PANDUAN
PENATALAKSANAAN
TUBERKULOSIS
DALAM KEHAMILAN
(DRAFT)
II. Definisi
Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
Mycobacterium yang menyebar melalui udara. TB biasanya mengenai paru-
paru, tetapi dapat juga mengnenai organ lain seperti otak, ginjal, dan tulang
belakang. [2]
III. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis
IV. Klasifikasi TB
0. Tidak ada riwayat terpapar dan reaksi skin test tuberkulin negatif [5].
1. Memiliki riwayat terpapar tetapi memiliki reaksi skin test tuberkulin negatif.
[5]
Tindakan yang diambil untuk kelas ini adalah terutama tergantung dari
derajat dan lamanya tenggang waktu terpapar dengan M. Tuberculosis,
dimana sangat tergantung pada status immun dari orang yang terpapar.
Jika terdapat paparan yang signifikan dalam 3 bulan, harus dilakukan
follow up skin test tuberkulin dalam waktu 10 minggu setelah paparan.
Status bakteriologis
Negatif [5]
Tidak dilakukan
Secara mikrroskopik (tanggal pemeriksaan)
Amplifikasi asam nukleat (tanggal pemeriksaan)
Kultur (tanggal pemeriksaan)
Positif [5]
Mikroskopik (tanggal pemeriksaan)
Amplifikasi asam nukleat (tanggal dilakukan)
Kultur (tanggal dilakukan)
Hasil tes suseptibilitas beserta metode dan konsentrasi yang
digunakan (tanggal pemeriksaan) [5]
Data berikut ini diperlukan pada situasi tertentu: [5]
Pemeriksaan radiografi torak [5]
Normal
Abnormal
Kavitas dan non kavitas
Stabil atau memburuk atau membaik
Reaksi skin test tuberkulin [5]
Positif (ukuran indurasi dalam satuan mm)
Negatif (ukuran indurasi dalam satuan mm)
4. Tuberculosis: secara klinik tidak aktif
Yaitu jika terdapat riwayat episode tuberkulosis sebelumnya atau
temuan radiografi abnormal yang stabil pada pasien dengan reaksi skin
test tubekulin yang positif (ukuran indurasi dalam satuan mm),
pemeriksaan bakteriologik negatif (jika dilakukan) dan tidak terdapat
bukti klinik dan/atau radiolografik dari penyakit sekarang. [5]
Pasien dengan kelas 4 mungkin tidak pernah menerima kemoterapi,
dan mungkin menerima terapi ung infeksi laten, atau mungkin telah
melengkapi jadwat kemoterapi sebelumnya. Jika gejala klinik yang aktif
belum dapat disingkirkan, khususnya pada pasien yang pernah
menerima terapi adekuat, pasien harus diklasifikasikan sebagai suspek
tuiberkulosa (kelas 5) sampai evaluasi diagnostik memungkinkan untuk
mengklasifikasikannya sebagai kelas 3 atau kelas 4. [5]
5. Suspek Tuberculosis (diagnosis pending)
Jika diagnosis tuberkulosis masih dipertimbangkan, baik terapi telah
dimulai maupun belum, sampai prosedur diagnostik telah lengkap.
Pasien tidak boleh berada dalam kategori ini selama 3 bulan. Jika
prosedur diagnostik telah lengkap, pasien harus telah dapat
dimasukkan dalam salah satu kategori. [5]
V. Patofisiologi
a. TB
Setelah inhalasi, nukleus droplet akan memasuki cabang-cabang
bronkus dan berimplantasi pada bronkiolus respiratorik dan alveolus.
Apakah suatau basil tuberkel yang telah terinhalasi akan dapat
menentukan infeksi paru atau tidak, tergantung baik pada virulensi
bakteri maupun dari kemampuan mikrobisidal makrofag alveolar yang
memakannya. [5]
Jika basil mampu bertahan hidup dari pertahanan tubuh awal, maka
bakteri ini akan bermultiplikasi dalam makrofag alveolus. Basil tuberkel
akan bertumbuh secara lambat, membagi diri dalam 25-32 jam dalam
makrofag. Mycobacterium tuberculosis tidak memiliki endotoksin
maupun eksotoksin; sehingga tidak terjadi respon immun immediate
(awal) terhadap infeksi. Organisme ini akan bertumbuh dan waktu 2-12
minggu, sampai mencapai jumlah tertentu yang mampu untuk memicu
respon immun yang dapat dideteksi dengan adanya reaksi skin test
tuebrkulin. [5]
Sebelum immunitas selular berkembang, basil tuberkel menyebar
secara limfatik ke limfonodi hilar dan kemudia melalui aliran darah ke
jarak yang lebih jauh. Beberapa organ dan jaringan tercatat resisten
dengan multiplikasi bakteri ini. Tulang belakang, hepar dan limpa selalu
dapat ditinggali bakteri tetapi multiplikasi bakteri yang tidak terkontrol
pada area ini hampir tidak pernah terliihat. [5]
Organisme ini akan tinggal pada area paru bagian atas, ginjal, tulang
dan otak, dimana merupakan lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhannya dan sejumlah bakteri akan mengalami pembelahan
sebelum kemudian immunitas selular berkembang dan membatasi
multiplikasinya. [5]
Pada pasien dengan immunitas selular yang utuh, kumpulan sel T yang
telah teraktifasi dan makrofag akan membentuk granuloma yang
membatasi multiplikasi dan penyebaran kuman tubersulosis dalam
organisme. Antibodi yang melawan M. Tuberculosis akan terbentuk tapi
tidak tampak protektif. Organisme cenderung untuk terlokalisasi di
tengah granuloma, yang seringkali akan nekrotik. Untuk sebagian besar
individu dengan fungsi immun yang normal, proliferasi M. Tuberkulosis
berhenti begitu immunitas selular berkembang, meskipun demikian,
sejumlah kecil basilus hidup mungkin saja masih akan ada di dalam
granuloma. [5]
Meskipun kompleks primer kadang-kadang dapat terlihat pada
pemeriksaan radiografi toraks, mayoritas infeksi tuberkulosis pulmo
secara klinik dan radiografi tidak tampak. Sebagian besar, hasil skin test
tuberkulin positif merupakan satu-satunya indikasi bahwa
M. Tuberkulosis telah berkembang. Individu dengan infeksi tuberkulosis
laten tapi bukan penyakit aktif tidak infeksius, sehingga tidak dapat
menularkan kuman. Diperkirakan kurang lebih 10% individu dengan
infeksi tuberkulosis dan tidak mendapat terapi pencegahan akan
berkembang menjadi tuberkulosis aktif. [5]
Risiko tertinggi pada 2 tahun pertama setelah infeksi. Kemampuan host
untuk merespon organisme akan berkurang dengan adanya penyakit
seperti silikosis, DM, dan penyakit yang berhubungan dengan
immunosupresi, misalnya infeksi HIV, pemberian kortikosteroid dan
obat-obat immunosupresan lain. Pada keadan ini, kecenderungan untuk
berkembangnya penyakit tuberkulosis meningkat. Risiko untuk
berkembang menjadi tuberkulosis juga tampaknya lebih besar selama
2 tahun pertama kehidupan. Dalam hal cara persalinan, tidak ada bukti
bahwa TB akan mempengaruhi cara persalinan.[5]
VI. Penularan TB
Tuberkulosis menyebar melaui udara dengan droplet nukleus, sebuah partikel
berdiameter 1-5 mm yang mengandung kompleks M. Tuberkulosis. Droplet nuklei
juga dihasilkan ketika pasien dengan tuberkulosis pulmonal atau laringeal batuk,
bersin, berbicara atrau bernyanyi. Mikroorganisme juga dikeluarkan pada terapi
aerosol, induksi sputum, aerosolosasi selama proses bronkoskopi, dan melalui
manipulasi lesi atau proses pengolahan jaringan atau sekret di laboratorium. [5]
Gejala TB pulmonal yang khas termasuk batuk kronik, kehilangan berat badan,
demam intermiten, keringat malam dan batuk darah. TB yang menyerang bagian
tubuh lain selain paru akan memiliki gejala tergantung lokasinya, dan mungkin akan
disertai demam intermiten dan kehilangan berat badan. TB merupakan diagnosis
yang perlu dipertimbangkan pada pasien dengan demam intermitten, kehilangan
berat badan dan gejala lain yang tidak jelas. TB laten tanpa infeksi aktif mungkin
tidak akan menunjukkan gejala apa-apa. [7]
VIII. Diagnosis
IX. Terapi
Pasien baru dengan TB pulmonal harus menerima terapi regimen yang mengandung
rifampisin dengan lama pemberian 6 bulan: 2HRZE/4HR. Pemberian regimen
2HRZE/2HE sudah tidak dianjurkan [10]. Pasien baru dengan TB pulmonal boleh
menerima pengobatan intensif dengan pemberian setiap hari diikuti dengan fase
lanjutan dengan pemberian setiap 3x seminggu [2HRZE/4(HR)3] dengan syarat
setiap dosis dharus diawasi ketat secara langsung dan pasien BUKAN merupakan
penderita HIV atau tinggal di daerah dengan prevlensi HIV yang tinggi. [10]
Table 1. Regimen standar untuk pasien TB baru (diduga, atau diketahui, atau
memiliki tes suseptibilitas Tb) [10]
Terapi fase Intensif Fase Lanjutan
2 bulan HRZEa 4 bulan terapi HR
a WHO tidak lagi merekomendasikan peniadaan pemberian etambutol selama fase
intensif untuk terapi pasien non kavitas, pasien TB pulmonal dengan hasil smear
negatif atau TB ekstra pulmonal yang di ketahui HIV negatif. Pada meningitis TB,
etambutol harus digantikan oleh streptomisin.
H = isoniazid, R= rifampicin, Z = pyrazinamide, E= ethambutol
Catatan: Dosis setiap hari (lebih baik dari 3x seminggu) pada fase intensif mungkin
membantu untuk mencegah resitensi obat dapatan pada pasien TB yang memulai
terapi dengan resistensi isoniazid . [10]
Harian 3 x seminggu
Dosis dan Maximum Dosis dan Dosis
range (mg) range maksimum
(mg/kg (mg/kg Harian
body body (mg)
weight) weight)
Isoniazid 5 (4–6) 300 10 (8–12) 900
Rifampicin 10 (8–12) 600 10 (8–12) 600
Pyrazinamide 25 (20–30) – 35 (30–40) –
Ethambutol 15 (15–20) – 30 (25–35) –
Wanita menyusui yang menderita TB harus menerima terapi TB sepenuhnya. Saat
pemberian dan jenis kemoterapi yang tepat merupakan cara terbaik untuk
mencegah transmisi basil tuberkel kepada bayi. Ibu dan bayi harus tetap bersama
dan bayi harus tetap melanjutkan menyusu. Setelah menyingkirkan adanya infeksi
TB aktif pada bayi, bayi harus diberikan terapi preventif berupa isoniazid selama 6
bulan, diikuti dengan vaksinasi BCG. [10]
Pemberian suplemen piridoksin direkomendaiskan terhadap seluruh wanita hamil
dan menyusui yang mendapat isoniazid. [10]
Pasien TB yang gagal terapi atau relaps setelah terapi pertama sebaiknya
menerima regimen yang mengandung first line drugs 2HRZES/1HRZE/5HRE pada
daerah dengan dengan tingkat MDR rendah atau medium atau jika data sama sekali
tidak ada. [10]
Group 2.
Seluruh pasien yang menerima obat injeksi golongan 2 jika diduga efektifitasnya dan
ada data yang mendukung. Di antara golongan aminoglikosida, kanamisin dan
amikasin merupakan obat injeksi pilihan pertama, diberikan pada kasus MDR-TB
yang memiliki tingkat resistensi streptomisin yang tinggi. Sebagai tambahan, kedua
obat ini tidak mahal, toksisitasnya kurang dibanding streptomisin dan telah
digunakan luas untuk terapi TB-MDR. Amikasin dan kanamisin dianggap serupa dan
memiliki frekuensi yang tinggi untuk terjadinya resistensi silang. Jika kasus TB
tersebut hanya resisten terhadap baik streptomisin dan kanamisin, atau jika data
DRS menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap amikasin dan kanamisin, maka
kapreomisin harus digunakan. [10]
Group 3.
Seluruh pasien harus menerima pengobatan dengan obat golongan 3 jika strain
M. Tuberculosis sensitif terhadap agen ini atau jika diketahui memiliki efikasi yang
baik. Salah satu generasi fluoroquinolon, seperti levofloxacyn atau moxifloxacin
merupakan pilihan fluoroquinolon. Siprofloksasin tidak lagi direkomendasikan
sebagai terapi bagi MDR-TB [10]
Group 4.
Group 5.
Obat yang termasuk dalam golongan 5 tidak direkomendasikan oleh WHO untuk
penggunaan rutin dalam terapi TB-MDR karena efikasinya masih belum jelas. Obat-
obat ini dapat digunakan pada kasus-kasus dimana tidak mungkin memberikan
regimen yang adekuat dengan obat-obat dari regimen 1-4. Pasien harus konsultasi
dengan ahli [10]
Pada terapi MDR-TB, fase intensif didefinisikan dengan durasi terapi injeksi. Obat
injeksi harus dilanjutkan selama minimal 6 bulan dan sedikitnya 4 bulan mulai dari
ditemukan kultur atau smear yang negatif sampai tetap negatif. [10]