuai dengan gambar

konstruksi yang telah ditentukan oleh perencana.

79

Universitas Sumatera Utara


B. Pekerjaan Persiapan

1. Persiapan Lokasi Pemancangan

Mempersiapkan lokasi dimana alat pemancang akan diletakkan, tanah

haruslah dapat menopang berat alat. Jika elevasi akhir kepala tiang

pancang berada di bawah permukaan tanah asli, maka galian harus

dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pemancangan. Perhatian khusus

harus diberikan agar dasar pondasi tidak terganggu oleh penggalian di

luar batas-batas yang ditunjukkan oleh gambar kerja.

2. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta

tanggal saat tiang tersebut dicor. Untuk mempermudah perekaan, maka

tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

Gambar 2.28. Tiang Pancang yang Dibubuhi Tanda


(Sumber : Tomat Bangun, 2012)
3. Persiapan Alat Pemancang. Pelaksana harus menyediakan alat untuk

memancang tiang yang sesuai dengan jenis tanah dan jenis tiang

pancang sehingga tiang pancang tersebut dapat menembus masuk pada

kedalaman yang telah ditentukan atau mencapai daya dukung yang

telah ditentukan, tanpa kerusakan. Bila diperlukan, pelaksana dapat

melakukan penyelidikan tanah terlebih dahulu. Alat pancang yang

digunakan dapat dari jenis drop hammer, diesel atau hidrolik.

Berat palu pada jenis drop hammer sebaiknya tidak kurang dari jumlah

berat tiang beserta topi pancangnya. Sedangkan untuk diesel hammer

80

Universitas Sumatera Utara


berat palu tidak boleh kurang dari setengah jumlah berat tiang total

beserta topi pancangnya ditambah 500 kg dan minimum 2,2 Ton.

Gambar 2.29. Alat Pemancang


(Sumber : Tomat Bangun, 2012)
Peralatan dan bahan yang harus disiapkan untuk pekerjaan tiang

pancang antara lain pile (tiang pancang), alat pancang (dapat berupa

diesel hammer atau hydrolic hammer), dan service crane.

4. Persiapan tiang pancang

Tiang pancang disusun seperti piramida, dialasi dengan kayu 5/10 dan

disimpan di sekitar lokasi akan dilakukan pemancangan. Penyimpanan

dikelompokkan sesuai tipe, diameter, dimensi yang sama.

Gambar 2.30. Penyimpanan Tiang Pancang


(Sumber : Rahmawati Ayudia)
5. Mendirikan Alat Pemancang

Alat pemancang tiang didirikan di daerah titik letak pemancangan

pondasi yang akan dipancang, dimana alat pemancang ini harus berdiri

tegak terhadap muka tanah.

81

Universitas Sumatera Utara


Bagian-bagian alat pemancang adalah :

 Lead

Rangka baja dengan dua bagian paralel sebagai pengatur tiang agar

pada saat tiang dipancang arahnya benar. Jadi leader berfungsi agar

jatuhnya pemukul tetap terpusat pada sistem tiang.

 Blok Anvil

Bagian yang terletak pada dasar pemukul yang menerima benturan

dari ram dan mentransfernya ke kepala tiang.

 Topi Helment atau “drive cap”

Bahan yang dibuat dari baja coar yang diletakkan di atas tiang

untuk mencegah tiang dari kerusakan saat pemancangan dan untuk

menjaga agar as tiang sama dengan as pemukul.

 Bantalan (cushion)

Dibuat dari kayu keras atau bahan lain yang ditempatkan diantara

penutup tiang (pile cap) dan puncak tiang untuk melindungi kepala tiang

dari kerusakan.

 Ram

Bagian pemukul yang bergerak ke atas dan ke bawah yang terdiri

dari piston dan kepala penggerak.

82

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.31. Bagian-bagian dari Alat Pemancang
(Sumber : Ilmutekniksipil, 2012)

C. Proses Pengangkatan

Tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati sekali

guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak

diinginkan. Dengan service crane, tiang dipasangkan ke alat

pemancang dimana biasa alat pemancang sudah berada tepat diarea

titik pancang.

Pengangkatan tiang terdiri dari dua tumpuan, yaitu :

1. Pengangkatan tiang untuk disusun (dengan dua tumpuan)

Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya pada saat

penyusunan tiang beton, baik itu dari pabrik ke trailer ataupun dari

trailer ke penyusunan lapangan. Persyaratan umum dari metode ini

adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L.

83

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.32. Pangangkatan Tiang dengan Dua Tumpuan
(Sumber : Bowles, 1991)
2. Pengangkatan dengan satu tumpuan

Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah

siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik

pemancangan yang telah ditentukan di lapangan.

Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini

adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3.

Gambar 2.33. Pengangkatan Tiang dengan Satu Tumpuan


(Sumber : Bowles, 1991)

84

Universitas Sumatera Utara


D. Proses Pemancangan

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh

pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

3. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan.

4. Tiang didirikan di samping driving lead dan kepala tiang dipasang pada

helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala

tiang.

5. Setelah tiang pancang berdiri, lalu diantara kepala penumbuk dan tiang

pancang diberi suatu bantalan dengan tujuan melindungi ujung tiang

dari tegangan lokal yang berlebihan, dan mempunyai pengaruh khusus

pada gelombang tegangan yang timbul pada tiang selama pemancangan.

Pemilihan bantalan didasarkan pada karakteristik pemancangan tiang,

seberapa dalam tiang dapat dipancang, dan daya dukung tiang. Kepala

tiang pancang harus dilindungi dengan bantalan topi atau mandrel.

Tiang pancang diikatkan pada sling yang terdapat pada alat, lalu ditarik

sehingga tiang pancang masuk pada bagian alat.

Gambar 2.34. Tiang Pancang Ditarik dengan Sling


(Sumber : Proyek Jembatan Tawang)

85

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.35. Tiang Pancang Dimasukkan pada Bagian Alat
(Sumber : Proyek Jembatan Tawang)

Gambar 2.36. Tiang Pancang Diluruskan


(Sumber : Proyek Jembatan Tawang)

6. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay

sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang

betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah

tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi

tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang

pertama.

86

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.37. Kemiringan Dicek dengan Waterpass
(Sumber : Rahmawati Ayudia)

Setelah kemiringan telah sesuai, kemudian dilakukan pemancangan

dengan menjatuhkan palu secara kontiniu ke atas helmet yang terpasang

di atas kepala tiang pada mesin pancang. Berat penumbuk, tinggi jatuh

diperlihatkan pada tabel di bawah :

Gambar 2.38. Pemancangan Tiang Pertama


(Sumber : Rahmawati Ayudia)

Tabel 2.5. Spesifikasi Diesel Hammer untuk Piles


(Sumber : PT. Wijaya Karya Beton)
Spesifikasi Hammer K13 K25 K35 K45
Total Weight lb. 7800 13200 19100 25300
Weight of Ram lb. 2870 5510 7720 9920
Energy per blow 13200 - 23500 – 31700 - 39000 –
ft. Lb.
(mm-max) – Lb. 25390 51540 72150 92760
Ram Stroke 4,60 – 4,26 - 4,11 – 3,93 -
ft.
(mm-max) 8,85 9,35 9,35 9,35
Blows
Number of Blows 40 – 60 39 – 60 39 – 60 39 – 60
/min
Explosive Force lb. 149900 238100 330800 421200
1 lb.ft = 1,305 x 10-3 kN.m
1 ft = 3,05 x 10-1 m

87

Universitas Sumatera Utara


Bila kedalaman pemancangan lebih dalam daripada panjang tiang

pancang satu batang, maka perlu dilakukan penyambungan dengan tiang

pancang kedua, yaitu dengan pengelasan.

E. Proses Penyambungan Tiang

1. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang

dilakukan pada batang pertama.

2. Ujung bawah tiang didudukkan di atas kepala tiang yang pertama

sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit

dan menempel menjadi satu.

3. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat

4. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

Gambar 2.39. Penyambungan Tiang Pancang dengan Pengelasan


( Sumber : Rahmawati Ayudia)

5. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang

dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai

mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

7. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana

pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data

jumlah pukulan terakhir (final set).

8. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

88

Universitas Sumatera Utara


F. Quality Control

1. Kondisi fisik tiang

a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak.

b. Umur beton telah memenuhi syarat.

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan.

2. Toleransi

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses

pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi < dari

1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi < dari 75 mm.

3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter

di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter.

Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set

sesuai perhitungan. Pemancangan dihentikan jika sampai mencapai

tanah keras, indikasi jika pemancangan sudah mencapai tanah keras

adalah palu dari hammer sudah mental tinggi, biasanya dalam tiap alat

pancang sudah ada ukurannya, jika sudah pada posisi seperti itu maka

segera dilakukan pembacaan kalendering.

Pembacaan ini dilakukan pada alat pancang sewaktu memancang. Jika

dari bacaan tinggi bacaan sudah bernilai 1 cm atau lebih kecil, maka

pemancangan sudah siap dihentikan. Itu artinya tiang sudah menencapai

titik tanah keras, tanah keras itulah yang menyebabkan bacaan

89

Universitas Sumatera Utara


kalenderingnya kecil yaitu 1 cm atau kurang. Jika diteruskan

dikhawatirkan akan terjadi kerusakan pada tiang pancang itu sendiri

seperti pada topi tiang pancang atau badan tiang pancang itu sendiri.

Pembacaan 1 kalendering dilakukan dengan 10 pukulan.

2.9. Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang

2.9.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

Pengujian lapangan dengan metode SPT merupakan percobaan

dinamis yang dilakukan dalam satu lubang bor dengan memasukkan alat

yang dinamakan split spoon ke dalam tanah dan banyak digunakan untuk

mendapatkan daya dukung tanah secara langsung yang menghasilkan

kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (ø) berdasarkan nilai

jumlah pukulan (N).

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk

memperhitungkan daya dukung tanah yang tergantung pada kuat geser

tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh

Coulomb yang dinyatakan dengan :

τ = c + σ tan ø ………………………….…….........................(2.4)

Dimana :

τ = kekuatan geser tanah (kg/cm²)


c = kohesi tanah (kg/cm²)
σ = tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)
ø = sudut geser tanah (º)

90

Universitas Sumatera Utara


Table 2.6. Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan Untuk Penentuan Harga N
(Sumber : Sosrodarsono, 1983)
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dan
Klasifikasi
Dipertimbangkan

Hal yang perlu Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal


dipertimbangkan secara (kedalaman permukaan dan susunannya),
menyeluruh dari hasil-hasil adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi
survei sebelumnya atau penurunan), kondisi drainase dan lain-lain

Berat isi, sudut geser


Hal-hal yang perlu dalam, ketahanan terhadap
Tanah pasir
diperhatikan langsung penurunan dan daya
(tidak kohesif)
dukung tanah

Keteguhan, kohesi, daya dukung dan


Tanah lempung
ketahanan terhadap hancur
(kohesif)

Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif

(pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai

berikut :

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran

pasir bersegi segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut

geser sebesar :

ø = √12N + 15 .………….......……………….……...........…(2.5)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya :

ø = 0,3N + 27 .………………………….…….................…(2.6)

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi

tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara

angka penetrasi standart dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif

untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel (2.7).

91

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.7. Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser Dalam
dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir
(Sumber : Das, 1985)
Angka Penetrasi Sudut Geser
Kepadatan Relatif
Standart, N Dalam ø
Dr (%)
(º)
0–5 0–5 26 – 30
5 – 10 5 – 30 28 – 35
10 – 30 30 – 60 35 – 42
30 – 50 60 – 65 38 – 46

Menurut Peck dan Meyerhoof, 1997, dari nilai N yang diperoleh

pada uji SPT, dapat diketahui hubungan empiris tanah non kohesi seperti

sudut geser dalam (ø), indeks densitas dan berat isi tanah basah (γwet).

Hubungan empirisnya dapat dilihat pada Tabel (2.8) dan Tabel (2.9).

Tabel 2.8. Hubungan antara Harga N-SPT, Sudut Geser Dalam dan
Kepadatan Relatif
(Sumber : Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)

Sudut geser dalam (ø)


Nilai N Kepadatan relative Menurut Menurut
Peck Meyerhoof
0–4 Sangat lepas 0,0 – 0,2 < 28,5 < 30
4 – 10 Lepas 0,2 – 0,4 28,5 – 30 30 – 35
10 – 30 Sedang 0,4 – 0,6 30 – 36 35 – 40
30 – 50 Padat 0,6 – 0,8 36 – 41 40 – 45
>50 Sangat padat 0,8 – 1,0 > 41 > 45

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir

tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.9).

Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2.9. Hubungan antara Harga N-SPT dan Berat Isi Tanah
(Sumber : Braja, 1995)
Tanah tidak Harga N <10 10 - 30 30 – 50 >50
kohesif Berat isi γ kN/ m3 12 – 16 14 - 18 16 – 20 18 – 23

Tanah Harga N <4 4 - 15 16 – 25 >25


kohesif Berat isi γ kN/ m3 14 – 18 16 - 18 16 – 18 >20

92

Universitas Sumatera Utara


Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi

tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi

daya dukung pasir. Tanah di bawah air mempunyai berat isi efektif yang

kira-kira setengah berat isi tanah di atas muka air.

Tanah dikatakan mempunyai daya dukung yang baik dari hasil uji

SPT dapat dinilai dari ketentuan berikut, yaitu :

1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35.

2. Lapisan kohesif mempunyai nilai kuat tekan bebas (Unconfined

compression strength) (qu) 3-4 kg/cm2, atau harga N > 15.

Hasil percobaan pada SPT merupakan perkiraan kasar dan bukan

merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan, hasil sondir lebih dapat

dipercaya daripada percobaan SPT. Hal yang juga perlu diperhatikan yaitu

bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang disebut dengan N1 tidak

dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu.

Perhitungan daya dukung pondasi tiang pancang berdasarkan data

SPT dapat digunakan metode Mayerhof, seperti :

A. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang pada Tanah Non Kohesif

(pasir dan kerikil)

1. Daya dukung ujung pondasi tiang

Q = 40 x N x A ≤ 1600 × A ……...…........................…(2.7)

2. Tahanan geser selimut tiang

Qs = 2 x N x p x Li …………......….……….........................…(2.8)

Dimana :
Q = tahanan ujung ultimate (kN)
NSPT = jumlah pukulan yang diperlukan dari percobaan SPT = Ncor

93

Universitas Sumatera Utara


Ncor = (N1+N2)/2
N1 = nilai Nrata-rata dari dasar ke 10D ke atas
N2 = nilai Nrata-rata dari dasar ke 4D ke bawah
Ap = luas penampang tiang pancang (m2)
p = keliling tiang (m)
Li = tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap interval
kedalaman pemboran (m)

Gambar 2.40. Nilai N-SPT untuk Desain Tahanan Ujung pada Tanah Pasiran
(Sumber : Mansyhur Irsyam)

B. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang pada Tanah Kohesif

1. Daya dukung ujung pondasi tiang

Q = 9 x c x A …………….….......……........................…..(2.9)

2. Tahanan geser selimut tiang

Qs = α x c x p x Li …………….……….......................….........(2.10)

(Sumber : Hardiyatmo, 1994)

Dimana :
cu = kohesi undrained (kN/m2) = NSPT x x 10

Ap = luas penampang tiang (m2)

94

Universitas Sumatera Utara


α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang (Gambar 2.41)
p = keliling tiang (m)
Li = tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap interval
kedalaman pemboran (m)

Gambar 2.41. Grafik Hubungan antara Kuat Geser (Cu) dengan


Faktor Adhesi (α)
(Sumber : API, 1986)

2.9.2. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Kalendering

Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang dari data

kalendering memakai 2 metode, yaitu :

1. Metode Modified New Engineering News Record (ENR)

Energi yang masuk dapat dihitung dengan penjumlahan energi

yang digunakan dengan energi hilang.

Energi yang digunakan = tahanan tiang sewaktu pemancangan (driving

resistance) X perpindahan tiang.

Jika energi masuk (energy input) diketahui maka dapat kita estimasikan

besarnya energi hilang berdasarkan pengalaman. Tahanan tiang waktu

pemancangan dapat ditentukan dengan mengamati gerakan tiang sewaktu

dipancang. Energi yang dihasilkan oleh pemukul ditransformasikan

sebagai gaya (Rdu) yang menghasilkan penetrasi sebesar s dan energi yang

hilang sewaktu pemancangan (∆E), dirumuskan :

E = Rdu s + ∆E …………….………...............................…..(2.11)

95

Universitas Sumatera Utara


Jika ∆E = Rdu C; E = Wr h

Dimana :

C = konstanta empiris untuk energi hilang sewaktu pemancangan


Wr = berat pemukul
h = tinggi jatuh pemukul
maka persamaan tersebut menjadi :

Wr h = Rdu s + Rdu C = Rdu (s + C) ……………......………..........(2.12)

Dari persamaan ini diperoleh :

Rdu = Wr h
S+C
.…………......….……….......................…...(2.13)

Pada umumnya nilai C diambil 0,1” (0,254 cm) untuk pemukul dengan

mesin tenaga uap, dan untuk pemukul jatuh (drop hammer) bernilai 1”

(2,54 cm). Persamaaan di atas merupakan formula pemancangan tiang

yang disarankan oleh Sander (1851) dengan faktor aman (FS) diambil 6.

Kemudian rumus Engineering News Record (ENR) setelah bertahun-tahun

disempurnakan menjadi :
2
Rdu = ef×Wr× h
S+0,25
× Wr×n ×Wp
Wr+Wp
..............……….…...............................(2.14)

Dimana :
ef = effisiensi hammer (%) (Tabel 2.10)
Wr = berat hammer (Ton)
Wp = berat pile (Ton) (Tabel 2.11)
S = penetrasi pukulan per cm (cm)
n = koefisien restitusi = 0,4 (Tabel 2.12)
h = tinggi jatuh hammer (Tabel 2.13)

96

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.10. Nilai Effisiensi Hammer
(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
Tipe Hammer Efficienci, ef
Single and double acting Hammer 0,7 - 0,8
Diesel Hammer 0,8 - 0,9
Drop hammer 0,7 - 0,9

Tabel 2.11. Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga


(Sumber : PT. Wijaya Karya Beton)
Panjang Momen Lentur
Tiang Concrete (Ton m) Allowable
Outside Unit Section
(m) Cross Axial
Diameter Weight Class Modulus
Dan Section Load
(mm) (kg/m) (m3) Retak Batas
Diesel (cm2) (ton)
Hammer
A2 2368,70 2,50 3,75 72,60
A3 6-13 2389,60 3,00 4,50 70,75
300 115 452
B K-13 2431,40 3,50 6,30 67,50
C 2478,70 4,00 8,00 65,40
A1 3646,00 3,50 5,25 93,10
6-15
A3 3693,90 4,20 6,30 89,50
350 145 K-13/K- 582
B 3741,70 5,00 9,00 86,40
25
C 3787,60 6,00 12,00 85,00
A2 5483,50 5,50 8,25 121,10
6-16
A3 5537,40 6,50 9,75 117,60
400 195 K-25/K- 765
B 5591,30 7,50 13,5 114,40
35
C 5678,20 9,00 18,00 111,50
A1 7591,60 7,50 11,25 149,50
A2 7655,60 8,50 12,75 145,80
6-16
450 235 A3 929 7717,10 10,0 15,00 143,80
K-35
B 7783,80 11,0 19,80 139,10
C 7929,00 12,5 25,00 134,90
A1 10505,00 10,50 15,75 185,30
A2 6-16 10579,30 12,50 18,75 181,70
500 290 A3 K-35/K- 1159 10653,50 14,00 21,00 178,20
B 45 10727,80 15,00 27,00 174,90
C 10944,60 17,00 34,00 169,00
A1 17482,80 17,00 25,50 252,70
A2 17577,70 19,00 28,50 249,00
6-16
600 395 A3 1570 17792,70 22,00 33,00 243,20
K-45
B 17949,60 25,00 45,00 238,30
C 18263,40 29,00 58,00 229,50
Panjang tiang interval per m’ dengan mutu beton K-600
*) untuk tipe diesel hammer, angka dibelakang K menunjukkan berat ram dalam
satuan kN.

Tabel 2.12. Koefisien Restitusi


(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
Pile Material Coefficient of restitution, n
Cast iron hammer and concrette pile
0,4 - 0,5
(without cao)
Wood cushion ad concrette pile
0,3 - 0,4
(without cap)
Wooden Pile 0,25 - 0,3

97

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.13 Tinggi Jatuh Hammer (h)
(Sumber : PT. Wijaya Karya Beton)
Tinggi Ram Stroke (m)
K13 K25 K35 K45
O 1,105 0,977 0,966 1,100
A 1,630 1,642 1,616 1,690
B 1,705 1,762 1,766 1,865
C 1,865 1,892 1,916 2,040
D 1,925 1,997 1,966 2,110
E 2,020 2,097 2,066 2,210
F - 2,197 2,166 2,310
G 2,595 2,997 2,866 2,870
H 2,685 3,097 2,966 2,970

Gambar 2.42. Tinggi Jatuh Hammer (h)


(Sumber : PT. Wijaya Karya Beton)
2. Metode Danish

×
P = × × , ...........………….......….………..................(2.15)
× ×

Dimana :
η = effisiensi alat pancang (Tabel 2.14)
E = energi alat pancang (Tabel 2.15)
L = panjang tiang pancang
Ep = modulus elastisitas tiang

98

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.14. Effisiensi Jenis Alat Pancang
(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
Jenis Alat Pancang Effisiensi
Pemukul jatuh (drop hammer) 0,75 – 1,00
Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) 0,75 – 0,85
Pemukul aksi double (double acting hammer) 0,85
Pemukul diesel (diesel hammer) 0,85 – 1,00

Tabel 2.15. Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer


(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
Tenaga Hammer Jumlah Berat Balok Besi Panjang
Type Pukulan
kN-m Kip-fit Kg-cm kN Kips Kg
Permenit
K 150 379,9 280 3872940 45 – 60 147,2 33,11 15014,4
K 60 143,2 105,6 1460640 42 – 60 58,7 13,2 5987,4
K 45 123,5 91,1 1259700 39 – 60 44 9,9 4480
K 35 96 70,8 979200 39 – 60 34,3 7,7 3498,6
K 25 68,8 50,7 701760 39 – 60 24,5 5,5 2499

2.10. Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang

Pondasi tiang harus dirancang dengan memperhitungkan beban-

beban aksial dan beban lateral. Pondasi tiang dapat menahan beban lateral

yang bekerja pada dinding penahan tanah, dimana beban lateral berasal

dari tekanan tanah lateral yang mendorongnya seperti yang terlihat pada

Gambar (2.43a). Pondasi tiang juga dapat menahan beban lateral seperti

beban angin yang bekerja pada struktur bangunan tingkat tinggi seperti

struktur rangka baja atau gedung pencakar langit seperti yang terlihat pada

Gambar (2.43b) dan Gambar (2.43c) sehingga pondasi tiang mengalami

gaya tarik dan gaya tekan. Pondasi tiang juga dapat menahan dinding turap

yang menyangga pada pondasi tiang seperti Gambar (2.43d). Pondasi tiang

juga menanggung beban lateral yang disebabkan gaya eksternal seperti

hempasan gelombang air laut, angin, dan benturan kapal pada konstruksi

lepas pantai seperti Gambar (2.43e).

99

Universitas Sumatera Utara


(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 2.43. Aplikasi Pondasi Tiang dalam Menahan Beban Lateral

Gaya lateral yang terjadi pada tiang bergantung pada kekakuan atau

tipe tiang, jenis tanah, penanaman ujung tiang ke dalam pelat penutup

kepala tiang, sifat gaya-gaya dan besar defleksi. Jika gaya lateral yang

harus didukung tiang sangat besar, maka dapat digunakan tiang miring.

Karakteristik tanah yang mendukung pondasi harus ditinjau dalam

menentukan kapasitas dukung maksimal lateral dari pondasi tiang. Dua

jenis tanah yang ditinjau dalam hal ini adalah tanah kohesif dan tanah non-

kohesif. Untuk tanah kohesif, kapasitas dukung ultimit mengandalkan

lekatan yang terjadi antara permukaan tiang dengan tanah disekitarnya,

sedangkan untuk tanah non kohesif kapasitas daya dukung maksimalnya

didasarkan pada gesekan antara butir-butir tanah dengan permukaan tiang.

100

Universitas Sumatera Utara


Perlu dibedakan model ikatan tiang dengan pelat penutup tiang pile

cap dalam analisis gaya lateral. Model ikatan tersebut sangat

mempengaruhi perilaku tiang dalam mendukung beban lateral. Model dari

ikatan tiang terdiri dari 2 tipe, yaitu tiang ujung jepit (fixed-end pile) dan

tiang ujung bebas (free-end pile). Jika kepala tiang dapat berinteraksi dan

berotasi akibat beban geser dan/atau momen, tiang tersebut dikatakan

berkepala bebas (free head). Jika kepala tiang hanya bertranslasi maka

disebut dengan kepala jepit (fixed head). Menurut McNulty (1956), tiang

yang disebut berkepala jepit (fixed head) adalah tiang yang yang ujung

atasnya terjepit dalam pile cap paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan

tiang berkepala bebas (free head) adalah tiang yang tidak terjepit ke dalam

pile cap atau terjepit ke dalam pile cap kurang dari 60 cm.

Kapasitas tahanan maksimal akibat beban lateral dapat dianalisis

dengan beberapa metode diantaranya metode Broms, 1964. Metode Broms

akan dibahas lebih lanjut sebagai metode analisis yang dipakai dalam

penelitian ini.

2.10.1. Hitungan Tahanan Beban Lateral Ultimit

Perancangan pondasi tiang yang menahan gaya lateral, harus

memperhatikan dua kriteria, yaitu :

a. Faktor aman terhadap keruntuhan ultimit harus memenuhi.

b. Defleksi yang terjadi akibat beban yang bekerja harus masih dalam

batas-batas toleransi.

Pondasi tiang tunggal terdiri dari dua klasifikasi yaitu pondasi tiang

pendek dan pondasi tiang panjang. Langkah pertama yang perlu kita

101

Universitas Sumatera Utara


lakukan untuk menentukan kapasitas lateral tiang adalah menentukan

apakah tiang tersebut berperilaku sebagai tiang panjang atau tiang pendek.

Menurut Tomlinson, 1977, Kriteria tiang kaku/rigid pile (pendek) dan

tiang tidak kaku/elastic pile (panjang) berdasarkan faktor kekakuan R dan

T yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L)

diperlihatkan pada table di bawah ini :

Tabel 2.16. Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang
(Sumber : Tomlinson, 1977)
Modulus Tanah (K) Modulus Tanah
Tipe Tiang Bertambah Dengan (K)
Kedalaman Konstan
Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R
Tidak Kaku L ≥ 4T L ≥ 3,5R

T dan R adalah faktor kekakuan tiang yang dipengaruhi oleh

kekauan tiang EI dan kompresibilitas tanah yang dinyatakan dalam

modulus tanah (K) yang tidak konstan untuk sembarang tanah, tetapi

bergantung pada lebar dan kedalaman tanah yang dibebani.

Jika tanah berupa lempung kaku terkonsolidasi berlebihan (stiff

over consolidated clay), modulus tanah umumnya dapat dianggap konstan

di seluruh kedalamannya. Faktor kekakuan R dinyatakan dengan :

R= ..........................…………….………..........(2.16)

Dimana :
E = modulus elastisitas bahan tiang (kg/cm2)
I = momen Inersia tiang (cm4)
L = panjang tiang pancang (cm)
K = khd = k1/1,5 = modulus tanah
k1 = modulus reaksi subgrade dari Terzaghi (Tabel 2.17)

102

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.17. Hubungan Modulus Subgrade (k1) dengan Kuat Geser
Undrained untuk Lempung Kaku Terkonsolidasi Berlebihan
(Overconsolidated)
(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Konsistensi Kaku Sangat kaku Keras


kohesi undrained Cu
kN/m2 100-200 200-400 ˃ 400
kg/cm2 1–2 2-4 ˃4
k1
MN/m3 18 – 36 36 -72 ˃ 72
kg/cm3 1,8 - 3,6 3,6 - 7,2 ˃ 7,2
k1 direkomendasikan
MN/m3 27 54 ˃ 108
kg/cm3 2,7 5,4 ˃ 10,8

Jika tanah lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated)

dan tanah granuler, modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier

dengan kedalamannya (semakin ke bawah semakin besar). Faktor

kekakuan untuk modulus tanah yang tidak konstan (T) dinyatakan oleh

persamaan :

T= ...........................…………….………..........(2.17)

Dimana :

kg
E = modulus elastis tiang = 4700 √fc′ cm

I = momen inersia tiang = π D

nh = koefisien variasi modulus tanah (Tabel 2.18 dan 2.19)


D = lebar atau diameter tiang

103

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.18. Nilai-Nilai nh untuk Tanah Granuler (c = 0)
(Sumber : Tomlinson, 1977)

Kerapatan relatif (Dr) Tidak padat Sedang Padat


Interval nilai A 100 – 300 300 - 1000 1000 – 2000
Nilai A dipakai 200 600 1500
nh, pasir kering atau lembab
2425 7275 19400
(Terzaghi) (kN/m3)
nh, pasir terendam air (kN/m3)
Terzaghi 1386 4850 11779
Reese dkk 5300 16300 34000

Tabel 2.19. Nilai-Nilai nh untuk Tanah Kohesif


(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Tanah nh (kN/m3) Referensi


Lempung terkonsolidasi 166 – 3518 Reese dan Matlock (1956)
normal lunak 277 – 554 Davisson - Prakash (1963)
Lempung terkonsolidasi 111 – 277 Peck dan Davidsson (1962)
normal organik 111 – 831 Davidsson (1970)
55 Davidsson (1970)
Gambut
27,7 – 111 Wilson dan Hilts (1967)
Loess 8033 – 11080 Bowles (1968)

2.10.2. Metode Broms

Metode perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah yang

disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang,

tanah mencapai nilai ultimit.

Keuntungan metode Broms :

 Dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek.

 Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas.

Kerugian metode Broms :

 Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah

lempung saja atau tanah pasir saja.

104

Universitas Sumatera Utara


 Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis. Broms membedakan

antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala

tiang bebas dan terjepit.

Broms, 1964, mengemukakan beberapa anggapan dalam metode

ini bahwa tanah adalah salah satu dari non-kohesif saja (c = 0) atau kohesif

saja (f = 0), oleh karena itu, tiang pada setiap tipe tanah dianalisis secara

terpisah. Broms juga menyatakan bahwa tiang pendek kaku (short rigid

pile) dan tiang panjang lentur (long flexible pile) dianggap terpisah. Tiang

dianggap tiang pendek kaku (short rigid pile) jika L/T ≤ 2 atau L/R ≤ 2

dan dianggap tiang panjang lentur (long flexible pile) jika L/T ≥ 4 atau

L/R ≥ 3,5.

Gambar 2.44. Tiang Pendek Dikenai Beban Lateral


(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Gambar 2.45. Tiang Panjang Dikenai Beban Lateral


(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

105

Universitas Sumatera Utara


Tiang pendek ujung bebas diharapkan berotasi di sekitar pusat

rotasi, sedangkan untuk tiang ujung jepit bergerak secara lateral dalam

bentuk translasi.

A. Pada Tanah Kohesif

Pada tanah kohesif, tegangan tanah yang terjadi di permukaan

tanah sampai kedalaman 1,5 kali diameter (1,5D) dianggap sama dengan

nol dan konstan sebesar 9cu untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5D

tersebut. Hal ini dianggap sebagai efek penyusutan tanah.

a. Tiang Ujung Bebas (Free-end Piles)

Beban lateral yang bekerja pada kedua jenis tiang tersebut akan

menghasilkan pergerakan yang berbeda dari segi defleksi dan mekanisme

keruntuhan tiang. Bentuk keruntuhan dan distribusi reaksi tanah ultimit

serta momen pada tiang ujung bebas untuk tiang pendek (kaku) (L/R ≤2),

ditunjukkan pada Gambar (2.46a). Pada tiang pendek, tahanan tiang

terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh tahanan tanah disekitar tiang.

Sedangkan bentuk keruntuhan dan distribusi reaksi tanah ultimit serta

momen pada tiang ujung bebas untuk tiang panjang (elastis) (L/R ≥ 3,5),

ditunjukkan pada Gambar (2.46b). Pada tiang panjang tahanan terhadap

gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan

tiangnya sendiri (My).

106

Universitas Sumatera Utara


(a)

(b)
Gambar 2.46. Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan
Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral pada Tanah Kohesif (a)
Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang Panjang
(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Pada gambar di atas, f mendefinisikan letak momen maksimum,

sehingga dapat diperoleh :

f = Hu / (9cu.D) ..........................................……......................(2.18)

Dengan mengambil momen terhadap titik dimana momen pada

tiang maksimum, diperoleh :

Mmaks = Hu e + 3 D 2 + f − 1 2 f(9c × D × f)

= Hu e + 3 D 2 + f − 1 2 f × Hu

= Hu e + 3 D 2 + 1 2 f

Mmaks = Hu (e + 1,5D + 0,5f)..........................……….................(2.19)

(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

107

Universitas Sumatera Utara


Momen maksimum dapat pula dinyatakan oleh persamaan :

Mmaks = 9 4 D × g × cu ..........................…………….........(2.20)

Dan L = 3D/2 + f + g .............................……………...................(2.21)


Dimana :
L = panjang tiang (m)
D = diameter tiang (m)
Hu = beban lateral (kN)
cu = kohesi tanah undrained (kN/m2)
f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)
g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)
e = jarak beban lateral dari permukaan tanah (m)
Karena L = 3D/2 + f + g, maka Hu dapat dihitung dari persamaan

di atas, diperoleh :

Hu = 9c x D (L − g − 1,5D) ...........................……...................(2.22)

Dimana Nilai-nilai Hu yang diplot dalam grafik hubungan L/D dan

Hu /cud2 ditunjukkan pada Gambar (2.47a) yang berlaku untuk tiang

pendek. Hitungan Broms untuk tiang pendek di atas didasarkan pada

penyelesaian statika, yaitu dengan menganggap bahwa panjang tiang

ekivalen dengan (L-3d/2), dengan eksentrisitas beban ekivalen (e + 3d/2).

Sedangkan untuk tiang panjang Gambar (2.47b) tahanan terhadap

gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan

tiangnya sendiri (My) dengan menganggap Mmaks = My (Momen leleh),

penyelesaian persamaan diplot ke dalam grafik hubungan antara My/cud3

dan Hu/cud2.

Nilai beban lateral Hu dapat ditentukan secara langsung melalui

grafik pada Gambar (2.47).

108

Universitas Sumatera Utara


(a) (b)
Gambar 2.47. Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Kohesif; (a) untuk Pondasi
Tiang Pendek, (b) untuk Pondasi Tiang Panjang
(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

b. Tiang Ujung Jepit (Fixed-end Pile)

Pada Tiang ujung jepit, Broms menganggap bahwa momen yang

terjadi pada tubuh tiang yang tertanam di dalam tanah sama dengan

momen yang terjadi di ujung atas tiang yang terjepit oleh pile cap.

Mekanisme keruntuhan akibat beban lateral yang terjadi pada

pondasi tiang dengan kondisi kepala tiang terjepit dapat dilihat pada

Gambar (2.48).

(a)

109

Universitas Sumatera Utara


(b)

Gambar 2.48. Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan


Kondisi Kepala Tiang Terjepit Akibat Beban Lateral pada Tanah Kohesif; (a)
Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang Panjang
(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Untuk tiang pendek, dapat dihitung tahanan ultimit tiang terhadap

beban lateral dengan persamaan :

Hu = 9CuD (L –g – 1,5D) ........................................…...…..............(2.23)

Mmaks = Hu ( 0,5L + 0,75D) ............................................……..........(2.24)

Dimana :
Hu = beban lateral (kN)
D = diameter tiang (m)
cu = kohesi tanah (kN/m2)
L = panjang tiang (m)
g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)

Nilai-nilai Hu dapat diplot dalam grafik hubungan L/D dan Hu/cuD2

ditunjukkan pada Gambar (2.47a).

Sedangkan untuk tiang panjang, Hu dapat dicari dengan persamaan :

Hu = ....................................……......…..............(2.25)
( , , )

(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

110

Universitas Sumatera Utara


Dimana :

My = momen leleh (kN-m)


f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)
Nilai-nilai Hu yang diplot dalam grafik hubungan My/cud3 dan Hu/cud2

ditunjukkan pada Gambar (2.47b).

B. Pada Tanah Granular

Untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0), seperti pasir, kerikil,

batuan, Broms menganggap sebagai berikut :

1. Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang, diabaikan.

2. Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah

ultimit atau tahanan lateral ultimit.

3. Tahanan tanah lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang

yang diperhitungkan.

Distribusi tekanan tanah dinyatakan oleh persamaan :

pu = 3 po Kp ..................……......…...................................(2.26)

Dimana :

pu = tahanan tanah ultimit


po = tekanan overburden efektif
Kp = tan2(45o+ ø/2)
ø = sudut geser dalam efektif
a. Tiang Ujung Bebas (Free-end Piles)

Tiang pendek (Gambar 2.49a) dianggap berotasi di dekat ujung

bawah tiang. Tekanan yang terjadi dianggap dapat digantikan oleh gaya

terpusat yang bekerja pada ujung bawah tiang. Dengan mengambil momen

terhadap ujung bawah, diperoleh :

111

Universitas Sumatera Utara


,
Hu = ...........................……......….........................(2.27)

Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah

sehingga :

Hu = 1,5γ D Kp f2 ...........................……......…..........................(2.28)

Lokasi momen maksimum :

f = 0,82 ...........................……......….........................(2.29)

(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Sehingga momen maksimum diperoleh dengan persamaan :

Mmaks = Hu (e + 1,5f).................................……................................(2.30)

Gambar 2.49. Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan


Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral pada Tanah Granular;
(a) Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang Panjang
(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

112

Universitas Sumatera Utara


b. Tiang Ujung Jepit (Fixed-end Pile)

Jika tiang ujung jepit yang kaku (tiang pendek), keruntuhan tiang

berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :

Hu = 1,5γ D L2 Kp ........................……......…..............................(2.31)

Lokasi momen maksimum :

f=0,82 D·Kp ·γ
........................……......….............................(2.32)

Momen maksimum :

2
Mmax = 3 Hu ·L ........................……......…............................(2.33)

Momen leleh :

My = 0,5γ·D·L3 ·Kp - H ·L ........................……..........................(2.34)

Dimana :
Hu = beban lateral (kN)
Kp = koefisien tekanan tanah pasif
Mmax = momen maksimum (kN-m)
My = momen leleh (kN-m)
L = panjang tiang (m)
D = diameter tiang (m)
f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)
= berat isi tanah (kN/m3)
e = jarak beban lateral dari permukaan tanah (m)

113

Universitas Sumatera Utara


(a)

(b)
Gambar 2.50. Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan
Kondisi Kepala Tiang Terjepit Akibat Beban Lateral pada Tanah Granular;
(a) Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang Panjang
(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku (tiang panjang),

dimana momen maksimum mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka

Hu dapat diperoleh dari persamaan :

Hu = ..................……......…..................................(2.35)

Hu
f=0,82 .................……......…..................................(2.36)
D·Kp ·γ

114

Universitas Sumatera Utara


Persamaan (2.36) disubstitusi ke Persamaan (2.35), sehingga nilai Hu

menjadi :

Hu = ....................……......…................................(2.37)
,

(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Dimana :
Hu = beban lateral (kN)
Kp = koefisien tekanan tanah pasif = tan2(45o+ ø/2)
My = momen ultimit (kN-m) (Tabel 2.11)
D = diameter tiang (m)
f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)
= berat isi tanah (kN/m3)
e = jarak beban lateral dari permukaan tanah (m) = 0

Nilai beban lateral (Hu) untuk pondasi tiang pendek dan panjang dapat

diperoleh berdasarkan grafik gambar berikut :

(a) (b)
Gambar 2.51. Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Granuler;
(a) Tiang Pendek, (b) Tiang Panjang
(Sumber : Tomlinson, 1977)
2.11. Faktor Keamanan

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan faktor

keamanan antara lain :

115

Universitas Sumatera Utara


 Tingkat ketelitian alat yang dipakai. Jika alat yang dipakai

mempunyai ketelitian tinggi, maka kita dapat mengambil faktor

keamanan yang lebih kecil.

 Kemampuan petugas yang melaksanakan percobaan pembebanan.

Jika petugas yang melakukan percobaan pembebanan sudah cukup

berpengalaman dan dapat melaksanakan dengan baik, tentu saja

kita dapat mengambil faktor keamanan yang lebih kecil.

 Cara melakukan percobaan pembebanan. Faktor keamanan diambil

lebih kecil jika percobaan pembebanan dilakukan dengan cara yang

baik dan sesuai dengan spesifikasi yang berlaku.

 Keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhui pelaksanaan

percobaan pembebanan antara lain : getaran akibat pemancangan

atau alat-alat yang bekerja di sekitar tempat percobaan. Adanya

getaran-getaran dapat mempengaruhi pembacaan arloji. Jika selama

percobaan pembebanan dilakukan pemancangan, ada kemungkinan

hasil-hasil yang didapat menjadi tidak benar sehingga faktor

keamanan yang kita ambil lebih besar.

 Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi percobaan yaitu jika

pompa dongkrak diletakkan pada tempat tidak terlindung sinar

matahari. Karena panas oli, dongkrak akan memuai, sehingga

beban yang bekerja pada dongkrak menjadi lebih besar. Dengan

semakin besarnya beban, maka penurunan akan menjadi lebih

besar. Hal ini akan mengacaukan pembacaan arloji.

116

Universitas Sumatera Utara


Jika faktor-faktor tersebut dapat dihindarkan, maka biasanya

percobaan pembebanan akan memberikan hasil cukup baik.

Dari hasil banyak pengujian beban tiang, baik tiang pancang

maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm),

sehubungan dengan alasan butir (d), penurunan akibat beban bekerja

(working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang

tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977).

Tabel 2.20. Faktor Keamanan yang Disarankan


(Sumber : Hardiyatmo,2002)

Faktor keamanan (SF)


Klasifikasi
Struktur Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol sangat
baik Normal Jelek jelek

Monumental 2,3 3 3,5 4


Permanaen 2 2,5 2,8 3,4
Sementara 1,4 2 2,4 2,8

2.12. Penurunan Elastis Tiang Tunggal

Besarnya penurunan dan kecepatan penurunan yang terjadi adalah

dua hal yang perlu diketahui dalam penurunan. Penurunan digunakan

untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik

referensi yang tetap.

2.12.1. Penurunan Tiang Tunggal dengan Rumus Poulus – Davis

Penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan

dan terjadi pada volume konstan. Termasuk penurunan pada tanah-tanah

berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh, karena

penurunan terjadi setelah terjadi penerapan beban.

117

Universitas Sumatera Utara


Menurut Poulus dan Davis (1980), penurunan jangka panjang

untuk pondasi tiang tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang

akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil. Hal ini disebabkan karena

pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung

friksinya atau penjumlahan dari keduanya.

Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :

a. Untuk tiang apung atau friksi

.
S= …………......................................................(2.38)
.

Dimana :
I = I . R . R .R ……………………………………….….....(2.39)

b. Untuk tiang dukung ujung

.
S= ………………………………………….....(2.40)
.

Dimana :

I = I . R . R .R ………………………………………….....(2.41)

Keterangan :
S = besar penurunan yang terjadi untuk tiang tunggal
Q = besar beban yang bekerja
D = diameter tiang
Es = modulus elastisitas tanah
I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga (Gambar 2.52)
Rμ = faktor koreksi angka poisson untuk μ=0,3 (Gambar 2.53)
Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang (Gambar 2.54)
Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada
tanah keras (Gambar 2.55)

118

Universitas Sumatera Utara


Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung (Gambar 2.56)
H = kedalaman total lapisan tanah; ujung tiang ke muka tanah
K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah

yang dinyatakan oleh persamaan :

.
K = …....................………………………..........(2.42)

Dimana :

R = ….................……………………….............(2.43)

Dengan :
K = faktor kekakuan tiang
Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang (kN/ m2)
Ep = 4700 . √ ….................…………………………..........(2.44)
Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kN/ m2)
Es = 3 . qc ….................…………………………..........(.2.45)
Eb = modulus elastisitas tanah di dasar tiang (kN/ m2)
Eb = 10. Es ….................…………………………..........(2.46)

119

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.52. Faktor Penurunan I0 (Poulus dan Davis, 1980)

Gambar 2.53. Faktor Koreksi Angka Poisson, Rµ (Poulus dan Davis, 1980)

120

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.54. Faktor Koreksi Kompresi, Rk (Poulus dan Davis, 1980)

Gambar 2.55. Faktor Koreksi Kedalaman, Rh (Poulus dan Davis, 1980)

121

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.56. Faktor Koreksi Kekakuan Lapisan Pendukung, Rb
(Poulus dan Davis, 1980)

122

Universitas Sumatera Utara


2.12.2. Penurunan Tiang Elastis

Untuk tiang elastis, penurunan segera atau penurunan elastis

dimana penurunan pondasi yang terletak pada tanah berbutir halus yang

jenuh dapat dibagi menjadi tiga komponen. Penurunan total adalah jumlah

dari ketiga komponen tersebut, yaitu :

S = Se(1) + Se(2) + Se(3) ….................………………………….......(2.47)

Dengan :

S = penurunan total (mm)


Se(1) = penurunan elastis dari tiang (mm)
Se(2) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang (mm)
Se(3) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang
batang tiang (mm)

( ).
Se( ) = ….................…......……………....…….........(2.48)
.

.
Se( ) = ….................………….………………....…..(2.49)
.

.
Se( ) = ….................…………..………………...…..(2.50)
.

Dimana :
Qwp = daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya
dukung friction (kN)
Qws = daya dukung friction (kN)
Ap = luas penampang tiang pancang (m2)
L = panjang tiang pancang (m)
Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang (kN/ m2)
ξ = koefisien dari skin friction, ambil 0,67 (Gambar 2.57)
D = diameter tiang (m)
qp = daya dukung ultimit (kN)
Cp = koefisien empiris, ambil 0,02 (Tabel 2.21)
Cs = konstanta Empiris

123

Universitas Sumatera Utara


Cs = (0,93 + 0,16 L/D) . Cp….................…….…..........(2.51)

Nilai ξ tergantung dari unit tahanan friksi (kulit) alami (the nature

of unit friction resistance) di sepanjang tiang terpancang di dalam tanah.

Nilai ξ = 0,5 untuk bentuk unit tahanan fiksi alaminya berbentuk seragam

atau simetris, seperti persegi panjang atau parabolik seragam, umumnya

pada tanah lempung atau lanau. Nilai ξ = 0,67 untuk bentuk unit tahanan

fiksi alaminya berbentuk segitiga, umumnya pada tanah pasir.

Gambar 2.57. Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi (Kulit) Alami
Terdistribusi Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah
(Sumber : Bowles, 1993)

Tabel 2.21. Nilai Koefisien Empiris (Cp)


(Sumber : Braja M. Das)
Tipe Tanah Tiang Pancang Tiang Bor
Sand (dense to loose) 0,02-0,04 0,09-0,18
Clay (stiff to soft) 0,02-0,03 0,03-0,06
Silt (dense to loose) 0,03-0,05 0,09-0,12

2.13. Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode

yang membagi-bagi daerah yang akan dianalisis menjadi bagian-bagian

yang kecil yang disebut dengan elemen. Semakin banyak pembagian

elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati

124

Universitas Sumatera Utara


kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki

sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur,

sebab dalam rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki

kekakuan yang berbeda. Seperti halnya dalam menganalisis pondasi

dengan metode elemen hingga terdapat perbedaan kekakuan antara dua

elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.

Tekanan (P) dan defleksi (y) pada suatu titik direlasikan dengan

koefisien reaksi tanah dalam arah horizontal (kh) menjadi :

P= kh ×y ........................……......…............................(2.52)

Tiang biasanya dianggap sebagai batang tipis yang memenuhi persamaan :

d4 y
Ep ·Ip · =-P·B .........................……......…...........................(2.53)
dz4

Dimana :
Ep = modulus elastisitas tiang
Ip = momen inersia penampang tiang
z = kedalaman
B = lebar atau diameter tiang
Dari Persamaan (2.52) dan (2.53) diperoleh persamaan defleksi tiang

dengan beban lateral, yaitu sebagai berikut :

E ∙I ∙ + k ∙ B ∙ y = 0 ...............……......….........................(2.54)

Solusi dari persamaan differensial di atas dapat diperoleh baik

secara analitis maupun secara numerik. Untuk solusi secara analitis mudah

dilakukan jika nilai kh konstan sepanjang tiang. Apabila harga kh

bervariasi, maka dapat diselesaikan dengan cara numerik yang

menggunakan metode finite difference (Palmer dan Thompson, 1948;

Gleser, 1953).

125

Universitas Sumatera Utara


Dalam metode tersebut, persamaan differensial dasar, Persamaan

(2.54) ditulis dalam bentuk finite difference untuk titik i sebagai berikut :

y1-2 -4yi-1 +6yi -4yi+1 +yi+2


Ep Ip + kh ·B·yi =0 …......….........................(2.55)
δ4

Dari Persamaan (2.52) diperoleh :

yi-2 -4yi-1 +αi yi -4yi+1 +yi+2 =0 .........................……......….................(2.56)

Dengan :

Khi ·L4 ·B
αi =6+ ........................……......…............................(2.57)
Ep ·Ip ·n4

Dimana :
n = banyaknya interval sepanjang tiang
Khi = koefisien reaksi tanah dalam arah horizontal di titik i
Persamaan (2.57) dapat ditetapkan dari titik 2 sampai n sehingga

memberikan (n-1) persamaan.

Pada dasarnya, elemen-elemen dalam Metode Elemen Hingga

(MEH) dibedakan menjadi 3, yaitu 1D (disebut juga line elements), 2D

(disebut juga plane elements), dan 3D. Untuk alasan biaya, sebisa mungkin

pemodelan MEH dilakukan dengan elemen yang paling sederhana.

Di tahun 1998, Plaxis 2D pertama untuk Windows dirilis. Pada

waktu yang sama, pengembangan untuk perhitungan elemen hingga 3

dimensi dilakukan sehingga program 3D Tunnel dapat dirilis tahun 2001.

3D Foundation adalah program tiga dimensi kedua yang dirilis tahun 2004.

Kedua program tersebut tidak mampu untuk mendefinisikan bentuk

geometri 3 dimensi yang lebih kompleks karena keterbatasan geometris.

Tahun 2010 program Plaxis 3D dirilis. Plaxis 3D adalah program Finite

Element tiga dimensi yang dikembangkan untuk analisa deformasi,

126

Universitas Sumatera Utara


stabilitas, dan aliran air tanah dalam ilmu geoteknik. Pengembangan Plaxis

dimulai tahun 1987 di Delft University of Technology sebagai inisiatif dari

Dutch Ministry of Public Works and Water Management (Rijkswaterstaat).

Tujuan awal pengembangan adalah untuk menciptakan program elemen

hingga 2 dimensi untuk analisis bantaran sungai yang terdiri dari tanah

lunak pada dataran rendah di Belanda. Dalam beberapa tahun, Plaxis

dikembangkan untuk mengatasi sebagian besar area geoteknik. Karena

pertumbuhan yang sangat pesat dan berkelanjutan, perusahaan Plaxis

dibentuk tahun 1993.

Gambar 2.58. Jenis-Jenis Elemen

Di dalam elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan juga

titik integrasi. Titik nodal adalah titik yang menghubungkan elemen satu

dengan elemen lainnya. Pada titik nodal terjadi perpindahan. Sementara

titik integrasi adalah adalah titik yang berada di dalam elemen. Dari titik

integrasi dapat diperoleh tegangan dan juga regangan di elemen. Titik

integrasi juga dikenal sebagai stress point.

127

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.59. Titik Nodal dan Titik Integrasi
2.14. Plaxis

Plaxis (Finite Element Code For Soil and Rock Analyses)

merupakan suatu rangkuman program elemen hingga yang telah

dikembangkan untuk menganalisa deformasi dan stabilitas geoteknik

dalam perencanaan-perencanaan sipil. Plaxis pertama kali dikembangkan

di Belanda pada tahun 1987 oleh Technical University Of Delft sebagai

alat bantu dalam menganalisis permasalahan tanah yang sering dihadapi

oleh ahli-ahli Geoteknik. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak

dilakukan, tetap tidak ada jaminan bahwa program Plaxis bebas dari

kesalahan. Berdasarkan prosedur input data yang sederhana, mampu

menciptakan perhitungan elemen hingga yang kompleks dan menyediakan

fasilitas output tampilan secara detail berupa hasil-hasil perhitungan.

Perhitungan program ini hasilnya didapat secara otomatis berdasarkan

prinsip penulisan angka yang benar. Plaxis dapat digunakan untuk

melakukan pemodelan dan analisis semua permasalahan geoteknik

seperti slope stability, seepage, dan konsolidasi. Selain itu Plaxis juga

dapat memodelkan dan menganalisis struktur geoteknik dan interaksi tanah

dengan struktur seperti pondasi dangkal, pondasi dalam, dinding penahan

tanah, angkur (anchor), dan sebagainya. Dalam mempergunakan program

ini terlebih dahulu harus memahami dan mengerti tentang teori pemodelan

128

Universitas Sumatera Utara


tanah yang akan dipilih serta menguasai teori dan konsep mengenai

mekanika tanah dan rekayasa pondasi. Secara garis besar tahapan

permodealan dan analisis menggunakan Plaxis terdiri dari :1. General

Setting, 2. Geometry, 3. Material Properties, 4. Initial Condition,

5. Calculation.

Sebelum melakukan perhitungan secara numerik, maka harus

terlebih dahulu dirancang pemodelan dari pondasi tiang pancang yang

akan dianalisis seperti terlihat pada Gambar (2.60).

Gambar 2.60. Model Pondasi Tiang Pancang


Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut meliputi

material tanah dan pondasi yang mempunyai sifat-sifat teknis dari masing-

masing material yang mempengaruhi perilakunya. Dalam program Plaxis,

sifat-sifat tersebut diwakili oleh parameter dan pemodelan yang spesifik.

Tanah dan batuan mempunyai kecenderungan perilaku yang non-linier

dalam kondisi pembebanan. Pemodelan dalam program ini sangat terbatas

129

Universitas Sumatera Utara


dalam memodelkan perilaku tanah, sehingga lebih umum digunakan untuk

struktur yang padat dan kaku di dalam tanah. Input parameter berupa

modulus elastisitas E dan Poisson rasio μ dari material yang bersangkutan.

E= ........................……......…............................(2.58)
μ= ........................……......…...........................(2.59)
Simulasi geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga

secara implisit melibatkan kesalahan pemodelan dan kesalahan numerik

yang tidak dapat dihindari. Akurasi dari keadaan sebenarnya di lapangan

sangat bergantung pada keahlian pengguna dalam memodelkan

permasalahan, pemahaman terhadap model-model, penentuan parameter

yang akan digunakan dan kemampuan untuk melakukan interpretasi dari

hasil analisis menggunakan program Plaxis tersebut. Di dalam program

Plaxis ada beberapa jenis pemodelan tanah beberapa diantaranya adalah

model soft soil, hardening soil, jointed rock, Hoek dan Brown serta model

tanah Mohr – Coulomb .

2.14.1. Model Tanah Mohr – Coulomb

Mohr – Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat

plastis sempurna, dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas, dimana

pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Input

model Elastik - Plastik Mohr – Coulomb melibatkan lima parameter

masukan, yaitu :

- Modulus kekakuan tanah atau modulus Young (E) dan Poisson rasio (μ)

yang memodelkan keelastikan tanah.

- Sudut geser dalam tanah (Ø) dan kohesi (c) yang memodelkan perilaku

plastis dari tanah.

130

Universitas Sumatera Utara


- Ψ sebagai sudut dilantansi yang memodelkan prilaku dilatansi tanah.

Model Mohr – Coulomb ini merupakan urutan pertama dalam

pendekatan perilaku tanah dan disarankan untuk menggunakan model ini

dalam analisis pertama dari masalah yang dipertimbangkan. Untuk setiap

lapisan yang memperkirakan rata-rata kekakuan yang konstan sehingga

perhitungan cenderung relatif cepat dan dapat diperoleh kesan pertama

deformasi. Setiap lapis tanah dianggap mempunyai kekakuan yang konstan

atau meningkat secara linear terhadap kedalaman. Selain itu kelebihan

model Mohr – Coulomb adalah pada kondisi tanah Drained perilaku

keruntuhan tanah dapat didekati dengan cukup baik, serta efek dari

dilatansi dapat disertakan dalam model ini. Model Mohr – Coulomb juga

memiliki beberapa kelemahan diantaranya melinearkan kekakuan tanah

(tidak memperhitungkan perubahan nilai E terhadap perubahan tegangan).

Akibat dari asumsi nilai E yang konstan maka prediksi deformasi dalam

Mohr – Coulomb tidak akan tepat. Selain itu pada model Mohr – Coulomb

prilaku tanah diasumsikan isotropik homogen, sampai keruntuhan terjadi

tanah masih diasumikan linear elastik, kekakuan tanah dianggap konstan

dan tidak tergantung pada tegangan yang bekerja, dan tidak ada prilaku

yang bergantung kepada fungsi waktu (no time dependent behaviour)

(Gouw Tjie-Liong, 2012). Selain lima parameter model yang disebutkan di

atas, kondisi tanah awal memiliki peran penting dalam masalah tanah yang

paling deformasi. Tegangan horizontal kondisi awal tanah harus dihasilkan

dengan memilih nilai K0 yang tepat.

131

Universitas Sumatera Utara


Nilai rasio Poisson dalam pemodelan Mohr – Coulomb didapat dari

hubungannya dengan koefisien tekanan.

Ko = ........................……......…...........................(2.60)
Dimana :

= ........................……......…...........................(2.61)

Secara umum nila μ bervariasi dari 0,2 sampai 0,4 namun untuk

kasus-kasus penggalian (unloading) nilai μ yang lebih kecil masih realistis.

Nilai kohesi c dan sudut geser dalam ø diperoleh dari uji geser seperti uji

triaxial jika memungkinkan, atau diperoleh dari hubungan empiris

berdasarkan data uji lapangan, sementara sudut dilantasi Ψ digunakan

untuk memodelkan regangan volumentrik plastis yang bernilai positif.

Pada tanah lempung, umumnya tidak terjadi dilantasi (Ψ=0), sementara

pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser ø

dimana Ψ= ø - 30°. Jika ø < 30° maka Ψ=0. Sudut dilantasi Ψ bernilai

negatif hanya realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas.

2.14.2. Pemilihan Parameter

Studi parameter dimaksudkan untuk mendapatkan dan melengkapi

parameter-parameter tanah laboratorium yang digunakan sebagai input

untuk program Plaxis dengan menggunakan korelasi-korelasi data

lapangan seperti N-SPT dengan kohesi, N-SPT, tekanan efektif dengan

sudut geser dalam, jenis tanah dengan daya rembesan, konsistensi tanah

dengan angka Poisson, N-SPT dengan modulus elastisitas, dan sebagainya.

132

Universitas Sumatera Utara


a. Tanah

Model tanah yang dipilih yaitu model Mohr – Coulomb, dimana

perilaku tanah dianggap elastis dengan parameter yang dibuthkan yaitu :

1. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus).

2. Poisson’s ratio (μ) diambil 0,2 – 0,4.

3. Sudut geser dalam (ø) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

4. Kohesi (c) di dapat dari hasil pengujian laboratorium.

5. Sudut dilantansi (Ψ) diasumsikan sama dengan nol.

6. Berat isi tanah γ (kN/m3) didapat dari hasil pengujian laboratorium.

b. Tiang pancang, material yang dipilih adalah linier elastis

Gambar 2.61. Tab Parameter untuk Model Mohr – Coulomb


2.14.3. Parameter Tanah

Terdapat beberapa parameter tanah, diantaranya yaitu :

1. Modulus Elastisitas (E)

Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah

granuler maka beberapa pengujian lapangan (in-situ-test) telah dikerjakan

untuk mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa

usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya pengujian sondir

yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970) memberikan

korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :

133

Universitas Sumatera Utara


E = 2.qc (dalam satuan kg/cm2) ......................................................(2.62)

Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data

pengumpulan data sondir, sebagai berikut :

E = 3.qc (untuk pasir) .................................….................................(2.63)

E = 2.sampai dengan 8.qc (untuk lempung) ...................................(2.64)

Dengan qc dalam kg/cm2

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian

SPT (Standart Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan

dengan nilai SPT, sebagai berikut :

E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung) .............................(2.65)

E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (untuk pasir) .............................................(2.66)

(Sumber : Hardiyatmo, 1994)

Hasil hubungan yang diperoleh adalah modulus elastisitas

undrained (Es) sedangkan input yang dibutuhkan adalah modulus

elastisitas efektif (Es’). Dengan menggunakan rumusan yang

menggabungkan kedua modulus elastisitas tersebut, maka diperoleh yaitu :

( )
E ′= ,
....................................................................(2.67)

Sedangkan untuk keperluan praktis dapat dipakai :

E ′ = 0,8 Es ......................................................................(2.68)

Menurut Bowles, 1997, nilai modulus elastisitas tanah juga dapat

ditentukan berdasarkan jenis tanah perlapisan (Tabel 2.22).

134

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.22. Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah
(Sumber : Bowles,1997)

Macam Tanah Es (Kg/cm2)


LEMPUNG
1. sangat lunak 3.0 – 30
2. lunak 20 – 40
3. sedang 45 – 90
4. berpasir 300 – 425
PASIR
1. berlanau 50 – 200
2. tidak padat 100 – 250
3. padat 500 – 1000
PASIR DAN KERIKIL
1. padat 800 – 2000
2. tidak padat 500 – 1400
LANAU 20 – 200
LOSES 150 – 600
CADAS 1400 – 14000

Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga dicari dengan

pendekatan terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti

pada tabel berikut.

Tabel 2.23. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung
(Sumber : Randolph, 1978)
Penetration Shear Young’s
Shear
Subsurface resistance 50 Poisson’s strengh Modulus
Modulus
condition range N (%) Ratio (v) Su Range Es
Range G (psi)
(bpf) (psf) (psi)
Very soft 2 0,020 0,5 250 170-340 60-110
Soft 2-4 0,020 0,5 375 260-520 80-170
Medium 4-8 0,020 0,5 750 520-1040 170-340
Stiff 8-15 0,010 0,45 1500 1040-2080 340-690
Very stiff 15-30 0,005 0,40 3000 2080-4160 690-1390
Hard 30 0,004 0,35 4000 2890-5780 960-1930
40 0,004 0,35 5000 3470-6940 1150-2310
60 0,0035 0,30 7000 4860-9720 1620-3420
80 0,0035 0,30 9000 6250-12500 2080-4160
100 0,003 0,25 11000 7640-15270 2540-5090
120 0,003 0,25 13000 9020-18050 3010-6020

135

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.24. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir
(Sumber : Schmertman, 1970)

Cone
Shear
Penetration Friction Poisson penetr Relatief Young’s
Subsurface Modulus
Resistance Angle Ratio ation Density Modulus
condition Range G
range (N) Ø (deg) (μ) qc=4N Dr(%) Range Es (psi)
(psi)
Very loose 0-4 28 0,45 0-16 0-15 0-440 0-160
Losse 4-10 28-30 0,4 16-40 15-35 440-1100 160-390
Medium 10-30 30-36 0,35 40-120 35-65 1100-3300 390-1200
120-
Dense 30-50 36-41 0,3 65-85 3300-5500 1200-1990
100
200-
Very dense 50-100 41-45 0,2 85-100 5500-11000 1990-3900
400

2. Poisson’s Ratio (μ)

Rasio poisson sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan-

pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah

jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya

untuk kemudahan dalam perhitungan. Ini disebabkan nilai dari rasio

poisson sukar untuk diperoleh untuk tanah.

Untuk nilai poisson ratio efektif (μ’) diperoleh dari hubungan jenis

tanah, konsistensi tanah dengan poisson ratio seperti terlihat pada Tabel

(2.25). Sementara pada program Plaxis khususnya model tanah undrained

μ'< 0,5.

Tabel 2.25. Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ)
(Sumber : Hardiyatmo, 1994)

Soil type Description (μ')

Soft 0,35 - 0,40


Clay medium 0,30 - 0,35
Stiff 0,20 - 0,30
Loose 0,15 – 025
Sand medium 0,25 - 0,30
dense 0,25 - 0,35

136

Universitas Sumatera Utara


3. Berat Jenis Tanah Kering (γdry)

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah

kering dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat

diperoleh dari data Soil Test dan Direct Shear.

4. Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah

jenuh air dengan satuan volume tanah jenuh. Dimana ruang porinya terisi

penuh oleh air. Nilai dari berat jenis tanah jenuh didapat dengan

menggunakan rumus :

γsat = ......................................................................(2.69)

(Sumber : Braja, 1995)

Dimana :
Gs : specific gravity
e : angka pori
γw : berat isi air
Nilai-nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujian tanah

dengan Triaxial Test dan juga Soil Test.

5. Sudut Geser Dalam (ø)

Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari

kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi

akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat

adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser.

Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties tanah,

yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

137

Universitas Sumatera Utara


Hubungan antara sudut geser dalam (ø) dengan nilai SPT setelah

dikoreksi menurut Peck, Hanson dan Thornburn, 1974 adalah :

Ø (derajat) = 27,1 + 0,3 Ncor – 0,00054 N2cor ............................(2.70)

Dimana : Ncor = nilai N-SPT setelah dikoreksi

6. Kohesi (c)

Yaitu gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan

sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang

menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang

bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi

keadaan kritis dari tegangan normal dan geser. Nilai dari kohesi didapat

dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

7. Permeabilitas (k)

Koefisien rembesan (Permeability) pada tanah adalah kemampuan

tanah untuk dapat mengalirkan atau merembeskan air (atau jenis fluida

lainnya) melalui pori-pori tanah. Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman

nilai permeabilitas untuk setiap layer tanah dapat dicari dengan

menggunakan rumus :

k= ......................................................................(2.71)

Untuk tanah yang berlapis-lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah

vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :

kv = ...................................................................(2.72)

kh = (kH1 + kH2 + ... + kHn) ........................................................(2.73)

(Sumber : Braja, 1995)

138

Universitas Sumatera Utara


Dimana :
H = tebal lapisan
e = angka Pori
k = koefisien Permeabilitas
kv = koefisien Permeabilitas Arah Vertikal
kh = koefisien Permeabilitas Arah Horizontal

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan

jenis tanah seperti pada Tabel (2.56) berikut ini :

Tabel 2.56. Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah


(Sumber : Braja, 1995)
K
Jenis Tanah
cm/detik ft/menit
Kerikil bersih 1.0 – 100 2.0 – 200
Pasir kasar 1.0 - 0.01 2.0 - 0.02
Pasir halus 0.01 - 0.001 0.02 - 0.002
Lanau 0.001 - 0.00001 0.002 - 0.00002
Lempung < 0.000001 < 0.000002

8. Sudut Dilatansi( )

Sudut dilatansi adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal

dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan

deviatorik. Dilatansi merupakan fenomena yang terjadi pada pasir padat

dan over-consolidated clay dimana pada saat dibebani (mengalami gaya

geser) struktur tanah mengalami pengembangan volume (pertambahan

volume) Tanah lempung normal konsolidasi tidak memiliki sudut

dilatansi, tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini tergantung pada

kepadatan relatif (Dr) dan sudut geser dalamnya yang dinyatakan dengan

persamaan berikut :

 = Ø-30 ......................................................................(2.74)

139

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai