Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN POST SC A/I PRESBO

RUANG ANGGREK RSUP DR. SOERDJI TIRTONEGORO

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Praktik Klinik Keperawatan Stase


Maternitas
D-IV Keperawatan Semester V

Dosen Pembimbing : Sari Candra Dewi, SKM., M.Kep

Disusun oleh:

Andri Susilowati P07120213005

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S DENGAN POST SC A/I PRESBO

RUANG ANGGREK RSUP DR. SOERDJI TIRTONEGORO

Disahkan pada
Hari :
Tanggal :
Tempat:

Mengetahui,
Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

Sari Candra Dewi, SKM., M.Kep Yustina A, S.Kep., Ns

BAB I

TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono,
2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat
badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

B. Jenis-jenis Sectio Caesaria


1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus
tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri
sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda.
Insisi memanjang pada segmen atas uterus.

3. Sectio cacaria ekstra peritoneal


Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan
terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan.
Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin
berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat

C. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.

2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002)

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
6. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin
adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu
akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak
yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002)

F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging (MRI)


Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan
serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah

H. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam
setelah operasi
c. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
d. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
e. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler)
f. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
1) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
(k/p)
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan
f. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.

I. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas dibagi menjadi :
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia
uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi
klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
pasien operasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit
yang sama (Plasenta previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga
pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan kira-kira 600-800 ml.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih, efek - efek anesthesia, nyeri
tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan
utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran
lokhea sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan
(section caesarea)
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan
sirkulasi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi.
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan
e. Perubahan eliminasi urin b/d trauma atau diversi mekanisme efek-
efek hormonal/anastesi

f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi b/d kurang


pemajanan informasi , tidak mengenal sumber-sumber

3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol
Kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80
mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
4) Wajah tidak tampak meringis
5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas
sesuai kemampuan
Intervensi :
a) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
b) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan
(misalnya wajah meringis)
c) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
(beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)
d) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi,
latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)
e) Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
f) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil: klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
b) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan
kondisi tubuh umum
c) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari.
d) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai
dengan kemampuan/kondisi klien
e) Evaluasi perkembangan kemampuan klien
melakukan aktivitas

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma


jaringan / luka bekas operasi (SC)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan klien tidak mengalami infeksi
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor,
tumor, fungsio laesea)
2) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,5 0 C,
frekuensi nadi = 60 -100x/ menit)
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi :
a) Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
b) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
fungsio laesa)
c) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
d) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan.
Lepaskan balutan sesuai indikasi
e) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum
/ sesudah menyentuh luka
f) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan
laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
g) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan
h) Anjurkan intake nutrisi yang cukup
i) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


akibat tindakan anestesi dan pembedahan
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan ibu dapat memenuhi ADLnya dengan mandiri
Kriteria hasil:
1) Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
2) Kebutuhan ADL terpenuhi
Intervensi :
a) Bimbing dan demonstrasikan pada ibu tentang bagaimana
cara melakukan perawatan diri
Rasional : Bimbingan dan demonstrasi yang benar dapat
memberi contoh bagi ibu untuk dapat melakukannya dengan
baik bila telah pulang dari rumah sakit
b) Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan (misalnya :
perawatan mulut, mandi dan vulva hygiene)
Rasional : Bantuan tindakan dapat membantu ibu dalam
memenuhi perawatan dirinya yang tidak mampu dilakukan
secara mandiri

e. Perubahan eliminasi urin b/d trauma atau diversi


mekanisme efek-efek hormonal/anastesi
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola eliminasi urine ibu kembali normal
Kriteria hasil: Ibu tidak takut berkemih
Intervensi :
a) Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi
drainase urine
Rasional : Untuk memperlancar proses perkemihan
b) Anjurkan ibu untuk berkemih tiap 4-6 jam apabila
memungkinkan
Rasional : Untuk melatih otot – otot kandung kemih

f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi


berhubungan dengan kurang pemajanan informasi , tidak mengenal
sumber-sumber
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pengetahuan pasien bertambah akan kondisi yang
dialaminya sekarang
Kriteria hasil: Pasien menyatakan paham akan perubahan yang
terjadi terhadap kondisinya
Intervensi :
a) Kaji pengetahuan ibu tentang cara perawatan pasca bedah
sectio caesarea
Rasional : Untuk memudahkan dalam pemberian informasi
selanjutnya
b) Beri bimbingan dan demonstrasikan perawatan payudara
serta cara memberi ASI yang benar
Rasional : Dengan belajar dan latihan, ibu akan mengetahui
cara perawatan pasca bedah
c) Jelaskan hal – hal yang perlu dilaporkan kepada dokter atau
perawat setelah melahirkan
Rasional : Untuk menangani masalah yang dihadapi ibu secara
dini dan menghindari kepanikan terhadap perubahan kondisi
pasien
d) Jelaskan program pengobatan yang didapat pasien selama
ini, meliputi nama obat, dosis, waktu, cara pemberian, tujuan
dan efek samping dan program lain yang berhubungan dengan
pasien seperti jadwal perawatan luka, jadwal control
Rasional : Agar pasien lebih kooperatif dalam memberikan
tindakan keperawatan pada dirinya
DAFTAR PUSTAKA

Doenges. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Gulardi, Wiknjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : YBP-SP

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana. Jakarta : EGC

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC.


Yogyakarta : mocaMedia

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai