Anda di halaman 1dari 16

MENYIMAK SEJARAH DAN PEWARISAN NILAI-NILAI

PERJUANGAN BAPAK KH. NURHASAN AL UBAIDAH

‫مم م‬ ‫م‬ َ ‫ اسل‬, ‫بمسسمم اللمه الرسحمن الرمحسيمم‬


َ‫ب َوَلسْ َسيَعْْلَس لَْده معوَ ًجْا‬َ َ‫حمسْدد للْمه الَْذىِ أَنَسَْزَل َعلْْى َعسبْده السكتَْْا‬
‫ت أَرن َلْدسم أَسجًْرا‬ ‫شر سالمؤممنمي ارلذميسن يْعمَلدْوسَن الصْراَملاَ م‬ ‫م م‬ ‫م م‬
َ ‫قَْيًماَ ليدْسنذَر بَأسًساَ َشديسًدا مسن لَددنَسهد َويْدبَ يَ د س س َ َ َ س‬
 ‫دد َأنس لَ إمل ْ ْهَ إملر الدْ ْ َوأَسش ْ َْهدد أَرن دمَرم ْ ًْدا َردسْ ْْوسدل ال ْ ْم‬‫ َأسش ْ َْه‬، ‫َحَس ْ ًْناَ َمْ ْْاَكمثم س َي فمسي ْ ْمه أَبَْ ًْدا‬
  
:     

PENDAHULUAN
Alhamdulillah berkat rohmat dan pertolongan Alloh, Qur`an Hadits Jama’ah yang kita tetapi bisa
berkembang pesat ke segala penjuru. Itu tidak terlepas dari jasa pejuang-pejuang pendahulu kita
terutama almarhum Bapak KH. Nurhasan Al Ubaidah yang telah bersusah-payah mengorbankan
waktu, tenaga, pikiran, harta, benda dan bahkan nyawanya pun disiapkan untuk memperjuangkan
agama Alloh yang haq.
Bagi generus yang mendapatkan hidayah pasca tahun 1980, tentu tidak menyaksikan sendiri figur,
sepak terjang, perjuangan serta filosofi beliau. Agar para generus bisa meneruskan estafet
perjuangan Qur`an Hadits Jama’ah, maka perlu diangkat kembali sejarah perjuangan beliau. Dalam
makalah ini dicuplikkan sedikit perjalanan hidup beliau dan lebih difokuskan pada nilai-nilai
perjuangan yang patut diteladani, diwariskan serta dilestarikan sebagai bekal perjuangan generus
pada saat ini dan pada masa mendatang.

SEJARAH SINGKAT

1. Masa Kecil
Bp. H. Ubaidah, bernama kecil Mad’hal dilahirkan di desa Bangi, Kecamatan Porwoasri,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur tahun 1908, putra keempat KH. Abdul Aziz bin H. Tohir dari
enam bersaudara, masing-masing Hj. Khalimah, H. Abubakar, H. Mahfudh Abdullah, Bp.
H. Ubaidah, Sanusi, H. Fatah, Hj. Azizah.
KH. Abdul Aziz adalah ulama` sekaligus pendekar, maka tidak mengherankan bila Bp.
H. Ubaidah mewarisi ilmu agama dan kependekarannya. Ketika masih kecil, Mad’hal sudah
diajak beribadah haji dan sejak itulah beliau diberi nama H.Ubaidah. Sejak kecil pada diri beliau
sudah terlihat tanda-tanda kefadholan atau kelebihan yang luar biasa dan supranatural.
Bp. H. Ubaidah ingin meningkatkan ilmu agama dengan jalan mondok di berbagai pondok
pesantren di pulau Jawa, antara lain Pondok Termas Pacitan; Pondok Batuampar Madura; Pondok
Tebu Ireng; Pondok Semelo Perak, Jombang, dll. Di Pondok Semelo inilah, karena pandai
qiro’at, beliau sering diajak oleh K. Zaid untuk qiro’at sebelum ceramahnya.

110 Makalah 2002


2. Masa Muda
Tahun 1929 beliau berangkat ke Makkah menyusul kedua kakaknya H. Mahfudh Abdullah dan
H. Abubakar yang lebih dulu bermukim disana untuk menuntut ilmu agama. Keberangkatannya
ke Makkah lewat pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ini mempunyai cerita tersendiri yakni tanpa
rencana, dan hanya dengan bekal yang minim sekali. Namun atas pertolongan Alloh sampailah
juga beliau ke tanah suci dengan aman dan selamat.
Empat tahun kemudian ada seorang anak muda, Fadhil, menunaikan ibadah haji bersama
K. Zaid, mantan guru Bp. H. Ubaidah di Jombang. Disana Fadhil diberi nama H. Nur Asnawi
yang menjadi saksi mata dan nara sumber makalah ini. H. Nur Asnawi diminta menemani
bermukim untuk mencari ilmu di Makkah-Madinah.
Bp. H. Ubaidah menyempatkan diri menemui ulama` Makkah dan berdebat selama satu tahun
dengan mengerahkan seluruh ilmunya yang diperoleh dari kitab-kitab karangan di tanah air,
namun selalu kandas. Akhirnya beliau menyadari bahwa ilmu ulama` Makkah yang berdasarkan
Qur`an Hadits secara manqul-musnad-muttashil itulah yang benar. Maka dari itu, beliau sungguh-
sungguh menimba ilmu Qur`an Hadits kepada para ulama`, antara lain; Syeh Abu Samah, Syeh
Muhammad Siroj, Syeh Hijazi, Syeh Mahammad Sueh, Syeh Umar Hamdan, Syeh Sayyid
Alwi, Al Ustad Abdullah, Syeh Bakir, Imam Malik dan Syeh Abdul Rozak. Dalam
mempelajari Qur`an Hadits, beliau menggunakan metode musyafahah (guru membaca sementara
murid mendengarkan atau murid membaca di hadapan guru). Serta metode munawalah
(pengesahan ilmu dari guru kepada murid). Disamping berguru kepada para ulama` tersebut di
atas beliau juga bersekolah di Madrasah Darul Hadits Makkah. Dengan jalan inilah secara relatif
singkat -- kurang lebih 10 tahun -- beliau dapat menguasai ilmu manqul Qur`an dengan bacaan 21
serta menguasai 49 kitab-kitab hadits.

3. Masa Perintisan/Penjajagan ( 1941-1950)


Tahun 1941, menjelang Perang Dunia II, para mukimin non-Arab dipulangkan ke negaranya
masing-masing karena Kerajaan Saudi tidak mau bertanggungjawab atas keselamatan jiwa
para mukimin dari amukan perang. Beliau pulang ke Tanah Air bersama H. Nur Asnawi
kembali ke tanah kelahirannya.
Sejak kepulangannya ini beliau terus melakukan amar ma’ruf terutama kepada ahli familinya
untuk menetapi Qur`an Hadits Jama’ah sebagai melaksanakan kewajiban perintah Alloh .
        
 …       
     *
“Wahai orang- orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari neraka . . .”
Namun saat itu ternyata yang menentang lebih banyak dari pada yang mau menerima. Sampai
dengan akhir tahun itu, hanya H. Nur Asnawi, H. Bahran, Sanusi dan Hj. Azizah yang mau
menerima dan mengangkat beliau sebagai imam.

111 Makalah 2002


Tahun 1943 H. Nur Asnawi dijodohkan dengan adik perempuan Bp. H. Ubaidah dan pada tahun
yang sama Bp. H. Ubaidah menikahi janda kaya Al Suntikah binti H. Ali bin H. Yusuf dari desa
Mojoduwur, Mojowarno, Jombang.
Jangan dibayangkan bahwa dengan menikahi janda kaya kemudian beliau hidup enak-enakan.
Justru sebaliknya, beliau bekerja ekstra keras. Salah satu contohnya, beliau pernah mencangkul di
sawah mulai pagi hingga tengah malam sambil berdo’a. Dia berhenti hanya untuk makan dan
sholat, sehingga sawah yang biasanya dikerjakan orang lain satu minggu, beliau bisa
mengerjakannya dalam sehari semalam saja. Hal ini membuat beliau terkenal bahwa beliau
mempunyai bolo slemet yaitu teman yang tak tampak. Kenapa hal itu dilakukan? Tak lain dan tak
bukan itu merupakan bagian dari strategi perjuangan, yaitu untuk merebut hati dan menanamkan
kepercayaan mertua dengan harapan sebagian hartanya dapat digunakan untuk menunjang
perjuangan Qur`an Hadits Jama’ah.
Pada kesempatan lain di sela-sela kesibukan bekerja, beliau kadang-kadang mengajarkan pencak
silat gratis kepada pemuda-pemuda setempat dengan harapan setelah latihan, mereka mau
diamar-ma’rufi secara persuasif (secara halus) sesuai dengan cara yang diajarkan Alloh dalam Al-
Qur`an :
        
       

            
          
    * 
   
“Ajaklah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dandengan nasehat
 yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang Maha mengetahui orang-orang
yang mendapatkan petunjuk.”
Namun dengan ajakan yang persuasif tadi mereka semua menolak.Tidak satu pun yang mau
insyaf. Meskipun begitu, beliau tidak putus asa. Beliau amar ma’ruf keluar daerahnya. Dan
dengan kekayaan istrinya itulah Bp. H. Ubaidah mendapatkan bekal perjuangan sehingga
bertambah gigih beramar-ma’ruf. Amar ma’ruf saat itu sangat berat karena keadaan masyarakat
kita bagaikan belantara yang penuh amalan bid’ah, khurofat, syirik dan takhoyul.
Karena beratnya rintangan dalam amar ma’ruf pada waktu itu, beliau hampir saja putus asa dan
memutuskan akan kembali ke tanah suci untuk mengamalkan kemurnian agama disana.
Alhamdulillah berkat nasehat H. Nur Asnawi dan keluarganya serta jama’ah yang sudah insyaf
pada waktu itu, maka beliau mengurungkan niat kembali ke tanah suci dan melanjutkan
perjuangan di Tanah Air.
Amar ma’ruf terus dijalankan ke sekitar daerah Kediri, Mojoduwur-Mojowarno, Gadingmangu-
Perak-Jombang. Karena Bp. H. Ubaidah selalu konsisten dan konsekuen mendasarkan kepada
Qur`an Hadits, sedangkan banyak kiyahi lain berpedoman kitab karangan, maka beliau dicap
sebagai pembawa agama baru, kiyahi gendheng, wahabi, mu’tazilah, khowarij, dajjal ucul dan

112 Makalah 2002


sebagainya, sehingga beliau beserta murid-muridnya disisihkan, termasuk oleh KH. Zaid sendiri,
mantan gurunya di Pondok Pesantren Semelo.
Karena besarnya rintangan dan gegeran itulah beliau terpaksa sempat melakukan uzlah ke
pinggiran hutan di daerah Ngrimbi, Mojowarno beserta istri dan anaknya, selama beberapa tahun.
Alhamdulillah kita wajib bersyukur kepada Alloh, sebab seandainya beliau menghabiskan
usianya dalam uzlah tersebut, niscaya kita tidak pernah mendapatkan bagian hidayah. Pada tahun
1950 beliau mengakhiri uzlahnya, dengan pindah ke Kediri.

4. Masa Pendobrakan (1950-1960)


Setelah masa penjajagan dengan metode amar ma’ruf yang persuasif, lemah lembut, ramah
tamah, pahit madu tidak membuahkan hasil yang diharapkan, karena sedikitnya jumlah
penginsyaf, maka Bp. H. Ubaidah mengubah taktik perjuangannya dengan cara yang keras,
mendobrak kekolotan berfikir yang penuh dengan bid’ah, khurofat, syirik, takhoyul, dengan cara
misuhi/maki-maki mereka sebagai bajingan-bajingan agama yang menyembunyikan kebenaran
agama.
Para santrinya bertanya mengapa Bp. H. Ubaidah menggunakan cara yang keras. Beliau
menjawab, “Diibaratkan membangunkan orang yang tertidur lelap di bantalan rel kereta api.
Padahal kereta sudah dekat, sedangkan dibangunkan dengan kata-kata peringatan yang lirih tidak
mau bangun, maka terpaksa diseret dengan keras. Mungkin pada awalnya dia akan marah-marah,
tetapi ketika menyadari apa yang akan menimpanya seandainya tidak diseret tadi, niscaya dia
akan berterima kasih.”
Ternyata metode keras ini membuahkan hasil. Tidak sedikit kiyahi dan santri-santri yang
penasaran sehingga menanyakan apa yang diajarkan Bp. H. Ubaidah. Kalau yang diamalkan di
masa lalu itu dikatakan salah, lantas bagaimana benarnya? Kemudian beliau menjelaskan
bagaimana beribadah dengan benar. Alhasil beberapa dari mereka mau insyaf, meskipun masih
banyak yang merintangi dan menyerang pengajian beliau beserta murid-muridnya. Lambat laun
daerah pengembangan dan penyebaran Qur`an Hadits Jama’ah semakin luas meliputi Kediri,
Tulungagung, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Klaten dan Menado, Sulawesi.
Dalam masa ini ada beberapa hal yang patut dicatat :
Tahun 1950 Bp. H. Ubaidah hijroh ke Kediri, mengontrak sebuah rumah milik Mbah buyut
Warsini (sekarang kantor LDII Kediri). Selama di Kediri ada tambahan penginsyaf antara lain;
Ahmad Soleh, Tasripin, Khasun, Musibun, Nuruddin, Sofwan, H. Nurakhmad, Daim, Abu Yamin,
Abd. Rosyid, Abdullah Busro dan Mbah Damah. Pengajian di Burengan saat itu bertempat di
surau kecil Mbah Damah sebelah barat masjid Pondok sekarang yang diikuti kurang lebih 25
orang. Materi pengajian baru Al Qur`an Juz ‘Amma dan Hadits Nasa’i bab persholatan.
Pada tahun 1952 atas prakarsa Lurah Bei Prawironoto Gadingmangu, diadakan debat umum
antara Bp. H. Ubaidah seorang diri melawan 35 orang kiyahi sedaerah Jombang disaksikan oleh
kurang lebih 1000 orang dan dihadiri aparat keamanan. Materi yang diperdebatkan saat itu adalah

113 Makalah 2002


masalah khilafiyah. Menurut penilaian aparat saat itu, kebenaran ada di pihak Bp. H. Ubaidah
karena berdasarkan dalil-dalil Qur`an Hadits.
Atas saran Lurah Bei Prawironoto, Bp. H. Ubaidah mengadakan pengajian umum secara rutin di
Gadingmangu, Perak, Jombang tiap hari Rabu bertempat di Masjid Jami’ yang sekarang menjadi
Masjid Antik. Pengajian ini berlangsung sampai dengan akhir tahun 1954 dan tidak jarang
ditawur oleh orang-orang yang tidak senang.
Tahun 1954 di Burengan diadakanlah Asrama Khotaman Al-Qur`an pertama kali diikuti 40 orang,
terdiri dari 30 laki-laki dan 10 perempuan.
Tahun 1955 di Masjid Jami’ Kaliawen, Kediri diadakan debat agama diprakarsai oleh KH.
Mahfudh beserta 41 kiyahi lainnya. Debat ini mengalami jalan buntu karena di satu pihak
berpegang pada Qur`an Hadits, sedang yang lain berpegang pada kitab-kitab karangan.
Di tahun itu bertepatan dengan akan diadakannya pemilu, beberapa partai politik yang sibuk
berkampanye merekrut ulama` dijadikan juru kampanye. PSII mendengar ada ulama` besar
keluaran Makkah, serta merta mengundang beliau pada suatu rapat partai. Karena Bp. H. Ubaidah
tidak tertarik pada partai politik, maka beliau menolak ajakan berkampanye. Justru disitu beliau
amar ma’ruf secara keras yang membuat kiyahi-kiyahi itu merah telinganya dan sakit hatinya.
Bp. H. Ubaidah mengumpat dengan diancuk jaran sak kusir-kusire. Walaupun begitu ada juga
tokoh-tokoh PSII yang insyaf, diantaranya Pak. Ridwan dan Pak Sabar.
Tahun 1956 beliau mengadakan Asrama Khotaman Al-Qur`an di satu masjid yang disewa di
Gang Gipo Jl. Panggung, Sasak, Surabaya kurang lebih 500 m dari Jembatan Merah yang
bersejarah itu. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya beliau memperjuangkan agama dan
menomorsatukan ngaji mencari ilmu, sampai memerlu-merlukan menyewa sebuah masjid untuk
tempat mengaji.
Sejak itu, beliau mengadakan asrama khotaman berinterval (berselang) satu bulan. Jadi, sebulan
mengaji dan sebulan berikutnya bekerja untuk mencari bekal ngaji selama sebulan berikutnya.
Asrama dilakukan secara berpindah-pindah. Asrama berikutnya di desa Kaliawen Kediri diikuti
lebih banyak santri, kurang lebih 300 orang. Dalam asrama kali ini beliau sempat ditahan Polisi
karena difitnah membuat huru-hara. Kemudian dibebaskan karena tidak terbukti membuat huru-
hara, melainkan hanya mengaji Al Qur`an.
Di tahun yang sama di Surabaya, orang-orang ahli kitab memasang pamflet akan diadakannya
debat terbuka di lapangan Rungkut (sekarang terminal bemo Rungkut) antara Bp. H. Ubaidah
seorang diri dengan 34 ulama` se Jawa Timur. Saat itu gaungnya betul-betul menggemparkan
masyarakat Jawa Timur karena kalau Bp. H. Ubaidah kalah debat ia akan dibunuh. Pada hari
yang ditentukan para kiyahi beserta ribuan santrinya secara diam-diam membawa senjata tajam.
Tetapi H. Ubaidah tidak datang karena memang tidak merasa diundang. Ketidakhadiran
Bp. H. Ubaidah ini ternyata ada dua keuntungan. Pertama, pengunjung dengan senjata tajam yang
telah dihasut/diprovokasi oleh KH. Said Umar, mungkin akan membunuh beliau. Kedua, beliau
menjadi semakin terkenal sehingga semakin banyak ulama` yang ingin mencari dan belajar

114 Makalah 2002


mengaji kepada beliau dan akhirnya insyaf, diantaranya KH. Mokhammad Zukhri Sidoarjo, KH.
Mokhammad Zarkasi, KH. Hasyim dan H. Ridwan Trosobo Krian.
Di tahun-tahun itu asrama Al-Qur`an dan Hadits Bukhori diadakan berpindah-pindah karena
gencarnya rintangan di masing-masing tempat tersebut. Diantaranya di Balungjeruk, Plemahan,
Kluthuk, Kediri, Morisan-Klaten, dsb. Namun beliau dan santri-santrinya tidak pernah merasa
putus asa, tidak merasa jatuh mental serta tidak meladeni tawuran, melainkan lebih
mementingkan khotamnya ilmu Qur`an Hadits yang amat sangat berharga itu.
Sejak tahun 1959, atas saran dan jaminan Lurah Bei Prawironoto, asrama dilakukan secara
menetap di Gadingmangu, Perak Jombang. Dalam asrama-asrama itu sampai mengkhotamkan
Hadits Shohih Bukhori Juz IV pada tahun 1960 yang disusul dengan dilakukannya bai’at secara
terbuka oleh para peserta asrama.

5. Masa Penataan (1960-1970)


Setelah dilaksanakan bai’at terbuka itu, maka perkembangan Qur`an Hadits Jama’ah semakin
lancar. Penataan yang dilakukan antara lain:
a. Mulai mengirimkan muballigh dan muballighot ke berbagai daerah, diantaranya Jawa Barat,
DKI dan luar Jawa seperti Samarinda,Kalimantan dan Sulawesi.
b. Mulai membentuk Wakil Amir yaitu Bp. Ahmad Sholeh. Beberapa tahun berikutnya ditunjuklah
Bp. Nurhadi sebagai Wakil Amir yang mengurusi keamanan, Bp. Khoiri mengurusi muballigh
dan Bp. Ridwan mengurusi muhajir. Struktur organisasi keamirannya adalah Pusat, Daerah,
Kring, yang masing-masing dipimpin oleh Amir, Amir Daerah, Amir Kring.
c. Mulai diijtihadi program ibadah jama’ah secara bertahap yaitu Lima Bab : Ngaji, Ngamal,
Mbela, Jama’ah dan Tho’at.
d. Mulai diijtihadi fathonah-bithonah-budiluhur.
e. Mulai diijtihadi didalam mengamalkan Qur`an Hadits Jama’ah supaya diniati karena Alloh.
f. Bersamaan dengan sensus penduduk, tahun 1961, beliau memerintahkan membentuk muhajir
dengan jalan masing-masing daerah mengirimkan orangnya untuk hijroh ke Gadingmangu,
Perak, Jombang. Beliau menyeleksi 313 orang dari kurang lebih 500 orang. Beliau menjadikan
muhajir sebagai tolok ukur “Jadinya muhajir jadinya jama’ah, tidak jadinya muhajir
berarti tidak jadinya jama’ah”.
g. Mengingat semakin banyaknya jumlah jama’ah, maka untuk pengamanan tempat-tempat
pengajian jama’ah pada tahun 1966 didirikanlah Yayasan Pendidikan Islam Jama’ah (YPID).
Karena besarnya rintangan organisasi ini hanya bisa bertahan sampai dengan tahun 1967.
Tahun 1969 bergabung dengan Sekber Golkar dengan pertimbangan bahwa orpol dan ormas yang
ada saat itu kebanyakan memusuhi jama’ah, serta pertimbangan bahwa Sekber Golkar
mempunyai kekuatan politik yang sangat besar di masa mendatang.
Pada tahun 1970 Bp. H. Ubaidah melaksanakan kewajiban amar ma’ruf, membuat ajakan bersatu
yang isinya : Ajakan bersatu kepada umat Islam Indonesia untuk menetapi Qur`an Hadits
Jama’ah, Jama’ah Qur`an Hadist untuk menuju kebahagiaan dunia akhirot. Tertanda,
Amir Haji Nurhasan Al Ubaidah Lubis.
115 Makalah 2002
Selebaran tersebut disebarkan ke seluruh penjuru pulau Jawa mulai tingkat kecamatan sampai
dengan menteri dan selebaran tersebut menggemparkan masyarakat.

6. Masa Penataan Berikutnya ( 1971-1982)


Menjelang pemilu 1971, beliau ikut berkampanye untuk Golkar dengan mengikutsertakan DMC
(Djama’ah Motor Club) dengan puluhan sepeda motor besar Harley Davidson yang didirikan
beberapa tahun sebelumnya. Sejarah mencatat Golkar menang dengan dukungan jama’ah.
Setelah 1971, beliau terkena cobaan sehingga tidak bicara. Kendatipun begitu semangat
perjuangan tidak pernah kendur. Beliau justru giat merintis komplek Margakaya di Jawa Barat
yang sekarang jadi Pondok Pesantren yang besar.
Tahun 1974 beliau berobat ke Makkah dan mengepolkan ibadah di Masjidil Haram. Di tahun ini
beliau memulai memerintahkan berdo’a “Allohummahdina wahdi haaaulail Indonesiyina …” dan
“Allohumma balighna Makkah …”. Dari do’a yang pertama, Alloh mengabulkannya terbukti dari
terus meningkatnya jumlah penginsyaf baru dan dari do’a kedua, ternyata setelah tahun itu
kemampuan dan kesadaran serta semangat menunaikan ibadah haji meningkat, terlihat dari
jumlah jama’ah haji jama’ah terus meningkat dari tahun ke tahun.
Walaupun sudah berusia di atas 70 beliau masih terus berjuang sampai akhir hayatnya tahun 1982
pada usia 74 dan dimakamkan di Rawagabus, Karawang, Jawa Barat.

NILAI-NILAI YANG PATUT DIWARISI PARA GENERUS

1. Cinta Ilmu
Beliau mempunyai semangat yang tinggi dalam mencari ilmu agama. Waktu mudanya, beliau
mencari ilmu dengan berguru dari satu pondok ke pondok yang lain dari Jombang sampai ke
pulau Madura dengan berjalan kaki yang dalam bahasa Jawa disebut topo lelono.
Waktu di Makkah, beliau tidak hanya belajar di Masjidil Haram saja, melainkan juga sekolah di
Madrasah Darul Hadits, lebih-lebih lagi, beliau rajin mendatangi para ulama` Makkah secara
privat. Begitu giatnya mencari ilmu sampai digambarkan bagaikan musyafir yang kehausan, tak
puas-puasnya mencari ilmu. Dalam satu hari sehabis belajar dari satu guru kemudian belajar lagi

ke guru yang lain. Beliau yakin orang-orang yang berilmu pasti diangkat derajatnya.
          
        
     *  
   
 kalian dan orang-orang
“Alloh mengangkat derajatnya orang-orang yang beriman dari  yang
berilmu. Dan Alloh Maha Waspada terhadap apa-apa yang kalian kerjakan.”

2. Tekun dan Mempersungguh

116 Makalah 2002


Haji Nur Asnawi menyaksikan sendiri bahwa dalam waktu + 27 hari beliau berhasil hafal seluruh
Al-Qur`an. Pagi hari sebelum berguru pada Syeh Abu Samah beliau meminta H. Nur Asnawi
menyimak bacaan hafalannya + 1 juz. Hal itu membuktikan bahwa beliau betul-betul tekun, dan
mempersungguh dan mempunyai kemampuan yang luar biasa.

3. Pemberani dalam Memperjuangkan Kebenaran


Sejak masa kecilnya, Bp. H. Ubaidah dikenal dan diakui seorang anak yang pemberani. Dia
disuruh ayahnya menelusuri pengairan irigasi malam hari (Bhs. Jawa : nurut banyu) tidak
membawa cangkul/pacul seperti kebanyakan petani, melainkan ia diberi pisau sehingga tidak ada
yang berani menghalanginya.
Sewaktu di Makkah beliau masuk ke Sumur Zam-zam untuk mengambil timba-timba yang
tersangkut di dalamnya dimana disaat itu tidak satu pun orang yang berani karena dalamnya.
Begitu pula dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah, kebetulan ada musyafir yang mencari air
di sumur di tengah padang pasir dan kebetulan timbanya tersangkut dan tertinggal di dalam
sumur. Beliau berani masuk ke dalam sumur di tengah padang pasir itu untuk mengambil timba.
Ternyata tidak hanya timba musyafir tadi, melainkan juga banyak timba-timba yang lain yang
tertinggal di dalam sumur tersebut.
Sepulang dari Makkah-Madinah, beliau menyebarkan agama yang haq dengan berani, walaupun
tidak terhitung hambatan, ancaman, bahkan serangan fisik yang menghadangnya. Beliau punya
prinsip : Kendel gak nyendakne umur, jereh gak ndawakno umur (pemberani tidak
memperpendek umur, penakut tidak memanjangkan umur). Agomo gak mlaku nek digowo wong

jereh (agama tidak akan berjalan kalau dibawa orang penakut).
          
          
    
  * 
 
“Katakanlah : Tidak akan menimpa pada kami kecuali apa-apa yang telah Alloh tentukan
pada kami, Dia (Alloh) kekasih kami, dan kepada Alloh hendaklah orang-orang iman
berserah diri.”
Keberanian Bp. H. Ubaidah juga disaksikan banyak orang. Salah satunya orang bernama Khanif,
menuturkan pada zaman perang agresi Belanda, beliau ikut berjuang mengambilkan peti berisi
peluru milik Belanda dari sebelah barat sungai Brantas, dibawa lari menyebrangi sungai sambil
diberondong peluru oleh Belanda. Sesampainya di seberang timur, baju Bp. H. Ubaidah terlihat
sobek-sobek tersayat peluru tetapi beliau sendiri alhamdulillah selamat.
Sejarah kita mencatat beberapa kali pengajian yang beliau adakan diserbu oleh musuh-musuh
Alloh tidak hanya menggunakan senjata tajam, seperti di Lamongan, Kedungmaling, Brangkal,
Jombang, dan lain-lainnya, melainkan juga menggunakan ilmu hitam / santet. Namun beliau tidak
pernah sedikitpun mundur dari perjuangan dan selamat.

117 Makalah 2002


Bahkan beliau melihat rintangan dan gegeran itu sebagai pertanda yang positif. Beliau
mengatakan : Netepi agomo ora digegeri, gak bener (menetapi agama tanpa digegeri itu tidak
 
benar artinya tidak sesuai dengan dalilnya). Hal itu seperti disebutkan dalam hadits taqriri :
      
  *          
 dengan membawa
“Tidak datang seorang laki-laki   seperti yang
 engkau bawa kecuali pasti
dimusuhi.”
Lebih jauh lagi beliau mengatakan : Berjuang dirintangi berarti dagangane dinyang. Yen mati
berarti dagangane payu. (Dalam berjuang bila kita dirintangi itu ibarat dagangan kita ditawar
oleh calon pembeli). Dan bila kita berjuang sampai mati itu berarti dagangan kita sudah laku
terjual. Sebagai gongnya, beliau menggariskan sebuah motto “Ribuan rintangan, jutaan
pertolongan, milyaran kemenangan, sorga pasti!!!”. Sudah barang tentu, kata-kata beryoni
tersebut berhasil memotivasi jama’ah dan mengobarkan api perjuangan di dada masing-masing
jama’ah.
Berani juga dalam pengertian tidak takut dikatakan yang jelek-jelek, seperti orang gila, tidak
waras dan tidak takut dicaci-maki. Perlu diingat bahwa keberanian beliau selalu dilandasi
kebenaran. Selama yang diperjuangkan adalah kebenaran, beliau tidak pernah putus asa dan
pantang menyerah sampai akhir hayatnya.
Sebagaimana firman Allah menyifati keteguhan orang-orang iman :
 
   *...    

“Dan tidak takut mereka pada caci makian orang yang mencaci maki . . .”

4. Pejuang yang Rela Berkorban


Kalau saja beliau mau, sebagai ulama` keluaran Makkah, beliau bisa saja berbuat seperti
kebanyakan ulama’ yaitu menetap di satu pondok pesantren mengajari santri yang berdatangan
kepadanya sambil menikmati imbalan dari para santrinya tanpa harus bersusah-payah pergi ke
seluruh penjuru menyebarkan agama yang haq.
Sebaliknya, justru pada usia sudah diatas 50 tahun, beliau masih bersepeda pancal / sepeda ontel
ratusan kilometer jauhnya mengajarkan dan memperjuangkan Qur`an Hadits Jama’ah dengan
mengorbankan sebagian besar waktu dan hartanya tanpa keluh kesah dan tanpa mengenal putus
asa.

5. Yakin kepada Alloh beserta PertolonganNya


Beliau sering mengatakan bahwa beliau berani menantang kiyahi-kiyahi untuk membawa semua
kitab karangan untuk digelar di halaman dan mereka simak, sedangkan beliau akan membaca dari
jarak jauh untuk menandakan bahwa beliau hafal. Kalau tidak bisa kethok gulu (potong leher
saya, selesai). Tapi kalau bisa, sebaliknya. Ternyata tidak ada kiyahi-kiyahi yang berani. Ini
menunjukkan betapa beliau yakin akan pertolongan Alloh. Sebagaimana sabda Rosululloh
Shollallohu ‘alaihi wassallam dalam Al hadits :

118 Makalah 2002


 
               
             
  
              
  *           
   
“Tidak henti-hentinya satu golongan dari umatku berada diatas kebenaran dalam keadaan
ditolong, siapapun yang memusuhi mereka tidak akan membahayakan pada mereka sehingga
datang perkara Alloh Azza wa-Jalla (kiamat).”
Keyakinan beliau terhadap pertolongan Alloh kadang membuat santri-santrinya hampir tidak
dapat mempercayainya. Seperti diantaranya :
a. Ketika di Gadingmangu, Jombang pengajian masih menggunakan lampu minyak, karena
memang belum ada jaringan listrik yang masuk, beliau mengatakan, “Besok ngaji di sini
tinggal pejet tek, byarrrr!!!” (maksudnya lampu listrik)
b. Juga beliau mengatakan, “Besok di sini banyak rumah bertingkat, di depannya diparkir
mobil-mobil.” Padahal waktu itu banyak rumah terbuat dari gedhek (anyaman bambu) yang
hanya beratapkan langit.
c. Suatu hari beliau duduk di atas kotak kayu sebesar kotak wayang kulit sambil mengatakan,
“Besok kalau jama’ah jadi, kotak ini penuh dengan uang.” Padahal saat itu kemelaratan
warga jama’ah muhajirin amat menyedihkan.
d. “Besok banyak ulama` besar dan orang-orang pintar belajar Qur`an Hadits dari kamu.”
Padahal waktu itu santrinya masih caberawit.
e. “Besok muballigh berangkat tugas naik kapal terbang.” Padahal waktu itu umumnya
hanya bersepeda pancal atau mencari tumpangan truk.

6. Ahli Diplomasi
Beliau dikenal sangat jitu dalam berdiplomasi, diantaranya:
a. Ketika kebanyakan kiyahi menyindir dan mencibirkan beliau sebagai ulama` pengecer ilmu,
karena kebanyakan ulama` berparadigma kiyahi sebagai sumur-sumbernya ilmu dan santri
sebagai timba yang mencari ilmu, maka beliau berkelit, “Saya bukan sumur, kok. Tapi
saya sebagaimana gambaran teko atau poci yang penuh dengan isi ilmu yang harus
mendatangi gelas-gelas kosong (yaitu murid) yang memerlukan ilmu.”
b. Beliau dan murid-muridnya mengadakan sholat Jum’at tersendiri di rumah kecil milik jama’ah
di dekat masjid Jami’ yang lumayan besar di Kaliawen, Kab. Kediri. Karena ada yang dengki
dan melaporkan ke Polisi, maka beliau dipanggil dan dimintai keterangan oleh Polisi,
“Mengapa mengadakan sholat Jum’at sendiri?” Beliau menjawab,”Kami tidak mengadakan
sholat Jum’at. Kami baru belajar sholat Jum’at. Karena kami malu kalau belum bisa sholat
Jum’at. Nanti kalau sudah bisa sholat Jum’at kami akan ikut sholat di Masjid Jami’.” Akhirnya
polisi hanya mengatakan, “Ohh, yaa sudah, kalau begitu.”
c. Suatu ketika, di tengah-tengah asrama Al-Qur`an di desa Ngambek, Lamongan beliau dan
murid-muridnya ditawur massa. Beliau diinterogasi di kantor polisi Lamongan, “Apa betul
Pak Haji terlibat tawuran?” Beliau berdiplomasi, “Tidak, pak. Saya hanya melihat orang
119 Makalah 2002
tawuran.” Polisi mengejar dengan pertanyaan berikutnya, “Ini ada laporan Pak Haji tawuran.”
Beliau berhujjah, “Wah, saya punya pemerintah kok. Lha apa tawuran diperbolehkan oleh
pemerintah? Kalau boleh, dan kalau mereka berani silahkan saja seribu orang bersenjata di
lapangan, akan saya hadapi seorang diri.” Sudah barang tentu polisi tidak mengijinkan, “Ya
jangan Pak Haji.” Kejadian ini membuktikan beliau sangat ahli berdiplomasi, dalam keadaan
yang genting sekalipun.

7. Ahli Strategi atau Siasat


Beliau mengajarkan dalam berjuang untuk tidak meniru perjuangan orang-orang yang gagal
karena kaku, tidak fleksibel, keras, radikal, tanpa menggunakan fathonah bithonah budiluhur.
Sebaliknya kita harus meniru perjuangan orang-orang yang sukses, seperti Rosululloh
Shollallahu ‘alaihi wasallam dan para shohabatnya yang fleksibel, wani ngalah seperti pada
perjanjian Hudaibiyah, dimana umat Islam mengalah dahulu untuk mencapai kemenangan
kemudian.
Bp. H. Ubaidah mengajarkan strategi perjuangan dengan gambaran yang sederhana, mudah
dicerna, dan ada unsur humornya, seperti : “Anget-anget, apa itu? Kebo. Majuuu. Barongan-
barongan, munduuuuur”.
Pada kesempatan lain Bp. H. Ubaidah diajak berdebat di asrama AD Batalyon 517 di Jl.
Gunungsari, Surabaya, di hadapan banyak kiyahi dan perwira-perwira rohani Islam. Beliau
datang dengan memakai jubah lengkap dengan sorbannya. Murid-muridnya bangga mempunyai
kiyahi berpenampilan gagah. Tetapi betapa terkejutnya mereka ketika masuk halaman markas AD
tersebut, kebetulan ada seekor anjing yang jinak, beliau serta merta memungutnya dan
menggendongnya masuk ke dalam ruang pertemuan. Anjing tersebut menjilat-jilat sorban dan
wajahnya. Dapat diduga para kiyahi tersebut kaget setengah mati dan menyergah dengan sengit
pertanyaan-pertanyaan apakah Bp. H. Ubaidah tidak tahu bahwa itu najis? Beliau menjawab
dengan kalem, justru karena beliau tahu bagaimana cara menghilangkan najisnya jilatan anjing
lah, maka beliau tidak takut menggendong anjing. Disinilah terlihat hebatnya beliau dalam
bersiasat menyelamatkan hal yang sangat penting yaitu Qur`an Hadits Jama’ah. Beliau mendikte
jalannya pembicaraan. Buktinya debat hanya berkisar masalah najisnya anjing, najisnya bayi,
sampai waktunya habis tanpa menyinggung masalah yang pada saat itu sangat besar resikonya
yaitu masalah keamiran!

8. Taat Hukum dan Menghormati Pemerintah yang Sah


Beliau selalu memerintahkan santri-santrinya untuk menaati hukum negara yang sah, seperti
mengendarai kendaraan bermotor harus membawa STNK dan SIM, dan kita harus membayar
pajak tepat waktunya dan sebagainya.
Bukti lain bahwa beliau menghormati pemerintah, ketika beberapa kiyai yang tidak senang
kepada beliau ngreko doyo (merekadaya) di tengah-tengah asrama Al-Qur`an di Gadingmangu,
Jombang, beliau dipanggil Polisi dan disel di DPKN (sekarang Polsek) Perak, kemudian dipindah
ke tahanan Polres Jombang, kemudian diajukan ke pengadilan, tapi tidak terbukti bersalah.

120 Makalah 2002


Meskipun begitu beliau tidak dibebaskan dengan alasan keamanan. Dari pendekatan kepada
hakim, diperoleh keterangan bahwa banyak pihak yang memusuhi dan mengancam akan
membunuh beliau, oleh karena itu beliau dititipkan di rumah tahanan Jombang. Beliau
mengatakan, “Kalau saya dititipkan di rumah tahanan berapa tahun pun saya tidak apa-apa. Tapi
kalau dipenjara sehari pun aku tidak mau.” Hal ini mengingatkan kita kepada kisah Nabi Yusuf
yang dititipkan di penjara dengan alasan penyelamatan. Terhadap perlakuan itu, Bp. H. Ubaidah
tidak protes, apalagi menuntut karena beliau betul-betul menghormati pemerintah.
Sebagaimana diterangkan diatas, setelah pengajian menetap di Gadingmangu, Perak, Jombang,
pada asrama bulan Agustus tahun 1960, peserta asrama berbondong-bondong diajak mengikuti
upacara bendera memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus di tanah lapang kecamatan Perak,
Jombang. Hal ini unik, karena satu-satunya unsur masyarakat dengan pakaian ala kadarnya,
bersandal jepit, dalam jumlah yang banyak mengikuti upacara bendera, bersama peserta lain yang
kebanyakan berseragam seperti Polri, TNI, Hansip, Pramuka, pelajar, Korp pegawai dan
sebagainya. Bahkan pernah suatu ketika di tengah-tengah upacara berlangsung, tiba-tiba hujan
turun. Semua peserta upacara bubar mencari tempat berteduh, kecuali para jama’ah karena tho’at
kepada beliau yang sebelumnya mewanti-wanti, siapa yang meninggalkan pasukan harus taubat.
Kejadian itu mengundang decak kagum para pejabat karena militansi santri-santri beliau.
Kebiasaan mengikuti upacara bendera, yang dilakukan selama puluhan tahun berturut-turut itu
berdampak positif karena pejabat menilai bahwa orang jama’ah berbudi luhur dan menghormati
pemerintah yang sah.

9. Suka Menolong
H. Nur Asnawi menuturkan bahwa beliau berdua menemukan musyafir di padang pasir yang
hampir mati kehausan dalam perjalanan Makkah-Madinah. Beliau menyuruh H. Nur Asnawi
menunggui musafir tadi. Sementara beliau sendiri berlari di bawah terik matahari padang pasir
yang menyengat sampai menemukan desa terdekat dan meminta tolong penduduk desa itu
membawakan air bagi musyafir yang kehausan.
Pada kesempatan lain beliau menolong temannya yang sedang mengalami kesulitan keuangan di
Makkah dengan jalan sholat dua rekaat dengan khusu’ dan berdo’a. Setelah itu beliau menyuruh
temannya tadi membuka sajadah yang digunakan alas sholat dan ia menemukan uang di bawah
sajadah itu.

10.Ahli Do’a, Dzikir, Ahli Ibadah dan Ahli Tirakat


Banyak orang memberi kesaksian bahwa beliau dalam setiap kesempatan selalu terlihat berdzikir
bahkan sambil berkendaraan sekalipun. Dalam satu kejadian tawur di rumah Thohirah Desa
Ngambek Lamongan, beliau berdo’a dan hanya berdiri di balik pintu rumah. Puluhan orang yang
ingin membunuhnya mencari ke seluruh penjuru rumah, “Mana Pak Jenggot, mana Pak
Jenggot?” Mereka tidak dapat menemukannya. Setelah itu beliau memanqulkan do’a :
“Allohummastur auroti …” Hal ini mengingatkan kita pada Rosululloh Shollallahu ‘alaihi
wasallam beserta Ali ketika rumahnya dikepung oleh orang-orang kafir yang ingin
membunuhnya. Nabi berhasil keluar rumah yang dikepung rapat tanpa terlihat oleh mereka.
121 Makalah 2002
Suatu hari di pondok ada keramaian dengan pertunjukan dimana orang-orang bersuka-ria.
Sebaliknya beliau berjalan berkeliling pondok dengan komat-kamit berdzikir sambil mbondo
tangan (menyilangkan tangan di belakang badannya) menghitung wirid dengan jari-jari beliau.
Bp. H. Ubaidah sejak kecil suka berpuasa dan tirakat. Beliau mempraktekkan hadits.
 
  *    
“Sungguh beruntung orang yang mau tirakatbanter dan kerja keras.”
Contoh ketika beliau naik kereta api dari Kertosono ke Jakarta ternyata hanya membeli jajan
seikat kacang rebus dimakan berdua dengan santrinya walaupun sesungguhnya mempunyai
cukup uang untuk membeli makanan yang enak.
Pada suatu ketika, sopir beliau membeli bensin di SPBU, kemudian uang kembaliannya kurang
beberapa rupiah saja, ternyata sopirnya disuruh meminta dan menunggu sampai uang kembalian
yang beberapa rupiah tadi dibayarkan kepadanya. Belakangan beliau menjelaskan bahwa itu
adalah uang sabillillah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Alloh walau sepeser
sekalipun.

11.Berjiwa Besar dan Luhur


Kebesaran dan keluhuran itu terlihat dari cara menyikapi suatu kejadian atau perkara. Suatu hari
ada peserta pengajian yang datang mengadu dipukul oleh seseorang yang merintanginya. Tahu
temannya dipukul, beberapa tentara yang juga ikut mengaji minta izin untuk membalaskannya.
Beliau melarang dan mengatakan, “Anggap saja terbentur tembok. Selesai. Sebab kalau kamu
balas, urusannya jadi panjang sehingga kamu tidak jadi ikut mengaji.”
Pada kesempatan lain ada tentara muda datang menceritakan bahwa ia baru saja menempeleng
anak muda ceroboh pengendara sepeda yang menabraknya dari belakang ketika dia berjalan
menuju pondok. Semua orang menyalahkan pengendara tersebut tapi di luar dugaan beliau justru
menyuruh tentara tadi bertaubat. Tentara tadi dengan darah mudanya menyangkal bahwa bukan
dia yang salah melainkan anak yang menabrak tadi. Kenapa dia harus taubat? Beliau
menyadarkan, seandainya dia memaafkan anak tadi niscaya dia jadi orang yang luhur. Tetapi
dengan dia menempeleng, dia belum bisa jadi orang yang luhur. Luar biasa! Beliau memberikan
satu filosofi dan teladan keluhuran budi, “Nek dimusuhi mbales iku pur, nek dimusuhi sabar iku
menang.” Artinya bila kamu dimusuhi kemudian kamu membalas maka ibarat permainan bola itu
seri, tetapi apabila kamu dimusuhi kemudian kamu bersabar, maka berarti kamu menang.

12.Visioner / Punya pandangan Jauh ke Depan


Dimana saja beliau berada selalu dekat dengan anak kecil, bahkan kedatangannya di pondok-
pondok seperti Gadingmangu, Jombang sangat ditunggu-tunggu anak kecil. Biasanya beliau
bergurau dengan mereka sembari memberi uang kecil sekedarnya untuk menyenangkan mereka.
Hal ini kelihatannya sepele. Tetapi setelah direnungkan dan didalami ternyata beliau menaruh
perhatian yang besar pada anak-anak kecil. Mengapa? Karena beliau tidak memandang mereka
sebagai anak kecil yang tidak berarti, melainkan beliau melihat mereka sebagai penerus

122 Makalah 2002


perjuangan Qur`an Hadits Jama’ah di masa mendatang. Jadi beliau terlihat mempunyai visi dan
misi yang jauh ke depan.

13.Kepemimpinan / Leadership
Beliau betul-betul pemimpin yang nyata, dengan jalan memberi teladan yang konkret bukan
hanya dengan kata-kata saja. Suatu hari ketika sedang ada amal sholih mengerjakan bangunan
sabilillah, tiba-tiba datanglah hujan. Banyak santri yang berhenti bekerja dan berteduh. Beliau
mengambil alat kerja terus bekerja di bawah guyuran hujan deras. Tentu saja santri-santrinya
yang tadinya berteduh satu demi satu ikut meneruskan pekerjaan walaupun hujan deras. Beliau
mengajarkan berhenti bekerja itu hanya karena dua alasan. Pertama, karena waktu (baik
waktunya habis atau pun waktunya sholat tiba). Dan kedua, karena tidak kuat. Jadi hujan bukan
alasan untuk berhenti .
Begitu pula untuk bangun malam untuk berdo’a, beliau memberi contoh. Kurang lebih pukul tiga
dini hari, beliau mengambil sapu ijuk menirukan penari kuda lumping, sambil diiringi musik
suara mulut santrinya, guna membangunkan santri-santri yang masih tertidur di dalam masjid
untuk segera bangun dan berdo’a malam.

14.Sabar
Beliau meneladani untuk berlaku sabar. Hal ini ternyata sama dengan fatwa ulama` Makkah-
Madinah bahwa jama’ah itu bisa dipraktekkan di mana-mana dengan syarat harus disertai lakon
sabar. Contoh bila diolok-olok dan digegeri dari arah timur disarankan menghadap ke barat. Bila
digegeri dari arah barat disarankan menghadap ke utara dan bila digegeri dari arah utara
disarankan menghadap ke selatan, bila digegeri dari arah selatan disarankan menghadap ke utara.
Dan bila digegeri dari segala arah, disarankan menghadap ke atas sambil gandangan/berdendang
yang terkenal itu : “Kembang turi melok-melok. Sego wadhang sisane sore. Gak peduli wong
alok-alok sandang pangan golek dewe” Kita harus bersyukur, diajari sabar. Sebab alangkah
celakanya seandainya punya seorang pemimpin yang suka memprovokasi dengan kekerasan
sebagaimana banyak pemimpin yang kita lihat di masyarakat saat ini.

15.Ahli Fikir, Ahli Filsafat dan Konseptor


Beliau sejak muda banyak melihat dan mengamati kejadian sekelilingnya. Beliau suka jajah deso
milang kori (menjelajah) kemudian merenungkan, memikirkan, mengendapkan dan
mengkristalkan menjadi satu filosofi kehidupan yang dapat dijadikan pegangan hidup baginya
dan santri-santri penerusnya. Misalnya, setelah pengajian malam hari, beberapa santrinya diajak
berkendaran keliling kota melihat-lihat keadaan dan kejadian yang ada, “Coba lihat orang
gelandangan itu. Mereka miskin bukan karena banyak membela agama Alloh. Lagi pula
mereka rugi dua kali. Dunianya asor, akhirotnya masuk neraka.”.
Beliau juga konseptor yang hebat. Terbukti dari kemampuan beliau merumuskan perangkat
instrumen untuk mencapai keadaan yang diidamkan. Misalnya supaya agama Alloh jalan lancar,
beliau merumuskan program ibadah Lima Bab. Juga untuk mempertahankan keimanan, beliau
merumuskan Empat Tali Keimanan dan banyak lagi yang lain. Kita tidak memungkiri bahwa
123 Makalah 2002
poin-poin itu sudah ada terkandung dalam dalil-dalil Qur`an Hadits. Tetapi beliau mampu
memilah dan memilih kemudian merangkumnya menjadi satu konsep program untuk
melancarkan agama Alloh. Hal ini mengingatkan kita pada seorang penyair dunia yang
dianugerahi gelar kebangsawanan dari kerajaan Inggris, Sir Mohammed Iqbal. Dia merintih
dalam do’anya, “Ya Alloh engkau pencipta bunga-bunga yang berwarna-warni yang berserakan
di semak belukar dan hutan-belantara, sedangkan aku yang menata dan merangkainya menjadi
taman-taman kerajaan yang indah permai.”
Yang lebih hebat lagi, beliau dapat menyederhanakan masalah yang sulit, pemikiran filsafat yang
canggih ke dalam bahasa yang sederhana berupa cantholan-cantholan dan gambaran-gambaran
yang mudah diingat dan ada rasa humornya. Beberapa diantaranya adalah:
a. Semua masalah atau perkara di dunia ini dapat diselesaikan dengan tiga cara yaitu Sobat-
Obat-Pokat.
b. Orang jama’ah harus punya pegangan hidup, yaitu : bila berkendaraan pokok selamat, bila
berperkara pokok menang, dan bila menetapi agama pokok benar.
c. Orang jama’ah tidak boleh terpengaruh, justru harus berpengaruh. Gambarannya Pak
Haji membawa kambing dikatakan membawa babi. Gambarannya Pak Bengkring, dsb.
d. Prinsip hidup dalam menyikapi qodar pasang surut kehidupan dengan program Roda
Berputar dalam Jama’ah : yang kuat membantu yang lemah yang kaya membantu yang
miskin, dst
e. Prinsip menyikapi masalah : membesarkan masalah besar yaitu sorga-neraka dan mengecilkan
masalah yang kecil yaitu masalah dunia.
f. Dalam perjuangan diperlukan lima syarat : (1) Benar (2) Kendhel atau berani (3) Tabah
(4) Bermodal (5) Tidak salah niat.
Sesungguhnya masih banyak filosofi, konsep dan cantholan-cantholan perjuangan yang beliau
wariskan dari perjalanan hidupnya yang panjang. Begitu banyaknya dan begitu dalam
kandungannya sehingga penjabaran dan ulasannya dapat dijadikan satu buku tersendiri.

PENUTUP
Sungguh satu anugerah Alloh buat kita mempunyai seorang guru, pemimpin, imam yang luar biasa.
Seorang yang teguh, tekun, ahli ibadah, ahli do’a, ahli strategi yang selalu minta ilham yang baik
kepada Alloh, berjiwa besar, suka menolong, bervisi ke depan, mempunyai kepemimpinan yang
kuat, pemberani, rela berkorban dan banyak sifat luhur yang belum sempat terungkap disini.
Makalah singkat ini sungguh tidak cukup untuk menjabarkan segala segi kehidupan Bp. H. Ubaidah.
namun dengan segala keterbatasan waktu dan halaman yang disediakan dalam makalah ini,
diharapkan Generus mampu menangkap jiwa perjuangan serta mewarisi hangatnya ghiroh/semangat
mencari ilmu dalam memperjuangkan agama Alloh dimana saja, kapan saja kita berada sampai tutug
pol ajal pati kita masing-masing. Amin.

124 Makalah 2002


125 Makalah 2002

Anda mungkin juga menyukai