Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

Disusun oleh:

NAMA : NAILI SHIFA

NIM : 1601100003

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa
rangsang ensternal yang nyata. ( Barbara, 1997 : 575 ).
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa ada rangsangan dari luar
yang dapat mempengaruhi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu baik. (Carpenito, 1996).

B. Faktor Prediposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

C. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

D. Macam-Macam Halusinasi
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
3. Pembau
Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara
ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panic
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering


didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna
Keliat, 1999) :
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

F. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Waham


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Menarik diri Sulit berespons
Perilaku sesuai Reaksi emosi > / < Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu
yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum
yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik
pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian
yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma
social atau budaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi

G. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Akibat

Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Core problem

Isolasi diri : manarik diri. Penyebab Penyebab

H. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Resiko menciderai diri dan orang lain.
Data :
 Perilaku hiperaktif, agresi dan destruktif.
 Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
 Sikap bermusuhan.
 Menolak makan.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
Data :
 Bicara, senyum/ tertawa sendiri.
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
 Dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian.
 Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan.
 Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
c. Perubahan isolasi sosial : menarik diri.
Data :
 Pola pikir autistik.
 Ekspresi wajah dungu / datar.
 Perawatan diri kurang.
 Menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.

I. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko menciderai diri dan orang lain yang berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi (dengar) yang berhubungan
dengan menarik diri.

J. Rencana Tindakan
Diagnosa : Resiko menciderai diri dan orang lain yang berhubungan
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
A. Tujuan umum :
Perilaku menciderai diri dan orang lain tidak terjadi.
B. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :

- Klien mau membalas salam


- Klien mau berjabat tangan
- Kllien mau menyebut nama
- Klien mau tersenyum
- Klien ada kontak mata
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi keperawatan :

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
1.1 Beri salam dan panggil nama klien
1.2 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.4 Jelaskan kontrak yang akan dibuat
1.5 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
1.6 Lakukan kontak singkat tetapi sering
1.7 Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

b. Klien dapat mengenal halusinasinya.


Kriteria evaluasi :
- Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya
halusinasi.
- Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi keperawatan :
2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya :
bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri/
kekanan/ kedepan seolah- olah ada teman bicara.
2.3. Bantu klien mengenal halusinasinya.
a. Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab “ya” lanjutkan apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara
itu, namun perawat tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d. Katakan bahwa klien lain juga seperti klien.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
2.4. Diskusikan dengan klien tentang :
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore dan malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih).

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2.5. Diskusikan apa yang dirasakan klien jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasananya.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
- Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk
mengndalikan halusinasinya.
- Klien dapat menyebutkan cara baru.
- Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang
telah didiskusikan dengan klien.
- Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya.
- Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi keperawatan :
3.1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain-
lain).
3.2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya
halusinasi :
a. Katakan : “Saya tidak mau dengar kamu” (pada saat
halusinasi terjadi).
b. Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga)
untuk bercakap- cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari- hari agar halusinasi
tidak sampai muncul.
d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika
tampak bicara sendiri.
3.4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap.

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
3.5. Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang telah
dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.
d. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
- Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasinya.
Intervensi keperawatan :
4.1. Anjurkan klien untuk memberitahukan keluarga jika
mengalami halusinasi.
4.2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/
pada saat kunjungan rumah).
a. Gejala halusinasi.
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasinya
dirumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko
menciderai orang lain.

e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Kriteria evaluasi :
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat.
- Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar.
- Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat.

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
- Klien memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi.
- Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Intervensi keperawatan :
5.1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
5.2. Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
5.3. Anjurkan klien bicara sendiri dengan dokter tentang manfaat
dan efek samping obat yang dirasakan.
5.4. Diskusikan akibat berhenti obat- obat tanpa konsultasi.
5.5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1996). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:


Jakarta.

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
Johnson, Barbara Schoen, (1997), Adaptation and Growth Psychiatric-Mental
Health Nursing, 4th Edition, Lippincot-Raven Publishers,
Philadelphia.
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC:
Jakarta.
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC:
Jakarta.

NAILI SHIFA. 1601100003. D3 KEPERAWATAN MALANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

Anda mungkin juga menyukai