Anda di halaman 1dari 6

Sesar Sumatera

By erwinmaulana on 02/10/2012

Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau di Indonesia yang berada di daerah
pertemuan dua buah lempeng tektonik yaitu lempeng Indo-Australia yang berupa
lempeng samudera dan lempeng Eurasia yang berupa lempeng benua. Adanya
perbedaan massa jenis dari kedua lempeng tersebut dimana lempeng samudera
lebih besar massa jenisnya daripada lempeng benua menyebabkan tipe pertemuan
lempeng tersebut berupa subduksi (gambar 1). Pada gambar 1 ditunjukkan
penujaman lempeng samudera (kiri) ke lempeng benua (kanan).

Gambar 1: Subduksi

Pertemuan kedua lempeng tersebut pada akhirnya mempengaruhi geomorfologi


Pulau Sumatera. Penujaman lempeng samudera Indo-Australia menjadikan bagian
barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Akibat dari
penunjaman tersebut adalah terbentuknya rangkaian busur pulau depan (seperti: P.
Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian
pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar besar
Sumetera (The Great Sumatera Fault) yang membelah Pulau Sumatera mulai dari
Lampung hingga Banda Aceh dan terus hingga Burma (gambar 2).
Gambar 2: Sesar Besar Sumatera ditunjukkan dengan garis merah yang membelah pulau Sumetera dari
Lampung hingga Aceh .
(Sumber gambar: http://www.tectonics.caltech.edu/sumatra/2007MarEQ/fig1.gif)

Terdapat beberapa nama untuk menunjuk sesar besar Sumatera ini diantaranya
adalah sesar Semangkodan sesar Ulu-Aeryang masing-masing disarankan oleh
Van Bemmelen [1949] dan Durham [1940], sedangkan istilah
sesar Sumatera pertama kali diperkenalkan oleh Katili dan Hehuwat (lihat Sieh dan
Natawidjaja, 2000)
Sesar Sumatera tersebut terdiri dari beberapa segmen yang tidak kontinu. Sieh dan
Natawidjaja (2000) membagi sesar Sumatera ini menjadi 19 segmen utama
(Gambar 3 dan Tabel 1).

Gambar 3: Segmen Utama Sesar Sumatera. (Sumber: Sieh dan Natawidjaja [2000])

Tabel 1: Segmen Utama Sesar Sumatera. Diolah dari: Sieh dan Natawidjaja
(2000)

No Segmen Panjang (km) Catatan Gempabumi besar

1 Sunda ~150 tidak ada catatan


2 Semangko 65 1908

3 Kumering 150 1933; 1994

4 Manna 85 1893

5 Musi 70 1979

6 Ketaun 85 1943; 1952

7 Dikit 60 tidak ada catatan

8 Siulak 70 1909; 1995

9 Suliti 95 1943

10 Sumani 60 1926

11 Sianok 90 1822; 1926

12 Sumpur 35 tidak ada catatan


13 Barumun 125 tidak ada catatan

14 Angkola 160 1892

15 Toru 95 1984; 1987

16 Renun 220 1916; 1921; 1936

17 Tripa 180 1990; 1997

18 Aceh 200 tidak ada catatan

19 Seulimeum 120 1964

Seperti daerah-daerah lain yang berada di sekitar pertemuan lempeng dan di daerah
sesar aktif, di Pulau Sumatera juga dapat ditemukan aktivitas tektonik dan vulkanik
seperti terjadinya gempabumi, terbentuknya gunung berapi, dan lain-lain.
Gempabumi besar dengan magnitudo gempa lebih besar dari 5 SR akibat aktivitas
sesar Sumatera ditunjukkan pada Tabel 1 di atas.

Di sepanjang Sesar Sumatera ini dapat ditemukan gunung-gunung berapi dengan


jarak pusat vulkaniknya terhadap Sesar Sumatera bervariasi, seperti Gunung Kerinci
di Provinsi Jambi dan Gunung Merapi di Provinsi Sumatera Barat. Di samping itu, di
sepanjang Sesar Sumatera ini dapat ditemukan juga danau-danau besar yang
terbentuk akibat langsung dari pergesaran sesar seperti Danau Singkarak di Provinsi
Sumatera Barat (lihat Sieh dan Natawidjaja [2000]).
Danau-danau yang terbentuk di Pulau Sumatera tidak semuanya hasil dari aktivitas
tektonik Sesar Sumatera namun sebagian terbentuk dari meletusnya gunung berapi
purba. Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara dan Danau Maninjau di Sumatera
Barat merupakan danau-danau yang terbentuk dari gunung berapi purba tersebut.

Ref.

1. Sieh, K and Natawidjaja. 2000. Neotectonics of Sumatran Fault, Indonesia. Journal


of Geophysical Research. Vol 105. No B12. P 28.295 – 28.326
2. Pribadi, A. Mulyadi, E. Pratomo, I. 2007. Mekanisme erupsi ignimbrit Kaldera
Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Geologi Indonesia. Vol 2. No 1. hal 31-41
3. Tjia, H.D. dan Fatihah, R. 2008. Blasts from the past impacting on Peninsular
Malaysia Bulletin of the Geological Society of Malaysia. No 54. Hal 97 – 102

Anda mungkin juga menyukai