Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SKIZOFRENIA

2.1.1 Definisi

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan


psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan
perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.(1)

2.1.2 Fase atau Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan


klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai
dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual.(1)
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan,
gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan.
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik ; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir,
gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi.
3. Fase Residual
- Mengalami minimal 2 gejala
- Gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.

2.1.3 Etiologi

Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui secara
pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia, antara lain :
a. Faktor Genetik

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak
kembar satu telur.(1)
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait
loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang
berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Hal ini juga menjelaskan
mengapa terdapat gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan
skizofrenia (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia
semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit
ini.(2)

b. Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut


neurotransmiter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu
sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmiter
dopamin yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang
abnormal terhadap dopamin. Neuron dopaminergik di dalam jalur tersebut berjalan dari
badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamin yang berlebihan saja tidak cukup
untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmiter lain seperti serotonin dan norepinefrin juga
memainkan peranan penting dalam terjadinya skizofrenia.(2)

c. Model Diatesis-Stress/Psikososial

Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan adalah
model diathesis-stress. Model ini menggambarkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diathesis) yang bila dikenai pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stres sehingga muncul gejala skizofrenia. Pada kerentanan terhadap stress yang paling umum
dapat didapatkan secara biologis atau lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan
dapat berupa biologis (contohnya: infeksi) maupun psikologis (contoh situasi keluarga yang
penuh ketegangan atau kematian teman dekat). Dasar biologis untuk suatu kerentanan
dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh genetik, penyalahgunaan zat, stress psikologis, dan
trauma.(1)

d. Neurologikal

Menurut konsep neurobiologikal gangguan jiwa sangat berkaitan dengan abnormalitas


sruktur dari otak atau aktivitas berlebihan di lokasi spesifik yang dapat menyebabkan atau
berkontribusi dalam gangguan jiwa. Sebagai contoh masalah komunikasi adalah salah satu
bagian dari disfungsi secara luas. Hal ini juga diketahui bahwa hubungan antara nukleus yang
mengontrol kognitif, perilaku, dan emosi terutama terlibat dalam gangguan psikiatri. Serebral
korteks, merupakan daerah di otak yang sangat penting dalam membuat keputusan dan
berfikir tingkat tinggi, seperti pemikiran abstrak.(1)
Sistem limbik, yang terlibat dalam mengatur perilaku emosional, memori, dan
pembelajaran.(3)
a. Ganglia basal : mengkoordinasi gerakan.
b. Hipotalamus : meregulasi hormon di tubuh sepeti kebutuhan makan, minum dan seks.
c. Locus ceruleus : membuat sel saraf dapat meregulasi tidur dan terlibat dalam perilaku dan
mood.
d. Substantia nigra : sel yang memproduksi dopamin dan terlibat dalam mengontrol
pergerakkan yang kompleks, berfikir dan respon emosi.

2.1.4 Psikopatologi

Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter


dan resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin,
ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk
gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.(3)

Gejala negatif Gejala positive


Alogia Halusinasi
Afek datar Delusi
avolition – apatis Tingkah laku aneh
anhedonia – asociality Gangguan berfikir positif formal
Gangguan attensi
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan
menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien,
terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi
korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).(3)

2.1.5 Klasifikasi
Subtipe skizofrenia menurut DSM-IV :
1. Tipe paranoid (F 20.0)

DSM IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasikan (preokupasi) pada
satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada perilaku spesifik lain
yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe
paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kejar atau waham kebesaran. Pasien
skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua dari pada pasien skizofrenik terdisorganisasi
atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat
sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Selain itu, kekuatan ego pasien paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pada pasien skizofrenik.(1)
Pasien skizofrenik paranoid tipikalnya adalah tegang, pencuriga, berhati-hati dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-
kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
berfungsi secara baik.(1)
2. Tipe Hebefrenik atau Disirganisasi (F 20.1)

Tipe disorganisasi sebelumnya dinamakan hebrefenik ditandai oleh regresi yang nyata
ke perilaku primitif, perilaku yang tidak dapat dihambat dan tidak teratur, serta tidak adanya
gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset biasanya terjadi awal, sebelum
usia 25 tahun. Pasien terdisorganisasi biasanya aktif tetapi dengan cara yang tidak bertujuan
dan tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka adalah hal yang paling menonjol dan
kontaknya buruk terhadap kenyataan. Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya rusak.
Respon emosionalnya sesuai dan mereka sering kali meledak tertawanya tanpa alasan. Wajah
yang meringis dan menyeringai paling sering ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku
tersebut paling baik digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.(1)

3. Tipe Katatonik (F 20.3)

Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik yang
mungkin berupa stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan atau posturing. Kadang-kadang
pasien menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta
adalah stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas lilin. Mutisme adalah yang paling sering
ditemukan. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain.
Perawatan medis mungkin diperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau
cidera yang disebabkan oleh diri sendiri.(1)

4. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)(4)


Pedoman Diagnostik
a. Diagnosis harus ditegakkan hanya jika :
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12
bulan terakhir ini
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya), dan
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu
b. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode
Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu
dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F 20.0 – F 20.3).(4)

5. Tipe Residual (F 20.5)

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup
untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan sosial, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis dan asosiasi longgar ringan adalah gejala yang sering
ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal tersebut tidak
menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.(1)

6. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)(4)


a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:
1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.
2. Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan
diri secara sosial
b. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.(4)

7. Tipe tidak tergolongkan (undifferentiated type)

Sering kali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. DSM-IV mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
tergolongkan. Kriteria diagnosis DSM-IV untuk skizofrenia memerlukan onset gangguan,
satu atau lebih bidang fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan
diri sendiri.(1)

8. Tipe I dan tipe II

Ditahun 1980 T.J.Crown mengajukan suatu klasifikasi pasien skizofrenik ke dalam


tipe I dan tipe II. Perbedaan klinis dari kedua tipe tersebut telah secara bermakna
mempengaruhi penelitian psikiatrik. Gejala negatif yang timbul yaitu afek datar atau tumpul,
kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), penampilan yang
buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif dan defisit
perhatian. Gejala positif adalah asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh dan bertambah
banyaknya pembicaraan. Pasien tipe I cenderung memiliki sebagian besar gejala positif,
struktur otak yang normal pada CT, dan respons yang relatif baik terhadap pengobatan. Pada
pasien tipe II cenderung memiliki sebagian besar gejala negatif, kelainan struktural otak pada
pemeriksaan CT dan respon yang buruk terhadap pengobatan.(1)

9. Sub tipe Lain

Nama dari beberapa sub tipe lain tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri (self-
explanatory) sebagai contoh: onset akhir (late-onset), masa anak-anak dan proses. Skizofrenia
onset akhir bisanya didefinisikan sebagai skizofrenia yang mempunyai onset setelah usia 45
tahun. Skizofrenia dengan onset yang terjadi pada masa anak-anak (childhood schizophrenia).
Skizofrenia proses yang berarti skizofrenia dengan perjalanan yang menimbulkan kecacatan
dan keruntuhan.(1)
2.1.6 Diagnosis
DSM IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric Association untuk
skizofrenia: 1
Kriteria Diagnostik Skizofrenia
A. Gejala karakteristik: Dua atau lebih berikut,masing-masing ditemukan untuk bagian waktu
yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika pengobatan berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara disorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
(4) Perilaku disorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif, yaitu afk datar, alogia atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah bizzare (kacau) atau
halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien
atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan,
satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan diri
adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-
anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik atau
pekerjaan yang diharapkan)
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika pengobatan berhasil)
yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala
prodomal atau residual. Selama periode prodomal atau residual tanda gangguan mungkin
hanya gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam
bentuk yang lebih lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman atau persepsi yang
tidak lazim)
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif dan
gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada episode depresif
berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif atau (2)
jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah
relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis
langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalah gunakan) atau suatu kondisi medis
umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Jika terdapat adanya riwayat
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan
skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk
sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah sekurangnya 1
tahun sejak onset awal gejala fase aktif);
• Episodik dengan gejala residual antar episode (episode didefinisikan oleh timbulnya
kembali gejala psikotik yang menonjol), juga sebutkan jika dengan gejala negatif yang
menonjol
• Episode tanpa gejala residual antar episodik
• Episode tunggal dalam remisi parsial, juga dengan gejala negatif yang menonjol
• Episode tunggal dalam remisi penuh
• Pola lain atau tidak ditentukan

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

2.2.7.1 Farmakoterapi(5)

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan


gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.

a. Antagonis Reseptor Dopamin

Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap


gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase
kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara
bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu adalah akatisia adan gejala lir-
parkinsonism berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda
dan sindrom neuroleptik maligna.(5)

b. Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)

SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik
atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik
efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin,
sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis
reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.(5)
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada subtipe
manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada banyak
pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.
Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.(5)
Nama Obat
Haloperidol (Haldol) Digunakan untuk manajemen psikosis, saraf motorik dan suara pada
anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi merupakan
competively blocking postsynaptic dopamine (D2) reseptor dalam sistem mesolimbik
dopaminergik, dengan meningkatnya pergantian dopamin untuk efek penenang. Dengan
terapi subkronik, depolarisasi dan D2 postsinaptik dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone (Risperdal) Monoaminergik selektif mengikat reseptor D2 dopamin selama 20
menit, afinitasnya lebih rendah dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga mengikat reseptor alfa1-
adrenergik dengan afinitas lebih rendah dari H1-histaminergik dan reseptor alpha2-
adrenergik. Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian pada efek
ekstrpiramidal.
Olanzapine (Zyprexa) Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem
reseptor (seperti serotonin, dopamin, kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik, histamin).
Efek antipsikotik berupa perlawanan terhadap dopamin dan reseptor serotonin tipe-2.
Diindikasikan untuk pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.
Clozapine (Clozaril) Memblokir aktifitas reseptor D2 dan D1, tetapi memiliki efek dalam
menghambat nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin secara signifikan, tepatnya
antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsif atau
agen neuroleptik klasik tidak ditoleransi.
Quetiapine (Seroquel) Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu
melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal antipsikotik termasuk efek
antikolinergik dan kurangnya distonia, parkinsonism, dan tardif diskinesia.
Aripiprazole (Abilify) Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme
kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik lainnya. Aripiprazole
menimbulkan parsial dopamin (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin
(5HT2A).

Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran


Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari
Risperidone (Risperdal) Tab. 1 – 2 – 3 mg 2 – 6 mg/hari
Olanzapine (Zyprexa) Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari
Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100 mg 25 – 100 mg/hari
Quetiapine (Seroquel) Tab. 25 – 100 mg
200 mg 50 – 400 mg/hari
Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10– 15 mg/hari

2.2.7.2 Terapi Psikososial

c. Terapi perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan
di rumah sakit.(1)

d. Terapi berorientasi keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara
yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia
dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.(1)

e. Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.(1)

f. Psikoterapi individual

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Pengamatan yang cermat
dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terh
adap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.(1)

g. Perawatan di Rumah Sakit

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabil
kan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang s
angat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit
harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.
Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.(1)
DAFTAR PUSTAKA

1. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds.
Kaplan & Sadock`s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th ed. Philadhelpia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005.p.1329.
2. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition
Pacific Grove, CA: Wadsworth
3. Iyus Yosep. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Available at
:http://resources.unpad.ac.id/unpad
4. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
5. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
6. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai