Hafizul Haikal - Landasan Fiflosofis Dalam Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesungguhnya filsafat telah ada semenjak manusia ada, tetapi


keberadaannya tidak diakui secara formal seperti filsafat sekarang. Sebab ia
tidak digali, dihimpun, dan disistematiskan menjadi suatu hasil pemikiran.
Manusia semenjak mereka ada di muka bumi dan hidup bermasyarakat sudah
memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka kejar dalam hidupnya, baik secara
individu maupun secara berkelompok, walaupun masih sangat sederhana.
Gambaran dan cita-cita makin lama makin berkembang sesuai dengan
perkembangan kebudayaan mereka.
Gambaran dan cita-cita tentang kehidupan itu pula yang mendasari adat-
istiadat suatu suku atau bangsa, norma dan hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Begitu pula pendidikan yang berlangsung di suatu suku atau bangsa
tidak bisa terlepas dari gambaran dan cita-cita di atas. Hal ini mendorong
masyarakat untuk menekankan pada aspek atau aspek-aspek tertentu pada
pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka.

Landasan filosofis perlu dikuasai oleh para pendidik, adapun alasannya


antara lain: Pertama, karena pendidikan bersifat normatif, maka dalam rangka
pendidikan diperlukan asumsi yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi
pendidikan yang bersifat normatif itu antara lain dapat bersumber dari filsafat.
Landasan filosofis pendidikan yang bersifat preskriptif dan normatif akan
memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya di dalam pendidikan atau apa
yang dicita-citakan dalam pendidikan. Kedua, bahwa pendidikan tidak cukup
dipahami hanya melalui pendekatan ilmiah yang bersifat parsial dan deskriptif
saja, melainkan perlu dipandang pula secara holistik. Adapun kajian pendidikan
secara holistik dapat diwujudkan melalui pendekatan filosofis.
Makalah ini akan mencoba membahas mengenai pengertian filsafat,
pengertian landasan filosofis pendidikan dan konsep landasan filosofis
2

pendidikan menurut berbagai aliran filsafat. Lebih khusus lagi makalah ini akan
membantu untuk memahami implikasi konsep filsafat umum setiap aliran filsafat
terhadap konsep pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Adapun topik pembahasan yang diangkat dalam makalah ini antara lain :
1. Apakah yang dimaksud dengan landasan filosofis pendidikan itu?
2. Bagaimanakah landasan filosofis pendidikan di indonesia?
3. Bagaimanakah perbedaan filosofis pendidikan di Indonesia, Jepang
dan Amerika?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami landasan filosofis pendidikan


beserta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia.
2. Pembaca akan mendapatkan wawasan tentang landasan filosofis yang
menjadi salah satu dasar dalam penyelenggaraan pendidikan terutama
dalam konteksnya di Indonesia.

D. Metode Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode reserch library
yaitu menggunakan buku-buku yang terdapat di perpustakaan dan situs-situs
yang berhubungan dengan pembahasan tersebut sebagai bahan referensi.
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Filsafat
Kata filsafat atau filosofis berasal dari bahasa Yunani: philosophiayang
pada dasarnya merupakan kata majemuk yang terdiri atas philos yang berarti
cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat
diartikan sebagai cinta kepada kebijaksanaan (Masykur Arif Rahman, 2013).
Sikun Pribadi (dalam Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2011)
mengartikan filsafat ini sebagai suatu usaha manusia untuk memperoleh
pandangan atau konsepsi tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia
di alam semesta ini.
Mempelajari filsafat tidak hanya sebatas memikirkan sesuatu sebagai
perwujudan dari hasrat atau keinginan untuk mengetahui sesuatu, melainkan
memang filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa (1)
setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan, (2) keputusan yang
diambil adalah keputusan diri sendiri, (3) dengan berfilsafat dapat mengurangi
salah paham dan konflik, dan (4) untuk menghadapi kesimpangsiuran dunia
yang selalu berubah.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka
dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering
dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran
ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia aja. Diibaratkan
mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang di atas permukaan laut
saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu
untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan yang kritis
(Pidarta, 2014).
Karakteristik filsafat dapat didentifikasi enam hal berkenaandengan
karakteristik filsafat, yaitu objek yang dipelajari filsafat (objek studi), proses
berfilsafat (proses studi), tujuan berfilsafat (hasil studi), penyajian dan sifat
kebenarannya. Objek studi filsafat adalah segala sesuatu, meliputi sesuatu yang
telah tergelar dengan sendirinya (ciptaan Tuhan) maupun segala sesuatu sebagai
4

hasil kreasi manusia. Namun demikian dari segala sesuatu tersebut hanya yang
bersifat mendasarlah yang dipelajari atau dipertanyakan dan dipikirkan oleh para
filsuf. Pendek kata objek studi filsafat bersifatkomprehensif mendasar.
Proses studi atau proses berfilsafat dimulai denganketakjuban, ketidak
puasan, hasrat bertanya, dan keraguanseseorang filsuf terhadap sesuatu yang
dialaminya. Sehubungan dengan itu dalam berfilsafat para filsuf tidak berpikir
dengan bertolak kepada suatu asumsi yang telah ada, sebaliknya merekamenguji
asumsi yang telah ada. Selain itu, berpikir filosofis atau berfilsafat
bersifat kontemplatif, artinya berfikir untuk mengungkap hakikat dari sesuatu
yang difikirkan, atau berfikir spekulatif yakni berfikir melampauai fakta yang
ada untuk mengungkap apa yang ada di balik yang nampak, atau disebut pula
berfikir radikal, yaitu berfikir sampai kepada akar dari sesuatu yang
dipertanyakan hingga terungkap hakikat dari apa yang dipertanyakan tersebut.
Adapun dalam rangka mengungkap hakikat sesuatu yang dipertanyakannya itu
para filsuf berfikir secara sinoptik, yaitu berfikir dengan pola yang bersifat
merangkum keseluruhan tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipertanyakan,
pola berfikir ini merupakan kebalikan dari pola berfikir analitik. Perlu dipahami
pula bahwa dalam berfikirnya itu para filsuf melibatkan seluruh pengalaman
insaninya sehingga bersifat subjektif.
Tujuan para filsuf berpikir sedemikian rupa mengenai apa yang
dipertanyakannya tiada lain adalah untuk memperoleh kebenaran. Adapun hasil
berfilsafat adalah berwujud system teori, system pikiran atau system konsep
yang bersifat normative ataupreskriptif dan individualitistik-unik. Hasil
berfilsafat bersifat normatif atau preskriptif artinya bahwa system gagasan
filsafat menunjukkan tentang apa yang dicita-citakan atau apa yang seharusnya.
Sedangkan individualistik-unik artinya bahwa system gagasan filsafat yang
dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda dengan system gagasan filsafat yang
dikemukakan filsuf lainnya. Ini mungkin terjadi antara lain karena sifat subjektif
dari proses berfikirnya yang melibatkan pengalaman insani masing-masing
filsuf. Sebab itu, maka kebenaran filsafat bersifat subjektif-paralelistik,
maksudnya bahwa suatu system gagasan filsafat adalah benar bagi filsuf yang
bersangkutan atau bagi para penganutnya; antara system gagasan filsafat yang
5

satu dengan system gagasan filsafat yang lainnya tidak dapat saling menjatuhkan
mengenai kebenarannya. Dengan kata lain, bahwa masing-masing aliran filsafat
memiliki kebenaran yang berlaku dalam relnya masing-masing. Adapun hasil
berfilsafat tersebut disajikan para filsuf secaratematik sistematis dalam
bentuk naratif (uraian lisan/tertulis) atauprofetik (dialog/tanya jawab
lisan/tertulis).
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika,
epistemologi, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing
sebagai berikut:
1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu
yang terdapat di alam ini. Sub-cabang Metafisika antara lain:
a. Ontologi adalah cabang filsafat (metafisika umum) yang mempelajari
atau membahas tentang hakikat ada-nya segala sesuatu yang ada secara
komprehensif. Contoh tentang apa yang dibahas atau dipermasalahkan di dalam
Ontologi antara lain: apakah hakikat yang ada (realitas) itu bersifat material atau
ideal? Apakah hakikat yang ada itu bersifat tunggal, dua, atau plural? Apakah
yang ada itu menetap atau berubah? Dsb. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut
tentunya tidak satu, melainkan berbeda-beda.
b. Kosmologi adalah cabang filsafat (bagian metafisika khusus) yang
mempelajari atau membahas tentang hakikat alam termasuk segala isinya,
kecuali manusia.
c. Teologi adalah cabang filsafat (bagian dari metafisika khusus) yang
mempelajari atau membahas tentang keberadaan Tuhan. Dalam teologi
permasalahan tentang keberadaan Tuhan ini dibahas secara rasional terlepas dari
kepercayaan agama. Misalnya: pengakuan akan adanya Tuhan itu bukan atas
dasar keimanan, melainkan atas argumentasi rasional. Contohnya “Argumen
Kosmologi” yang menyatakan bahwa: segala sesuatu yang ada mesti mempunyai
suatu sebab. Adanya alam semesta - termasuk manusia - adalah sebagai akibat.
Di alam semesta terdapat rangkaian sebab-akibat namun tentunya mesti ada
Sebab Pertama yang tidak disebabkan oleh yang lainnya. Sebaliknya, Sebab
Pertama adalah sumber bagi sebab-sebab yang lainnya, tidak berada sebagai
materi, melainkan sebagai "Pribadi" atau "Khalik", yaitu Tuhan
6

a. Antropologi adalah cabang filsafat (bagian metafisika khusus) yang


mempelajari atau membahas tentang hakikat manusia. Persoalan yang dibahas
dalam antropologi antara lain: siapakah manusia itu, ciptaan Tuhan atau muncul
dari alam sebagai hasil evolusi? Apakah yang hakiki pada manusia itu badannya
atau jiwanya? Bagaimanakah hubungan antar badan dan jiwa? Bagaimanakah
hubungan manusia dengan tuhannya, dengan alam, dengan sesamanya, dsb.

2. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan


kebenaran, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:
a. Ada lima sumber pengetahuan yaitu:
1) Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi, buku teks yang baik, rumus,
dan tabel.
2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi.
3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.
4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman.
5) Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan secara ilmiah.
b. Ada empat teori kebenaran yaitu:
1) Koheren, sesuatu akan benar bila ia konsisten dengan kebenaran umum.
2) Koresponden, sesuatu akan benar bila ia tepat dengan fakta yang
dijelaskan.
3) Pragmatisme, sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya memberi
manfaat bagi kehidupan.
4) Skeptivisme, kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang
lengkap.
3. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir
dengan benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa
berpikir dan mengemukakan penapatnya secara tepat dan benar.
4. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas
tentang hakikat nilai. Aksiologi terdiri dari:
a. Etika adalah cabang filsafat (bagian aksiologi) yang mempelajari atau
membahas tentang hakikat baik jahatnya perbuatan manusia; dan
7

b. Estetika adalah cabang filsafat (bagian aksiologi) yang mempelajari atau


membahas tentang hakikat seni (art) dan keindahan ( beauty).
Aliran Filsafat sebagaimana dapat dipahami dari uraian di atas,
bahwa karakteristik berpikir para filsuf yang bersifat kontemplatif dan subjektif
telah menghasilkan system gagasan yang bersifat individualistik-unik. Namun
demikian, dalam peta perkembangan sistem pikiran filsafat para ahli filsafat
menemukan kesamaan dan konsistensi pikiran dalam bentuk beberapa aliran
pikiran dari para filsuf tertentu. Dengan demikian, maka dikenal adanya
berbagai aliran filsafat seperti Idealisme, Realisme, Pragmatisme, dsb (Tatang,
2012).

B. Landasan Filosofis Pendidikan Secara Umum


Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat filosofi yang dijadikan
titik tolak dalam pendidikan.
Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem
gagasan tentang pendidikan dan dedukasi atau dijabarkan dari suatu sistem
gagasan filsafat umum yang diajurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu.
Terdapat hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang
filsafat umum tehadap gagasan-gagasan pendidikan.
Berisi tentang gagasan atau konsep-konsep yang bersifat normatif atau
presfektif. Dikatakan bersifat normative atau presfektif, sebab landasan filosofis
pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya,
melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang
dicita-citakan.
Dalam landasan filosofis pendidikan juga terdapat berbagai aliran
pemikiran.Hal ini muncul sebagai implikasi dari aliran-aliran yang terdapat
dalam filsafat. Sehingga dalam landasan filosofi pendidikan pun dikenal adanya
landasan filosofis pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme (Tatang,
2012), berikut adalah penjabarannya secara singkat:
1. Idealisme
a) Konsep Filsafat Umum Idealisme
8

· Metafisika: Para filsuf idealisme mengklaim bahwa realitas pada


hakikatnya bersifat spiritual.
· Manusia: adalah mahluk spiritual, mahlukberfikir, memiliki tujuan hidup
dan hidup di dunia dengan suatu aturan moral yang jelas.
· Epistemologi: pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali atau
berfikir melalui intuisi.
· Aksiologi: manusia diperintah oleh nilai moral yang imperative yang
besumber dari realitas yang absolute.
b) Implikasi terhadap Pendidikan
· Tujuan pendidikan: pengembangan karakter, pengembangan bakat insani,
dan kebijakan sosial
· Kurikulum/isi pendidikan: pengembangan kemampuan berpikir melalui
pengembangan pendidikan liberal, penyiapan keterampilan kerja suatu
mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
· Metode pendidikan: metode yang diutamakan adalah metode dialetik,
namun tiap metode yang mendorong belajar dapat diterima, da cenderung
mengabaikan dasar-dasar fisiologis untuk belajar.
· Peranan pendidik dan peserta didik: pendidik bertanggungjawab
menciptakan lingkungan pendidikan bagi peserta didik. Sedangkan peserta
didik bebas mengembangkan keperibadian dan bakat-bakatnya.
2. Realisme
a) Konsep Umum Filsafat Realisme
· Metafisika: Para Filosof Realisme memandang dunia dalam pengertian
materi yang hadir dengan sendirinya, dan tertata dalam hubungan-
hubungan yang teratur diluar campur tangan manusia.
· Manusia: Hakikat manusia terletak pada apa yang dikerjakannya. Manusia
bisa bebas atau tidak bebas. Pikiran atau jiwa merupakan suatu organisme
yang sangat rumit yang mampu berpikir.
· Epistemologi: Pengetahuan diperoleh manusia melalui pengalaman diri dan
penggunaan akal.
· Aksiologi: Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam dan pada
taraf yang lebih randah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji.
9

b) Implikasi terhadap Pendidikan


· Tujuan pendidikan: pendidikan bertujuan untuk penyesuaian diri dalam
hidup dan mampu melaksanakan tanggungjawab sosial.
· Kurikulum/isi pendidikan: Harus bersifat komprehensif yang berisi sains,
matematika, ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu sosial, serta nilai-nilai.
· Metode: Metode hendaknya bersifat logis dan psikologis.
· Peranan pendidik dan peserta didik: Pendidik adalahpengelola kegiatan
belajar-mengajar (classroom is teacher-centered). Sedangkan peserta didik
berperan untuk menguasai pengetahuan, taat pada aturan dan berdisplin.
3. Pragmatisme
a) Konsep Filsafat Umum Pragmatisme
· Metafisika: pragmatisme anti metafisika, suatu teori umum tentang
kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Manusia adalah hasil evolusi
biologis, psikologis dan sosial.
· Manusia: Manusia adalah hasil evolusi biologis, pikologis, dan sosial.
· Epistemologi: pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman dan
berpikir (scientific method). Pengetahuan adalah relatif.
· Aksiologi: ukuran tingkah laku individual dan social di tentukan secara
eksperimental dalam pengalaman hidup.
b) Implikasi terhadap Pendidikan
· Tujuan pendidikan: pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses
rekontruksi yang berlangsung terus menerus dari pengalaman yang
terakumulasi dan sebuah proses social. Tujuan pendidikan adalah
memperoleh pengalaman yang berguna memecahkan masalah-masalah
dalamkehidupan individual maupun sosial.
- Kurikulum/isi pendidikan: Kurikulum mungkin berubah, warisan-warisan
sosial dari masa lalu tidak menjadi fokus perhatian. Pendidiakn terfokus
pada kehidupan yang baik pada saat ini dan masa datang bagi individu, dan
secara besamaan masyarakat dikembangkan.
· Metode: Menguatamakan metode pemecahan masalah, penyelidikan dan
penemuan.
10

· Peranan pendidik dan peserta didik: Pendidk yaitu memimpin dan


membimbing pesrta didik belajar tanpa ikut campur terlalu atas minat dan
kebutuhan siswa. Peserta didik berperan sebagai organisme yang rumit yang
mampu tumbuh.

C. Landasan Filosofis Pendidikan di Indonesia


Pada dasarnya, bangsa Indonesia memiliki filsafat umum negara, yaitu
Pancasila. Sebagai filsafat negara, Pancasila menjadi jiwa bangsa Indonesia,
menjadi semangat berkarya pada segala bidang dan mewarnai segala segi
kehidupan bangsa.
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila yang
dimaksud adalah Pancasila yang rumusannya termaktub dalam “Pembukaan”
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Karena Pancasila adalah dasar Negara Indonesia, implikasinya maka Pancasila
juga adalah dasar pendidikan nasional. Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang-
Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”
menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasa
rkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”.
Sehubungan dengan hal tersebut, artinya kita perlu mengkaji nilai-nilai
Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun
studi pendidikan lebih lanjut (Pidarta, 2014). Maka timbullah pertanyaan: “jika
demikian halnya, untuk apa kita mempelajari landasan filosofis pendidikan dari
berbagai aliran (Idealisme, Konstruktivisme, Pragmatisme, dsb.) sebagaimana
telah dipelajari melalui pembahasan sebelumnya?”. Berbagai landasan filosofis
pendidikan tersebut tetap perlu dikaji dengan tujuan untuk memahaminya,
memilah dan memilih gagasan-gagasannya yang positif yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila untuk diambil hikmahnya demi pengembangan dan
memperkaya kebudayaan serta pendidikan kita.
11

Berikut ini adalah penjabaran singkat dari konsep filsafat Pancasila


(Tatang, 2012):

a) Konsep Filsafat Umum


· Metafisika: Hakikat Realitas. Manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa. Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada dan tujuan akhir segala
yang ada. Realitas fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena
alam semesta sebagai keseluruhan yang integral. Terdapat alam fana dan alam
akhirat yang abadi di mana manusia akan dimintai pertanggungjawaban dan
menerima imbalan atas pelaksanaan tugas hidupnya dari Tuhan YME. Di alam
fana ini realitas tidak tidak bersifat given (terberi) dan final, melainkan juga
“mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua a nggota alam semesta
berpartisipasi “mewujudkannya”.
· Hakikat manusia adalah makhluk Tuhan YME (asas Ketuhanan YME);
manusia adalah kesatuan badani-rohani, eksistensi dan kehidupannya multi
dimensi tetapi ia adalah kesatuan utuh yang integral (asas mono dualis dan
mono pluralis tetapi integral).
· Epistemologi: Pancasila juga memandang manusia sesuai asas
nasionalisme, internasionalisme, demokrasi dan keadilan sosial.
Pengetahuan diperoleh melalui keimanan/kepercayaan, berpikir,
pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi. Kebenaran pengetahuan ada
yang bersifat mutlak, ada pula yang bersifat relatif.
· Aksiologis: Sumber Pertama segala nilai hakikatnya adalah Tuhan
YME. Karena manusia adalah makhluk Tuhan, pribadi/individual dan
sekaligus insan sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME,
masyarakat dan individu.
b) Implikasi dalam pendidikan
· Tujuan Pendidikan.: pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangung
jawab.
12

· Kurikulum: isi pendidikan hendaknya memperhatikan: (a) peningkatan


iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan
lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan
dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h)
agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan.
· Metode: praktek pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan
mengunakan multi-metode dengan tetap mengutamakan prinsip cara
belajar siswa aktif.
· Peranan pendidik dan peserta didik tersurat dan tersirat dalam
semboyan “ing ngarso sung tulodo”, “ ing madya mangun karso”, dan”
tut wuri handayani”.
· Orientasi pendidikan: meliputi fungsi konservasi dan kreasi.
13

BAB III
PEMBAHASAN

ANALISIS TEORITIS

A. Penerapan Landasan Filosofis Dalam Dunia Pendidikan

1. Implikasi Bagi Guru


Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan
guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak.
Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru
hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin pada kompetensi
seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang
tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap
bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara
yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada
setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada
gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang
mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-
tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta
perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian
tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat
dipertanggung jawabkan secara pendidikan (tugas professional,
pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya
dalam perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan
instruksional khusus. Perlu digaris bawahi di sini adalah tidak
dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan
sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi
hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini
hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi
personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu
14

dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat
di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan
tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang
berlebihan kepada kedaulatan subjek didik akan melahirkan
anarki, sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas
pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi
yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.

B. Implikasi Bagi Pendidikan Guru Dan Tenaga Kependidikan


Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita
belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini
tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk
menyusunnya. Bahkan salah satu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan
sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum
berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan
luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa sama sekali didasari oleh anggapan
bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu.
Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis
tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagian bersifat fragmentaris, tidak
menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau,
lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek
terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang
menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga
kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan
guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan
bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabatan-jabatan lain dimasyarakat.
Tentu saja semua saran-saran tersebut di atas memiliki kesahihan, sekurang-
kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau
seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga
kependidikan yang efektif.
15

Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif


adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai di dalam merancang serta
mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan di dalam konteks
pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang
dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga
sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian
ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat.
Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaah interpretif,
normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan di dalam bagian uraian dimuka,
dirumuskan ke dalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang
memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang
dimaksud.

C. Manfaat Filsafat Dalam Dunia Pendidikan


Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran –
pemikiran filsafat untuk memecahkan permaslahan pendidikan. Dengan
demikian, filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar
terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan
pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat
pendidikan, yaitu :

1. Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak –


anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang
didirikan untuk mendidik anak – anak ke arah yang dicita – citakan oleh
masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut,
kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui usaha-usaha
pendidikan itu ?
3. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala
usaha pendidikan.
16

4. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga


manakah tujuan itu tercapai.
5. Tujuan pendidikan memberiakan motivasi atau dorongan bagi kegiatan –
kegiatan pendidikan.

ANALISIS PRAKTIS

A. Hubungan Filsafat Dan Tujuan Pendidikan


Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan
sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan
pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif
mengenai apa yang seharusnya dicapai.
Tujuan pendidikan memuat pernyataan – pernyataan mengenai berbagai
kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan
sistem nilai dan filsafat yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau
filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkan. Dengan kata lain,
filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan memengaruhi tujuan pendidikan
di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan
berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari
adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.

B. Hubungan Antara Kurikulum Dengan Filsafat Pendidikan


Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau
pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus
mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut.
Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum
pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai
contoh pada waktu Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, maka kurikulum
yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda.
17

Keberadaan aliran – aliran filsafat lainnya dalam pengembangan


kurikulum di Indonesia dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya
dipertimbangkan dan dikaji kesesuaiannya dengan nilai – nilai falsafah hidup
bangsa Indonesia, karena tidak semua konsep aliran filsafat dapat diadopsi dan
diterapkan dalam sistem pendidikan kita.
Pada asas filosofis dalam pengembangan kurikulum menyangkut dua
masalah, yakni filsafat dan tujuan pendidikan. Filsafat suatu negara atau
pandangan hidup suatu bangsa berisi ide – ide, cita – cita, sistem nilai yang
harus dipertahankan demi kelangsungan hidup bangsa tsb. Untuk
mempertahankan dan melestarikan nilai – nilai, cita – cita, atau ide – ide yang
merupakan ajaran filsafat suatu bangsa dapat diwariskan kepada generasi
berikutnya melalui lembaga pendidikan.

C. Pendidikan dalam analisis filsafat


Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan
manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses
perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada
hakikatnya adalah proses yang satu.
Pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Lodge,
yaitu bahwa: “life is education, and education is life”, akan berarti bahwa
seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan segala
pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pengaruh
pendidikan baginya. Dalam artinya yang sepit, pendidikan hanya mempunyai
fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup
kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan
pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan
belajar yang serba terkontrol.
Bagaimanapun luas sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah
pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan
hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia
dewasa yang telah sadar akan kemanusiaanya, dalam membimbing, melatih,
mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada
generasi mu, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab
18

akan tugas-tugasnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri
kemanusiannya dan pendidikan formal di sekolah hanya bagian kecil saja dari
padanya. Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitannya dengan proses
pendidikan secara keseluruhannya. Dengan pengertian pendidikan yang luas,
berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas
pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Memang
diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah pendidikan yang
sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak
pula pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan
mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam
memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan
yang tidak mungkin terjawabdengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata,
tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang
memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:

1. Masalah kependidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat


pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan
merupakan hakikat hidup manusia itu. Dan bagaimana hubungan antara
pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia.
Apakah pendidikan itu berguna untuk membawa kepribadian manusia,
apakah potensikereditas yang menentukan kepribadian manusia itu, atau
faktor-faktor yang berasal dari luar/lingkungan dan pendidikan. Mengapa
anak yang mempunyai potensi hereditas yang tidak baik, walaupun
mendapatkan pendidikan dan lingkungan yang baik, tetap tidak berkembang.
2. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu. Apakah pendidikan itu untuk
individu, atau untuk kepentingan masayarakat. Apakah pendidikan
dipusatkan untuk membina kepribadian manusia ataukah untuk pembinaan
masyarakat. Apakah pembinaan manusia itu semata-mata unuk dan demi
kehidupan riel dan materil di dunia ini, ataukah untuk kehidupan kelak di
akhirat yang kekal
Masalah-masalah tersebut merupakan sebagian dari contoh-
contoh problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan
19

usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis, atau analisa filsafat.


Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut, analisa filsafat menggunakan
berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Diantara
pendekatan (approach) yang digunakan antara lain:

Pendekatan secara spekulatif, yang disebut juga sebagai cara pendekatan


reflektif, berarti memikirkan, mempertimbangkan, juga membayangkan dan
menggambarkan.
Pendekatan normatif, artinya nilai atau aturan dan ketentuan yang
berlaku dan dijunjung tinggi dalam hidup dan kehidupan manusia.
Pendekatan analisa konsep, artinya pengertian atau tangkapan seseorang
terhadap sesuatu objek. Setiap orang mempunyai pengertian atau tangkapan
yang berbeda-beda mengenai yang sama, tergantung pada perhatian, keahlian
dan kecendrungan masing-masing.
Analisa ilmiah terhadap realitas kehidupan sekarang yang actual
(scientific analysis of current life ) penedekatan ii sasarannya adalah masalah-
masalah kependidikan yang actual , yang menjadi problem masa kini, dengan
menggunakan metode ilmiah dapat di diskripsikan dan kemudian di pahami
permasalan-permasalahan yang hidup dan berkembang dalam masayrakat dan
dalam proses pendidikan serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan
pendidikan

D. Pendekatan Filosofi Dalam Pemecahan Masalah Pendidikan


Pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik
objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang
dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak.
Pendekatan filosofis untuk menjelaskan suatu masalah dapat diterapkan dalam
aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk dalarn pendidikan. Filsafat tidak
hanya melahirkan pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat
pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. John Dewey (1964) berpendapat
bahwa filsafat merupakan teori umum tentang pendidikan. Filsafat sebagai suatu
20

sistem berpikir akan menjawab persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat


filosofis dan memerlukan jawaban filosofis pula.
Filsafat pendidikan sebagai filsafat terapan, yaitu studi tentang penerapan asas-
asas pemikiran filsafat pada masalah-masalah pendidikan pada dasarnya
mengenal dua pendekatan yang polaritis, yaitu :
pendekatan tradisional,
pendekatan progresif.
Pengertian masing-masing pendekatan dan variasi pendekatan daripadanya
dan aliran-aliran filsafat pendidikan dihasilkannya akan dijelaskan di bawah ini:

1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional dalam Filsafat pendidikan melandaskan diri pada asas-
asas sebagai berikut:

 Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah filsafat, sehingga untuk


mempelajari filsafat pendidikan haruslah memiliki pengetahuan dasar
tentang filsafat.
 Bahwa kenyataan yang esensial baik dan benar adalah kenyataan yang
tetap, kekal dan abadi.
 Bahwa nilai norma yang benar adalah nilai yang absolut, universal dan
obyektif.
 Bahwa tujuan yang baik dan benar menenukan alat dan sarana, artinya
tujuan yang baik harus dicapai dengan alat sarana yang baik pula.
 Bahwa faktor pengembang sejarah atau sosial (science, technology,
democracy dan industry) adalah sarana alat untuk prosperity of life dan
bukannya untuk welfare of life sebagai tujuan hidup dan pendidikan
sebagaimana yang ditentukan oleh filsafat.

2. Pendekatan Progresif
Sebagai penghujung yang lain dari pendekatan di atas dan dari kontinuitas
aliran filsafat pendidikan adalah pendekatan progresif kontemporer dengan
dasar-dasar pemikiran sebagai berikut:
21

 Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah sosiologi, atau filsafat sosial


humanisme ilmiah, yang skeptis terhadap kenyataan yang bersifat
metafisis transendental.
 Bahwa kenyataan adalah perubahan, artinya kenyataan hidup yang
esensial adalah kenyataan yang selalu berubah dan berkembang.
 Bahwa truth is man-made, artinya kebenaran dan kebajikan itu adalah
kreasi manusia, dengan sifatnya yang relatif temporer bahkan subyektif.
 Bahwa tujuan dan dasar-dasar hidup dan pendidikan relatif ditentukan
oleh perkembangan tenaga pengembang sosial dan manusia, yang
merupakan sumber perkembangan sosial masyarakat.
 Bahwa antara tujuan dan alat adalah bersifat kontinu, bahwa tujuan dapat
menjadi alat untuk tujuan yang lebih lanjut sesuai dengan perkembangan
sosial masyarakat.

E. Hubungan filsafat dan teori pendidikan


Hubungan antara filsafat dan teori pendidikan sangatlah penting sebab ia
menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan.
filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan
filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan
dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di
capai.
Sebagaimana telah di kemukakan bahwa tidak semua masalah kependidikan
dapat dipecahkan dengan menggunakan metode ilmiah semata-mata. Banyak
diantara masalah-masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan-
pertanyaan filosofis, analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan
tersebut, dengan berbagai cara pendekatannya, akan dapat menghasilkan
pendangan-pndangan tertentu mengenai masalah-maslah kependidikan bisa
tersebut. Dan atas dasar itu bisa disusun secara sistematis teori-teori pendidikan
. disamping itu jawaban-jawaban yang telah di kemukakan oleh jenis dan aliran
filsafat tertentusepanjang sejarah terhadap problematika kehidupanyg
dihadapinya menunjukkan pandangan-pandangan tertentu yang tentunya juga
22

akan memperkaya teori-teori pendidikan. Dengan demikian terdapat hubungan


fungsional antara filsafat dan teori pendidikan
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan teori pendidikan
dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara
Pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan
problematika pendidikan dan menyusun teori- teori pendidikannya,
disamping menggunakan metode- metode ilmiah lainnya. Sementara itu
dengan filsafat, sebagi pandangan tertentu terhadap sesuatu obyek, misalnya
filsafat idelisme, realisme, materialisme dan sebaginya, akan mewarnai pula
pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori- teori pendidikan yang
dikembangkannya. Aliran filsafat tertentu terhadap teori- teori pendidikan
yang di kembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut. Dengan kata lain,
teori- teori dan pandangan- pandangan filsafat pendidikan yang
dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai
oleh pandangan dan airan filsafat yang dianutnya.
2. Filsafat, juga berpungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan
dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan
nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat
pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek
kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga
berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan
kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat
hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan
dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di
sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan
mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori
pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan
pandangan hidup dari masyarakat.
3. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan
23

menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang


didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan
menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan
kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan
yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk
menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut,
dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori
pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu
pendidikan (paedagogik).
Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori
pendidikan, juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer,
sebagai berikut :

a) Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep


tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi
pendidikan serta isi moral pendidikannya.
b) Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education)
yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi
pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola
akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan
Negara
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan yaitu, filsafat
pendidikan dan system atau teori pendidikan, dan hubungan antara
keduanya adalah bahwa yang satu “supplemen” terhadap yang lain dan
keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya
sebagai pengajar di bidang studi tertentu”.
24
25

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang landasan filosofis pendidikan di atas, maka
kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1. Filsafat pendidikan merupakan landasan filosofis Pendidikan, sebab di dalam
filsafat pendidikan terkandung azas-azas dan nilai-nilai filosofis yang menjadi
mendasari segenap pelaksanaan pendidikan filsafat pendidikan adalah hasil
pemikiran dan perncanaan mendalam sampai ke akar-akarnya mengenal
pendidikan. Dimana maksud dari filsafat pendidikan adalah menginspirasikan,
menganalisis, mempreskriptifkan, menginvestigasi.
2. Bangsa indonesia baru memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah
pancasila, filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia menguraikan tentang :
· Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh Indonesia.
· Tujuan pendidikan, pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang di warnai
oleh sila – sila pancasila.
· Model pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia
yang tepat.
Untuk mengembangkan ilmu pendidikan yang bercorak Indonesia secara
valid, terlebih dahulu di butuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam
tentang ilmu itu sendiri budaya secara geografis Indonesia yang akan
mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus
membahas pendidikan yang tepat diterapkan di bumi Indonesia. Dengan kata
lain, untuk menemukan teori – teori pendidikan yang bercorak Indonesia di
butuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia
pula.
26

B. Saran

1. Pendidikan harus menanamkan filosofis bangsa untuk melandasi


pendidikan yang kuat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
2. Fitrah manusia itu terdiri dari jasmani, rohani dan akal, maka pendidikan
harus menumbuh kembangkan potensi tersebut
3. Disamping manusia itu sebagai makhluk individu juga makhluk sosial
maka pendidkan harus menyeimbangkan antara individu dan lingkungan.
27

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2016. Pengertian


Filsafat. https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_pendidikan
Eduardus F. Lebe. 2015. Landasan Filosofis
Pendidikan. https://eduarduslebe.blogspot.co.id/2015/11/landasan-filosofis-
pendidikan.html/
Rahmawati Indah Lestari. 2017. Landasan Filosofis
Pendidikan.https://rahmawatiindahlestari.wordprees.com/semester-
1/lkpp/landasan-filosofis-pendidikan/
Irvan Jaya Mursida. 2009. Dasar,Tujuan, dan Peranan
Filsafat. https://van88.wordpress.com/dasar-tujuan-dan-peranan-filsafat/
Chy Ana. 2015. 9 MANFAAT FILSAFAT
PENDIDIKAN. https://manfaat.co.id/manfaat-filsafat-pendidikan
Nursafatri Nofriati. 2015. Landasan Filosofis
Pendidikan. https://nursafatri.blogspot.co.id/2015/10/landasan-filosofis-
pendidikan.html?m=1
Guru Mengajar. 2015. Landasan Pendidikan Filosofis
Indonesia.https://iqrabelajar.wordprees.com/2015/06/23/landasan-filosofis-
pendidikan-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai