SKRIPSI
MUHAMMAD SANTANA
091402097
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah
Sarjana Teknologi Informasi
MUHAMMAD SANTANA
091402097
PERSETUJUAN
Diluluskan di
Medan, 21 Agustus 2015
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Teknologi Informasi
Ketua,
PERNYATAAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Muhammad Santana
091402097
Alhamdulillah segala puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT beserta
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi
S-1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah penulis, Sartuno. SH., ibu penulis, Nelly Trisna., kakak penulis Neno
Viantisca SH dan Neno Tamara Viransiska SE., adik penulis Neno
Ramadhianita yang telah memberikan doa dan dukungan moral kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini beserta keluarga besar yang telah turut
mendoakan penulis.
2. Ibu Sarah Purnamawati,ST.,M.Sc dan Bapak Romi Fadillah Rahmat B.Comp.
Sc.M.Sc selaku dosen pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu,
pikiran, saran, dan kritiknya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak DR. Sawaluddin M.IT dan Bapak Dedy Arisandi, ST.,M.Kom yang
telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan saran dan kritik yang
membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Teknologi Informasi, Bapak
Muhammad Anggia Muchtar, S.T., MM.IT. dan Bapak Mohammad Fadly
Syahputra, B.Sc., M.Sc.IT.
5. Seluruh dosen yang mengajar serta Ibu Mega, Kak Umi dan Bang Manaf,
sebagai staff Tata Usaha Program Studi Teknologi Informasi Universitas
Sumatera Utara.
6. Pacar yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis, Millana
Lubis.
7. Teman-teman yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis,
Tri Setiawan, Dhimas Eko Prasetyo, Akhmad Sofyan Dalimunthe, Adnan
Buyung Nasution, Nuryuliana, Fadli Rizki, Raisha Ariani Sirait dan semua
teman angkatan 2009.
8. Sahabat penulis, Raja Usty Siregar, Indah Kemala Sari, Mutia. Serta teman-
teman bermain PointBlank Clan Pahlawan_IND Bang Khank, Anam, Benny,
Andri yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak
demi kesempuranaan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
ABSTRAK
Webcam.
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Hal.
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Batasan Masalah 2
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Metodologi Penelitian 3
1.7. Sistematika Penulisan 4
DAFTAR PUSTAKA 65
DAFTAR TABEL
Hal.
DAFTAR GAMBAR
Hal.
ABSTRAK
Webcam.
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi tidak hanya dipakai dalam bidang
komputer saja, namun hampir semua aspek kehidupan manusia tidak lepas dari
penggunaan teknologi. Pemantauan tempat-tempat keramaian umum untuk dapat
menghitung jumlah manusia merupakan salah satu dari sekian banyak bidang
memanfaatkan teknologi komputer.
Pemantauan keramaian di tempat-tempat umum diperlukan untuk pengawasan,
monitoring maupun untuk keperluan survey kepadatan manusia. Untuk keperluan
survey kepadatan, data hasil pemantauan dibutuhkan guna perbaikan tataruang
maupun pengembangan infra struktur pada tempat umum tersebut.
Sistem deteksi wajah, termasuk di dalamnya penghitungan jumlah wajah
dalam suatu citra, merupakan salah satu pemanfaatan teknologi pengolahan citra
digital. Proses deteksi wajah manusia dan penghitungan jumlah manusia memerlukan
metode tertentu yang didukung dengan suatu perangkat lunak. Oleh karena itu, perlu
dibuat sistem yang mampu mengidentifikasi dan menghitung semua daerah citra yang
mengandung wajah, yang di dalam penelitian ini digunakan metode Viola Jones.
Ada banyak penelitian yang telah dilakukan tentang pendeteksian manusia
Pada penelitian Santoso, Hadi dilakukan pendeteksian wajah-wajah pada sebuah citra
digital (Santoso, Hadi. 2013). Triatmoko, A.H et al Penggunaan Metode Viola-Jones
dan Algoritma Eigen Eyes dalam Sistem Kehadiran Pegawai (Triatmoko, A.H. 2014).
Dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem kehadiran yang didasarkan pada
identifikasi fitur mata dan Mayo, M yang berjudul Deteksi Wajah Manusia pada Citra
Berwarna dengan Informasi Warna Kulit dan Support Vector Machines (Mayo, M.
2008).
Tujuan penelitian ini adalah mendeteksi wajah manusia untuk menghitung berapa
banyak jumlah manusia dan mempersingkat waktu pada tempat keramaian umum
yang ada pada citra digital dan capture melalui webcam menggunakan metode Viola-
Jones.
f. Penyusunan Laporan
Pada tahap ini dilakukan penulisan dokumentasi hasil analisis metode Viola-Jones
untuk mendeteksi wajah dan menghitung jumlah manusia.
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
LANDASAN TEORI
Biometrik berasal dari bahasa Yunani bios yang artinya hidup dan metron yang
artinya mengukur adalah studi tentang metode otomatis untuk mengenali manusia
berdasarkan satu atau lebih bagian tubuh manusia atau kelakuan dari manusia itu
sendiri yang memiliki keunikan. Dalam dunia teknologi informasi, biometrik relevan
dengan teknologi yang digunakan utnuk menganalisa fisik dan kelakuan manusia
untuk autentifikasi (Putra, 2010). Contohnya dalam pengenalan fisik manusia yaitu
dengan pengenalan sidik jari, retina, iris, pola dari wajah (facial patterns), tanda
tangan dan cara mengetik (typing patterns). Dengan suara adalah kombinasi dari dua
yaitu pengenalan fisik dan kelakuannya Dalam teknologi terkini ditawarkan adanya
beberapa kemudahan, seperti akses, pelayanan, dan sistem informasi. Kemudahan
tersebut dapat dirasakan seperti pada mekanisme pengambilan uang melalui ATM
(Anjungan Tunai Mandiri), mekanisme memperoleh sistem informasi (internet).
Mekanisme tersebut diperlukan adanya jaminan kerahasiaan sehingga tidak dapat
ditiru oleh user yang bukan berhak. Salah satu alat untuk menjamin bahwa yang
berhak mendapatkan layanan itu harus memberikan data identifikasi. Sistem
identifikasi tersebut bersifat otomatis dengan memberikan inputan identifikasi
personal. Saat ini terdapat beragam jenis aplikasi sistem keamanan yang dapat
mengindentifikasi dan memverifikasi individu dengan baik. Dua pendekatan
tradisional untuk pengenalan individu yang dikenal selama ini adalah pendekatan
berbasis pengetahuan (knowledge based), dimana seseorang yang akan masuk ke
dalam sistem keamanan perlu memasukkan password tertentu. Pendekatan lain adalah
berbasis token (token based), dimana diperlukan suatu benda atau pengenal khusus
seperti kartu magnetik untuk masuk ke dalam sistem keamanan. Kedua pendekatan di
atas memiliki kelemahan, diantaranya : individu yang bersangkutan seringkali lupa
dengan kata kuncinya atau kartu magnetik yang menjadi kunci masuk ke dalam sistem
keamanan hilang atau dicuri orang. Pengenalan Biometrik merupakan alternatif
pengenalan individu selain pendekatan tradisional di atas, atribut biometrik yang
diturunkan oleh seorang individu tidak mungkin terlupakan atau hilang dicuri. Wajah,
sidik jari, telapak tangan, iris atau retina mata merupakan contoh karakteristik
fisiologis yang menjadi penanda atau ciri individu.
Pengertian pengenalan secara otomatis pada definisi biometrik adalah dengan
menggunakan teknologi (computer), pengenalan terhadap identitas seseorang dapat
dilakukan secara waktu nyata (realtime), tidak membutuhkan waktu berjam-jam atau
berhari-hari untuk proses pengenalan tersebut (Sutoyo, 2009). Sistem akan mencari
dan mencocokkan identitas seseorang dengan suatu basis data, acuan yang telah
disiapkan sebelumnya melalui proses pendaftaran. Contohnya sistem absensi
menggunakan sidik jari. Sistem biometrika akan melakukan pengenalan secara
otomatis atas identitas seseorang berdasarkan suatu ciri biometrika yang telah
disimpan dalam database.
Secara umum terdapat dua model sistem biometrika, yaitu:
1) Sistem Verifikasi
Sistem verifikasi bertujuan untuk menerima atau menolak identitas yang telah
diklaim oleh seseorang.
2) Sistem Identifikasi
Sistem identifikasi bertujuan untuk memecahkan identitas seseorang.
Pengguna tidak dapat memberikan klaim atau memberikan klaim negatif untuk
identitas yang telah terdaftar.
Penggunaan biometrik untuk sistem pengenalan memiliki beberapa
keunggulan dibanding sistem konvensional (penggunaan password, PIN, kartu, dan
kunci), di antaranya (Putra, 2010):
password atau PIN. Pengguna masih dapat menyangkal atas transaksi yang
dilakukanya, karena PIN atau password bisa dipakai bersama-sama.
2) Keamanan (security): sistem berbasis password dapat diserang menggunakan
metode atau algoritma brute force, sedangkan sistem biometrik tidak dapat
diserang dengan cara ini, karena sistem biometrika membutuhkan kehadiran
pengguna secara langsung pada proses pengenalan.
3) Penyaringan (screening) : proses penyaringan untuk mengatasi seseorang yang
menggunakan banyak identitas, seperti teroris yang dapat menggunakan lebih
dari satu paspor untuk memasuki satu negara. Sebelum menambahkan identitas
seseorang ke sistem, perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa identitas orang
tersebut belum terdaftar sebelumnya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka
diperlukan proses penyaringan identitas yang mana sistem konvensional tidak
dapat melakukanya. Biometrika mampu menghasilkan atau menyaring
beberapa informasi sidik jari atau wajah yang mirip dengan sidik jari atau
wajah yang dicari.
Nilai Haar Like Feature diperoleh dari selisih jumlah nilai piksel daerah gelap dengan
jumlah nilai piksel daerah terang:
F Harr = ∑ F white - ∑ F Black (2.1)
Setiap Haar-Like Feature terdiri dari gabungan kotak-kotak hitam dan putih.
Ada tiga tipe kotak feature dalam Haar:
a. Tipe two-rectangle feature (horizontal, vertikal)
b. Tipe three-rectangle feature
c. Tipe four-rectangle feature
Integral Image yaitu suatu teknik untuk menghitung nilai fitur secara cepat dengan
mengubah nilai dari setiap piksel menjadi suatu representasi citra baru, sebagaimana
disajikan dalam Gambar 2.3.
X,Y
Berdasarkan Gambar 2.3, citra integral pada titik (x,y) (ii(x,y)) dapat dicari
menggunakan persamaan (2.2):
Perhitungan nilai dari suatu fitur dapat dilakukan secara cepat dengan menghitung
nilai citra integral pada empat buah titik sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.4.
Jika nilai integral image titik 1 adalah A, titik 2 adalah A+B, titik 3 adalah A+C, dan
di titik 4 adalah A+B+C+D, maka jumlah piksel di daerah D dapat diketahui dengan
cara 4+1 – (2+3).
1,𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑝𝑗𝑓𝑗(𝑥)<𝑝𝑗0𝑗(𝑥)
Hj (x) = { (2.3)
0,𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
Keterangan :
Hj(x) = adalah klasifikasi lemah
pj = adalah parity ke j
qj = adalah threshold ke j
x = adalah dimensi sub image misalnya 24x24
3. Untuk t=1,…,T
Menormalkan bobot sehingga wt adalah distribusi probabilitas
𝑤𝑡,𝑖
Wt,I 𝑤𝑡,𝑖 (2.4)
∑𝑛
𝑗 =1
Untuk setiap fitur, j melatih classifier hj, untuk setiap fitur tunggal
Kesalahan (єj) dievaluasi dengan bobot wt
Єj = ∑𝑖 𝑤𝑖 |ℎ𝑗 (𝑥𝑖) − 𝑦𝑖| (2.5)
Pilih classifier ht dengan eror terkecil dimanaei = 0 untuk xi adalah klasifikasi
benar, dan ei= 1 untuk yang lain.
Perbaharui bobot :
Wt+1,i =Wt,i 𝛽𝑡1−𝑒𝑖 (2.6)
є𝑡
Dimana βt = (2.7)
1−є𝑡
1
dimana αt = log 𝛽𝑡
Non Object
OpenCV merupakan singkatan dari Intel Open Source Computer Vision Library yang
sekurang-kurangnya terdiri dari 300 fungsi-fungsi C, bahkan bisa lebih. Software ini
gratis, dapat digunakan dalam rangka komersil maupun non komersil, tanpa harus
membayar lisensi ke intel (Santoso H, 2013). OpenCV dapat beroperasi pada
komputer berbasis Windows ataupun Linux. Library OpenCV adalah suatu cara
penerapan bagi komunitas open source vision yang sangat membantu dalam
kesempatan meng-update penerapan computer vision sejalan dengan pertumbuhan PC
(personal computer) yang terus berkembang. Software ini menyediakan sejumlah
fungsi-fungsi image processing, seperti halnya dengan fungsi-fungsi analisis gambar
dan pola.
Beberapa contoh aplikasi dari OpenCV adalah pada Human-Computer
Interaction (interaksi manusia komputer); Object Indentification (Identifikasi Objek),
Segmentation (segmentasi) dan Recognition (pengenalan); Face Recognition
(pengenalan wajah); Gesture Recognition (pengenalan gerak isyarat), Motion
Tracking (penjajakan gerakan), Ego Motion (gerakan ego), dan Motion Understanding
(pemahaman gerakan); Structure From Motion (gerakan dari struktur); dan Mobile
Robotics (robot-robot yang bergerak).
Pengenalan wajah pada OpenCV menggunakan metode yang disebutkan oleh
metode Viola-Jones (Viola, 2001), juga disebut sebagai Haar cascade classifier.
Pendekatan ini untuk mendeteksi objek dalam gambar dengan menggabungkan empat
konsep yaitu:
a. Segi empat sederhana, disebut dengan Haar feature.
b. Sebuah Integral gambar untuk mempercepat menemukan feature.
c. Metode AdaBoost machine-learning.
d. Klasifikasi bertingkat untuk menyatukan banyaknya feature secara efesien.
Bentuk yang Viola dan Jones gunakan adalah berdasarkan Haar wavelets.
clasifikasi ini menggunakan gelombang segiempat tunggal (satu interval tinggi dan
yang satunya interval rendah) dalam dua dimensi, gelombang persegi adalah pasangan
dari segi empat yang berdekatan satu putih yang satunya hitam seperti pada Gambar
2.6.
bekerja dengan gambar skala keabu-abuan. Langkah yang penting untuk mengambil
gambar sebelum di proses adalah sebagai berikut:
a. Gambar wajah di potong dan ukurannya disesuaikan.
b. Gambar Gambar di rubah ke skala ke abu-abuan
c. Histogram equalization
Pemrosesan gambar wajah adalah langkah berikutnya setelah gambar di
perbaiki. Hal ini menghasilkan Eigenface pada sebuah gambar. OpenCV dengan
sebuah fungsi operasi PCA, walaupun butuh sebuah database (set training) dari
sebuah gambar untuk di ketahui bagaimana pengenalan setiap orang. PCA merubah
semua pembelajaran gambar kedalam kumpulan dari Eigenface yang mewakili
perbedaan antara gambar pembelajaran dan rata-rata gambar wajah (Irianto, 2010).
Yang dimaksud background adalah sejumlah piksel-piksel gambar yang diam dan
tidak bergerak didepan kamera. Model background yang paling sederhana meng-
asumsikan bahwa seluruh kecerahan piksel background berubah-ubah secara bebas,
tergantung pada distribusi normalnya. Karakteristik background dapat dihitung
dengan mengakumulasi beberapa jumlah frame sehingga akan menemukan jumlah
nilai-nilai piksel dalam lokasi s (x,y) dan jumlah square-square q (x,y) yang memiliki
nilai untuk setiap lokasi piksel (Triatmoko, 2014). Sedangkan foreground adalah
semua objek yang ada selain background dan biasanya foreground ini ada setelah
didapatkannya background. Background subtraction merupakan salah satu tugas
penting yang pertama kali dikerjakan pada aplikasi computer vision. Output dari
background subtraction biasanya adalah inputan yang akan diproses pada tingkat
yang lebih lanjut lagi seperti men-tracking objek yang teridentifikasi. Kualitas
background subtraction umumnya tergantung pada teknik pemodelan background
yang digunakan untuk mengambil background dari suatu layar kamera. Background
subtraction biasanya digunakan pada teknik segmentasi objek yang dikehendaki dari
suatu layar, dan sering diaplikasikan untuk sistem pengawasan. Tujuan dari
background subtraction itu sendiri adalah untuk menghasilkan urutan frame dari
kamera dan mendeteksi seluruh objek foreground. Suatu deskripsi pendekatan yang
telah ada tentang background subtraction adalah mendeteksi objek-objek foreground
sebagai perbedaan yang ada antara frame sekarang dan gambar background dari layar
statik. Suatu piksel dikatakan sebagai foreground jika:
Citra merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan komponen multimedia
yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra digital
adalah citra hasil digitalisasi dari citra kontinu (analog). Pengolahan citra adalah
pemrosesan citra menjadi citra yang kualitasnya lebih baik, bertujuan agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer). Beberapa contoh operasi
pengolahan citra adalah pengubahan kontras citra, penghilangan derau (noise) dengan
untuk mengekspresikan resolusi layer digital, 1 piksel adalah unit terkecil dari
sebuah gambar. Berikut pada Gambar 2.10 contoh citra dalam bentuk RGB:
Salah satu format citra digital yang lengkap yaitu citra bitmap atau sering juga
disebut dengan citra raster. Citra bitmap direpresentasikan dalam bentuk matriks atau
dipetakkan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini
memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek sulit.
Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari
sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap merupakan media elektronik yang paling
tepat untuk gambar-gambar dengan perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto
dan lukisan digital. Citra bitmap biasanya diperoleh dengan cara scanner, kamera
digital, video, scan fingerprint dan sebagainya (Sutoyo, 2009).
Berikut ini adalah elemen-elemen yang terdapat pada citra digital antara lain :
1. Kecerahan (brigthness)
Kecerahan (brigthness) merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan piksel
dari citra yang dapat ditangkap oleh sistem pengelihatan. Kecerahan pada
sebuah titik (piksel) di dalam citra merupakan intensitas rata-rata dari suatu
area yang melingkupinya.
2. Kontras (contrast)
Kontras (contrast) menyatakan sebaran terang dan gelap dalam sebuah citra.
Pada citra yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.
3. Kontur (contour)
Kontur (contour) adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan pada
intensitas pada piksel-piksel yang bertetangga. Karena adanya perubahan
intensitas inilah mata mampu mendeteksi tepi-tepi objek di dalam citra.
4. Warna
Warna sebagai persepsi yang ditangkap sistem visual terhadap panjang
gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek.
5. Bentuk (shape)
Bentuk (shape) adalah properti instrinsik dari objek 3 dimensi, dengan
pengertian bahwa bentuk merupakan properti instrinsik utama untuk sistem
visual manusia.
6. Tekstur (texture)
Tekstur (texture) dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di
dalam sekumpulan piksel-piksel yang bertetangga. Tekstur adalah sifat-sifat
atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar sehingga
secara alami sifat-sifat tersebut dapat berulang. Tekstur adalah keteraturan
pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital.
Representasi
Segmentasi dan
Deskripsi
Pre-processing
Hasil
Pengenalan
Domain Basis Pengetahuan dan
Masalah Interpretasi
Akuisi Citra
pemandangan, dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat
digunakan untuk pencitraan adalah :
a) Video kamera
b) Kamera digital
c) Kamera konvensional dan konverter analog to digital
d) Scanner
e) Photo sinar-x/ sinar infra merah
Hasil dari akuisi citra ini ditentukan oleh kemampuan sensor untuk
mendigitalisasi sinyal yang terkumpul pada sensor tersebut. Kemampuan
digitalisasi alat ditentukan oleh resolusi alat tersebut.
2) Pre-processing
Tahap ini digunakan untuk menjamin kelancaran pada proses berikutnya. Hal-
hal penting yang dilakukan pada tingkatan ini diantaranya adalah sebagai
berikut :
a) Peningkatan kualitas citra (kontras, brightness, dan lain-lain)
b) Menghilangkan noise
c) Perbaikan citra (image restoration)
d) Transformasi (image transformation)
e) Menentukan bagian citra yang akan diobeservasi
3) Segmentasi
Tahapan ini digunakan untuk mempartisi citra menjadi bagian-bagian pokok
yang mengandung informasi penting. Misalnya memisahkan antara objek
dengan latar belakang.
4) Representasi dan deskripsi
Dalam hal ini representasi merupakan suatu proses untuk merepresentasikan
suatu wilayah sebagai suatu daftar titik-titik koordinat dalam kurva tertutup,
dengan deskripsi luasan atau perimeternya. Setelah suatu wilayah dapat
direpresentasi, proses selanjutnya adalah melakukan deskripsi citra dengan
cara seleksi ciri (feature extraction and selection). Seleksi ciri bertujuan untuk
memilih informasi kuantitatif dari ciri yang ada, yang dapat membedakan
kelas-kelas objek dengan baik, sedangkan ekstraksi ciri bertujuan untuk
mengukur besaran kuantitatif ciri setiap piksel, misalnya rata-rata, standar
deviasi, koefisien variasi, dan lain-lain.
Pencitraan adalah proses untuk mentransformasi citra analog menjadi citra digital.
Citra analog adalah citra bersifat kontinu, seperti gambar pada televisi, foto yang
tercetak pada kertas foto, hasil dari scan, gambar-gambar yang tersimpan pada kaset
dan lain sebagainya (Sutoyo, 2009). Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam
komputer sehingga tidak dapat diproses pada komputer secara langsung. Oleh sebab
itu, agar citra dapat diproses pada komputer, proses konversi analog ke citra digital
harus dilakukan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk
pencitraan adalah webcam. Berikut ini Gambar 2.12 contoh proses pencitraan dari
citra analog (citra sidik jari) menjadi citra digital.
Gambar 2.12. Proses Pencitraan Citra Analog Menjadi Citra Digital (Al-Fatta,
2009)
Citra RGB (Red Green Blue) / warna dapat diubah menjadi citra grayscale dengan
menghitung rata-rata elemen warna Red (Merah), Green (Hijau) dan Blue (Biru)
(Santi, 2011). Secara matematis perhitungan sebagai berikut:
𝑓𝑖𝑅 (𝑥,𝑦) + 𝑓𝑖𝐺 (𝑥,𝑦) + 𝑓𝑖𝐵 (𝑥,𝑦)
Fo (x, y) = (2.11)
3
Berikut gambar contoh proses perhitungan konversi citra RGB menjadi grayscale.
F0 = (50+65+50)/3
Gambar 2.13. Proses Konversi Citra RGB Menjadi Grayscale (Santi, 2011)
2.5.2. Segmentasi
2. Similaritas
Similaritas merupakan pembagian citra berdasarkan kesamaan-kesamaan
kriteria yang dimilikinya, contohnya thresholding, region growing, region
splitting, dan region merging.
(a) (b)
Gambar 2.14. Proses Pemisahan, (a) Gambar Asli, (b) Hasil Segmentasi
(Rachmad, 2008)
Pada Gambar 2.14 merupakan tahap segmentasi, dimana dalam proses ini
adalah proses pemisahan antara objek (citra sidik jari) dengan backgorund-nya.
2.5.2.1.Thresholding (Pengambangan)
Proses pengambangan akan menghasilkan citra biner yaitu citra yang memiliki dua
nilai tingkat keabuan yaitu hitam dan putih (Kumaseh, 2011). Secara umum proses
pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut:
1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓(𝑥, 𝑦) ≥ 𝑇
g(x,y) ={ } (2.12)
0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓(𝑥, 𝑦) < 𝑇
Dengan g (x,y) adalah citra biner dari citra grayscale f (x,y), dan T menyatakan
nilai ambang. Nilai T memegang peranan yang sangat penting dalam proses
pengambangan. Kualitas citra biner sangat tergantung terhadap nilai T yang
digunakan.
Terdapat dua jenis pengambangan antara lain pengambangan global (global
thresholding) dan pengambangan secara lokal adaptif (locally adaptive thresholding).
Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversikan menjadi hitam
atau putih dengan suatu nilai ambang T. Kemungkinan besar pada pengambangan
global akan banyak informasi yang hilang karena hanya menggunakan satu nilai T
untuk keseluruhan piksel. Untuk mengatasi masalah ini, dapat digunakan
pengambangan secara lokal adaptif. Pada pengambangan lokal adaptif, suatu citra
dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal pada
setiap blok dengan nilai T yang berbeda.
2.5.2.2. Normalisasi
dimana :
Ni (x, y) = citra hasil normalisasi
I(x, y) = citra asal
M0 = varian citra hasil
Mi = varian citra asal
V0x = rata-rata citra hasil
Vi = rata-rata setiap sektor citra asal
Ekstraksi fitur (feature extraction) merupakan bagian fundamental dari analisis citra
(Putra, 2010). Fitur adalah karakteristik yang unik dari suatu objek. Karakteristik dari
fitur antara lain:
1. Dapat membedakan suatu objek dengan yang lainya (discrimination).
2. Memperlihatkan kompleksitas komputasi dalam memperoleh fitur.
Kompleksitas komputai yang tinggi akan menjadi beban tersendiri dalam
menemukan suatu fitur.
3. Tidak terikat (independence) dalam arti bersifat invarian terhadap berbagai
transformasi (rotasi, penskalaan, pergeseran dan sebagainya).
4. Jumlahnya sedikit, karena fitur yang jumlahnya sedikit akan dapat menghemat
waktu komputasi dan ruangan penyimpanan untuk proses selanjutnya (proses
pemanfaatan fitur).
Sebelum menentukan arah orientasi citra sidik jari terlebih dahulu yang dilakukan
adalah membagi citra menjadi blok-blok (Putra, 2010). Terdapat dua model
pembagian blok, yaitu pembagian blok secara tumpang tindih (overlapping) dan
pembagian blok yang tidak saling tumpang tindih (non-overlapping). Pada model
tumpang tindih, suatu blok dengan blok lain yang saling berdampingan terdapat
sejumlah piksel yang saling tumpang tindih seperti paada Gambar 2.15(a). Pada model
pembagian blok yang tidak tumpang tindih, piksel pada suatu blok dengan blok yang
lain tidak saling tumpang tindih seperti pada Gambar 2.15(b). Dalam penelitian ini
digunakan pembagian blok yang tidak saling tumpang tindih (non-overlapping).
Gambar 2.15. (a) Contoh pembagian blok yang saling tumpang tindih,
(b) Contoh pembagian blok yang tidak saling tumpang tindih. (putra, 2010)
Vektor ciri dari blok dapat dibentuk dengan nilai rata-rata ataupun standar
deviasi dari setiap blok. Nilai standar deviasi dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
𝜎 = (𝑀−1 ∑𝑀 2 2
𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝜇) ) (2.23)
dimana :
μ = nilai rata-rata, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝜇 = 𝑀−1 ∑𝑀
𝑖=1 𝑥𝑖 (2.24)
M = jumlah seluruh piksel dalam setiap blok.
x = nilai piksel.
Vektor fitur sidik jari dapat dibentuk dengan cara berikut :
V=(σ1, σ2, σ3 ... σN)
dimana :
σ1= nilai standar deviasi blok ke-i.
N = jumlah dari keseluruhan blok.
Pengenalan wajah adalah suatu metoda pengenalan yang berorientasi pada wajah.
Pengenalan ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: dikenali atau tidak dikenali,
setelah dilakukan perbandingan dengan pola yang sebelumnya disimpan di dalam
database. Metoda ini juga harus mampu mengenali objek bukan wajah. Perhitungan
model pengenalan wajah memiliki beberapa masalah. Kesulitan muncul ketika wajah
direpresentasikan dalam suatu pola yang berisi informasi unik yang membedakan
dengan wajah yang lain (Robin, 2007).
Metoda pendeteksian wajah memakai dua prosedur, yaitu :
a. Pengenalan kontur wajah dengan mengenali bentuk hidung, mata dan mulut dan
bentuk korelasi diantara keduanya. Karakteristik organ tersebut kemudian
dinyatakan dalam bentuk vektor.
b. Analisis komponen yang prinsipil, berdasarkan informasi dari konsep ini, mencari
perhitungan model terbaik yang menjelaskan bentuk wajah dengan mengutip
informasi yang paling relevan yang terkandung di dalam wajah tersebut.
Dibalik kemudahan mengenali wajah, ada beberapa masalah yang mungkin timbul
dalam proses pengenalan wajah disebut dengan robust, yaitu:
a. Perubahan Skala
Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perbedaan jarak
antara wajah dengan kamera. Semakin dekat jarak maka citra akan semakin besar.
Contoh Gambar 2.16 (b).
b. Perubahan Posisi
Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perubahan posisi
seseorang ataupun perubahan sudut pengambilan wajah. Contoh Gambar (c).
c. Perubahan Cahaya
Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perubahan intensitas
cahaya yang terjadi ketika pengambilan citra. Contoh Gambar (d).
d. Perubahan detail dan ekspresi
Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perubahan detail
seperti adanya janggut, kumis, pemakaian kacamata atau perubahan gaya rambut
selain itu perubahan ekspresi wajah menjadi tertawa, tersenyum, muram,
menangis juga dapat mengakibatkan pada citra yang dapat dilihat pada Gambar
2.16 (e).
Atribut detail citra wajah yang diakibatkan oleh perubahan posisi, cahaya serta detail
dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar (a) Citra asli, (b) Citra akibat perubahan skala, (c) Citra akibat perubahan
posisi, (d) Citra akibat perubahan cahaya, (e) Citra akibat penambahan detail atau
atribut dalam hal ini adalah kaca mata, topi dan lainnya (Robin, 2007).
Proses pengenalan wajah secara umum (Robin, 2007) adalah terdiri dari :
a. Acquisition module, merupakan blok input dari proses pengenalan wajah,
sumbernya dapat berasal dari kamera ataupun file citra.
b. Pre-processing module, merupakan proses penyesuaian citra input yang
meliputi, normalisasi ukuran citra, histogram equalization untuk memperbaiki
kualitas citra input agar memudahkan proses pengenalan tanpa menghilangkan
informasi utamanya, median filtering untuk menghilangkan noise akibat kamera
atau pergeseran frame, high pass filtering untuk menunjukan bagian tepi dari
citra, background removal untuk menghilangkan background sehingga hanya
bagian wajah saja yang diproses dan normalisasi pencahayaan ketika mengambil
citra input. Bagian pre-processing ini untuk menghilangkan masalah yang akan
timbul pada proses pengenalan wajah seperti yang dijelaskan sebelumnya.
c. Feature Extraction module, module ini digunakan untuk mengutip bagian
terpenting sebagai suatu vektor yang merepresentasikan wajah dan bersifat unik.
d. Classification module, pada modul ini, dengan bantuan pemisahan pola, fitur
wajah yang dibandingkan dengan fitur yang telah tersimpan di database
sehingga dapat diketahui apakah citra wajah tersebut dikenali.
e. Training set, modul ini digunakan selama proses pembelajaran proses
pengenalan, semakin kompleks dan sering maka proses pengenalan wajah akan
semakin baik.
f. Database : Berisi kumpulan citra wajah.
Bab ini secara garis besar membahas analisis metode Viola-Jones dalam mendeteksi
wajah dan menghitung jumlah manusia pada citra serta tahap-tahap yang akan dilakukan
dalam perancangan sistem yang akan dibangun.
Pada desain ini ditunjukkan bagaimana setiap proses berlangsung dan membentuk
sebuah aplikasi yang terbentuk dengan sistematis. Rancangan arsitektur dapat dilihat
pada Gambar 3.1
Grayscale
Fitur Haar
Viola-Jones
Citra Integral
Cascade of Classifier
Wajah
manusia/Bukan
Pada citra wajah manusia Gambar 3.2 di atas, tiap pikselnya mengandung 24-
bit kandungan warna atau 8-bit untuk masing-masing warna dasar (R, G, dan B),
dengan selang nilai warna antara 0 (00000000) sampai 255 (11111111) untuk tiap
warna. Sebagai contoh data bitmap citra warna di atas adalah seperti pada Gambar 3.3.
Pada contoh citra Gambar 3.3 di atas, data pertama adalah header yang berisi
informasi nama file, jenis format dan dimensi citra. Nilai piksel (0,0) adalah
111100001011010011110111. Nilai RGB dihitung sebagai berikut:
Nilai R = 111100001011010011110111 mod 100000000 = 11110111 = 247
Nilai G = (111100001011010011110111 and 1111111100000000)/100000000
= 1011 0100= 180 (desimal)
Nilai B= (111100001011010011110111 and
111111110000000000000000) / 10000000000000000
= 1111 0000 = 240 (desimal)
Sehingga diperoleh nilai piksel (0,0) 11110000 11110000 11111111:
R= 11110111 = 247 (desimal)
G= 10110100 = 180 (desimal)
B= 10010000 = 240 (desimal)
Dalam analisa ini jumlah piksel yang dihitung sebanyak 25 piksel saja dan
untuk mendapatkan nilai RGB piksel selanjutnya dilakukan sama seperti cara di atas
dan selanjutnya nilai RGB semua nilai piksel pada citra dimasukkan ke dalam matriks
seperti pada Tabel 3.1.
Matriks citra warna pada Tabel 3.1 di atas ditransformasikan menjadi citra grayscale
dengan menghitung rata-rata warna Red, Green dan Blue menggunakan persamaan
2.11. Sebagai contoh menghitung nilai grayscale piksel (0,0) dengan nilai komponen
RGB (241,180,144) adalah:
247+180+240
f(0,0) = ( )= 667/3 = 222
3
230+185+245
f(0,1) = ( )= 660/3 = 220
3
252+170+233
f(0,2) = ( )= 655/3 = 218
3
241+180+228
f(0,3) = ( )= 649/3 = 216
3
240+180+220
f(0,4) = ( )= 640/3 = 213
3
Dalam metode viola-jones, pendeteksian objek dilakukan berdasarkan pada nilai fitur.
Penggunan fitur dilakukan karena pemrosesan fitur berlangsung lebih cepat
dibandingkan pemrosesan citra per piksel. Pencarian objek wajah manusia dilakukan
dengan mencari fitur-fitur yang memiliki tingkat pembeda yang tinggi. Hal ini
dilakukan dengan mengevaluasi setiap fitur terhadap data latih dengan menggunakan
nilai dari fitur tersebut. Pada penelitian ini penulis menggunakan parameter
FaceHaarCascade.xml yang dikhususkan untuk pelacakan bagian wajah manusia
dengan posisi kemiringan 00 – 150 dari objek yang ingin dideteksi. Fitur yang
memiliki batas terbesar antara manusia dan bukan manusia dianggap sebagai fitur
terbaik. Sebagai contoh, misalnya kita melakukan pencarian wajah manusia dalam
citra. Salah satu daerah wajah manusia adalah daerah mata dan pipi. Pada umumnya
daerah mata akan berwarna lebih gelap sedangkan daerah pipi akan berwarna lebih
terang seperti pada Gambar 3.5.
Citra integral adalah representasi tengah untuk citra dan terdiri dari jumlah nilai
keabu-abuan dari citra N dengan tinggi y dan lebar x dimana nilai tiap pikselnya
merupakan akumulatif dari nilai piksel atas dan kirinya. Salah satu contoh seperti
Gambar 3.6.
Misalkan nilai abu-abu dalam kotak haar tersebut seperti Tabel 3.2.
Perhitungan citra integral dari nilai abu-abu dalam Tabel 3.2 dapat dilihat pada Tabel
3.3.
Maka diperoleh hasil perhitungan citra integralnya seperti pada tabel 3.4.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah file citra digital. Faktor-faktor teknis
pada data berupa file citra yang akan diolah adalah sebagai berikut:
a. Pencahayaan
b. Jarak pengambilan gambar
c. Kualitas gambar
d. Dimensi file
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan file citra dengan faktor yang
bervariasi guna mendapatkan file citra yang paling optimal bagi algoritma Viola-Jones.
Pada tahap perancangan sistem akan dilakukan perancangan dari sistem pendeteksian
wajah manusia antarmuka sistem yang akan dibangun.
3.3.1. Flowchart
Tidak
Ya
Tidak
Jumlah=Jumlah+1
Ya
Tidak
Turunkan scala
Capai skala minimum (Citra integral)?
citra masukan
Ya
Tidak
Segi empat > 1 ?
Ya
Merge
Jumlah manusia
Selesai
Pada proses deteksi wajah manusia sekaligus langsung dilakukan pemrosesan awal
saat citra manusia dalam frame terdeteksi. Hal ini dilakukan untuk membuat software
yang realtime dan lebih efisien. Adapun proses awal yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Proses pendeteksian adanya citra manusia dalam gambar dengan detektor
manusia OpenCV dengan menggunakan sebuah metoda Viola-Jones.
2. Resizing, citra manusia yang diperoleh diseragamkan sehingga memiliki
ukuran 1200 x 800 piksel.
3. Citra manusia diubah kedalam grayscale sebelum dilakukan klasifikasi
(Cascade classifier).
4. Segmentasi, pemisahan citra latar dengan citra manusia.
GAMBAR LATAR
Keterangan :
Pada halaman menu utama yang terdapat gambar latar dan terdapat tampilan sub menu
pilihan aplikasi yang dapat diakses setelah pengguna berhasil melakukan otoritas
pengguna sub Menu pada menu Utama terdiri dari menu Pengenalan, Help, About
serta tombol Exit, yang berfungsi sebagai berikut:
1. Menu Pengenalan berfungsi untuk melakukan pengenalan manusia.
2. Menu Help berfungsi untuk menampilkan halaman bantuan.
3. Menu About berfungsi untuk menampilkan halaman keterangan.
4. Menu Exit berfungsi untuk keluar dari halaman menu utama.
dimana setiap objek akan diberi kotak sebagai tanda objek telah dikenali. Rancangan
Pengenalan Dengan Capture Webcam dapat dilihat seperti pada Gambar 3.11.
3 4 5 6 7
ProgressBar xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 10
Rancangan Help adalah rancangan sederhana yang terdiri dari objek Label-label serta
gambar. Tampilan ini dirancang untuk menampilkan informasi tentang persiapan awal
mengenai perangkat keras yang digunakan serta tata cara pengoperasian aplikasi yang
dijelaskan tahap demi tahap. Untuk lebih jelasnya rancangan Help dapat dilihat pada
Gambar 3.12.
Pengoperasian Sistem
XXXXXXXXXXXXX
XXXXXXXXXXXXX
Rancangan About adalah tampilan sederhana yang hanya memiliki satu tombol yaitu
tombol Quit. Rancangan ini berfungsi untuk menampilkan informasi tentang profil
penulis. Profil penulis meliputi biodata singkat penulis serta data-data akademik
berupa nama mahasiswa, Nomor Induk Mahasiswa. Untuk lebih jelasnya rancangan
About dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Logo
Kampus
Nama Penulis
NIM
Tabel 3.5. Rancangan Hasil Pengujian Deteksi Wajah Manusia dengan Load
Image
Keterangan:
Akurasi : (Jumlah Manusia Terdeteksi / Jumlah Manusia Real) x 100%
Error : Abs (Jumlah Manusia Real - Jumlah Manusia Terdeteksi)/Jumlah
Manusia Real x 100 %
Koreksi Visual : Jumlah bukan wajah manusia terdeteksi dalam tanda kotak
Tabel 3.6. Rancangan Hasil Pengujian Deteksi Wajah Manusia dengan Capture
Webcam
Keterangan:
Akurasi : (Jumlah Manusia Terdeteksi / Jumlah Manusia Real) x 100%
Error : Abs (Jumlah Manusia Real - Jumlah Manusia Terdeteksi)/Jumlah
Manusia Real x 100 %
Koreksi Visual : Jumlah bukan wajah manusia terdeteksi dalam tanda kotak
4.1.Implementasi Sistem
Tampilan Menu Utama berisi gambar latar serta tampilan menu. Tampilan Menu
terdiri dari menu Pengenalan, Help, About serta Exit yang dapat dilihat seperti pada
Gambar 4.1.
Tampilan hasil Pengenalan berfungsi untuk melakukan deteksi wajah dengan inputan
file citra yang berformat JPG dengan ukuran 95.79 KB. Tampilan Pengenalan dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
Pada Gambar 4.2 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file tes.jpg yang
berukuran 95.79 KB. Gambar berisi dengan 32 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 30 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 0.5 Detik. Jadi
akurasinya = (30/32) x 100 = 93%, error = (32-30)/32 x 100 = 6 % serta koreksi visual
(posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 0 buah.
Tampilan hasil Pengenalan berfungsi untuk melakukan deteksi wajah dengan inputan
capture webcam yang berformat JPG dengan ukuran 26 KB. Tampilan Pengenalan
dapat dilihat pada Gambar 4.3
Pengujian sistem adalah pengumpulan data hasil deteksi wajah menggunakan metode
Viola-Jones. Tampilan Hasil Pengujian adalah sebagai berikut:
Percobaan 1.
Pada Gambar 4.4 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-1.jpg yang
berukuran 1312.34 KB. Gambar berisi dengan 58 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 64 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 2.3 Detik. Jadi
akurasinya = (58/64) x 100 = 90%, error = (64-58)/64 x 100 = 10 % serta koreksi
visual (posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 16 buah.
Percobaan 2.
Pada Gambar 4.5 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-2.jpg yang
berukuran 1678.22 KB. Gambar berisi dengan 88 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 90 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 2.4 Detik. Jadi
akurasinya (88/90) x 100 = 97%, error = (88-90)/88 x 100 = 2 % serta koreksi visual
(posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 19 buah.
Percobaan 3.
Pada Gambar 4.6 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-3.jpg yang
berukuran 7413.97 KB. Gambar berisi dengan 79 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 75 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 1.3 Detik. Jadi
akurasinya (75/79) x 100 = 94%, error = (79-75)/79 x 100 = 5 % serta koreksi visual
(posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 13 buah.
Percobaan 4.
Pada Gambar 4.7 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-4.jpg yang
berukuran 59.17 KB. Gambar berisi dengan 34 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 29 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 0.3 Detik. Jadi
akurasinya (29/34) x 100 = 85%, error = (34-29)/34 x 100 = 14 % serta koreksi visual
(posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 1 buah.
Percobaan 5.
Pada Gambar 4.8 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-5.jpg yang
berukuran 69 KB. Gambar berisi dengan 50 wajah manusia, hasil yang terdeteksi oleh
aplikasi ada 37 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 0.6 Detik. Jadi akurasinya
(37/50) x 100 = 74%, error = (50-37)/50 x 100 = 26 % serta koreksi visual (posisi
kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 0 buah.
Percobaan 6.
Pada Gambar 4.9 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file 6.jpg yang
berukuran 517.72 KB. Gambar berisi dengan 437 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 319 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 3.4 Detik. Jadi
akurasinya (319/437) x 100 = 72%, error = (437-319)/437 x 100 = 27 % serta koreksi
visual (posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 10 buah.
Percobaan 7.
Percobaan 8.
Pada Gambar 4.11 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-8.jpg yang
berukuran 153.35 KB. Gambar berisi dengan 51 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 39 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 0.9 Detik. Jadi
akurasinya (39/51) x 100 = 76%, error = (51-39)/51 x 100 = 23 % serta koreksi visual
(posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 2 buah.
Percobaan 9.
Pada Gambar 4.12 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-9.jpg yang
berukuran 66.33 KB. Gambar berisi dengan 43 wajah manusia, hasil yang terdeteksi
oleh aplikasi ada 36 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 0.5 Detik. Jadi
akurasinya (36/43) x 100 = 83%, error = (43-36)/43 x 100 = 16% serta koreksi visual
(posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 2 buah.
Percobaan 10.
Pada Gambar 4.13 diatas terlihat hasil deteksi wajah dengan nama file Sun-10.jpg
yang berukuran 63.5 KB. Gambar berisi dengan 28 wajah manusia, hasil yang
terdeteksi oleh aplikasi ada 30 wajah manusia dengan lama waktu deteksi 0.4 Detik.
Jadi akurasinya (30/28) x 100 = 93%, error = (28-30)/28 x 100 = 7% serta koreksi
visual (posisi kotak yang salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 2 buah.
3 Sun-3.jpg 79 75 7414 94 5 13
4 Sun-4.jpg 34 29 59.17 85 14 1
5 Sun-5.jpg 50 37 69 74 26 0
8 Sun-8.jpg 51 39 153.35 76 23 2
9 Sun-9.jpg 43 36 66.33 83 16 2
10 Sun-10.jpg 28 30 63.5 93 7 2
Dari Tabel hasil pengujian di atas menggunakan Load File aplikasi dapat mendeteksi
wajah manusia dengan rata-rata akurasi 84.8%, error 14.5%, dan Koreksi Visual
7.3%.
Percobaan 1.
(2/2) x 100 = 100%, error = (0-0)/0 x 100 = 0% serta koreksi visual (posisi kotak yang
salah yang ditunjuk dengan panah warna kuning) = 0 buah.
Percobaan 2.
Percobaan 3.
Percobaan 4.
Percobaan 5.
Percobaan 6.
Percobaan 7.
Percobaan 8.
Percobaan 9.
Percobaan 10.
5.1 Kesimpulan
1. Aplikasi dapat melakukan deteksi wajah manusia pada file citra digital dan
capture.
2. Metode Viola-Jones sangat cocok digunakan untuk melakukan pendeteksian
objek karena memiliki akurasi pendeteksian yang baik dan waktu akurasi yang
cepat.
3. Aplikasi ini dapat mendeteksi wajah manusia menggunakan Load File dengan
rata-rata akurasi 84.8%, error 14.5%, dan Koreksi Visual 7.3%. Dengan waktu
pendeteksian sekitar 0.3 detik sampai dengan 4 detik. Tergantung dimensi dari
file citra. Jika semakin besar dimensi maka waktu pendeteksian semakin lama.
4. Aplikasi ini dapat mendeteksi wajah manusia menggunakan Capture Webcam
dengan rata-rata akurasi 82.9%, error 16.5%, dan koreksi visual 1.3%. Dengan
waktu pendeteksian sekitar 0.2 detik sampai dengan 2 detik.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lienhart, R dan Maydt, J. 2002. An Extended Set of Haar-Like Features for Rapid.
IEEE ICIP (1):900-903.
Robin, 2007, Sistem Pengolahan Citra dan Deteksi wajah pada Sistem Pengenalan
Wajah, Erlangga, Jakarta.
Santoso H. & Harjoko A, .2013. Haar Cascade Classifier dan Algoritma Adaboost
Untuk Deteksi Banyak Wajah Dalam Ruang Kelas. Jurnal Teknologi
Vol. 6 No. 2 tahun 2013.
.
Sutoyo. T. 2009. Teori Pengolahan citra digital, Yogyakarta. Penerbit: ANDI.