Anda di halaman 1dari 6

Efek Negatif dari Homeschooling

Anak tidak bisa bersosialisasi

Homeschooling memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan anak. Salah satu
dampak negatif dari metode pembelajaran ini yaitu anak akan mengalami kesusahan dan tidak
bisa bersosialisasi. Anak akan bersifat individualis dan merasa paling hebat dalam segala hal.
Selain itu, anak tidak akan bisa mengontrol kemampuannya sendiri. Anak-anak yang menjalani
metode pembelajaran homeschooling cenderung tidak bisa bergaul sehingga tidak akan memiliki
banyak teman.

Anak tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi

Anak-anak yang mendapat metode pembelajaran homeschooling cenderung tidak akan bisa
mengontrol dan mengukur kemampuannya sendiri. Kondisi tersebut akan membuat anak tidak
bisa bersaing atau berkompetisi dengan orang lain.

Anak tidak bisa mandiri

Efek negatif dari homeschooling akan menyebabkan anak tidak bisa mandiri dalam segala hal.
Anak-anak tidak akan bisa terlepas dari kebiasaan bergantung pada orang lain. Ketika berada di
luar lingkungan rumah, anak tidak akan bisa mengatasi permasalahan yang terjadi pada dirinya.
Hal ini akan berdampak terhadap psikologis anak dan akan terbawa sampai anak dewasa. Efek
negatif dari metode pembelajaran ini akan melahirkan anak manja dan selalu ingin di layani
dalam segala hal.

Setelah mengetahui efek positif dan negatif dari metode pembelajaran homeschooling, sebaiknya
Anda sebagai orangtua mempertimbangkan hal tersebut sebelum memilih metode pembelajaran
untuk anak. Pada masa pertumbuhan, anak-anak tidak hanya membutuhkan pelajaran akan tetapi
anak juga memerlukan lingkungan untuk bersosialisasi

Dampak Negatif

 Penilaian yang subyektif terhadap kemampuan anak, bila orang tua menjadi tutor.
 Kemungkinan menghadapi kesulitan beradaptasi ketika anak ingin masuk sekolah
umum. Ia tidak terbiasa dengan tradisi persekolahan.
 Bila keputusan untuk memilih pendidikan metode homeschooling bukan pilihan anak,
atau bersifat paksaan dari orang tua karena alasan prestise saja. Karena dalam lima tahun
terakhir, perkembangan home schooling kian meningkat. Masyarakat dari kalangan
menengah ke atas banyak memasukkan anak mereka ke pendidikan rumahan atau home
schooling

Karakteristik anak yang pas masuk Homeschooling

 Tidak suka rutinitas.


 Peka memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi.
 Pelajar yang memiliki kegiatan di luar sekolah seperti olahragawan atau juga artis adalah
murid-murid yang memilih homeschooling. "Misalnya seorang atlet, ketika dia akan
mengikuti sebuah turnamen, maka dia akan izin dalam beberapa waktu untuk tak hadir di
sekolah. Maka mereka memilih homeschooling karena waktu belajar lebih fleksibel.
Sama halnya juga dengan artis,"
 DAMPAK NEGATIF
 – Siswa menjadi kurang pergaulan (kuper), merasa individualis serta
terkadang merasa paling hebat karena tidak merasakan kompetisi meraih
peringkat terbaik, sehingga tidak bisa mengukur kekurangan diri sendiri
dibandingkan siswa yang lain.
 – Membutuhkan keseriusan orang tua untuk memonitor perkembangan
pendidikan anak.
 – Seluruh rutinitas dilaksanakan di rumah tanpa ada perubahan suasana
belajar, sehingga terkadang membuat kejiwaan siswa kurang baik. Keadaan
ini menjadikan pula siswa kurang mandiri dan kurang realistis menghadapi
problem sosial yang timbul.
 Itulah beberapa dampak Negatif dan postif dari home schooling, sebaiknya
orang tua mempertimbangkan hal tersebut sebelum memilih metode
pembelajaran untuk anak.pada masa pertumbuhan, anak-anak tidak hanya
membutuhkan pelajaran tetapi juga memerlukan lingkungan untuk
bersosialisasi.(*)
 Apakah ada sampel anak-anak yang mulanya homeschooling, kemudian gagal ketika
dewasa? Itulah pertanyaan singkat mbak Lea Kesuma yang diajukannya kepada Lala.
 Pertanyaan semacam ini layak untuk diajukan. Sebab, sebuah gagasan yang hanya berisi
cerita sukses tanpa jejak kegagalan biasanya cenderung merupakan ilusi. Ada hal-hal
yang ditutupi sehingga realitas seolah ideal dan hanya berisi keberhasilan.
 Padahal, kegagalan di dalam praktek, dalam jumlah tertentu, merupakan sebuah
kewajaran yang dapat diterima. Sebab, keberhasilan membutuhkan sebuah prasyarat.
Dan ketika prasyarat itu tak dipenuhi, maka kegagalan lah yang dialami. Kalau semua
orang bisa masuk dan pasti berhasil (dengan nilai kegagalan nol persen), maka
keberhasilan itu tak memiliki makna apapun.
 Apakah ada kegagalan dalam homeschooling? Menurut saya ada. Problemnya, data
tentang kegagalan itu lebih sulit diperoleh daripada tentang keberhasilan. Kalaupun kita
melihatnya, yang bersangkutan belum tentu bersedia diekspos kegagalannya. Juga, ada
sedikit komplikasi di dalam memaknai dan memandang keberhasilan.

 1. Memaknai keberhasilan
Secara sederhana, keberhasilan adalah ketika apa yang ditetapkan sebagai tujuan
tercapai. Kegagalan adalah ketika tujuan yang ditetapkan tak tercapai. Sebagaimana
keberhasilan memiliki spektrum yang luas (mulai keberhasilan kecil hingga keberhasilan
besar), demikian pun kegagalan.
 Kegagalan pada satu segi bukan berarti kegagalan secara keseluruhan. Selalu ada ruang
untuk keberhasilan dan memaknai sebuah kegagalan pada hal tertentu dalam posisinya
yang relatif kecil terhadap ruang kehidupan yang sangat luas. Selalu tersedia ruang yang
luas untuk memaknai kehidupan secara lebih positif sehingga manusia tak berhenti pada
kegagalan, tetapi maju terus untuk melakukan kompensasi denan membuat keberhasilan-
keberhasilan baru (apapun definisi keberhasilan itu).

 2. Tujuan homeschooling
Salah satu faktor yang membuat penilaian keberhasilan menjadi lebih sulit adalah karena
setiap keluarga homeschooling memiliki definisi/standar berbeda mengenai tujuan
pelaksanaan homeschoolingnya.
 Tujuan yang dianggap penting oleh sebuah keluarga dan dianggap sebagai ukuran
keberhasilan belum tentu dianggap penting oleh keluarga lain. Padahal, pengertian
sederhana kegagalan adalah tak tercapainya sebuah tujuan.
 Kalau tujuan yg hendak dicapai berbeda-beda, bagaimana kita ingin mengambil sampel
tentang kegagalan secara umum? Kita bisa saja menyebutkan seorang anak gagal dalam
homeschooling (mis: karena gagal dalam ujian Paket atau gagal masuk Perguruan
Tinggi). Tetapi, bisa jadi keluarga yang bersangkutan menganggap bahwa masalah
akademis itu hanya hal sampingan dalam proses homeschooling yang dijalaninya karena
mereka mendidik anaknya menjadi pebisnis atau seniman (yg tak menempatkan aspek
akademis dalam kegiatan belajarnya).
 Atau, ada yang menyebutkan anak yang tidak terampil dan kurang pandai bergaul
sebagai kegagalan dalam homeschooling. Sementara, keluarga yang bersangkutan
menganggap bahwa hal-hal tersebut tak menjadi masalah besar. Toch anaknya pintar dan
bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi terkenal.
 So?
 Keragaman dan fleksibilitas di dalam penetapan tujuan itu membuat peluang
keberhasilan dalam homeschooling lebih besar dibandingkan sistem sekolah yang
menggunakan satu ukuran (nilai raport/ujian) sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan.
Walaupun begitu, fleksibilitas ini harus dikawal dengan kejujuran sehingga tak menjadi
alasan pembenaran/kamuflase atas kegagalan yang sedang dialami.

 3. Critical Areas
Dalam konteks ini, mungkin lebih tepat untuk membahaskan titik-titik kritis (critical
areas) dalam pelaksanaan homeschooling daripada mencari contoh2 kegagalan
homeschooling. Ini bukan tentang tujuan dan gambar besar (big picture) tentang
homeschooling. Tetapi lebih mengenai aspek-aspek praktis dalam pelaksanaan
homeschooling yang perlu diperhatikan agar homeschooling dapat berhasil. Saya ingin
memberikan beberapa contoh diantaranya:
 a. Kekompakan keluarga
Kekompakan keluarga menjadi area kritis ketika homeschooling dijalankan tanpa
persetujuan penuh dari salah satu pasangan (suami/isteri). Kekritisan ini bisa menjadi
mimpi buruk ketika ada pihak ketiga (orangtua/mertua dan keluarga) yang melakukan
intervensi dan ikut menunjukkan ketidaksetujuannya pada homeschooling, sementara
proses homeschooling yang dijalani masih sangat baru dan belum menemukan bentuk
yang diinginkan.
 Intervensi ini datang biasanya pada saat anak mulai usia sekolah (7 tahun). Inilah masa
kritis pelaksanaan homeschooling, apakah akan terus atau beralih ke sistem sekolah.
 b. Pemilihan model homeschooling
Area kritis yang lain adalah pemilihan model homeschooling yang akan dijalani.
 Jangan mengambil sebuah model homeschooling tertentu dan menerapkannya begitu saja
di rumah tanpa memperhatikan konteks-nya. Juga, jangan memindahkan model belajar di
sekolah ke rumah begitu saja. Peluang kegagalannya cukup besar karena setiap model
memiliki asumsi-asumsi tersendiri, demikian pun rumah bukanlah sekolah dan orangtua
bukanlah guru serba bisa.
 Penting untuk memasukkan faktor kondisi anak dan keluarga di dalam rancangan model
homeschooling yang akan dijalani. Kunci keberhasilan pada pemilihan model
homeschooling bukanlah memilih model yang terbaik (secara teoritis). Tetapi, yang
terpenting adalah apa yang bekerja dan bisa dilaksanakan, yang membuat anak dan
orangtua menikmati proses belajar yang dijalaninya.
 c. Kualitas interaksi/komunikasi orangtua-anak
Jika kualitas interaksi/komunikasi antara orangtua dan anak rendah, maka kualitas
hubungan antara orangtua dan anak pun tak bisa dikatakan bagus. Kualitas
interaksi/komunikasi ini bisa menjadi pintu besar di dalam kegagalan praktek
homeschooling.
 Problem pertama ketika orangtua terlalu dominan dan memaksakan apa yang dianggap
baik tanpa memperhatikan sudut pandang/pendapat anak. Akibatnya, tak ada ruang
dialog yang cukup antara anak dan orangtua. Pada saat anak masih kecil/lemah dia
mungkin akan menerima. Tetapi semakin anak besar, bisa timbul pemberontakan-
pemberontakan pada anak yang membuat tujuan homeschooling tak dapat diraih dan
praktek homeschooling tak dapat dijalankan.
 Problem kedua bisa terjadi sebaliknya. Orangtua yang kehilangan kendali pada anak,
sementara anak ingin melakukan apapun yang diinginkannya tanpa memperhatikan
apakah yang dilakukannya adalah baik untuk masa depannya.
 Kunci keberhasilan untuk mengatasi area kritis ini adalah membangun interaksi yang
nyaman antara orangtua dan anak, yang memungkinkan evaluasi secara obyektif bisa
dilaksanakan atas praktek homeschooling yang dijalani.
 d. Taken for granted
Memilih homeschooling tak identik dengan keberhasilan. Homeschooling sama sekali
bukan obat mujarab yang bisa menyembuhkan semua penyakit pendidikan. Ada sebagian
orang yang berpindah dari jalur sekolah ke homeschooling dan mengira bahwa
homeschooling akan menyelesaikan semua problem pendidikan yang dialami anaknya.
 Padahal, memilih homeschooling barulah awal, bukan akhir dari perjalanan. Memilih
homeschooling berarti mengambil tanggung jawab dari pihak lain (sekolah) dan
mengalihkannya ke pundak sendiri. Itu berarti, jika ada kegagalan dalam pelaksanaan
homeschooling, tak ada orang/pihak lain yang dapat dijadikan kambing hitam atas
kegagalan itu.
 Untuk membuat homeschooling bisa berjalan baik, diperlukan keterbukaan untuk belajar
dan kerja keras di lapangan untuk mewujudkannya. Terus belajar untuk menjadi
fasilitator belajar yang baik dan bekerja keras mencari cara agar proses belajar anak
dapat berjalan efektif dan menyenangkan.
 Apakah ada sampel anak-anak yang mulanya homeschooling, kemudian gagal ketika
dewasa? Itulah pertanyaan singkat mbak Lea Kesuma yang diajukannya kepada Lala.
 Pertanyaan semacam ini layak untuk diajukan. Sebab, sebuah gagasan yang hanya berisi
cerita sukses tanpa jejak kegagalan biasanya cenderung merupakan ilusi. Ada hal-hal
yang ditutupi sehingga realitas seolah ideal dan hanya berisi keberhasilan.
 Padahal, kegagalan di dalam praktek, dalam jumlah tertentu, merupakan sebuah
kewajaran yang dapat diterima. Sebab, keberhasilan membutuhkan sebuah prasyarat.
Dan ketika prasyarat itu tak dipenuhi, maka kegagalan lah yang dialami. Kalau semua
orang bisa masuk dan pasti berhasil (dengan nilai kegagalan nol persen), maka
keberhasilan itu tak memiliki makna apapun.
 Apakah ada kegagalan dalam homeschooling? Menurut saya ada. Problemnya, data
tentang kegagalan itu lebih sulit diperoleh daripada tentang keberhasilan. Kalaupun kita
melihatnya, yang bersangkutan belum tentu bersedia diekspos kegagalannya. Juga, ada
sedikit komplikasi di dalam memaknai dan memandang keberhasilan.

 1. Memaknai keberhasilan
Secara sederhana, keberhasilan adalah ketika apa yang ditetapkan sebagai tujuan
tercapai. Kegagalan adalah ketika tujuan yang ditetapkan tak tercapai. Sebagaimana
keberhasilan memiliki spektrum yang luas (mulai keberhasilan kecil hingga keberhasilan
besar), demikian pun kegagalan.
 Kegagalan pada satu segi bukan berarti kegagalan secara keseluruhan. Selalu ada ruang
untuk keberhasilan dan memaknai sebuah kegagalan pada hal tertentu dalam posisinya
yang relatif kecil terhadap ruang kehidupan yang sangat luas. Selalu tersedia ruang yang
luas untuk memaknai kehidupan secara lebih positif sehingga manusia tak berhenti pada
kegagalan, tetapi maju terus untuk melakukan kompensasi denan membuat keberhasilan-
keberhasilan baru (apapun definisi keberhasilan itu).

 2. Tujuan homeschooling
Salah satu faktor yang membuat penilaian keberhasilan menjadi lebih sulit adalah karena
setiap keluarga homeschooling memiliki definisi/standar berbeda mengenai tujuan
pelaksanaan homeschoolingnya.
 Tujuan yang dianggap penting oleh sebuah keluarga dan dianggap sebagai ukuran
keberhasilan belum tentu dianggap penting oleh keluarga lain. Padahal, pengertian
sederhana kegagalan adalah tak tercapainya sebuah tujuan.
 Kalau tujuan yg hendak dicapai berbeda-beda, bagaimana kita ingin mengambil sampel
tentang kegagalan secara umum? Kita bisa saja menyebutkan seorang anak gagal dalam
homeschooling (mis: karena gagal dalam ujian Paket atau gagal masuk Perguruan
Tinggi). Tetapi, bisa jadi keluarga yang bersangkutan menganggap bahwa masalah
akademis itu hanya hal sampingan dalam proses homeschooling yang dijalaninya karena
mereka mendidik anaknya menjadi pebisnis atau seniman (yg tak menempatkan aspek
akademis dalam kegiatan belajarnya).
 Atau, ada yang menyebutkan anak yang tidak terampil dan kurang pandai bergaul
sebagai kegagalan dalam homeschooling. Sementara, keluarga yang bersangkutan
menganggap bahwa hal-hal tersebut tak menjadi masalah besar. Toch anaknya pintar dan
bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi terkenal.
 So?
 Keragaman dan fleksibilitas di dalam penetapan tujuan itu membuat peluang
keberhasilan dalam homeschooling lebih besar dibandingkan sistem sekolah yang
menggunakan satu ukuran (nilai raport/ujian) sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan.
Walaupun begitu, fleksibilitas ini harus dikawal dengan kejujuran sehingga tak menjadi
alasan pembenaran/kamuflase atas kegagalan yang sedang dialami.

 3. Critical Areas
Dalam konteks ini, mungkin lebih tepat untuk membahaskan titik-titik kritis (critical
areas) dalam pelaksanaan homeschooling daripada mencari contoh2 kegagalan
homeschooling. Ini bukan tentang tujuan dan gambar besar (big picture) tentang
homeschooling. Tetapi lebih mengenai aspek-aspek praktis dalam pelaksanaan
homeschooling yang perlu diperhatikan agar homeschooling dapat berhasil. Saya ingin
memberikan beberapa contoh diantaranya:
 a. Kekompakan keluarga
Kekompakan keluarga menjadi area kritis ketika homeschooling dijalankan tanpa
persetujuan penuh dari salah satu pasangan (suami/isteri). Kekritisan ini bisa menjadi
mimpi buruk ketika ada pihak ketiga (orangtua/mertua dan keluarga) yang melakukan
intervensi dan ikut menunjukkan ketidaksetujuannya pada homeschooling, sementara
proses homeschooling yang dijalani masih sangat baru dan belum menemukan bentuk
yang diinginkan.
 Intervensi ini datang biasanya pada saat anak mulai usia sekolah (7 tahun). Inilah masa
kritis pelaksanaan homeschooling, apakah akan terus atau beralih ke sistem sekolah.
 b. Pemilihan model homeschooling
Area kritis yang lain adalah pemilihan model homeschooling yang akan dijalani.
 Jangan mengambil sebuah model homeschooling tertentu dan menerapkannya begitu saja
di rumah tanpa memperhatikan konteks-nya. Juga, jangan memindahkan model belajar di
sekolah ke rumah begitu saja. Peluang kegagalannya cukup besar karena setiap model
memiliki asumsi-asumsi tersendiri, demikian pun rumah bukanlah sekolah dan orangtua
bukanlah guru serba bisa.
 Penting untuk memasukkan faktor kondisi anak dan keluarga di dalam rancangan model
homeschooling yang akan dijalani. Kunci keberhasilan pada pemilihan model
homeschooling bukanlah memilih model yang terbaik (secara teoritis). Tetapi, yang
terpenting adalah apa yang bekerja dan bisa dilaksanakan, yang membuat anak dan
orangtua menikmati proses belajar yang dijalaninya.
 c. Kualitas interaksi/komunikasi orangtua-anak
Jika kualitas interaksi/komunikasi antara orangtua dan anak rendah, maka kualitas
hubungan antara orangtua dan anak pun tak bisa dikatakan bagus. Kualitas
interaksi/komunikasi ini bisa menjadi pintu besar di dalam kegagalan praktek
homeschooling.
 Problem pertama ketika orangtua terlalu dominan dan memaksakan apa yang dianggap
baik tanpa memperhatikan sudut pandang/pendapat anak. Akibatnya, tak ada ruang
dialog yang cukup antara anak dan orangtua. Pada saat anak masih kecil/lemah dia
mungkin akan menerima. Tetapi semakin anak besar, bisa timbul pemberontakan-
pemberontakan pada anak yang membuat tujuan homeschooling tak dapat diraih dan
praktek homeschooling tak dapat dijalankan.
 Problem kedua bisa terjadi sebaliknya. Orangtua yang kehilangan kendali pada anak,
sementara anak ingin melakukan apapun yang diinginkannya tanpa memperhatikan
apakah yang dilakukannya adalah baik untuk masa depannya.
 Kunci keberhasilan untuk mengatasi area kritis ini adalah membangun interaksi yang
nyaman antara orangtua dan anak, yang memungkinkan evaluasi secara obyektif bisa
dilaksanakan atas praktek homeschooling yang dijalani.
 d. Taken for granted
Memilih homeschooling tak identik dengan keberhasilan. Homeschooling sama sekali
bukan obat mujarab yang bisa menyembuhkan semua penyakit pendidikan. Ada sebagian
orang yang berpindah dari jalur sekolah ke homeschooling dan mengira bahwa
homeschooling akan menyelesaikan semua problem pendidikan yang dialami anaknya.
 Padahal, memilih homeschooling barulah awal, bukan akhir dari perjalanan. Memilih
homeschooling berarti mengambil tanggung jawab dari pihak lain (sekolah) dan
mengalihkannya ke pundak sendiri. Itu berarti, jika ada kegagalan dalam pelaksanaan
homeschooling, tak ada orang/pihak lain yang dapat dijadikan kambing hitam atas
kegagalan itu.
 Untuk membuat homeschooling bisa berjalan baik, diperlukan keterbukaan untuk belajar
dan kerja keras di lapangan untuk mewujudkannya. Terus belajar untuk menjadi
fasilitator belajar yang baik dan bekerja keras mencari cara agar proses belajar anak
dapat berjalan efektif dan menyenangkan.

Anda mungkin juga menyukai