Anda di halaman 1dari 12

KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

PENDAHULUAN
1
Penulisan hadis, meski telah dilakukan sejak masa awal kemunculan Islam ternyata
masih terus berlanjut hingga masa ini. Dalam bentangan sejarah panjang tersebut, muncul
berbagai model penulisan kitab-kitab Hadits mulai dari yang bernuansa Fiqih, Ensiklopedi
dll. Tiap-tiap model penulisan kitab yang ada memiliki konteks dan tujuan tertentu yang
mendasari bentuknya itu.

Seorang ulama Turki, Utsman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir Al-Khubawy, pun
coba membuat terobosan dengan menuliskan sebuah kitab hadits bernuansa tasawuf.
Dengan nama Durratun Nashihin fii Al-Waiz Wa Al-Irsyad beliau menghadirkan sebuah
kitab dengan bab-bab yang jelas sekali tersusun sesuai dengan tema-tema nasehat.
Keunikan inilah yang membuat kitab ini layak dan menarik untuk dikaji.

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI USTMAN BIN HASAN BIN AHMAD AS-SYAKIR AL-KHUBAWY

Mengenai biografi penulis kitab Durratun Nasihin, Ustman bin Hasan bin Ahmad As-
Syakir Al-Khubawy, hanya sedikit informasi yang bisa ditemukan. Di dalam kitabnya
sendiri tidak disebutkan banyak tentang siapakah sosok beliau yang sebenarnya. Selain
bahwa ia tinggal di Konstantinopel (Istambul) Turki pada abad 13 H serta wafat di sana
pada tahun 1824 Masehi, tidak ada lagi keterangan tambahan mengenai riwayat hidup
beliau. Di dalam pendahuluan kitab, sang penulis sedikit menulis tentang dirinya: "Aku
adalah seorang hamba yang haus rahmat Allah swt, menetap di sebuah kota bernama
Konstantinopel, berharap semoga Allah swt selalu melindungi negeri kami dan negeri-
negeri lainnya dari segala bencana dan bahaya. Amien.1

Bila melihat lokasi dimana beliau tinggal, yaitu Istambul yang merupakan ibukota
pemerintahan kekhalifahan Turki Utsmani, kita dapat sedikit menduga mengapa kemudian
beliau menulis sebuah kitab yang bergenre tasawuf. Sebagai pusat dunia Islam pada saat
itu, Turki dikenal memiliki banyak tokoh sufi yang melegenda seperti Jalaluddin al-Rumi.

1
Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubawy, Durratun Nashihin (Pustaka al-Aliyah: Semarang, t.th)

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

Negeri ini juga dikenal sebagai tempat bertumbuhnya beragam kelompok tasawuf yang
2
berpengaruh. Maka tidak heran, lingkungan seperti ini turut mempengaruhi pemikiran
Utsman bin Hasan ahmad as-syakir Al-Khubawy dan akhirnya mendorong dia untuk
menuliskan kitab Durratun Nasihin yang kental dengan aroma tasawuf, sebuah karya yang
mungkin menjadi satu-satunya hasil buah pena-nya.2

B. PROFIL KITAB
1. Latar Belakang dan konten

"Durratun Nashihin" merupakan kitab yang berisi kumpulan mutiara-mutiara nasihat,


peringatan, ceritera-ceritera menarik dan penjelasan hukum, serta permasalahan yang
meliputi duniawi dan ukhrawi, yang bertolak dari sumber-sumber ajaran islam, yakni al-
Qur'an, al-Hadits dan al-Qiyas.

Penulisan kitab ini tidak lepas dari suatu keadaan yang melatar belakanginya. Seperti
yang dijabarkan oleh Al-Khubawy dalam muqaddimah kitab, bahwa ia termotivasi oleh
adanya kegelisahannya terhadap para ulama pada saat itu. Beliau menilai bahwa meskipun
para ulama memang memiliki posisi penting di tengah umat yaitu sebagai pemberi nasehat
yang sangat dibutuhkan serta digemari manusia dan diibaratkan dengan Lampu penerang
di Kegelapan Malam,. Namun nasehat yang mereka sampaikan tidak mengikuti rujukan
sekaligus runtutan yang ada di dalam al-Quran, bahkan menurut beliau, mereka banyak
berbicara tentang apa yang tidak ada di dalam al-Quran. Akibatnya, umat menjadi bosan
dan tidak tertarik atau mungkin mengantuk di saat mendengarkan nasehat-nasehat yang
mereka sampaikan. Kondisi ini yang kemudian memotivasi Al-Khubari untuk membuat
suatu karya yang dapat mengobati kegalauannya. Sesuatu pernyataan unik al-Khubari
dalam muqaddimah kitab bahwa beliau merasa dibantu oleh Al-Malak Al-Hamid
(Malaikat Yang Terpuji) ketika menulis kitabnya.

Dalam pemaparannya Al-Khubawy menggunakan istilah majlis ( )sebagai


padanan kata bab {judul pembahasan}, layaknya kitab pada umumnya. Hal ini memberikan
asumsi bahwa kitab ini merupakan kitab kumpulan ceramah beliau dalam majlis ilmu, yang

2
Sebagaimana yang dituliskan oleh Dr. Luthfi Fathullah dalam penelitiannya tentang Kitab Durratun Nasihin.
http://almanhaj.or.id/content/1879/slash/0.

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

kemudian dikodifikasikan. Kitab ini terdiri dari 75 majlis (bab), dengan urutan tema yang
3
kurang sistematik, dikarenakan ada unsur lain yang dimaksudkan dalam penyusunan kitab
tersebut, yaitu beliau mengurutkan majlis (bab) berdasarkan pengaruh urutan surat yang
berada di dalam mushaf Al Quran, kemudian di ambil beberapa ayat pilihan yang menurut
beliau sesuai. Walaupun begitu di dalam daftar isi keterangan yang disajikan bukan urutan
surat, akan tetapi susunan campuran berdasarkan masalah syariah, ketauhidan, akhlaq,
dll, yang beraneka ragam tanpa pengklasifikasian subtema sejenis.

Kitab "Durratun Nashihin" terbagi dalam beberapa Pengajian yang terdiri atas
Fadlilah-Fadlilah (contoh : Fadlilah Shalat Berjamaah, Fadlilah Birrul Walidain, Fadlilah
Berdzikir, Fadhillah bulan Romadhon, dll) yang didukung ayat-ayat Al Qur'an, sebagai
pedoman dan Hadits sebagai penjelas sekaligus pendukung serta dilengkapi dengan
pendapat para ulama baik yang disadur dari karya kitab-kitabnya dan kisah-kisah yang
relevan yang sesuai dengan pembahasan masing-masing Fadilah.

2. Metode dan Sistematika

Berdasarkan naskah terbitan Darul fikr, Kitab Durratun Nashihin yang ditulis oleh
Imam Al-Khubawy ini hanya tersusun dalam satu jilid dengan 75 majlis (bab). Sistematika
penulisannya yaitu pada awal majlis (bab) dicantumkan sebuah ayat yang terkait dengan
judul atau tema yang ditentukan, tafsir dan penjelasan atas ayat tersebut, dan selanjutnya
ditulis hikayat-hikayat yang korelatif serta hadits-hadits Nabi. Penulis sering kali
mencantumkan kitab rujukan yang digunakan, seperti Misykat al-Anwar, Tanbih al-Ghafilin,
Syarh al-Masyariq, Hayat al-Qulub, dll.

Majlis pertama menerangkan tentang fadhilah Syahr Ramadlan atau mengenai


keutamaan Bulan Ramadhan, disusul dengan bab keutamaan puasa, keutamaan ilmu,
ketentraman hati dengan menyaksikan kekuasaan Allah dan seterusnya yang berakhir
dengan penjelasan tentang keutamaan membaca Surah al-Ikhlas dengan menyertakan
basmalah.

Dalam kitab ini terdapat dua majlis atau bab yang serupa, yakni pada majlis pertama
dan majlis ke empat yang menerangkan tentang keutamaan Bulan ramadlan. Akan tetapi

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

kesamaan keduanya hanya dalam aspek judul, sementara substansi pembahasannya


4
berbeda.

Adapun sistematika lengkap dari kitab adalah sebagai berikut :3

a. Muqaddimah (pendahuluan) Kitab


b. Doa yang dibaca ketika memulai pengajian
c. Doa yang dibaca ketika menutup pengajian
d. Doa yang dibaca ketika selesai mengkaji keseluruhan isi kitab
e. Doa yang dibaca ketika usai makan

1. Penjelasan tentang kutamaan Bulan Ramadlan


2. Penjelasan tentang keutamaan puasa
3. Penjelasan tentang keutamaan Ilmu
4. Penjelasan tentang keutamaan Bulan Ramadlan
5. Penjelasan tentang Ketentraman hati dengan menyaksikan kekuasaan Allah.
6. Penjelasan tentang keutamaan memberi sedekah di jalan Allah
7. Penjelasan tentang celaan memakan riba
8. Tentang keutamaan shalat berjamaah
9. Tentang keutamaan Tauhid
10. Tentang keutamaan Taubat
11. Tentang keutamaan Bulan Rajab yang agung
12. Keutaamaan laki-laki atas perempuan
13. Keutamaan Berbakti terhadap orang tua
14. Keutamaan cinta kepada Allah dan Rasulullah
15. Keutamaan Salam
16. Tentang wafatnya Rasulullah
17. Tentang celaan terhadap orang yang minum khamr
18. Tentang celaan terhadap sifat iri-dengki
19. Tentang turunnya hidangan dari langit karena doa Nabi Isa As

3
Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubawy, Durratun Nashihin (Pustaka al-Aliyah: Semarang, t.th)

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

20. Tentang keutamaan Puasa 6 hari di bulan syawal


5
21. Tentang keutamaan Jahr (jelas) dan khafy (samar) dalam berdoa
22. Tentang Iman
23. Tentang keutamaan meninggalkan larangan Allah
24. Tentang Firman Allah Wa alladzina Yaknizuna adz-dzahaba wa al-Fiddlah
(dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak) dan seterusnya
25. Tentang keutamaan Bulan Rajab
26. Tentang keutamaan bermurah hati
27. Tentang rizki
28. Tentang celaan membantu orang berbuat dzalim
29. Tentang keadaan manusia di hari qiyamat
30. Mauidzah Hasanah
31. Tentang ampunan untuk orang yang bertaubat
32. Tentang berlaku adil dan berbuat baik
33. Tentang peristiwa Mirajnya Rasulullah SAW
34. Tentang keutamaan manusia
35. Tentang keutamaan Shalat Tahajjud
36. Tentang keutamaan para sahabat
37. Tentang celaan terhadap dunia dan ketidakkekalannya
38. Tentang dahsyatnya kematian
39. Tentang orang yang meninggalkan shalat
40. Tentang celaan terhadap orang yang berpaling dari Quran
41. Tentang pedihnya kematian
42. Tentang hari qiyamat
43. Tentang tawadhu (merendahkan diri)
44. Tentang celaan terhadap kemaksiatan dan kedzaliman
45. Tentang dzikir (mengingat Allah) dan tauhid (mengesakan Allah)
46. Tentang keutamaan dzikir
47. Tentang mengkhianati amanat Allah
48. Tentang keutamaan membaca al-Quran al-Karim
49. Tentang siksa orang-orang kafir di neraka jahim
Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy
KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

50. Tentang penyembelihan Nabi Ibrahim akan putranya yang bernama Nabi
6
Ismail AS.
51. Tentang kesabaran Nabi Ayyub AS
52. Tentang Neraka
53. Tentang Surga
54. Tentang Istighfar (permohonan ampun) dari para malaikat untuk kaum
mukmin
55. Tentang keutamaan Istiqamah (pendirian yang teguh)
56. Tentang keutamaan taubat
57. Tentang keutamaan Bulan syaban yang mulia
58. Tentang cinta dan benci karena Allah
59. Tentang permusuhan syaithan
60. Tentang hijrah karena melakukan ketaatan pada Allah
61. Tentang keutamaan malam baraah
62. Tentang hari qiyamat dan hisab-Nya
63. Tentang celaan terhadap orang yang durhaka pada kedua orang tua dan
keutamaan berbakti kepada keduanya
64. Tentang celaan buruk prasangka dan ghibah (menggunjing)
65. Tentang kemujizatan Rasulullah SAW
66. Tentang tangisan/menangis
67. Tentang keutamaan Hari Jumat
68. Tentang Neraka Jahim dan Zabaniyyah
69. Tentang taubat nasuhah
70. Tentang tanda-tanda orang bahagia dan sengsara
71. Tentang keadaan jiwa (hati)
72. Tentang hari raya Idul Fitri
73. Tentang keutamaan tanggal Sepuluh dzul hijjah
74. Tentang keutamaan Lailatul Qadr
75. Tentang keutamaan Qurban dan bacaan takbirnya
76. Tentang Keutamaan membaca surat al-Ikhlas dengan basmalah.

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

Pengarang selalu memulai penjelasan dalam kitabnya dengan menyebutkan nama


7
surat kemudian potongan ayat (dalam beberapa bab tidak disebutkan ayat secara utuh)
tanpa menyertakan keterangan pada ayat berapa kutipan beliau tersebut. Selanjutnya
beliau memberikan keterangan tentang ayat-ayat tersebut (penafsiran), baik penjelasan
dari beliau sendiri ataupun berupa kutipan dari kitab-kitab lainnya serta menyebutkan
sejumlah hadits yang terkait dengan tema yang tengah beliau bahas.

Pada bab yang menjelaskan tentang tangisan. Bab ini diawali dengan sebuah ayat
dari al-Quran, kemudian disusul dengan penjelasan mushannif dan kutipan beliau dari
ulama atau kitab lain, barulah disusul dengan 9 (sembilan) hadits yang tidak kesemuanya
memiliki jalur sanad. Lima dari sembilan hadits tersebut memiliki sanad, sementara empat
yang lainnya hanya disebutkan dengan kata / atau , .

3. Kualitas Hadis

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Dr. Luthfi Fathullah, hadis-hadis dalam Kitab
Durratun Nasihin digolongkan sebagai berikut : 4

STATUS HADIS JUMLAH PERSENTASE


Shahih 204 24,3%
Shahih Lighairihi 12 1,4%
Isnaduhu Shahih 2 0,2%
Hasan 67 8%
Hasan Lighairihi 19 2,2%
Dha'if 180 21,5%
Amat Dha'if 48 5,7%
Palsu 251 30%
Belum dapat dipastikan 56 6,7%
Jumlah 839 100 %

4
Disalin dari Majalah PANJI MASYARAKAT, Kolom AGAMA / PANJI NO. 32 TH III. 24 NOVEMBER 1999.

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

8
Kegunaan hadis-hadis dalam Kitab Durratun Nashihin Sebagai Dalil5

STATUS KEGUNAAN JUMLAH PERSENTASE


Boleh 484 57,7 %
Tidak boleh 336 40,2 %
Tidak dapat dipastikan 18 2,1 %
Jumlah 839 100 %

Secara sederhana, Dr. Luthfi Fathullah berkesimpulan bahwa penyebab dari beragamnya
status hadis-hadis Durratun Nashihin dikarenakan dua alasan:

Pertama : Dari segi kredibilitas penulisnya, keahlian Al-Khubawy dalam ilmu-ilmu


keislaman, khususnya tafsir-hadis, masih diperdebatkan. Ismail Basya, misalnya, penulis
biografi Al-Khubawy, tak pernah memujinya dengan sebutan Al-`Allamah, Asy-Syaikh, atau
Al-Imam. Sementara Umar Ridha Kahhalah memuji Al-Khubawy dengan gelar wa`izh
(pemberi nasihat), mufassir (ahli tafsir), dan muhaddits (ahli hadis). Lutfi menolak julukan
itu, karena Al-Khubawy bukan mufasir dan muhaddits. "Saya setuju julukan wa`izh,
pemberi nasihat. Memang itulah isi Durratun Nashihin sebenarnya," tuturnya seraya
menjelaskan bahwa Durratun Nashihin merupakan satu-satunya karya Al-Khubawy.

Kedua Karena Al-Khubawy bukan muhaddits, wajar jika kandungan Durratun


Nashihin lemah secara metodologi ilmu hadis. Misalnya, seperti ditemukan Lutfi, Al-
Khubawy menukil hadis dari kitab-kitab tak dikenal pengarangnya; tidak menyebut sanad,
baik dari dia sendiri atau dari perawi yang dinukilnya; tidak lazim menyebut perawi hadis
setingkat sahabat; menyebut hadis dengan lafaz-lafaz kitab yang dinukil, bukan kitab asal
yang meriwayatkan hadis dengan sanaDurratun Nashihinya; tidak menjelaskan hadis-hadis
yang dinukilnya dapat dijadikan dalil atau tidak; tidak menilai hadis (hasan, dha`if, dan

5
Disalin dari Majalah PANJI MASYARAKAT, Kolom AGAMA / PANJI NO. 32 TH III. 24 NOVEMBER 1999.

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

seterusnya) atau mengeritiknya; dan tidak menggunakan lafaz penyampaian (qaala,


9
ruwiya, rawaa) sebagai syarat kekuatan hadis yang disebutkan.

Berdasarkan studinya itu, Lutfi menyarankan agar umat Islam --khususnya kiai dan
ulama-- lebih hati-hati dalam menggunakan hadis dan tidak asal sebut. Durratun Nashihin
juga perlu direvisi dengan penjelasan-penjelasan seperlunya. Misalnya ada keterangan
hadis ini shahih, hadis itu palsu, dhaif dan sebagainya. Bisa juga dibuat edisi
mukhtasharnya dengan membuang semua hadis palsu atau yang tak jelas sumbernya.Ini
mendesak dilakukan, mengingat sudah begitu terkenalnya kitab Durratun Nashihin di
masyarakat, sementara kritisisme masyarakat sendiri sangat minim terhadap hadis."Kalau
ini kita biarkan, berarti kita melestarikan kepalsuan-kepalsuan.Dan itu sangat berdosa,"
tegas Lutfi. Dengan begitu, Lutfi sebetulnya sedang berbicara pada dirinya sendiri, atau
dengan sesama ahli hadis lain--yang di Indonesia sangat minim, atau boleh dibilang langka.
Akan lebih baik lagi jika hal serupa dilakukan juga terhadap kitab-kitab lain

4. Contoh
- Majlis tentang berdoa dengan bersuara keras atau lembut6
Surat al-Araf: 55



( ) (
)
,
, ,

:
(:
)

()

6
Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubawy, Durratun Nashihin (Pustaka al-Aliyah: Semarang, t.th)

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

,
10
, . ,
,
:
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut) maksudnya,
sebagai orang yang tunduk dan bersuara keras karena suara yang tidak keras itu
menunjukkan keikhlasan. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas), yang melampaui apa yang dierintahkan kepada mereka dalam berdoa
maupun lainnya. Dengan firman ini Allah memberi peringatan bahwa orang yang berdoa
sepatutnya tidak meminta hal-hal yang tidak pantas umtuk dirinya. Seperti pangkat nabi dan
naik ke langit. Dan ada pula yang mengatakan melampaui batas yang dimaksud adalah
berteriak-teriak dalam berdoa dan memanjang-manjangkannya.
Dari nabi saw: akan ada suatu kaum yang keterlaluan dalam berdoa. Padahal cukuplah
orang yang mengucapkan: ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu surga dan apa
yang mendekatkan kepadanya berupa perkataan ataupun perbuatan.dan aku berlindung
kepada-Mu dari neraka dan apa-apa yang mendekatkan kepadanya berupa perkataan
ataupun perbuatan. Selanjutnya nabi membaca sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas). (Qadhi Baidhowi).
Dan diceritakan bahwasanya ada seorang saleh benar-benar telah sempit hidupnya, karena
tidak mempunyai makanan dan belanja, padahal dia punya seorang istri. Istrinya berkata
pada suaminya itu: berdoalah kepada Allah niscaya Ia melapangkan dunia buat kita. Maka
laki-laki itu pun berdoa, lalu masuklah wanita itu ke dalam rumah, dan dilihatnya sebuah
batu bata dari emas di sudut rumah, lalu diambilnya.
Laki-laki itu berkata, belanjakanlah sekehendakmu. Namun ketika tidur laik-laki itu
bermimpi bahwa ia masuk syurga. Lalu dilihatnya sebuah istana telah berkurang kira-kira
satu bata. Dia bertanya: milik siapakah ini? dijawab: milikmu.
Dia bertanya pula: manakah batu bata disini? Telah kami kirimkan kepadamu.
Maka laki-laki itupun terjaga, lalu berkata pada istrinya: bawa sini batu bata itu.
Batu bata itu di ambil lalu di letakkannya di atas kepala seraya berdoa, kata: Tuhanku,
sesungguhnya aku kembalikan batu bata ini kepada-Mu. Dan Allah Taala pun
mengembalikan batu bata itu ke tempat semula. Dan demikian pula, sabda nabi saw: tidak
Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy
KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

ada seorang pun yang mengambil sesuap dari dunia kecuali Allah taala benar-benar
11
mengambil bagiannya dari akhirat.

C. DURRATUN NASHIHIN DI INDONESIA

Kitab "Durratun Nashihin sudah sejak lama dikaji, dipelajari dan dijadikan literatur
keilmuan di Indonesia. Madrasah, Pondok Pesantren, Perguruan Islam bahkan dewasa ini
masyarakat luas pun membaca dan mempelajarinya, kitab ini juga dijadikan sebagai kitab
bahasan di majlis-majlis ceramah/pengajian.

Seorang orientalis Belanda bernama Martin Van Bruinessen mengatakan bahwa


Durratun Nashihin kerap dijadikan rujukan di masjid-masjid, musala, sekolah, dan
terutama pesantren-pesantren di Sumatera, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Madura. Durratun Nashihin pun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Bahkan menurut Luthfi, sudah ada tujuh versi terjemahan Durratun Nashihin
berbahasa Indonesia, dengan penerjemah dan penerbit yang berbeda-beda. Pertama kali
diterjemahkan H. Salim Bahreisy, diterbitkan Balai Buku, Surabaya (1978).

Pengkajian Durratun Nashin juga banyak dilakukan di pondok-pondok pesantren


yang kental akan tradisi tasawuf. Sebagian besar pondok tersebut biasanya
mengkhususkan kitab ini untuk dikaji pada bulan Ramadhan, walaupun ada juga pesantren
yang mengkajinya rutin sepanjang tahun.

D. PENUTUP DAN KESIMPULAN

Durratun Nashihin merupakan sebuah kitab bergenre tasawuf karangan Utsman bin
Hasan bin Ahmad Ar-Rasyid Al-Khubawy yang berisikan nasehat-nasehat tentang agama.
Kitab ini menggunakan beragam macam sumber, mulai dari al-Quran, al-Hadits, kisah-kisah
sufi dll, dalam menyusun nasehat-nasehat yang dikandungnya. Terkait dengan hadis-hadis
Durratun Nashihin, banyak ditemukan kekurangan yang menyebabkan kualitas hadis-hadis
tersebut dinilai tidak terlalu baik secara akademik. Hal ini tidak lepas dari metode dan
kualitas keilmuwan hadis sang pengarang sendiri yang masih perlu dikritisi.

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy


KITAB DURRATUN NASIHIN DAN PENGKAJIANNYA DI INDONESIA

Durratun Nashihin memiliki tempat yang cukup nyaman di hati umat islam
12
Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari cukup luas dan banyaknya daerah yang mengkaji kitab
tersebut. Berbagai kalangan mulai dari orang biasa, pelajar hingga para santri ikut serta
menyemarakkan kajian atas Durratun Nashihin. Sebagai sebuah kitab tasawuf, Durratun
Nashihin adalah kitap yang cukup popular bagi para penggemar tasawuf di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khubawy, Ustman bin Hasan bin Ahmad Syakir Durrah Al-Nashihin. Pustaka al-Aliyah:
Semarang, t.th.
Majalah PANJI MASYARAKAT, Kolom AGAMA / PANJI NO. 32 TH III. 24 NOVEMBER 1999.

Majalah as Sunnah Vol.7 Edisi 11/Thn XIV/Rabiul Tsani 1432H/Maret 2011M.


http://almanhaj.or.id/content/1879/slash/0 diakses pada tanggal 27 Mei 2012

Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubawy

Anda mungkin juga menyukai