SEJARAH SINGKAT
1. Masa Kecil
Bp. H. Ubaidah, bernama kecil Mad’hal dilahirkan di desa Bangi, Kecamatan Porwoasri,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur tahun 1908, putra keempat KH. Abdul Aziz bin H. Tohir dari
enam bersaudara, masing-masing Hj. Khalimah, H. Abubakar, H. Mahfudh Abdullah, Bp.
H. Ubaidah, Sanusi, H. Fatah, Hj. Azizah.
KH. Abdul Aziz adalah ulama` sekaligus pendekar, maka tidak mengherankan bila Bp.
H. Ubaidah mewarisi ilmu agama dan kependekarannya. Ketika masih kecil, Mad’hal sudah
diajak beribadah haji dan sejak itulah beliau diberi nama H.Ubaidah. Sejak kecil pada diri beliau
sudah terlihat tanda-tanda kefadholan atau kelebihan yang luar biasa dan supranatural.
Bp. H. Ubaidah ingin meningkatkan ilmu agama dengan jalan mondok di berbagai pondok
pesantren di pulau Jawa, antara lain Pondok Termas Pacitan; Pondok Batuampar Madura; Pondok
Tebu Ireng; Pondok Semelo Perak, Jombang, dll. Di Pondok Semelo inilah, karena pandai
qiro’at, beliau sering diajak oleh K. Zaid untuk qiro’at sebelum ceramahnya.
1. Cinta Ilmu
Beliau mempunyai semangat yang tinggi dalam mencari ilmu agama. Waktu mudanya, beliau
mencari ilmu dengan berguru dari satu pondok ke pondok yang lain dari Jombang sampai ke
pulau Madura dengan berjalan kaki yang dalam bahasa Jawa disebut topo lelono.
Waktu di Makkah, beliau tidak hanya belajar di Masjidil Haram saja, melainkan juga sekolah di
Madrasah Darul Hadits, lebih-lebih lagi, beliau rajin mendatangi para ulama` Makkah secara
privat. Begitu giatnya mencari ilmu sampai digambarkan bagaikan musyafir yang kehausan, tak
puas-puasnya mencari ilmu. Dalam satu hari sehabis belajar dari satu guru kemudian belajar lagi
ke guru yang lain. Beliau yakin orang-orang yang berilmu pasti diangkat derajatnya.
*
kalian dan orang-orang
“Alloh mengangkat derajatnya orang-orang yang beriman dari yang
berilmu. Dan Alloh Maha Waspada terhadap apa-apa yang kalian kerjakan.”
6. Ahli Diplomasi
Beliau dikenal sangat jitu dalam berdiplomasi, diantaranya:
a. Ketika kebanyakan kiyahi menyindir dan mencibirkan beliau sebagai ulama` pengecer ilmu,
karena kebanyakan ulama` berparadigma kiyahi sebagai sumur-sumbernya ilmu dan santri
sebagai timba yang mencari ilmu, maka beliau berkelit, “Saya bukan sumur, kok. Tapi
saya sebagaimana gambaran teko atau poci yang penuh dengan isi ilmu yang harus
mendatangi gelas-gelas kosong (yaitu murid) yang memerlukan ilmu.”
b. Beliau dan murid-muridnya mengadakan sholat Jum’at tersendiri di rumah kecil milik jama’ah
di dekat masjid Jami’ yang lumayan besar di Kaliawen, Kab. Kediri. Karena ada yang dengki
dan melaporkan ke Polisi, maka beliau dipanggil dan dimintai keterangan oleh Polisi,
“Mengapa mengadakan sholat Jum’at sendiri?” Beliau menjawab,”Kami tidak mengadakan
sholat Jum’at. Kami baru belajar sholat Jum’at. Karena kami malu kalau belum bisa sholat
Jum’at. Nanti kalau sudah bisa sholat Jum’at kami akan ikut sholat di Masjid Jami’.” Akhirnya
polisi hanya mengatakan, “Ohh, yaa sudah, kalau begitu.”
c. Suatu ketika, di tengah-tengah asrama Al-Qur`an di desa Ngambek, Lamongan beliau dan
murid-muridnya ditawur massa. Beliau diinterogasi di kantor polisi Lamongan, “Apa betul
Pak Haji terlibat tawuran?” Beliau berdiplomasi, “Tidak, pak. Saya hanya melihat orang
119 Makalah 2002
tawuran.” Polisi mengejar dengan pertanyaan berikutnya, “Ini ada laporan Pak Haji tawuran.”
Beliau berhujjah, “Wah, saya punya pemerintah kok. Lha apa tawuran diperbolehkan oleh
pemerintah? Kalau boleh, dan kalau mereka berani silahkan saja seribu orang bersenjata di
lapangan, akan saya hadapi seorang diri.” Sudah barang tentu polisi tidak mengijinkan, “Ya
jangan Pak Haji.” Kejadian ini membuktikan beliau sangat ahli berdiplomasi, dalam keadaan
yang genting sekalipun.
9. Suka Menolong
H. Nur Asnawi menuturkan bahwa beliau berdua menemukan musyafir di padang pasir yang
hampir mati kehausan dalam perjalanan Makkah-Madinah. Beliau menyuruh H. Nur Asnawi
menunggui musafir tadi. Sementara beliau sendiri berlari di bawah terik matahari padang pasir
yang menyengat sampai menemukan desa terdekat dan meminta tolong penduduk desa itu
membawakan air bagi musyafir yang kehausan.
Pada kesempatan lain beliau menolong temannya yang sedang mengalami kesulitan keuangan di
Makkah dengan jalan sholat dua rekaat dengan khusu’ dan berdo’a. Setelah itu beliau menyuruh
temannya tadi membuka sajadah yang digunakan alas sholat dan ia menemukan uang di bawah
sajadah itu.
13.Kepemimpinan / Leadership
Beliau betul-betul pemimpin yang nyata, dengan jalan memberi teladan yang konkret bukan
hanya dengan kata-kata saja. Suatu hari ketika sedang ada amal sholih mengerjakan bangunan
sabilillah, tiba-tiba datanglah hujan. Banyak santri yang berhenti bekerja dan berteduh. Beliau
mengambil alat kerja terus bekerja di bawah guyuran hujan deras. Tentu saja santri-santrinya
yang tadinya berteduh satu demi satu ikut meneruskan pekerjaan walaupun hujan deras. Beliau
mengajarkan berhenti bekerja itu hanya karena dua alasan. Pertama, karena waktu (baik
waktunya habis atau pun waktunya sholat tiba). Dan kedua, karena tidak kuat. Jadi hujan bukan
alasan untuk berhenti .
Begitu pula untuk bangun malam untuk berdo’a, beliau memberi contoh. Kurang lebih pukul tiga
dini hari, beliau mengambil sapu ijuk menirukan penari kuda lumping, sambil diiringi musik
suara mulut santrinya, guna membangunkan santri-santri yang masih tertidur di dalam masjid
untuk segera bangun dan berdo’a malam.
14.Sabar
Beliau meneladani untuk berlaku sabar. Hal ini ternyata sama dengan fatwa ulama` Makkah-
Madinah bahwa jama’ah itu bisa dipraktekkan di mana-mana dengan syarat harus disertai lakon
sabar. Contoh bila diolok-olok dan digegeri dari arah timur disarankan menghadap ke barat. Bila
digegeri dari arah barat disarankan menghadap ke utara dan bila digegeri dari arah utara
disarankan menghadap ke selatan, bila digegeri dari arah selatan disarankan menghadap ke utara.
Dan bila digegeri dari segala arah, disarankan menghadap ke atas sambil gandangan/berdendang
yang terkenal itu : “Kembang turi melok-melok. Sego wadhang sisane sore. Gak peduli wong
alok-alok sandang pangan golek dewe” Kita harus bersyukur, diajari sabar. Sebab alangkah
celakanya seandainya punya seorang pemimpin yang suka memprovokasi dengan kekerasan
sebagaimana banyak pemimpin yang kita lihat di masyarakat saat ini.
PENUTUP
Sungguh satu anugerah Alloh buat kita mempunyai seorang guru, pemimpin, imam yang luar biasa.
Seorang yang teguh, tekun, ahli ibadah, ahli do’a, ahli strategi yang selalu minta ilham yang baik
kepada Alloh, berjiwa besar, suka menolong, bervisi ke depan, mempunyai kepemimpinan yang
kuat, pemberani, rela berkorban dan banyak sifat luhur yang belum sempat terungkap disini.
Makalah singkat ini sungguh tidak cukup untuk menjabarkan segala segi kehidupan Bp. H. Ubaidah.
namun dengan segala keterbatasan waktu dan halaman yang disediakan dalam makalah ini,
diharapkan Generus mampu menangkap jiwa perjuangan serta mewarisi hangatnya ghiroh/semangat
mencari ilmu dalam memperjuangkan agama Alloh dimana saja, kapan saja kita berada sampai tutug
pol ajal pati kita masing-masing. Amin.