Hafizul Haikal - Landasan Fiflosofis Dalam Pendidikan
Hafizul Haikal - Landasan Fiflosofis Dalam Pendidikan
Hafizul Haikal - Landasan Fiflosofis Dalam Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
pendidikan menurut berbagai aliran filsafat. Lebih khusus lagi makalah ini akan
membantu untuk memahami implikasi konsep filsafat umum setiap aliran filsafat
terhadap konsep pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun topik pembahasan yang diangkat dalam makalah ini antara lain :
1. Apakah yang dimaksud dengan landasan filosofis pendidikan itu?
2. Bagaimanakah landasan filosofis pendidikan di indonesia?
3. Bagaimanakah perbedaan filosofis pendidikan di Indonesia, Jepang
dan Amerika?
D. Metode Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode reserch library
yaitu menggunakan buku-buku yang terdapat di perpustakaan dan situs-situs
yang berhubungan dengan pembahasan tersebut sebagai bahan referensi.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Filsafat
Kata filsafat atau filosofis berasal dari bahasa Yunani: philosophiayang
pada dasarnya merupakan kata majemuk yang terdiri atas philos yang berarti
cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat
diartikan sebagai cinta kepada kebijaksanaan (Masykur Arif Rahman, 2013).
Sikun Pribadi (dalam Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2011)
mengartikan filsafat ini sebagai suatu usaha manusia untuk memperoleh
pandangan atau konsepsi tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia
di alam semesta ini.
Mempelajari filsafat tidak hanya sebatas memikirkan sesuatu sebagai
perwujudan dari hasrat atau keinginan untuk mengetahui sesuatu, melainkan
memang filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa (1)
setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan, (2) keputusan yang
diambil adalah keputusan diri sendiri, (3) dengan berfilsafat dapat mengurangi
salah paham dan konflik, dan (4) untuk menghadapi kesimpangsiuran dunia
yang selalu berubah.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka
dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering
dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran
ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia aja. Diibaratkan
mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang di atas permukaan laut
saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu
untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan yang kritis
(Pidarta, 2014).
Karakteristik filsafat dapat didentifikasi enam hal berkenaandengan
karakteristik filsafat, yaitu objek yang dipelajari filsafat (objek studi), proses
berfilsafat (proses studi), tujuan berfilsafat (hasil studi), penyajian dan sifat
kebenarannya. Objek studi filsafat adalah segala sesuatu, meliputi sesuatu yang
telah tergelar dengan sendirinya (ciptaan Tuhan) maupun segala sesuatu sebagai
4
hasil kreasi manusia. Namun demikian dari segala sesuatu tersebut hanya yang
bersifat mendasarlah yang dipelajari atau dipertanyakan dan dipikirkan oleh para
filsuf. Pendek kata objek studi filsafat bersifatkomprehensif mendasar.
Proses studi atau proses berfilsafat dimulai denganketakjuban, ketidak
puasan, hasrat bertanya, dan keraguanseseorang filsuf terhadap sesuatu yang
dialaminya. Sehubungan dengan itu dalam berfilsafat para filsuf tidak berpikir
dengan bertolak kepada suatu asumsi yang telah ada, sebaliknya merekamenguji
asumsi yang telah ada. Selain itu, berpikir filosofis atau berfilsafat
bersifat kontemplatif, artinya berfikir untuk mengungkap hakikat dari sesuatu
yang difikirkan, atau berfikir spekulatif yakni berfikir melampauai fakta yang
ada untuk mengungkap apa yang ada di balik yang nampak, atau disebut pula
berfikir radikal, yaitu berfikir sampai kepada akar dari sesuatu yang
dipertanyakan hingga terungkap hakikat dari apa yang dipertanyakan tersebut.
Adapun dalam rangka mengungkap hakikat sesuatu yang dipertanyakannya itu
para filsuf berfikir secara sinoptik, yaitu berfikir dengan pola yang bersifat
merangkum keseluruhan tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipertanyakan,
pola berfikir ini merupakan kebalikan dari pola berfikir analitik. Perlu dipahami
pula bahwa dalam berfikirnya itu para filsuf melibatkan seluruh pengalaman
insaninya sehingga bersifat subjektif.
Tujuan para filsuf berpikir sedemikian rupa mengenai apa yang
dipertanyakannya tiada lain adalah untuk memperoleh kebenaran. Adapun hasil
berfilsafat adalah berwujud system teori, system pikiran atau system konsep
yang bersifat normative ataupreskriptif dan individualitistik-unik. Hasil
berfilsafat bersifat normatif atau preskriptif artinya bahwa system gagasan
filsafat menunjukkan tentang apa yang dicita-citakan atau apa yang seharusnya.
Sedangkan individualistik-unik artinya bahwa system gagasan filsafat yang
dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda dengan system gagasan filsafat yang
dikemukakan filsuf lainnya. Ini mungkin terjadi antara lain karena sifat subjektif
dari proses berfikirnya yang melibatkan pengalaman insani masing-masing
filsuf. Sebab itu, maka kebenaran filsafat bersifat subjektif-paralelistik,
maksudnya bahwa suatu system gagasan filsafat adalah benar bagi filsuf yang
bersangkutan atau bagi para penganutnya; antara system gagasan filsafat yang
5
satu dengan system gagasan filsafat yang lainnya tidak dapat saling menjatuhkan
mengenai kebenarannya. Dengan kata lain, bahwa masing-masing aliran filsafat
memiliki kebenaran yang berlaku dalam relnya masing-masing. Adapun hasil
berfilsafat tersebut disajikan para filsuf secaratematik sistematis dalam
bentuk naratif (uraian lisan/tertulis) atauprofetik (dialog/tanya jawab
lisan/tertulis).
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika,
epistemologi, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing
sebagai berikut:
1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu
yang terdapat di alam ini. Sub-cabang Metafisika antara lain:
a. Ontologi adalah cabang filsafat (metafisika umum) yang mempelajari
atau membahas tentang hakikat ada-nya segala sesuatu yang ada secara
komprehensif. Contoh tentang apa yang dibahas atau dipermasalahkan di dalam
Ontologi antara lain: apakah hakikat yang ada (realitas) itu bersifat material atau
ideal? Apakah hakikat yang ada itu bersifat tunggal, dua, atau plural? Apakah
yang ada itu menetap atau berubah? Dsb. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut
tentunya tidak satu, melainkan berbeda-beda.
b. Kosmologi adalah cabang filsafat (bagian metafisika khusus) yang
mempelajari atau membahas tentang hakikat alam termasuk segala isinya,
kecuali manusia.
c. Teologi adalah cabang filsafat (bagian dari metafisika khusus) yang
mempelajari atau membahas tentang keberadaan Tuhan. Dalam teologi
permasalahan tentang keberadaan Tuhan ini dibahas secara rasional terlepas dari
kepercayaan agama. Misalnya: pengakuan akan adanya Tuhan itu bukan atas
dasar keimanan, melainkan atas argumentasi rasional. Contohnya “Argumen
Kosmologi” yang menyatakan bahwa: segala sesuatu yang ada mesti mempunyai
suatu sebab. Adanya alam semesta - termasuk manusia - adalah sebagai akibat.
Di alam semesta terdapat rangkaian sebab-akibat namun tentunya mesti ada
Sebab Pertama yang tidak disebabkan oleh yang lainnya. Sebaliknya, Sebab
Pertama adalah sumber bagi sebab-sebab yang lainnya, tidak berada sebagai
materi, melainkan sebagai "Pribadi" atau "Khalik", yaitu Tuhan
6
BAB III
PEMBAHASAN
ANALISIS TEORITIS
dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat
di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan
tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang
berlebihan kepada kedaulatan subjek didik akan melahirkan
anarki, sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas
pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi
yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
ANALISIS PRAKTIS
akan tugas-tugasnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri
kemanusiannya dan pendidikan formal di sekolah hanya bagian kecil saja dari
padanya. Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitannya dengan proses
pendidikan secara keseluruhannya. Dengan pengertian pendidikan yang luas,
berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas
pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Memang
diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah pendidikan yang
sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak
pula pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan
mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam
memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan
yang tidak mungkin terjawabdengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata,
tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang
memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:
1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional dalam Filsafat pendidikan melandaskan diri pada asas-
asas sebagai berikut:
2. Pendekatan Progresif
Sebagai penghujung yang lain dari pendekatan di atas dan dari kontinuitas
aliran filsafat pendidikan adalah pendekatan progresif kontemporer dengan
dasar-dasar pemikiran sebagai berikut:
21
1. Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara
Pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan
problematika pendidikan dan menyusun teori- teori pendidikannya,
disamping menggunakan metode- metode ilmiah lainnya. Sementara itu
dengan filsafat, sebagi pandangan tertentu terhadap sesuatu obyek, misalnya
filsafat idelisme, realisme, materialisme dan sebaginya, akan mewarnai pula
pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori- teori pendidikan yang
dikembangkannya. Aliran filsafat tertentu terhadap teori- teori pendidikan
yang di kembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut. Dengan kata lain,
teori- teori dan pandangan- pandangan filsafat pendidikan yang
dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai
oleh pandangan dan airan filsafat yang dianutnya.
2. Filsafat, juga berpungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan
dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan
nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat
pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek
kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga
berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan
kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat
hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan
dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di
sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan
mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori
pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan
pandangan hidup dari masyarakat.
3. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang landasan filosofis pendidikan di atas, maka
kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1. Filsafat pendidikan merupakan landasan filosofis Pendidikan, sebab di dalam
filsafat pendidikan terkandung azas-azas dan nilai-nilai filosofis yang menjadi
mendasari segenap pelaksanaan pendidikan filsafat pendidikan adalah hasil
pemikiran dan perncanaan mendalam sampai ke akar-akarnya mengenal
pendidikan. Dimana maksud dari filsafat pendidikan adalah menginspirasikan,
menganalisis, mempreskriptifkan, menginvestigasi.
2. Bangsa indonesia baru memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah
pancasila, filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia menguraikan tentang :
· Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh Indonesia.
· Tujuan pendidikan, pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang di warnai
oleh sila – sila pancasila.
· Model pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia
yang tepat.
Untuk mengembangkan ilmu pendidikan yang bercorak Indonesia secara
valid, terlebih dahulu di butuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam
tentang ilmu itu sendiri budaya secara geografis Indonesia yang akan
mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus
membahas pendidikan yang tepat diterapkan di bumi Indonesia. Dengan kata
lain, untuk menemukan teori – teori pendidikan yang bercorak Indonesia di
butuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia
pula.
26
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA