Anda di halaman 1dari 15

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa

saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan atau usus besar.

Gastroenteritis ditandai dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan

kadang disertai demam dan nyeri abdomen (Beers H. et. al, 2003). Sekiranya tidak

ditangani segera dapat mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan

keseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan kematian terutama pada

anak. Kebanyakan kasus gastroenteritis bersifat infeksius, namun dapat juga

terjadi akibat konsumsi obat-obatan dan bahan-bahan toksik. Penularan

gastroenteritis dapat melalui rute fekal-oral dari orang ke orang atau melalui air

dan makanan yang terkontaminasi (Chow et al, 2010).

Menurut Depkes RI (2005), diare didefinisikan sebagai bertambahnya

defekasi (buang air besar) lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah maupun lendir.Diare akut

diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau

bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan dan berlangsung tidak lebih dari dua

minggu (14 hari). Apabila diare berlangsung lebih dari 14 hari maka hal tersebut

dikatakan sebagai diare kronik (Simadibrata K et al, 2009).

16
17

3.2 Epidemiologi

Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit yang sangat sering

ditemui. Penyakit ini lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak di negara

berkembang lebih beresiko baik dari segi morbiditas maupun mortalitasnya.

Penyakit ini mengenai ratusan juta anak setiap tahun dan menyebabkan sekitar

1,5-2,5 juta kematian per tahun atau merupakan 12 % dari seluruh penyebab

kematian pada anak-anak pada usia di bawah 5 tahun (Chow et al, 2010).

Pada orang dewasa, diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis akut terjadi

setiap tahun, dengan angka rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000 mengalami

kematian (Al-Thani et al, 2013).

Secara umum , negara berkembang memiliki angka rawat inap yang lebih

tinggi dibandingkan dengan negara maju. Ini dimungkinkan berdasarkan fakta

bahwa anak-anak di negara maju memiliki status gizi dan layanan kesehatan

primer yang lebih baik (Chow et al, 2010).

Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133

orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24

Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR

1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah

penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama

kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun

di sarana kesehatan. Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh

penyebab infeksi tertentu masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak


18

pada pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka

kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,92% (Kemenkes RI, 2012).

3.3 Etiologi

Penyakit gastroenteritis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor infeksi

 Virus

Sejak tahun 1940-an, virus sudah dicurigai sebagai penyebab penting dari

gastroenteritis. Tetapi peranannya belum jelas sampai Kapikian mengidentifikasi

adanya virus (Norwalk virus) pada feses sebagai penyebab gastroenteritis. Satu

tahun kemudian, Bishop mengobservasi keberadaan rotavirus pada mukosa usus

anak dengan gastroenteritis, dan pada tahun 1975, astrovirus dan adenovirus

diidentifikasi pada feses anak yang mengalami diare akut. Sejak saat itu, jumlah

virus yang dihubungkan dengan gastroenteritis akut semakin meningkat

(Wilhelmi et al, 2003).

Beberapa virus yang sering menyebabkan gastroenteritis adalah :

Rotavirus

Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang parah

pada anak-anak di Amerika Serikat (Tucker et al, 1998).

Hampir semua anak pernah terinfeksi virus ini pada usia 3-5 tahun

(Parashar dan Glass, 2012). Virus ini tercatat menyebabkan sekitar 1/3 kasus diare

yang dirawat inap dan menyebabkan 500.000 kematian di dunia setiap tahun

(WGO guideline, 2012).


19

Infeksi pada orang dewasa biasanya bersifat subklinis. Pada tahun 1973,

Bishop dan rekannya melihat dengan mikroskop elektron, pada epitel duodenum

anak yang mengalami diare, adanya virus berukuran 70 nm yang kemudian

dikenal sebagai rotavirus (dalam bahasa Latin , rota = wheel) karena tampilannya

(Parashar et al, 1998).

Enterik adenovirus

Virus ini menyebabkan 2-12% episode diare pada anak (Parashar dan

Glass, 2012).

Human adenovirus merupakan anggota keluarga Adenoviridae dan

merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral

simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan

Siadenovirus. Pada waktu kini terdapat 51 tipe antigen human adenovirus yang

telah diketahui. Virus ini diklasifikasikan ke dalam enam grup (A-F) berdasarkan

sifat fisik, kimia dan kandungan biologis mereka (WHO, 2004).

Serotipe enterik yang paling sering berhubungan dengan gastroenteritis

adalah adenovirus 40 dan 41, yang termasuk dalam subgenus F. Lebih jarang lagi,

serotipe 31, 12 dan 18 dari subgenus A dan serotipe 1, 2, 5 dan 6 dari subgenus C

juga terlibat sebagai penyebab diare akut sama dengan gastroenteritis yang

disebabkan oleh rotavirus, lesi yang dihasilkan oleh serotipe 40 dan 41 pada

enterosit menyebabkan atrofi vili dan hiperplasia kripta sebagai respon

kompensasi, dengan akibat malabsorbsi dan kehilangan cairan (Wilhelmi et al,

2003).

2. Campylobacter
20

Campylobacter memanfaatkan mobilitas dan kemotaksis untuk menelusuri

permukaan epitel saluran cerna, tampak menghasilkan adhesin dan sitotoksin dan

memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada makrofag, monosit dan sel epitel

tetapi terutama dalam vakuola (Harper & Fleisher, 2010).

3. E. coli

E. coli terdapat sebagai komensal dalam usus manusia mulai dari lahir

sampai meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya , tetapi beberapa jenis

dapat menyebabkan gastroenteritis (Noerasid & Asnil, 1988).

E. coli yang dapat menyebabkan diare dibagi dalam tiga golongan, yaitu:

• Enteropathogenic (EPEC) : tipe klasik

• Enterotoxigenic (ETEC)

• Enteroinvasive (EIEC)

4. Parasit dan protozoa

Giardia lamblia adalah infeksi protozoa yang paling sering menyebabkan

gastroenteritis. Protozoa yang lain mencakup Cryptosporidium dan Entamoeba

hystolitica.

5. lamblia

Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan melalui jalur

fekal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi feses. Setelah ditelan

dalam bentuk kista eksitasi melepaskan organisme di bagian atas usus halus.

Giardia kemudian melekat pada permukaan membran brush border enterosit.

Bakteri ini menyebabkan lesi sehingga terjadi defisiensi laktosa dan malabsorbsi

6. Cryptosporidium
21

Organisme ini ditransmisikan melalui berbagai cara yang mencakup fekal-

oral, tangan ke mulut, dan orang ke orang melalui makanan, air, atau hewan

peliharaan yang terkontaminasi terutama kucing.

7. Entamoeba histolytica

Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Infeksi protozoa ini

dimulai dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi terjadi pada kolon

kemudian dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang selanjutnya menginvasi

mukosa mengakibatkan peradangan dan ulserasi mukosa.

8. Faktor makanan

a. Malabsorbsi

1. Malabsorbsi karbohidrat

2. Malabsorbsi lemak : terutama Long Chain Triglyceride

3. Malabsorbsi protein : asam amino, B laktoglobulin

4. Malabsorbsi vitamin dan mineral

(Noerasid dan Asnil, 1988)

b. Keracunan makanan

Makanan yang beracun (mengandung toksin bakteri) merupakan

salah satu penyebab terjadinya diare. Ketika enterotoksin terdapat pada

makanan yang dimakan, masa inkubasi sekitar satu sampai enam jam. Ada

dua bakteri yang sering menyebabkan keracunan makanan yang

disebabkan adanya toksin yaitu:

1. Staphylococcus
22

Hampir selalu S. Aureus, bakteri ini menghasilkan enterotoksin

yang tahan panas. Kebanyakan pasien mengalami mual dan muntah yang

berat.

2. Bacillus cereus

3.4 Faktor resiko

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya diare akut pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut

(Chow et al, 2010) :

1. Baru saja bepergian ke daerah tropis, negara berkembang, kelompok

perdamaian dan sering berkemah.

2. Makanan atau keadaaan makanan yang tidak biasa : makanan laut dan shell

fish, terutama yang mentah, restoran fast food, tempat piknik.

3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko infeksi

HIV/AIDS.

4. Baru saja menggunakan obat anti mikroba pada institusi kejiwaan dan

rumah sakit.

3.5 Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya, maka penyebab diare dibagi menjadi :

a. Diare sekresi yaitu yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, kuman patogen dan

apatogen, hiperperistaltik usus halus akibat bahan kimia atau makanan, gangguan
23

psikis, gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan defisiensi imun terutama IgA

sekretorik.

b. Diare osmotik yaitu yang dapat disebabkan oleh malabsorpsi makanan,

kekurangan kalori protein (KKP), atau bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru

lahir.

Diare disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa. Spesies tertentu bakteri

menghasilkan toksin yang mengganggu absorbsi usus dan dapat menimbulkan

sekresi berlebihan air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul

diare, karena terjadi peningkatan isi rongga usus. Akibat terdapatnya zat-zat

makanan yang tidak dapat diserap menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di

dalam usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam

rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare. Gangguan motalitas usus seperti

hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan sehingga timbul diare dan sebaliknya jika peristaltik usus

menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan sehingga menyebabkan

diare (Sacharin, RM).

Pada diare akan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan keseimbangan

asam-basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa pernafasan Kussmaul,

hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi (Marmi, 2012).


24

3.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah

satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%),

muntah(81%) atau diare(89%), dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang

paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang

sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau

perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala

pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan

sekitar 10% (Bresee et al, 2012).

Beberapa gejala klinis yang sering ditemui adalah :

1. Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya

lebih dari 200 gram atau 200 ml dalam 24 jam (Simadibrata K et al, 2009).

Pada kasus gastroenteritis diare secara umum terjadi karena adanya

peningkatan sekresi air dan elektrolit.

2. Mual dan Muntah

Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung

melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya

muntah. Lokasinya terletak pada formasio retikularis lateral medulla oblongata

yang berdekatan dengan pusat-pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor,

dan fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya
25

muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan langsung ke pusat muntah ataupun

melalui chemoreceptor trigger zone (chow et al, 2010).

3. Nyeri perut

Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut banyak

jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut yang timbul ada

hubungannnya dengan makanan, apakah timbulnya terus menerus, adakah

penjalaran ke tempat lain, bagaimana sifat nyerinya dan lain-lain. Lokasi dan

kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda, misalnya pada lambung dan

duodenum akan timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat

pada garis tengah epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri di sekitar

umbilikus yang mungkin sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila

rangsangannya sampai berat. Bila pada usus besar maka nyeri yang timbul

disebabkan kelainan pada kolon jarang bertempat di perut bawah. Kelainan pada

rektum biasanya akan terasa nyeri sampai daerah sakral(Dinarello dan Porat,

2012).

4. Demam

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari

yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) di

hipotalamus temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron baik di

preoptik anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima dua jenis

sinyal, satu dari saraf perifer yang mengirim informasi dari reseptor hangat/dingin

di kulit dan yang lain dari temperatur darah. Kedua sinyal ini diintegrasikan oleh

thermoregulatory center di hipotalamus yang mempertahankan temperatur


26

normal. Pada lingkungan dengan subuh netral, metabolic rate manusia

menghasilkan panas yang lebih banyak dari kebutuhan kita untuk

mempertahankan suhu inti yaitu dalam batas 36,5-37,5ºC (Dinarello & Porat,

2012).

3.7 Penegakan Diagnosa

Anamnesa

Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu mual,

muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau

berdarah tergantung bakteri yang menyebabkan (Simadibrata K et al, 2009).

Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba konsistensi

tinja menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-tiba. Pada anak

biasanya diare berlangsung selama 5-7 hari dan kebanyakan berhenti dalam 2

minggu. Muntah biasanya berlangsung selama 1-2 hari, dan kebanyakan berhenti

dalam 3 hari tanyakan :

1. Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami diare akut dan/atau

muntah

2. Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui (mungkin dari

makanan atau air yang terkontaminasi)

3. Perjalanan atau bepergian

Pemeriksaan fisik

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna

dalam menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan menilai


27

perubahan pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas.

Pemeriksaan abdomen yang seksama juga merupakan hal yang penting dilakukan

(Simadibrata K et al., 2009).

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap berbagai antibiotika, pH dan

kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.

b. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup pemeriksaan darah lengkap,

pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali, pemeriksaan kadar ureum.

3.8 Komplikasi

1. Dehidrasi

Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita

gastroenteritis.

Penentuan derajat dehidrasi :

Klasifikasi Dehidrasi Manifestasi


Tanpa Dehidrasi Anak dalam keadaan baik
Mata tidak cekung
Minum biasa, tidak haus
Elastisitas kulit kembali cepat setelah di
cubit

Dehidrasi Ringan / Sedang Anak tampak gelisah, rewel


Mata cekung
Tampak haus
Elastisitas kulit kembali lambat sesudah
28

di cubit

Dehidrasi Berat Anak tampak lesu, tidak sadar


Mata cekung
Malas minum, tidak bisa minum
Elastisitas kulit kembali sangat lambat
sesudah di cubit

Tabel 3.1 Klasifikasi dehidrasi (Yeo, 2014).

2. Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis)

Metabolik asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat

bersama tinja, adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna

sehingga terjadi penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan asam laktat,

produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan

oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan

ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan.

Pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan Kuszmaull

(Noerasid, Suraatmadja dan Asnil, 1988).

3. Hipoglikemia

Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,

berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi gangguan

sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang

dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan


29

dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditangani penderita dapat

meninggal.

3.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan WGO

Guideline (2012), yaitu :

1. Melakukan penilaian awal

2. Tangani dehidrasi

3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi

menggunakan cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat sendiri atau

larutan oralit.

4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit, dan

pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai

5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral

6. Atasi gejala-gejala lain

7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis

8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik

3.10 Pencegahan

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis

dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian

vaksin rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit
30

ini. Selain itu hal lain yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan

kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan

mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan

merupakan salah satu sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis

(WGO, 2012).

Anda mungkin juga menyukai

  • Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Dokumen38 halaman
    Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Refarat
    BAB 1 Refarat
    Dokumen2 halaman
    BAB 1 Refarat
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • LAPKAS Radiologi
    LAPKAS Radiologi
    Dokumen6 halaman
    LAPKAS Radiologi
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Dokumen13 halaman
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen1 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen51 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen2 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    Dokumen18 halaman
    LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    Garry
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen30 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Mitigasi Manajemen Bencana
    Mitigasi Manajemen Bencana
    Dokumen25 halaman
    Mitigasi Manajemen Bencana
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Rahmat Snd
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen4 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Fitofarmaka
    Fitofarmaka
    Dokumen26 halaman
    Fitofarmaka
    DebyAntatifaniRitonga
    Belum ada peringkat
  • Vertigo
    Vertigo
    Dokumen30 halaman
    Vertigo
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Dokumen13 halaman
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen2 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Tinjauan Pustaka
    Bab 3 Tinjauan Pustaka
    Dokumen15 halaman
    Bab 3 Tinjauan Pustaka
    ameliaintansaputri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen15 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen13 halaman
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Dokumen13 halaman
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Dokumen3 halaman
    Bab 1 Pendahuluan
    ameliaintansaputri
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • PSMBB
    PSMBB
    Dokumen21 halaman
    PSMBB
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen1 halaman
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat
  • Disentri Basiler
    Disentri Basiler
    Dokumen2 halaman
    Disentri Basiler
    Muhammad Fajar
    Belum ada peringkat