LANDASAN TEORI
2.1 Umum
Semua konstruksi yang direncanakan, keberadaan pondasi sangat
penting mengingat pondasi merupakan bagian terbawah dari bangunan
yang berfungsi mendukung bangunan serta seluruh beban bangunan
tersebut dan meneruskan beban bangunan itu, baik beban mati, beban
hidup dan beban gempa ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya.
Bentuk pondasi tergantung dari macam bangunan yang akan dibangun dan
keadaan tanah tempat pondasi tersebut akan diletakkan, biasanya pondasi
diletakkan pada tanah yang keras.
Dalam perencanaan pondasi untuk suatu struktur dapat digunakan
beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan pondasi berdasarkan fungsi
bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut,
besarnya beban dan beratnya bangunan atas, keadaan tanah dimana
bangunan tersebut didirikan dan berdasarkan tinjauan dari segi ekonomi.
2.1.1 Definisi
Menurut Kamus Webster (Neufeldt and Guralnik, 1991), kata
pondasi memiliki beberapa arti, antara lain adalah “. . . suatu lapisan
atau tanah padat dibawah bangunan” atau “. . . bagian struktur paling
bawah dari suatu bangunan”. Sedangkan menurut kamus Bahasa
Indonesia (Tim Penyusun, 2001), pondasi berarti “dasar bangunan
yang kuat, biasanya (terdapat) dibawah permukaan tanah tempat
bangunan didirikan”.
Dari beberapa arti diatas maka pondasi dapat didefinisikan
bahwa pondasi merupakan bagian struktur paling bawah dari suatu
bangunan yang tertanam didalam lapisan tanah yang kuat dan stabil
(solid) serta berfungsi sebagai penopang bangunan.
2.1.2 Fungsi dan Kegunaan Pondasi
Adapun fungsi dan kegunaan pondasi adalah sebagai perantara
untuk meneruskan beban struktur yang ada di atas muka tanah dan
gaya-gaya lain yang bekerja ke tanah pendukung bangunan tersebut
tanpa mengakibatkan:
Keruntuhan geser tanah, dan
Penurunan (settlement) tanah/fondasi yang berlebihan.
2. Pondasi dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban
bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari
permukaan, seperti :
a) Pondasi sumuran (pier foundation)
Pondasi sumuran merupakan pondasi peralihan antara
pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah
dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam,
dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebar
(B) lebih kecil atau sama dengan 4, sedangkan pondasi
dangkal Df/B ≤ 1.
b) Pondasi tiang (pile foundation)
Pondasi tiang digunakan bila tanah pondasi pada
kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya
dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat
dalam. Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan
lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran
e) Pondasi Umpak.
Pondasi umpak dipakai untuk bangunan sederhana yang
umumnya dibuat dari rangka kayu dengan dinding dari papan
atau anyaman bamboo.
Pondasi umpak dipasang di bawah setiap tiang-tiang
penyangga. Tiang-tiang ini satu dan lainnya saling dihubungkan
dengan balok-balok kayu yang dipasang dibagian bawah tiang
yang juga untuk menumpu papan-papan lantainya, dan dibagian
atas tiang yang menyatu dengan rangka atapnya. Untuk
memelihara keawetan kayu-kayunya, pondasi umpak dibuat
sampai keluar dari permukaan tanah setinggi ± 1.00 m.
g) Pondasi Grid.
Pondasi grid biasanya digunakan untuk bangunan-bangunan
pantai yang relative ringan, seperti bangunan pemboran dan
konstruksi ringan lainnya. Pondasi grid terdiri dari dinding yang
dipasang tegak membentuk sel-sel, yang didalam sel-sel tersebut
diisi oleh agregat yang dipadatkan.
B = Lebar pondasi
𝑀𝐵 = momen sejajar dengan lebar pondasi
Q = beban normal/aksial
𝛾̅ = Berat volume efektif tanah pada zona
Keruntuhan (failure zone)
𝐃𝐰 +𝐃
= 𝛄𝐬𝐮𝐛 + . 𝛄𝐰
𝐇
𝛄𝐬𝐮𝐛 = 𝛄𝐬𝐚𝐭 − 𝛄𝐰
H = kedalaman bidang geser
𝐷𝑤 = kedalaman muka air tanah dari muka air
Tanah
q’ = Tekanan efektif (surcharge) akibat berat
efektif tanah diatas elevasi dasar pondasi
D = Kedalaman dasar pondasi
𝑁𝑐 , 𝑁𝑞 , 𝑁𝛾 = Faktor daya dukung
ζc , ζq , ζγ = Faktor koreksi
𝐭𝐚𝐧 ∅ 𝑲𝑷
𝑵𝜸 = ( − 𝟏)
𝟐 𝑪𝒐𝒔𝟐 ∅
Dimana:
𝐾𝑃 : Koefisien tekanan tanah pasif
∅: Sudut geser dalam tanah
Catatan:
a. Kondisi tersebut diatas → tanah homogen
b. Nc, Nq, N𝛾, Nc’, Nq’,N𝛾’= faktor-faktor kapasitas
dukung tanah yang tergantung pada 𝜑 (sudut geset
intern tanah (Terzaghi → grafik hubungan 𝜑 dengan
Nc, Nq, N𝛾, juga dengan Nc’, Nq’,N𝛾’)
𝐁 ′ = 𝐁 − 𝟐 . 𝐞𝐁
𝐋′ = 𝐋 − 𝟐. 𝐞𝐋
𝐌𝐁
𝐞𝐁 =
𝐐
𝐌𝐋
𝐞𝐋 =
𝐐
Dimana:
Q : Gaya tekan (aksial) pada pondasi
𝑀𝐵 : Momen searah atau sejajar dengan panjang
pondasi B
𝑀𝐿 : Momen searah atau sejajar dengan lebar pondasi L
𝑞𝑢𝑛 : Daya dukung kritis
𝐪𝐮𝐞 = 𝐪𝐮𝐧 . 𝐑 𝐞
𝑒
Dimana untuk 0 < 𝐵 < 0,3 ∶
𝐞
𝐑 𝐞 = 𝟏 − 𝟐 . 𝐁 (Faktor reduksi untuk tanah lempung
kohesif)
𝐞
𝐑 𝐞 = 𝟏 − √𝐁 (Faktor reduksi untuk tanah non-kohesif)
Tabel 3.5 Faktor daya dukung dan faktor koreksi menurut Meyerhof
2.2.3.2 Daya Dukung Batas Berdasarkan Data Hasil Penyelidikan
Tanah Dilapangan
1. Daya Dukung Pondasi Berdasarkan Standard Penetration
test (SPT)
Standard Penetration Test (SPT) pada prinsipnya
adalah usaha untuk mendapatkan besaran tahanan tanah,
yaitu kemampuan tanah untuk menahan tabung standar
(split-spoon) yang dipukul denagan cara menjatuhkan
beban standar sebesar 63,5 kg dari ketinggian 76 m.
Jumlah pukulan yang diperlukan untuk memasukan
tabung kedalam tanah sampai kedalaman 45 cm dicatat
dalam 3 interval penetrasi, sehingga masing-masing
interval penetrasi mempunyai kedalaman 15 cm. Nilai
SPT (N) lapangan ditentukan dari jumlah pukulan 2
interval penetrasi terakhir (interval ke-2 dan interval ke-
3) atau pada penetrasi 30 cm terakhir. Pencatatan jumlah
pukulan untuk memasukan tabung standar pada 15 cm
pertama diabaikan karena lapisan tanah pada interval
pertama tersebut dianggap sudah terganggu oleh proses
pengeboran dan mengandung banyak pecahan/longsoran.
Uji SPT dapat dihentikan jika jumlah pukulan
melebihi 50 kali sebelum penetrasi 30 cm tercapai, namun
nilai penetrasinya tetap dicatat. Jika uji SPT dilakukan
dibawah muka air tanah, maka harus dilakukan dengan
hati-hati, karena air tanah yang masuk kedalam tabung
cenderung melonggarkan pasir akibat tekanan rembesan
keatas. Untuk ini, untuk menyamakan kedudukan muka
air yang sama antara didalam dan diluar lubang bor (agar
tekanan rembesan kecil), maka didalam lubang bisa
dimasukkan air.
Gambar 2.15 Tipe tabung Standar (Split-Spoon)
𝟏
𝐍𝟔𝟎 = .𝐄 .𝐂 .𝐂 .𝐂 .𝐍
𝟎, 𝟔 𝐟 𝐛 𝐒 𝐫
Dengan:
N60 : N-SPT telah dikoreksi
Ef : Efisiensi pemukul
Cb : Koreksi diameter lubang bor
CS : Koreksi oleh tipe tabung sampler SPT
Cr : Koreksi untuk panjang batang bor
N : Nilai N-SPT hasil uji dilapngan
Tabel 2.8 efisiensi pemukul (Ef) (Clayton, 1990)
Mekanisme
Efisiensi
Negara Tipe Pemukul Pelepasan
pemukul, Ef
Pemukul
Argentina Donat Cathead 0,45
Prinsip-prinsip perancangan:
a.) Denah Sentris terhadap beban permanen
b.) Dikontrol terhadap beban sementara denagan 𝜎 ≤ 1,5 . 𝑞𝑎𝑙𝑙
Catatan:
A (a1 atau a2) ≤ B dan ≤ r/2
Jika beban permanen ada 𝑀𝑦1 dan 𝑀𝑦2 → digunakan untuk
mencari letak R:
𝑅 = 𝑄1 + 𝑄2
Letak 𝑅 → 𝑅 . 𝑟1 = 𝑄2 . 𝑟 + 𝑄1 . 0 + (𝑀𝑦1 ) + (𝑀𝑦2 )
Selanjutnya dikontrol terhadap beban sementara. Jika 𝜎 >
1,5 . 𝑞𝑞𝑙𝑙 → dimensi ditambah kearah B (arah L tetap agar
kondisi sentris beban permanen terjaga)