CUT INTAN-kebijakan Pendidikan
CUT INTAN-kebijakan Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.1
mempelajari penataan sumber daya manusia yaitu, kurikulum dan fasilitas untuk
mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan penciptaan suasana yang baik
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 3
2
Drs. Yusak Burhanuddin, Administrasi Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 1998),
hal. 12
2
dan program, bahkan sering tidak dibedakan antara perbuatan kebijakan (policy
making) atau pembuatan kebijakan (decision making). Tidak hanya itu di dalam
digunakan dalam pendidikan. Semuanya ini saling berkaitan guna mencapai suatu
tujuan pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Arti kebijakan.
2. Arti kebijaksanaan.
D. MODEL PEMBAHASAN
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Sejarah Pendidikan
melakukan olah-cipta sehingga ia mampu bertahan dalam masa yang terus maju
dan berkembang.
Dan proses olah-cipta tersebut terlaksana berkat adanya sebuah aktivitas yang
perbaikan tata-laku dan pendewasaan manusia melalui pengetahuan. Bila kita lihat
jauh ke belakang, pendidikan yang kita kenal sekarang ini sebenarnya merupakan
pembelajaran” yang ada pada masa itu berkaitan dengan konteks sosial yang
sosialnya.
5
Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang
yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga
kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat
dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena
Kesulitan keuangan dari Belanda akibat Perang Dipenogoro pada tahun 1825
dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan banyak
ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk
tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang
bagian yang dirugikan karena digunakan sebagai tenaga kerja murah. Rakyat
miskin yang sebagian bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah
pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut harus dipenuhi
para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari
Jadi, anak dari kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam
paksa lebih efektif, karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat.
Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial
yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri
anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor
Jepang sebagai Negara modern yang mampu menaklukkan Rusia, dan perang
dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan
raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk
dicanangkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar
panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan.
7
Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 dan terhambat karena krisis
dunia, tidak terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise
lembaga pendidikan. Lalu, lembaga pendidikan dibuat dengan biaya yang lebih
murah. Kebijakan yang dibuat termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri
dari tenaga guru untuk sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang
pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dianggap
layak menjadi guru. Masalah lain yang paling mendasar adalah penduduk sulit
beban yang berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang
target yang empuk diberi pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.
yang luar biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda
Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat.
8
pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru
dan orang tua tidak mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat,
murah. Kelima, prinsip konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda
mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda,
anak Indonesia.
Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat
untuk mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907.
Tipe sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz
sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution,
Sekolah desa dibuat dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi
sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup menjadi guru
sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia
yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan
melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar
tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam
masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa
Belanda.
Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan
landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk
mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik,
dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah.
melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan
mengadakan program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak mudah
dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan usaha menambah guru melalui
kursus selama dua tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan
yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta
huruf pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud adalah buta huruf latin
Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan kurang lebih tidak
Kemerdekaan Indonesia tidak membuat nasib orang tidak mampu terutama dari
sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus gampang
muncul kembali, contoh yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa
seperti cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yang
diadakan pada tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong karena merupakan
usaha gotong royong antara pemerintah dan swasta (asing dan nasional) untuk
mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) 5 dan PB 8.37. Pada
kemauan dari pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama dengan yang
paling minim, dan hampir tidak bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas
Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan sulit dicapai
oleh orang-orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi
kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang mampu terus menjadi sumber
o Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan
dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses
Disamping itu Jhon Dewey (2003: 69) menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah
emosional kearah alam dan sesama manusia”. Sedangkan menurut J.J. Rousseau
pembekalan yang tidak ada pada masa kanakkanak, akan tetapi kita
Dilain pihak Oemar Hamalik (2001: 79) menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah
suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri
agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan
mengembangkan potensi jasmani dan rohani yang diberikan oleh orang dewasa
kepada anak untuk mencapai kedewasaanya serta mencapai tujuan agar anak
mewujudkan manusia yang utuh dan mandiri serta menjadi manusia yang mulia
sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam
character building).
pendidikan dapat dibagi menjadi tiga, yakni secara sempit, luas dan alternatif.
dan sepanjang hidup (long life education). Pendidikan adalah segala situasi hidup
adalah segala pengaruh yang diupayakan terhadap anak dan remaja yang
pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah sepanjang
hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam
peserta didik, agar peserta didik tidak kehilangan jati diri dan konteks
yang pantas dan berguna untuk ditransformasikan pada peserta didik sebagai
persiapan bagi perannya di masa depan. Peran sekolah yang lebih maju ada
change) yang tugasnya adalah mengenalkan nilai-nilai baru kepada peserta didik
Menurut Hoy dan Kottnap (dalam Harmanto, 2008 : 7) terdapat sejumlah nilai
budaya yang dapat ditransformasikan sekolah kepada diri setiap peserta didik agar
mereka dapat berperan secara aktif dalam era global yang bercirikan persaingan
yang sangat ketat (high competitiveness), yakni: (1) nilai produktif, (2) nilai
berprestasi seseorang.
Moral kejujuran adalah moral universal, moral yang dijunjung tinggi oleh
bangsabangsa modern dan beradab. Bangunan masyarakat yang sehat adalah yang
kepercayaan merupakan salah satu unsur modal sosial. Untuk itu tugas pendidikan
baik itu siswa, staff guru maupun komponen lainnya. Pendidikan anti korupsi
kejujuran pada diri peserta didik melalui serangkaian cara dan strategi yang
bersifat edukatif.
sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah
sekolah dan di luar sekolah. Usaha sadar tersebut dilakukan dalam bentuk
keberhasilan belajar siswa tersebut dengan prosedur yang telah ditentukan. Proses
sekolah. Dari proses pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar yang
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar yaitu mengalami proses untuk
siswa. Untuk lebih jelas tentang konsep pembelajaran penulis uraikan dalam
1. Arti Kebijakan
kebijkasanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tt
sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis
3
, Kamus Besar Bahasa Indonesia , ed.3, cet.1,, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001),
hal. 149
4
Prof. Dr. Nanang Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hal. 129
18
dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan
bukan kegiatan-kegiatan berulang dan rutin yang terpogram atau terkait dengan
bersanksi, (6) kebijakan sebagai norma perilaku dengan ciri konsistensi, dan
5
Prof. Dr. Fachruddin, M.A. dkk, Administrasi Pendidikan : Menata Pendidikan untuk
Kependidikan Islam, (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010), hal. 146
19
kebijakan pendidikan.7
menunjukkan sesuatu hal yang dianggap sangat penting dan mendasar yang
diambil oleh seorang kelompok politik dalam usaha memiliki tujuan-tujuan dan
mengenai cita idiil, sedang kriteria yang dipakai mungkin, rasionalitas, prioritas,
6
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer,
(Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal. 3
7
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed, Kekuasaan Pendidikan : Manajemen Pendidikan
Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal. 7
20
non struktural (parpol, interest group, dan tokoh perorangan). Hal ini bertolak
terbagi dlam dua katagori: sikap resmi (formal) meliputi SK Menteri, program dan
kegiatan, dan sikap tidak resmi (non formal) meliputi komentar dan statement atau
Indonesia sebagai bangsa tidak dengan serta berdiri seperti sekarang ini. Namun,
bangsa-bangsa yang pernah datang menjajah bangsa ini adalah negara Portugis,
Belanda dan Jepang. Seiring dengan perjalanan panjang bangsa ini, maka
pendidikan pun juga mengalami perjalanan panjang dari setiap masa. Kebijakan
pendidikan yang ditetapkan juga berbeda tergantung pada tujuan yang ingin
dicapai dan prinsip yang menjadi dasar pijakan dan pengkaji dan perumus
diambil oleh pemerintah Belanda dan Jepang. Pada pereode pertama, transisi dari
kebijakan pertama, dari misi Kristenisasi ke Nipponisasi, kedua, dari sosok sipil
ke militer, ketiga, dari politik pecah belah ke integrasi, keempat, dari diskrimanasi
dilakukan oleh pemerintah Belanda dan Jepang. Pada masa kekuasaan Belanda
berdasarkan pada Agama Kristen Protestan. Dari sini tampak bahwa pendidikan
konstitusional) artinya suatu Negara yang dikepalai oleh seorang Raja atau Ratu.
Nusantara.
pendidikan yang berebentuk differensiasi sekolah. Pada masa itu terjadi perbedaan
BAB III
PEMBAHASAN
mempelajari permasalahan kebijakan secara khusus dan secara rinci dan secara
pada dasarnya menurut Suryadi dan Tilaar (1993:46) meliputi dua bagian besar
tipe model kebijakan menurut Dunn (1981:116) terdiri dari enam model di
berbagai model kebijakan yaitu medel deskriptif, model normatif, model verbal,
1. Model deskriptif
Model deskriptif menurut Suryadi dan Tilaar (1993:46) adalah suatu prosedur
atau cara yang di pergunakan untuk penelitian dalam ilmu pengetahuan baik
murni maupun terapan untuk menerangkan suatu gejala yang terjadi dalam
pengetahuan menyajikan suatu “state of the art”atau keadaan apa adanya dari
suatu gejala yang sedang di teliti dan perlu di ketahui para pemakai. Tujuan model
guru dan komitme sekolah mempersiapkan strategi perolehan mutu yang rasional
positif yang di wujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan manyajikan suatu
“state of the art” atau keadaan apa adanya dari suatu gejala yang sedang di teliti
dan perlu di ketahui oleh para pemakai. Untuk mendeskripsikan suatu kebijakan
menggunakan prosedur atau cara untuk penelitian baik murni maupun terapan
2. Model Normatif
pelayanan yang optimum (model antri), pengaturan volume dan waktu yang
Suryadi dan Tilaar (1993:47) di sebut juga pendekatan prespektif yang merupakan
upaya ilmu pengetahuan menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat
normatif buakan hanya menjelaskan atau memprediksi tetapi juga memberi dalil
salah satu cara atau prosedur yang paling efisien dalam memecahkan suatu
masalah.
kebijakan memperkirakan masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Pendekatan
c. Model verbal
bukan hanya bahasa logika, simbolis dan matematika sebagai masalah substantif.
Dalam menggunakan model verbal, analisis berstandar pada penilaian nalar untuk
argumen kebijakan, bukan berbentuk nilai-nilai angka pasti. Model verbal secara
relatif mudah di komunikasikan di antara para ahli dan orang awam, dan biayanya
d. Model Simbolis
Prediksi atau solusi yang optimal dari suatu masalah kebijakan di peroleh dari
antara orang awam, termasuk oleh para pembuat kebijakan, dan bahkan diantara
para ahli pembuat model sering terjadi kesalah pahaman tentang elemen-elemen
27
dasar dari model tersebut. Kelemahan praktis model simbolis adalah hasilnya
jika premis-premis sebagai pijakan penysun model di buat eksplisit dan jelas.
Terlalu sering isi yang pokok menjadi model yang berdasarkan teori dan bukti
tidak lebih dari rekonsepsi dan prasangka ilmuwan yang terselubung dalam
verivikasi empiris hanya ada sedikit jaminan bahwa hasil praktek semacam itu
dapat diandalkan untuk tujuan kebijakan normatif. Karena itu untuk penentuan
melakukan prediksi, masih perlu data kualitatif atau fakta-fakta yang real sebagai
e. Model Prosedural
variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Prediksi-prediksi dan
konsumsi energi, angkatan kerja terdidik, penuntasan wajib belajar 9tahun, alokasi
mendatang yang tidak dapat diterangkan sercara baik, karena data-data dan
variabel tersebut. Model prosedural dapat ditulis dalam bahasa nonteknis yang
sering mengalami kesulitan mencari data atau argumen yang dapat memperkuat
asumsi-asumsinya, dan biaya model prosedural ini relatif tinggi di banding model
kebijakan ada tiga tatanan yakni untuk memenuhi standar nasional dilakukan oleh
pada tingkat regional oleh pemerintah provinsi, dan untuk memenuhi anggaran,
sarana dan prasarana, fasilitas dan perlengkapan, dan ketenagaan oleh Pemerintah
upaya ilmu pengetahuanmenawarkan suatu norma, kaidah atau resep yang dapat
yang acapkali dipandang sebagai cara pembuat keputusan idiologis atau untuk
masuk akal mengenai solusi-solusi yang memungkinkan bagi masalah publik. Jadi
memang menjadi kebutuhan publik. Bentuk ekspresi dari model kebijakan lepas
asumsi bahwa masalah formal adalah representasi yang sah dari masalah yang
subtantif. Model perspektif didasarkan pada asumsi bahwa masalah formal tidak
dipandang sebagai satu dari banyak cara lainyang dapat digunakan untuk
probabilitas kesalahan yaitu memecahkan formulasi yang salah dari suatu maslah
ketika harus memecahkan masalah yang tepat. Model formal tidak dapat dengan
organisasi yang salah ketika harus memecahkan masalah yang tepat. Untuk
memutuskan kibijakan pendidikan baik itu pada tatana nasional, regional, dan
satuan pendidikan tentu mengacu pada suatu norma, kaidah atau resep yang dapat
digunakan oleh pemakai memcahkan suatu masalah pendidikan. Hal ini penting,
karena pemecahan masalah pendidikan ini harus di lakukan dengan tepat, jika
tentu akan mendpatkan kerugian baik waktu, material dan juga pemyimpangan
kegiatan.
4. Untuk kelancaran dan keterpaduan upaya mencapai visi misi sasaran dan
tujuan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
pendidikan.
mencapai suatu tujuan dan dilakukan oleh seorang atau sekelompok pelaku guna
2. Pendekatan Evaliatif.
yaitu :
1. Model Deskriptif.
2. Model Normatif.
32
3. Model Verbal.
4. Model Simbolis.
5. Model Prosedural.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Rosdakarya.
Bina Aksara.
Pustaka.
UIN-Maliki Press.
Alfabeta.