Anda di halaman 1dari 28

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar lansia
a. Batasan lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
 Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
 Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
 Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
 Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
b. Proses menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun
psikologis.Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun
psikis.Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini
diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau
pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak
dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan
perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar
adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri
makin bertambah.Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang.Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi
tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara
fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat
yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja
dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran
minimal trehadap diri dan orang lain.
c. Teori proses menua
1. Teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein.Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-
sel tersebut mati.
2. Teori kejiwaan sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
d. Permasalahan yang sering terjadi pada lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1. Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan
fisik lansia
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua
 Hereditas atau ketuaan genetik
 Nutrisi atau makanan
 Status kesehatan
 Pengalaman hidup
 Lingkungan
 Stres
f. Perubahan yang terjadi pada lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria,
endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970).
g. Penyakit yang sering diderita lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam
penyakit lansia, yaitu :
 Depresi mental
 Gangguan pendengaran
 Bronkhitis kronis
 Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
 Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
 Demensia
B. Penyakit sering terjadi pada lansia di RW 1 Kelurahan Kauman Kecamatan Klojen
1. Hipertensi
1.1 Pengertian
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik
yang intermiten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau
lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health
Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan
tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan
ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
1.2 Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999):
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan /
atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S 1992)

Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Tigkat Jadwal kontrol
(mmHg) (mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali
Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali
Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS

1.3 Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan –
perubahan pada :
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data


penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a) Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi. Ciri perseorangan. Ciri perseorangan yang
mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: Umur ( jika umur bertambah
maka TD meningkat ), Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ),
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
b) Kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah : Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ),
Kegemukan atau makan berlebihan, Stress, Merokok, Minum alkohol, Minum
obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
a) Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor
b) Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, Vaskulitis
c) Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme
d) Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB
e) Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid
1.4 Patofisiologis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler.Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
1.5 Pathway

1.6 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi (Chung, 1995 ):
a) Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
b) Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan.
Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis
beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a) Mengeluh sakit kepala, pusing
b) Lemas, kelelahan
c) Sesak nafas
d) Gelisah
e) Mual muntah
f) Epistaksis
g) Kesadaran menurun
1.7 Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas )
dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes
mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter
l. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
m. CT scan
n. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
o. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
1.8 Penatalaksanaan
 Pengaturan diet rendah garam, rendah kolesterol
 Berhenti merokok
 Olahraga rutin
 Terapi obat seperti obat-obatan diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
1.9 Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Perubahan irama jantung
d. Takipnea
4. Integritas ego
a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
b. Mual, muntah.
c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
d. Nyeri abdomen.
Pengkajian Persistem
1. Sirkulasi
a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
b. Episode palpitasi,perspirasi.
2. Eleminasi
a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3. Neurosensori
a. Keluhan pusing.
b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
4. Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang
tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif
C. Intervensi
No Dx Intervensi Rasional
1 1. Mempertahankan tirah baring 1. Meminimalkan
selama fase akut stimulasi/meningkatkan
2. Berikan tindakan non relaksasi
farmakologi untuk 2. tindakan yang menurunkan
menghilangkan sakit kmepala, tekanan vascular serebral
misalnya kompres dingin pada dan yang memperlambat
dahi, pijat punggung dan leher, atau memblok respons
tenang, redupkan lampu kamar, simpatis efektif dalam
tekhnik relaksasi. menghilangkan sakit kepala
3. Hilangkan atau minimalkan dan komplikasinya
aktivitas fase kontriksi yang dapat 3. aktivitas yang
meningkatkan sakit kepala, meningkatkan vasokontriksi
misalnya mengejam saat bab, menyebabkan sakit kepala
batuk panjang, membungkuk pada adanya peningkatan
tekanan vascular cerebral
2 1. kaji respon pasien terhadap 1. menyebutkan parameter
aktivitas,perhatikan frequency membantu dalam
nadi lebih dari 20 kali per menit mengkaji respon fisiologi
diatas frequency istirahat : terhadap stress, aktivitas
peningkatan tekan darah yang bila ada merupakan
nyata selama atau sesudah indikator dari kelebihan
aktivitas kerja yang berkaitan
2. instruksikan pasien tentang teknik dengan tingkat aktivitas.
penghematan energy, misalnya 2. teknik memghemat energy
menggunakan kursi saat mengurangi penggunaan
mandi,duduk saat menyisir energy, juga membantu
rambut atau menyikat keseimbangan antara
gigi,melakukan aktivitas dengan suplai dan kebutuhan
perlahan. oksigen.
3 1. pantau TD.ukur pad kedua tangan 1. perbandingan dari tekanan
atau paha untuk evaluasi memberikan gambaran
awal.gunakan ukuran manset yang lebih lengkap tentang
yang tepat dan teknik yang keterlibatan/bidang
akurat. masalah vascular.
4 1. kaji pemahaman pasien tentang 1. kegemukan adalah resiko
hubungan langsung antara tambahan pada tekanan
hipertensi dan kegemukan. darah tinggi karena
2. bicarakan pentingnya disproporsi antara
menurunkan masukan kalori dan kapasitas aorta dan
membatasi masukan peningkatan curah
lemak,garam,dan sesuai indikasi. jangtung berkaitan dengan
peningkatan masa tubuh.
2. kesalahan kebiasaan
makan menunjang
terjadinya ateroskelorosis
dan kegemukan yang
merupakan predesposisi
untuk hipertensi dan
komplikasinya misalnya
stroke,penyakit
ginjal,gagal jantung.
5 1. Kaji keefektifan strategi koping 1. Mekanisme adaptif perlu
dengan mengobservasi perilaku, untuk mengubah pola
misalnya kemampuan hidup seseorang,
menyatakan perasaan dan mengatasi hipertensi
perhatian, keinginan kronik dan
berpartisipasi dalam rencana mengintegrasikan terapi
pengobatan yang diharuskan ke dalam
2. Bantu pasien untuk kehidupan sehari-hari
mengidentifikasi stressor spesifik 2. Pengenalan terhadap
dan kemungkinan strategi untuk stressor adalah langkah
mengatasinya pertama dalam mengubah
3. Libatkan pasien dalam respons seseorang
perencanaan perawatan dan beri terhadap stressor
dorongan partisipasi maksimum 3. Keterlibatan memberikan
dalam rencana pengobatan pasien perasaan control
4. Catat laporan gangguan tidur, diri yang berkelanjutan,
peningkatan keletihan, memperbaiki keterampilan
kerusakan konsentrasi, peka koping, dan dapat
rangsang, penurunan toleransi meningkatkan kerja sama
sakit kepala ketidakmampuan dalam regimen terapeutik
untuk mengatasi/menyelesaikan 4. Menifestasi mekanisme
masalah koping maladaptive
mungkin merupakan
indicator marah yang
ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama
TD diastolic
6 1. Kaji kesiapan dan hambatan 1. Kesalahan konsep dan
dalam belajar, termasuk orang menyangkal diagnose
terdekat karena perasaan sejahtera
2. Tetapkan dan nyatakan batas TD yang sudah lama dinikmati
normal. Jelaskan tentang mempengaruhi minat
hipertensi dan efeknya pada pasien/orang terdekat
jantung, pembuluh darah, ginjal untuk mempelajari
dan otak penyakit, kemajuan, dan
3. Hindari mengatakan TD “normal” prognosis
dan gunakan istilah “terkontrol 2. Memberikan dasar untuk
dengan baik” saat pemahaman tentang
menggambarkan TD pasien peningkatan TD dan
dalam batas yang diinginkan mengklarifikasi istilah
4. Bantu pasien dalam medis yang sering
mengidentifikasi faktor-faktor digunakan.
risiko kardiovaskular yang dapat 3. Karena pengobatan untuk
diubah misalnya obesitas, diet hipertensi adalah
tinggi lemak jenuh, dan sepanjang kehidupan,
kolesterol, pola hidup monoton, maka dengan
merokok, dan minum alcohol( penyampaian ide
lebih dari 60cc/hari dengan “terkontrol” akan
teratur), pola hidup penuh stress. membantu pasien untuk
memahami kebutuhan
untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi
4. Faktor-faktor resiko ini
telah menunjukkan
hubungan dalam
menunjang hipertensi dan
penyakit kardiovaskular
serta ginjal.

2. Nyeri sendi (Atritis gout)


2.1 Pengertian
Gout adalah peradangan akibat adanya endapan kristal asam urat pada sendi
dan jari (depkes, 1992). Penyakit metabolik ini sudah dibahas oleh Hippocrates pada
zaman Yunani kuno. Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit kalangan sosial
elite yang disebabkan karena terlalu banyak makan, anggur dan seks. sejak saat itu
banyak teori etiologis dan terapeutik yang telah diusulkan. Sekarang ini, gout
mungkin merupakan salah satu jenis penyakit reumatik yang paling banyak
dimengerti dan usaha-usaha terapinya paling besar kemungkinan berhasil.
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat
yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian
atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005).
2.2 Klasifikasi
Gout terbagi atas 2 yaitu :
a. Gout primer,
Dimana menyerang laki-laki usia degenerative, dimana meningkatnya
produksi asam urat akibat pecahan purin yang disintesis dalam jumlah yang
berlebihan didalam hati. Merupakan akibat langsung dari pembentukan asam urat
tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekresi asam urat yaitu hiperurisemia
karena gangguan metabolisme purin atau gangguan ekresi asam urat urin karena
sebab genetik.
Salah satu sebabnya karena kelainan genetik yang dapat diidentifikasi, adanya
kekurangan enzim HGPRT (hypoxantin guanine phosphoribosyle tranferase) atau
kenaikan aktifitas enzim PRPP (phosphoribosyle pyrophosphate ), kasus ini yang
dapat diidentifikasi hanya 1 % saja
b. Gout sekunder
Terjadi pada penyakit yang mengalami kelebihan pemecahan purin
menyebabkan meningkatnya sintesis asam urat. Contohnya pada pasien leukemia
Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekresi asam urat
yang berkurang akibar proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.
merupakan hasil berbagai penyakit yang penyebabnya jelas diketahui akan
menyebabkan hiperurisemia karena produksi yang berlebihan atau penurunan
ekskresi asam urat di urin.
2.3 Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan
purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Beberapa factor lain yang
mendukung, seperti :
 Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkanasam
urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
 Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus,
hipertensi,gangguan ginjal yang akan menyebabkan :
 Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia.
 Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asamurat seperti :
aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat,aseta zolamid dan
etambutol.
 Pembentukan asam urat yang berlebih
 Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
 Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karana
penyakit lain, seperti leukimia.
 Kurang asam urat melalui ginjal
 Gout primer renal terjadi karena ekresi asam urat di tubulus distalginjal yang
sehat. Penyabab tidak diketahui. Gout sekunder renal disebabkan oleh karena
kerusakan ginjal,misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik.
2.4 Patofisiologis
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan
berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah
produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam
urat dapat diterangkan sebagai berikut:
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan
(salvage pathway).
Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui
serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam
adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan
terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat
(PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu
mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang
fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa
purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak
melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin,
hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida
purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin
fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam
urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui
urin
2.5 Manifestasi klinis
Dibagi menurut stadium diantaranya :
 Stadium Arthritis Gout Akut .Keluhan utama yaitu nyeri, bengkak, terasa
hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa
lelah.
 Stadium Interkritikal. Stadium ini merupakan kelanjutan dari stadium akut
dimana terjadi periode interkritikal asimptomatik.
 Stadium Arthritis Gout Menahun. Pada tahap ini akan terjadi benjolan-
benjolan di sekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai tofus.
Tofus ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang
merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan
mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di sekitarnya.
2.6 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
1. Didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah yaitu = > 6 mg %
normalnya pada pria 8 mg% dan pada wanita 7 mg%.
2. Pemeriksaan cairan tofi sangat penting untuk pemeriksaan diagnosa
yaitu cairan berwarna putih seperti susu dan sangat kental sekali.
3. Pemeriksaan darah lengkap
4. Pemeriksaan ureua dan kratinin
a. kadar ureua darah normal : 5-20 ,mg/dl
b. kadar kratinin darah normal :0,5-1 mg/dl
 Pemeriksaan X-Ray
Pada pemeriksaan x-ray, menampakkan perkembangan jaringan lunak
2.7 Penatalaksanaan
a. Pengobatan Fase akut
Kolkisin merupakan obat pilihan untuk mengatasi artritis gout akut. Obat ini
mempunyai efek penghambat motilitas dan asadesi netrofil, mengurangi
pelepasan eikasinoid, PGE2, dan LTB4 oleh monosit dan netrofil dengan cara
menghambat fosfolipase-A2, mengubah kemotaksis fagosit. Kolkisin diberikan
0,5mg/jam sampai tercapainya perbaikan nyeri dan inflamasi, atau timbul
toksisitas gastrointestinal seperti muntah dan diare, atau tercapai dosis maksimal
per hari 8 mg. Pada orang dengan gangguan fungsi ginjal kolkisin harus
diturunkan.
b. Pengobatan hiperurisemia
Diet rendah purin memegang peranan penting. Obat yang dapat menurunkan
kadar asam urat darah dibagi dua, yaitu golongan urikosurik dan golongan
penghambat xantine-oksidase. Obat golongan urikosurik yang penting adalah
probenesid. Obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi asam urat di
tubulus secara kompetitif, sehingga eksresi asam urat melalui ginjal ditingkatkan.
Dosis awalnya adalah 0,5mg/hari dan secara berkala dapat ditingkatkan menjadi
1-3 mg/hari dalam dosis terbagi 2-3 kali sehari. Obat golongan ini tidak boleh
diberikan bila produksi urin kurang dari 1400ml/24 jam. Pemberian ini
dikontraindikasikan bila terdapat produksi dan eksresi asam urat berlebih, riwayat
batu ginjal, volume urin berkurang, dan hipersensitif terhadap probenesid.
Obat golongan inhibitor xantine-oksidase (alopurinol) merupakan obat yang
poten untuk mencegah konversi hipoxantine dan xantin menjadi asam urat.
Akibatnya kadar kedua zat tersebut akan meningkat dan akan dibuang melalui
ginjal.
Indikasi pemberian alopurinol adalah:
1. Penderita yang tidak memeberi respon adekuat terhadap gol. Urikosurik,
misalnya pada gg. Fungsi ginjal.
2. Penderita yang hipersensitif terhadap gol.urikosurik
3. Penderita dengan batu urat di ginjal.
4. Penderita dnegan tofus yang besar, yang memerlukan perawatan
kombinasi alopurinol dengan urikosurik.
5. Hiperurisemia sekunder karena penyakit mieloproliperatif, dapat
diberikan alupurinol sebelum pemberian sitostatika.
Dosis rata-rata 300mg/hari, tetapi pada orang tua dan penderita dengan GFR di
bawah 50m/menit, dapat dimulai dnegan dosis 100mg/hari.
c. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal
Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal
akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien
dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin
yang basa. Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan
mengendap dan terbentuk batu.
Gout dapat merusak ginjal sehingga pembuangan asam urat akan bertambah
buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang
berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang
terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat
menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada
ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik.
2.8 Asuhan keperawatan
a. Pengkajian Identitas Klien
b. Anamnesa
- Identitas Klien
- Riwayat kesehatan klien
- Keluhan utama
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan masa lalu
- Riwayat kesehatan keluarga
- Head to toe terdiri dari:
Pemeriksaan dilakukan mulai dari kepala sampai kaki (menggunakan Data fokus)
dengan menggunakan teknik inspeksi (gerakan dada yang tidak simetris), palpasi
(terdapat getaran yang tidak simetris), perkusi, dan auskultasi
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah yaitu = > 6 mg % normalnya
pada pria 8 mg% dan pada wanita 7 mg%.
- Pemeriksaan cairan tofi sangat penting untuk pemeriksaan diagnosa yaitu cairan
berwarna putih seperti susu dan sangat kental sekali.
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan ureua dan kratinin
2. kadar ureua darah normal : 5-20 ,mg/dl
3. kadar kratinin darah normal :0,5-1 mg/dl
d. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri behubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder tehadap gout ditandai
dengan pasien mengunkapkan ketidak nyamanan, merintih,melindungi sisi yang sakit, meringis
Tujuan Intervensi rasional
Nyeri Pantau kadar asam 1.untuk
berkurang urat serum mengevaluasi
keekfetifan
Berikan istirahat dengan terapi
kaki ditnggikan dan
berikan kantung es. 2.Peninggian
dan
pemberian
Berikan obat anti kantung
gout yang diresepkan dingin
dan evaluasi membantu
keefektipannya. mengurangi
bengkak.
4. Berikan pasien
untuk minum 2 ± 3 3.Obat anti
liter cairan setiap hari gout bekrja
dan dengan
meningkatknmasukan menghambat
makanan pembuatan rabsorsi asam
alkalin urat di
tubulus ginjal

2. Kurang pengetahuan tentang pengobatan dan perawatan dirumah.


Tujuan Intervensi Rasional
Pasien dan Jelaskan pada Memberikan
keluarga dapat pasien tentang pengetahuan
memahami asal mula pasien sehingga
penggunaan obat penyakit pasien dapat
dan perawatan menghindari
dirumah.Kriteria Berikan Jadwal terjadinya
: obat yang harus serangan
Pasien dan di gunakan berulang.
keluarga meliputi nama · Penjelasan
menunjukkan obat, dosis, ini dapat
pemahaman tujuan dan efek meningkatkan
tentang kondisi samping koordinasi dan
prognosis dan kesadaran pasien
perawatan. terhadap
Mengembangkan . pengobatan yang
rencana untuk teratur.
perawatan diri,
termasuk
modifikasi gaya
hidup yang
konsisten dengan
mobilitas dan
atau pembatasan
aktifitas.

3. Gangguan mobilitas fisik burhungan dengan nyeri persendian


Tujuan Intervensi Rasional
Pasien dapat Evaluasi Tingkat aktifitas
meningkatkan pemantauan / latihan
aktifitas sesuai tingkat inflamasi tergantung dari
kemampuan. atau rasa sakit perkembangan
Kriteria: pada sendi. atau resolusi dan
Pasien dapat Pertahankan proses inflamasi
mempertahankan istirahat tirah Istirahat yang
fungsi posisi baring/duduk sistemik selama
dengan tidak jika diperlukan. eksaserbasi akut
adanya pembatasan Jadwal aktifitas dan seluruh fase
kontraktur. untuk penyakit yang
Pasien dapat memberikan penting untuk
mempertahankan periode istirahat mencegah
atau meningkatkan yang terus kelelahan,
kekuatan dan menerus dan mempertahankan
fungsi dari tidur malam hari kekuatan.
kokompensasi yang tidak · Menghindari
bagian tubuh. terganggu. cedera akibat
· Pasien dapat · berikan kecelakaan atau
mendemonstrasikan lingkungan yang jatuh
tehnik atau perilaku aman misalnya
yang menggunakan
memungkinkan pegangan tangga
melakukan aktfitas pada bak atau
pancuran dan
toilet
3. Penurunan ketajaman penglihatan
3.1 Pengertian
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya
usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli,
bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para lanjut
usia sering kali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk pergi keluar,
untuk lebih aktif bergerak kesana kemari. Mereka akan kehilangan kemampuan untuk
membaca atau melihat televise. Kesemua itu akan menurunkan aspek sosialisasi dari
para lanjut usia., mengisolasi mereka dari dunia luar yang pada gilirannya akan
menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya.
3.2 Etiologi
a. Perubahan struktur kelopak mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan
kelopak mata.

b. Perubahan sistim lakrimalis


Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa
pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi
punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora.
Namun sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis
sering dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita
tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia
yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun
diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya
sumbatan.
c. Proses penuaan pada kornea
Arcus Senilis (Gerontoxon, Arcus Cornea) Merupakan manifestasi proses
penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan arcus senilis ini tidak
memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi masalah. Kelainan ini
berupa infiltrasi bahan lemak yang berwarna keputihan, berbentuk cincin dibagian
tepi kornea. Mula-mula timbulnya dibagian inferior kemudian diikuti bagian
superior berangsung meluas dan akhirnya membentuk cincin.
Selain itu dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensivitas kornea
yang ditimbulkan oleh rangsangan mekanis. Bagian sentral kornea lebih lama
menurunnya disbanding dengan bagian lainnya. Pengukuran CTT (Corneal Touch
Threshold) pada orang sehat yang berbeda usianya yaitu dengan merangsang
kornea menggunakan benang nilon microfilament dengan berbagai ukuran panjang,
menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7-40 tahun. Mulai awal
decade kelima CTT menjadi lebih tinggi, secara nermakna dan makin bertambah
dengan semakin bertambahnya usia. Pada usia 80 tahun, hamper 2 kalinya CTT
usia 10 tahun. Penyebab dari penurunan sensitivitas kornea kemungkinan
disebabkan penebalan jaringan fibrous kornea, penurunan kandungan air atau
atropi serabut-serabut saraf.
d. Perubahan muskulus siliaris
Dengan bertambahnya usia, bentuk dari pada muskulus siliaris akan
mengalami perubahan. Pada masa kanak-kanak muskulus tersebut cenderung flat,
namun semakin bertambah usia seseorang maka serabut otot dan jaringan ikatnya
bertambah sehingga muskulus tersebut menjadi lebih tebal, terutama bagian
interior. Proses tersebut berlanjut dan mencapai tebal maksimal pada usia + 45
tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi pengerutan dan ini diduga untuk
mempertahankan bentuk. Dengan usia makin lanjut selain muskulus siliaris
mengalami proses atropi, juga terjadi hialinisasi. Tampak peningkatan jaringan ikat
diantara serabut-serabut muskulus siliaris dan nukleusnya menipis. Tampak pula
butiran-butiran lemak dan deposit kalsium diantara serabut muskulus tersebut.
e. Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi
H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada
produksi H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa
dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro
liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidsak sebanyak yang diperkirakan, oleh
karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil
disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
f. Perubahan refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus
silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest
karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada
lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses
kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan
astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80
tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%.
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang
mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada
kornea.
g. Perubahan struktur jaringan dalam bola mata
Jaringan-jaringan mata seperti iris, lensa, pupil, dan sebagainya mengalami
penurunan fungsi yang menyebabkan penutrunan kemampuan penglihatan.
h. Perubahan fungsional
Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media
refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus tajam
dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau (foto-fobi) timbul akibat proses
penuaan pada kornea dan lensa.
i. Aspek Klinik
Penyakit klinis seperti katarak dan glaukoma menyebabkan penurunnan
kemampuan lansia dalam melihat.
3.3 Patofisiologis
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras
pada otak ke lobus oksipitalis dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan
proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis
berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis
baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,
produksi air mata oleh kalenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan
melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga
mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun
dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi.Lensa menguning
dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga
mempengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang
warna gelap seperti coklat, hitam dan marun tampak sama, pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya
gelap) menempatkan lansia pada resiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat
menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek
dengan jelas.
3.4 Manifestasi klinis
1. Kesukaran dalam membaca huruf-huruf yang kecil.
2. Penyempitan lapang pandang
3. Sensitivitas terhadap cahaya
4. Penurunan penglihatan pada malam hari
5. Kesukaran dengan persepsi kedalamam
3.5 Pemeriksaan penunjang
1. Oftamoskopi tidak langsung menunjukkan area gelap di refleks merah yang
normalnya homogen
2. Pemeriksaan slit-lamp memastikan diagnostic kekeruhan lensa
3. Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan
4. Tonometri (dengan schiøtz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan
intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan
intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang
IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala
glaucoma dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak
menunjukkan efek klinis.
5. Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior,
meliputi kornea, iris dan lensa.
6. Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan
pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut
tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada
glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia
penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma
terjadi bersamaan.
7. Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka,
pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada
glaucoma sudut tertutup
8. Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan
penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma
sudut terbuka.
9. Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
3.6 Penatalaksanaan
1. Pemberian kacamata sesuai kebutuhan
2. Meningkatkan pencahayaan ruangan
3. Mengatur lantai agar tidak licin guna mengurangi resiko jatuh
4. Pembedahan dan implantasi lensa intraocular untuk mengoreksi defisit
penglihatan adalah penanganan yang lazim dilakukan bila timbul kekeruhan
lensa.
5. Obat-obatan meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati
pada pasien yang menderita asma dan menderita bradikardia) serta betaksolol;
epineprin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut
tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan
aliran balik humor aqueosa.
6. Retinal Detachment, dengan Laser Foto-Koagulasi

3.7 Asuhan keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini :

1. Ukuran pupil mengecil


2. Pemakaian kacamata
3. Penglihatan ganda
4. Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak
5. Mata kemerahan
6. Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan).
7. Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum.
8. Permintaan untuk membacakan kalimat
9. Kesulitan/ kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta
berpindah)
10. Visus

b. Diagnosa Keperawatan

1. Masalah keperawatan

Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah


penglihatan adalah sebagai berikut :

1. gangguan persepsi sensorik : penglihatan


2. risiko cidera : jatuh
3. gangguan mobilitas fisik
4. gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
5. kurang pengetahuan
6. kecemasan

2. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperwatan pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai
berikut :

1. kaji penyebab adanya gangguan penglihatan pada klien


2. pastikan objek yang dilihat dalam lingkup lapang pandang klien
3. beri waktu lebih lama untuk memfokuskan sesuatu
4. bersihkan mata, apabila ada kotoran gunakan kapas basah dan bersih
5. kolaborasi untuk penggunaan alat Bantu penglihatan seperti kacamata dan
penatalaksanaan medis untuk katarak.
6. Berikan penerangan yang cukup
7. Hindari cahaya yang menyilaukan
8. Tulisan dicetak tebal dan besar untuk menandai atau pemberian informasi
tertulis
9. Periksa kesehatan mata secara berkala.
Daftar pustaka

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa


Aksara, Jakarta.
Brunney & suddarjh, 2001. Keperawatan Medikal – bedah. EGC. Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat
Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Carpito, Lynda juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit : EGG,
jakarta
Compiement, Tim, 2002. Kumpulan Makalah Keperawaan Medikal Bedah. UGM.
Yogyakarta.
Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba

Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Prince, Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4,
EGC, Jakarta.

Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC

Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Stockslager, Jaime L . 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai