Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN STEMI

A. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
ST elevasi (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari
spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA
tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya.
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST
Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard
berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak.
Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran
darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi
pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009). STEMI (ST Elevasi
Myocard Infarction)merupakan bagian dari sindrom koroner akut yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner
yang tiba-tiba.

B. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid, selain itu penyebab dari STEMI antara lain : Penyempitan arteri koroner
nonsklerolik, penyempitan aterorosklerotik, trombus, plak aterosklerotik, lambatnya
aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak, peningkatan kebutuhan oksigen
miokardium, penurunan darah koroner melalui yang menyempit, penyempitan arteri oleh
perlambatan jantung selama tidur, spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24
jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari

3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan
simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian
ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri.
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas.
2= nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas,
mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya.

D. PATOFISIOLOGI
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakitaterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dindingarteri. Lama-kelamaan plak ini
terus tumbuh ke dalam lumen, sehinggadiameter lumen menyempit. Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah kedistal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitustipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkandisfungsi dan aktivasi
endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atasmenimbulkan injury bagi sel endotel.
Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul
vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-
proliferasi. Sebaliknya,disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor,
endotelin-1,dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan
sel(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.Di sini makrofag
berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasikolesterol LDL. Sel makrofag
yang terpajan dengan kolesterol LDLteroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombositmenyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam
tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi
ateromamatur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari
lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasarmenyebabkan
terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisanfibrosa atau perdarahan
yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri(Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaanobstruksi, menurunkan
aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasiklinis infark miokard. Lokasi
obstruksi berpengaruh terhadap kuantitasiskemia miokard dan keparahan manifestasi
klinis penyakit. Oleh sebab itu,obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringanmiokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantungmenyebabkan iskemia
yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemiayang disebabkan oklusi total atau
subtotal arteri koroner berhubungan dengankegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak danglukosa menjadi karbon
dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat
dioksidasi, glukosa diubah menjadi asamlaktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membransel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan
kebocoran kanal K+ danambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbanganantara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan
miokardyang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia
yangireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arterikoroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan perlahan
dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut
dapat terbentuk pembuluh darahkolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika
arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005). Non STEMI merupakan tipe infark
miokard tanpa elevasi segmen STyang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi
dan ruptur plak. Erosi danruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhanoksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya
tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial(nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat yaitu
dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam.Semua otot jantung yang terlibat
mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi
hanya di sebagian miokarddan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu
berbeda-beda(Selwyn, 2005).

E. PATHWAY

F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam.
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti: sesak, udema, nyeri dada.
c. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota
keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta
riwayat penyakit lainnya seperti: Darah tinggi, Diabetes, Penyakit jantung
d. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
Riwayat asma, Diabetes, Stroke, Gastritis, Alergi.
2. Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret
2) Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
3. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum:
 Kesadaran:
 TTV: Nadi, Napas, Suhu, Tekanan darah.
a) Mata: Pupil; Ukuran pupil; Refleks pupil; Konjungtiva.
b) Hidung:
1) Deformitas (kelainan bentuk)
2) sekret
3) septum nasal
4) pernapasan cuping hidung
c) Mulut: deformitas, stomatitis, caries dentis.
d) Telinga: Deformitas, serumen
e) Kepala: Deformitas, Warna rambut, Kekuatan rambut, Nyeri tekan sinus.
f) Leher: Letak trakea, kelenjar limfe, nadi karotis, vena jugalar, kelenjar limfe
g) Kulit: Warna, Elastisitas.
h) Thorax:
Inspeksi: kesimetrisan
Palpasi: nyeri tekan
Perkusi: bunyi
Auskultasi:
i) Paru: Kesimetrisan, bunyi napas vesikuler.
j) Jantung: letak jantung
k) Abdomen: kesimetrisan, nyeri tekan, massa.
b. Pemeriksaan penunjang :
1) Pemeriksaan Laboratorium :
 Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
 Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
2) Elektrokardiografi: Detak jantung.
Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.

b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan

keluhan nyeri dada.

c. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ

ditandai dengan edema.

d. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi

masukan nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan

berat badan.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .

f. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan

ketakutan, gelisah dan perilaku takut.

5. Intervensi
a. Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.
Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil:

1) Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.

2) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.

3) Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu

3 hari.

Intervensi:

1) Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan

skala nyeri 0 (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan,

seperti mual dan diaporesis.

2) Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat

karena randsang simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung

menurun.

3) Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas

pengurangan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval

waktu danri pemberian sampai penghilangan nyeri.

4) Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.

5) Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat,

sulit miksi.

6) Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.

7) Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)

b. Intervensi untuk diagnosa gangguan keseimbangan elektrolit.

Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan TD

dalam batas normal.

Kriteria hasil:
1) Tidak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen

2) Paru bersih dan berat badan stabil.

Intervensi:

1) Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.

2) Catat DVJ, adanya edema dependen.

3) Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi.

Hitung keseimbangan cairan.

4) Timbang berat badan tiap hari.

5) Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi

kardiovaskuler.

6) Berikan diet natrium rendah/minuman.

7) Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline):

spironolakton dengan hidronolakton (Aldactone).

8) Pantau kalium sesuai indikasi.

b. Intervensi dari perubahan pola nutrisi:

Tujuan: Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien.

Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu 1

minggu.

Intervensi:

1) Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat

energy; kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk

makan/anoreksia.

2) Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat

penerimaan.
3) Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori

dengan tepat.

4) Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk

pemeriksaan keseimbangan nitrogen.

5) Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control

infuse sesuai kebutuhan. Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran.

Jangan meningkatkan kecepatan untuk “mencapai”.

6) Ketahui kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.

7) Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik relaksasi.

c. Intervensi dari intoleransi aktivitas:

Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu

selama pemberian obat.

Intervensi:

1) Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk

merentang aktivitas dan yang diprogramkan.

2) Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD

menurun, ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.

3) Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang

paru setiap dua jam terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan

dengan gagal jantung.

4) Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan

penurunan amplitude, yang merupakan sinyal gagal jantung.

5) Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.


6) Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung

pasien dalam mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-

barang milik pribadi dalam jangkauan, member situasi yang tenang, dan batasi

pengunjung untuk memastikan periode istirahat tanpa gangguan.

7) Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.

8) Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti

ditentukan oleh toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan

dokter tentang tipe dan jumlah latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan

bila kondisi pasien membaik.

9) Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur toleransi

latihan.

10) Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan

aktivitas yang sesuai.

d. Intervensi untuk diagnosa ansietas

Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.

Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.

Intervensi:

1) Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong

mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut

dll.

2) Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program

medis.

3) Mempertahankan kepercayaan.
4) Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan

tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.

5) Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan.

Hindari konfrontasi.

6) Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan

aktivitas yang di harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab

semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai

indikasi.

7) Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan

seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.

8) Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang,

dengan tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.

9) Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk

penyelesaian.

10) Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.

11) Dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam

rencana pengobatan.

12) Dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2005. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.Jakarta:EGC.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Kowalak, Welsh.2006. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Price Silvia A, Wihern L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta:EGC.

Ramrakha, P. Hill, J. 2006. Oxford Handbook of Cardiology : Coronary Artery Disease. 1st
ed. USA : Oxford University Press.

Selwyn, A.P, Braunwald E. 2006. Ischemic Heart Disease. In : Kasper, D.L, Fauci, A.S,
Longo, D.L, Braunwald E, Hauser, S.L, Jameson, J.L, eds. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 16 th ed, USA : McGraw-Hill.

Reeves, Charlene J., dkk. 2006. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai