Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua adalah proses sepanjang hidup, tidak hanya

dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi sejak permulaan kehidupan. Menua

merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupannya, yaitu masa kanak-kanak, dewasa dan tua (Nugroho, 2012).

Usia lanjut merupakan suatu kelompok penduduk yang berusia 60 tahun

keatas. Pada usia lanjut akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya.

Berdasarkan hasil Susenas yang dilakukan oleh BPS RI (Badan Pusat Statistik

Republik Indonesia) tahun 2012, populasi usia lanjut di Indonesia adalah 7,56%

dari total jumlah penduduk.

World Health Organization/WHO (2011) menggolongkan lansia

berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan

(middle age) antar usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60

sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua

(very old) di atas 90 tahun (WHO, 2011).

Peningkatan jumlah penduduk pada lansia ini memiliki dampak yang

positif maupun negatif bagi kehidupan lansia. Penigkatan jumlah penduduk lansia

mengindikasikan adanya keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan

terutama disebabkan meningkatnya angka harapan hidup yang berarti akan

meningkatkan jumlah penduduk lansia (Profil penduduk, 2010). Di sisi lain


peningkatan jumlah penduduk lanjut usia ini akan memberikan banyak

konsekuensi bagi kehidupannya. Konsekuensi tersebut dapat menyangkut masalah

kesehatan, ekonomi serta sosial budaya yang cukup dari pola penyakit

sehubungan dengan proses penuaan, seperti penyakit degeneratif, penyakit

metabolik dan gangguan psikososial (Darmojo, 2009).

Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2009 tercatat sebesar ± 19 juta jiwa

dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Jumlah lansia pada tahun 2010 mengalami

peningkatan menjadi 24 juta jiwa, tahun 2011 jumlah lansia mengalami

penurunan sebanyak 20 juta jiwa dan tahun 2020 diperkirakan mengalami

peningkatan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71 tahun (Depkes,

2012).

Jumlah penduduk lansia di Provinsi Aceh dengan kisaran umur 60 tahun

atau lebih pada tahun 2011 tercatat 270,000 lansia, kemudian meningkat pada

tahun 2012 menjadi 285,476 lansia (BPS, 2012). Jumlah penduduk lansia dengan

usia 60 tahun atau lebih di Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2011 tercatat 31,566

lansia, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 33,300 lansia dan pada

tahun 2014 menjadi 47,123 lansia. Jumlah lansia di Kota Lhokseumawe terus

meningkat dari 5,3 ribu jiwa (2010) menjadi 14,4 ribu jiwa (2012) (Profil

Kesehatan Provinsi Aceh, 2014).

Perubahan pada lansia dapat disebabkan banyak faktor. Berikut

merupakan faktor-faktor yang berpengaruh. Gaya hidup juga merupakan salah

satu faktornya, contoh paling umum seperti merokok, konsumsi makanan cepat

saji, makanan tinggi lemak dan kurang menjalankan pola hidup sehat. Gaya hidup
ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor

resiko dari berbagai penyakit (Fatmah, 2010).

Pada lansia menurut Fatmah, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak

menurun, sedangkan kebutuhan protein, vitamin dan mineral meningkat. terdapat

anjuran untuk mengurangi jumah makanan yang dimakan, akan tetapi mutu

makanan lebih tinggi. Hal ini diakibatkan adanya perubahan metabolisme

makanan dan penurunan kegiatan makanan. Menurut Arisman (2010)

menunjukkan bahwa presentase asupan energi yang dibutuhkan lansia adalah

sebagai berikut : 55-60% karbohidrat, 20-25% protein dan 20-25% lemak.

Konsumsi karbohidrat harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Apabila

konsumsi melebihi dari yang dibutuhkan, maka energi akan disimpan di dalam

tubuh berupa timbunan-timbunan lemak, sehingga berat badan pun meningkat.

Mini Nutritional Assessment (MNA) merupakan alat skining yang telah

divalidasi secara khusus untuk lansia, memiliki sensififitas, dapat diandalkan,

secara luas dapat digunakan sebagai metode skrining dan telah direkomendasikan

oleh organisasi ilmiah dan klinis baik nasional maupun internasional.

Mini Nutritional Assessment selain mudah digunakan, tidak mahal,

memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 98%. Kelebihan lain MNA adalah dapat

mendeteksi orang usia lanjut dengan risiko malnutrisi sebelum tampak perubahan

bermakna pada berat badan dan serum protein (Susanti, 2009). Namun

penggunaan MNA untuk menilai status gizi masih jarang dilakukan. MNA dapat

mendeteksi risiko malnutrisi pada usia lanjut yang bermanfaat untuk intervensi

awal.
Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat Almatsier . Status gizi seseorang dapat

ditentukan oleh beberapa pemeriksaan gizi. Pemeriksaan aktual gizi yang

memberikan data paling meyakinkan tentang keadaan aktual gizi seseorang. Bagi

lansia, pengukuran dan penentuan status gizi pada lansia adalah dengan

menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Mini Nutritional Assessment

(MNA).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Perbandingan rerata skor MNA Lansia antara daerah

perkotaan dan pedesaan.

1.2 Rumusan Masalah

Jumlah lansia di Indonesia dan Aceh setiap tahunnya mengalami

peningkatan. Sehingga membutuhkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat

karena dapat mengakibatkan meningkatnya masalah kesehatan pada lansia, salah

satunya adalah masalah gizi. Mini Nutritional Assessment (MNA) merupakan

salah satu alat ukur yang digunakan untuk men screening status gizi pada lansia.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah seorang lansia mempunyai resiko

mengalami malnutrisi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin

mengetahui bagaimana perbandingan rerata skor MNA pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai

  • Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Dokumen38 halaman
    Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Refarat
    BAB 1 Refarat
    Dokumen2 halaman
    BAB 1 Refarat
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • LAPKAS Radiologi
    LAPKAS Radiologi
    Dokumen6 halaman
    LAPKAS Radiologi
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen15 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen1 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Vertigo
    Vertigo
    Dokumen30 halaman
    Vertigo
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen2 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    Dokumen18 halaman
    LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    Garry
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen51 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen30 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Rahmat Snd
    Belum ada peringkat
  • Mitigasi Manajemen Bencana
    Mitigasi Manajemen Bencana
    Dokumen25 halaman
    Mitigasi Manajemen Bencana
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Dokumen13 halaman
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    Belum ada peringkat
  • Fitofarmaka
    Fitofarmaka
    Dokumen26 halaman
    Fitofarmaka
    DebyAntatifaniRitonga
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Dokumen13 halaman
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen4 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen2 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Tinjauan Pustaka
    Bab 3 Tinjauan Pustaka
    Dokumen15 halaman
    Bab 3 Tinjauan Pustaka
    ameliaintansaputri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen15 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen13 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Dokumen13 halaman
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Dokumen3 halaman
    Bab 1 Pendahuluan
    ameliaintansaputri
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • PSMBB
    PSMBB
    Dokumen21 halaman
    PSMBB
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen1 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Disentri Basiler
    Disentri Basiler
    Dokumen2 halaman
    Disentri Basiler
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat