TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SKIZOFRENIA
2.1.1 Definisi
2.1.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui secara
pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia, antara lain :
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak
kembar satu telur.(1)
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait
loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang
berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Hal ini juga menjelaskan
mengapa terdapat gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan
skizofrenia (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia
semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit
ini.(2)
b. Faktor Biokimia
c. Model Diatesis-Stress/Psikososial
Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan adalah
model diathesis-stress. Model ini menggambarkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diathesis) yang bila dikenai pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stres sehingga muncul gejala skizofrenia. Pada kerentanan terhadap stress yang paling umum
dapat didapatkan secara biologis atau lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan
dapat berupa biologis (contohnya: infeksi) maupun psikologis (contoh situasi keluarga yang
penuh ketegangan atau kematian teman dekat). Dasar biologis untuk suatu kerentanan
dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh genetik, penyalahgunaan zat, stress psikologis, dan
trauma.(1)
d. Neurologikal
2.1.4 Psikopatologi
2.1.5 Klasifikasi
Subtipe skizofrenia menurut DSM-IV :
1. Tipe paranoid (F 20.0)
DSM IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasikan (preokupasi) pada
satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada perilaku spesifik lain
yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe
paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kejar atau waham kebesaran. Pasien
skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua dari pada pasien skizofrenik terdisorganisasi
atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat
sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Selain itu, kekuatan ego pasien paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pada pasien skizofrenik.(1)
Pasien skizofrenik paranoid tipikalnya adalah tegang, pencuriga, berhati-hati dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-
kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
berfungsi secara baik.(1)
2. Tipe Hebefrenik atau Disirganisasi (F 20.1)
Tipe disorganisasi sebelumnya dinamakan hebrefenik ditandai oleh regresi yang nyata
ke perilaku primitif, perilaku yang tidak dapat dihambat dan tidak teratur, serta tidak adanya
gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset biasanya terjadi awal, sebelum
usia 25 tahun. Pasien terdisorganisasi biasanya aktif tetapi dengan cara yang tidak bertujuan
dan tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka adalah hal yang paling menonjol dan
kontaknya buruk terhadap kenyataan. Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya rusak.
Respon emosionalnya sesuai dan mereka sering kali meledak tertawanya tanpa alasan. Wajah
yang meringis dan menyeringai paling sering ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku
tersebut paling baik digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.(1)
Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik yang
mungkin berupa stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan atau posturing. Kadang-kadang
pasien menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta
adalah stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas lilin. Mutisme adalah yang paling sering
ditemukan. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain.
Perawatan medis mungkin diperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau
cidera yang disebabkan oleh diri sendiri.(1)
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup
untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan sosial, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis dan asosiasi longgar ringan adalah gejala yang sering
ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal tersebut tidak
menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.(1)
Sering kali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. DSM-IV mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
tergolongkan. Kriteria diagnosis DSM-IV untuk skizofrenia memerlukan onset gangguan,
satu atau lebih bidang fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan
diri sendiri.(1)
Nama dari beberapa sub tipe lain tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri (self-
explanatory) sebagai contoh: onset akhir (late-onset), masa anak-anak dan proses. Skizofrenia
onset akhir bisanya didefinisikan sebagai skizofrenia yang mempunyai onset setelah usia 45
tahun. Skizofrenia dengan onset yang terjadi pada masa anak-anak (childhood schizophrenia).
Skizofrenia proses yang berarti skizofrenia dengan perjalanan yang menimbulkan kecacatan
dan keruntuhan.(1)
2.1.6 Diagnosis
DSM IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric Association untuk
skizofrenia: 1
Kriteria Diagnostik Skizofrenia
A. Gejala karakteristik: Dua atau lebih berikut,masing-masing ditemukan untuk bagian waktu
yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika pengobatan berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara disorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
(4) Perilaku disorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif, yaitu afk datar, alogia atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah bizzare (kacau) atau
halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien
atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan,
satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan diri
adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-
anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik atau
pekerjaan yang diharapkan)
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika pengobatan berhasil)
yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala
prodomal atau residual. Selama periode prodomal atau residual tanda gangguan mungkin
hanya gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam
bentuk yang lebih lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman atau persepsi yang
tidak lazim)
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif dan
gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada episode depresif
berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif atau (2)
jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah
relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis
langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalah gunakan) atau suatu kondisi medis
umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Jika terdapat adanya riwayat
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan
skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk
sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah sekurangnya 1
tahun sejak onset awal gejala fase aktif);
• Episodik dengan gejala residual antar episode (episode didefinisikan oleh timbulnya
kembali gejala psikotik yang menonjol), juga sebutkan jika dengan gejala negatif yang
menonjol
• Episode tanpa gejala residual antar episodik
• Episode tunggal dalam remisi parsial, juga dengan gejala negatif yang menonjol
• Episode tunggal dalam remisi penuh
• Pola lain atau tidak ditentukan
2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
2.2.7.1 Farmakoterapi(5)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik
atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik
efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin,
sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis
reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.(5)
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada subtipe
manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada banyak
pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.
Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.(5)
Nama Obat
Haloperidol (Haldol) Digunakan untuk manajemen psikosis, saraf motorik dan suara pada
anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi merupakan
competively blocking postsynaptic dopamine (D2) reseptor dalam sistem mesolimbik
dopaminergik, dengan meningkatnya pergantian dopamin untuk efek penenang. Dengan
terapi subkronik, depolarisasi dan D2 postsinaptik dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone (Risperdal) Monoaminergik selektif mengikat reseptor D2 dopamin selama 20
menit, afinitasnya lebih rendah dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga mengikat reseptor alfa1-
adrenergik dengan afinitas lebih rendah dari H1-histaminergik dan reseptor alpha2-
adrenergik. Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian pada efek
ekstrpiramidal.
Olanzapine (Zyprexa) Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem
reseptor (seperti serotonin, dopamin, kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik, histamin).
Efek antipsikotik berupa perlawanan terhadap dopamin dan reseptor serotonin tipe-2.
Diindikasikan untuk pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.
Clozapine (Clozaril) Memblokir aktifitas reseptor D2 dan D1, tetapi memiliki efek dalam
menghambat nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin secara signifikan, tepatnya
antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsif atau
agen neuroleptik klasik tidak ditoleransi.
Quetiapine (Seroquel) Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu
melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal antipsikotik termasuk efek
antikolinergik dan kurangnya distonia, parkinsonism, dan tardif diskinesia.
Aripiprazole (Abilify) Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme
kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik lainnya. Aripiprazole
menimbulkan parsial dopamin (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin
(5HT2A).
c. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan
di rumah sakit.(1)
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara
yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia
dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.(1)
e. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.(1)
f. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Pengamatan yang cermat
dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terh
adap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.(1)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabil
kan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang s
angat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit
harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.
Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds.
Kaplan & Sadock`s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th ed. Philadhelpia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005.p.1329.
2. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition
Pacific Grove, CA: Wadsworth
3. Iyus Yosep. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Available at
:http://resources.unpad.ac.id/unpad
4. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
5. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
6. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.