Anda di halaman 1dari 9

B.

Penegakan Hukum
Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharusnya patut ditaati. Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum adalah
usaha untuk mewujudkan ide-ide atau konsep-konsep (keadilan, kebenaran dan kemanfaatan)
yang abstrak menjadi kenyataan1
Oleh karena hakikat penegakan hukum itu adalah mewujudkan nilai-nilai atau
kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran, maka penegakan hukum bukan hanya
menjadi tugas dari pada penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional. Akan tetapi
menjadi tugas setiap orang. Dalam kaitannya dengan hukum publik, J.B. ten Merge
mengatakan bahwa pihak pemerintahlah yang paling bertanggung jawab melakukan
penegakan hukum
Proses penegakan hukum tentu melibatkan banyak hal dan keberhasilannya
ditentukan oleh hal-hal tersebut.
Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yang dikemukan oleh Soerjono
Sukanto, adalah:
1. Faktor hukumnya sendiri.
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
3. Faktor sarana atau fasiltas yang mendukung penegakan hukum .
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau ditetapkan.

Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dalam rangka penegakan hukum, J.B. ten Merge
menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan, yaitu:

a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi
b. Ketentuan pengencualian harus dibatasi secara maksimal
c. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara objektif dapat
ditentukan
d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh mereka yang terkena aturan itu dan mereka yang
dibebani dengan tugas penegakan hukum

1
Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosioogis, (Bandung: Sinar Baru) hlm. 15
1.Penegakan Hukum Dalam Hukum Administrasi Negara
Menurut ten Berge, instrumen penegakan hukum administrasi negara
meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif
untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif
untuk memaksakan kepatuhan. Menurut Paulus E. Lotulung, pengawasan dalam Hukum
Administrasi Negara ada beberapa macam, yaitu jika ditinjau dari segi kedudukan
badan/organ yang mengadakan kontrol itu terhadap badan/organ yang dikontrol, ada kontrol
intern dan kontrol ekstern. Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan
yang secara struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri. Sedangkan
kontrol ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang
secara struktural berada di luar pemerintah. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya,
pengawasan atau kontrol dibedakan menjadi menjadi kontol a-priori dan kontrol a-posteriori.
Kontrol a-priori adalah bilamana pengawasan itu dilaksanakan sebelum dikeluarkannya
keputusan pemerintah, sedangkan kontrol a-posteriori adalah bilamana pengawasan itu baru
dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan pemerintah.

Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan


agar pemerintah menjalankan pemerintahan berdasarkan norma-norma hukum, sebagai suatu
upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum
terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai upaya represif. Di samping itu, yang
terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan
bagi rakyat.

Sarana penegakan hukum selain pengawasan adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian
penting dalam setiap peraturan perundang-undangan, bahkan ten Berge menyebutkan bahwa
sanksi merupakan inti dari penegakan Hukum Administrasi Negara. Sanksi diperlukan untuk
menjamin penegakan Hukum Administrasi Negara. Menurut Philipus Hadjon, pada
umumnya tidak ada gunanya memasukan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi
para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha negara, manakala aturan-
atauran tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha negara. Salah satu instrumen
2
untuk memaksakan tingkah laku masyarakat ini adalah dengan sanksi. Oleh karena itu,

2
Philipus Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press) hlm. 245
sanksi sering merupakan bagian yang melekat pada norma hukum tertentu. Dalam Hukum
Administrasi Negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan
pemerintahan, dimana kewenangan ini berasal dari aturan Hukum Administrasi Negara
tertulis dan tidak tertulis.

Ada empat unsur sanksi dalam Hukum Administrasi Negara, yaitu alat
kekuasaan, bersifat hukum publik, digunakan oleh pemerintah, dan sebagai reaksi atas
ketidakpatuhan. Ditinjau dari segi sasarannya, dalam Hukum Administrasi Negara dikenal
ada dua jenis sanksi, yaitu sanksi reparatoir dan sanksi punitif. Sanksi reparatoir adalah
sanksi yang diberikan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk
mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadi pelanggaran. Sedangkan sanksi punitif
adalah sanksi yang semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang.
Selain itu ada juga yang disebut sebagai sanksi regresif, yaitu sanksi yang diterapkan sebagai
reaksi atas ketidakpatuhan.

2. Macam-macam sanksi dalam hukum administrasi negara3

a. Paksaan pemerintah ( B e s t u u r s d w a n g )
Berdasarkan UU Hukum Administrasi Belanda, paksaan pemerintah adalah tindakan
nyata yang dilakukan oleh pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan,
mengosongkan, menghalangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan
atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan. Berkenan dengan paksaan pemerintahan ini, F.A.M.
Stroink dan Steendbeeck menyatakan, kewenangan paling penting yang dapat dijalankan oleh
pemerintah untuk menegakkan hukum administrasi negara materil adalah paksaan
pemerintahan. Organ pemerintahan memiliki wewenang untuk merealisasikan secara nyata
kepatuhan warga, jika perlu dengan paksaan, terhadap pelanggaran peraturan perundangan-
undangan tertentu atau kewajiban tertentu.
Paksaan pemerintahan dilihat dari bentuk eksekusi nyata, dalam arti langsung
dilaksakan tanpa perantaraan hakim dan biaya yang berkenan dengan pelaksanaan paksaan
pemerintahan ini secara langung dapat dibebankan kepada pihak pelanggan. Pelaksanaan
paksaan pemerintahan adalah wewenang yang diberikan UU kepada pemerintah, bukan

3
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011) hlm. 303-318
kewajiban. Kewenangan ini bersifat bebas dalam arti pemerintah diberi kebebasan untuk
mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan paksaan pemerintahan
atau tidak. Salah satu ketentuan hukum yang ada ialah bahwa pelaksanaan paksaan
pemerintahan wajib didahului dengan surat peringatan tertulis, yang dituangkan dalam
bentuk KTUN. Surat peringatan tertulis itu harus berisi hal-hal sebagai berkut.
1) Peringatan harus definitif, artinya keputusan itu harus ditujukkan bagi
organ pemerintahan yang sudah harus pasti.
2) Organ yang berwenang harus disebut.
3) Peringatan harus ditujukkan kepada orang yang tepat.
4) Ketentuan yang dilanggar harus jelas.
5) Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas.
6) Peringatan harus membuat penentuan jangka waktu.
7) Pemberian beban jelas dan seimbang.
8) Pemberian beban tanpa syarat.
9) Beban mengandung pemberian alasannya.
10) Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.

b. Penarikan kembali KTUN yang Menguntungkan.


Keputusan yang menguntungkan artinya keputusan itu memberikan hak-hak atau
memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui keputusan atau bilamana
keputusan itu memberikan keringan yang ada atau mungkin ada.
Salah satu sanksi dalam HAN adalah pencabutan atau penarikan KTUN yang
menguntungkan. Penarikan ini berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam keputusan
itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku ke belakang, yaitu sanksi
yang mengembalikan pada situasi sebelum keputusan itu dibuat. Sanksi ini diterapkan dalam
hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan
tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan
dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar. Pencabutan suatu keputusan yang
menguntungksn ini adalah sanksi yang situatif. Sebab-sebab pencabutan KTUN sebagai
sanksi adalah sebagai berikut:
1) Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau
ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau
pembayaran.
2) Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin,
subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang salah atau tidak lengkap,
sehingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap maka keputusan
akan berlainan.4
Dalam penarikan suatu keputusan yang telah dibuat harus diperhatikan asas-
asas berikut ini.
1) Suatu keputusan yang dibuat karena yang berkepentingan menggunakan tipuan,
senantiasa dapat ditiadakan ab ovo (dari permulaan tidak ada).
2) Suatu keputusan yang isinya belum diberitahukan kepada yang bersangkutan, jadi
suatu keputusan yang belum menjadi perbuatan yang sungguh-sungguh dalam
pergaulan hukum, dapat ditiadakan ab ovo.
3) Suatu keputusan yang bermanfaat bagi yang dikenainya dan yang diberi kepada yang
dikenai itu dengan beberapa syarat tertentu, dapat ditarik kembali pada waktu yang
dikenai tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan itu.
4) Suatu keputusan yang bermanfaat bagi yang dikenainya tidak boleh ditarik kembali
seletah jangka tertentu sudah lewat, bilamana oleh karena menarik kembali tersebut,
suatu keadaan yang layak di bawah kekuasaan keputusan keputusan yang bemanfaat itu
menjadi yang tidak layak.
5) Oleh karena suatu keputusan yang tidak benar, diadakan suatu keadaan yang tidak
layak. Keadaan ini tidak boleh ditiadakan, bilamana menarik kembali keputusan yang
bersangkutan membawa kepada yang dikenainya suatu kerugian yang sangat besar
daripada kerugian yang oleh negara diderita karena keadaan yang tidak layak tersebut.
6) Menarik kembali atau mengubah suatu keputusan , harus diadakan menurut cara
(formalitas) yang sama sebagaimana yang ditentukan bagi pembuat ketetapan itu (asas
contrarius actus).5

c. Pengenaan Uang Paksa (dwangsom)


Dalam Hukum Aministrasi Negara, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan pada
seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang yang

4
Philipus Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, hlm. 258-259

5W. F. Prins dan R. Kosim Adisaputra, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2011) hlm. 314
ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintah. Pengenaan
uang paksa merupakan alternatif untuk tindakan nyata, yang berarti sebagai sanksi
“subsidiari” dan dianggap sebagai sanksi reparatoir. Persoalan hukum yang dihapadi dalam
pengenaan dwangsom sama dengan pelaksaan paksaan nyata. Uang jaminan ini lebih banyak
digunakan ketika pelaksanaan bersuursdwang sulit dilakukan.

d. Pengenaan Denda Administratif


Menurut P. de Haan dan kawan-kawan, pengenaan denda administratif tidak lebih dari
sekadar reaksi terhadap pelanggaran norma yang ditujukan untuk menambah hukuman yang
pasti, terutama denda administrasi yang terdapat dalam hukum pajak. Penggenaan denda
administratif ini diberikan tanpa perantaraan hakim. Artinya pemerintah dapat menerapakan
secara arbitrer, tetapi harus tetap memperhatikan asas-asas HAN baik tertulis maupun tidak
tertulis. Berkenaan dengan denda administratif ini, di dalam Algemene Bepalingen van
Administratif Recht, disimpulkan bahwa denda admninistrasi hanya dapat diterapkan atas
dasar kekuatan wewenang yang diatur dalam undang-undang dalam arti formal.

1. Menjalankan Administrasi yang baik.


Negara Indonesia sebagai Negara nasional, maka administrasi negaranyapun
adalah administrasi Negara nasional mempunyai kewajiban untuk mempertinggi kepribadian
nasoinal Indonesia. Sehingga kebudayaan Indonesia betul-betul mekar dan berkembang., di
mana menunjukkan keagungan bangsa. Kepribadian Indonesia adalah kepribadian yang
religius, dengan demikian kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang relegius juga. Oleh
karena itu fungsi administrasi Negara harus menuju kearah itu, seperti yang di cita-citakan
bangsa Indonesia. Pendapat Para Sarjana. Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar
hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan
koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau
bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap
keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.

Pendapat P. Nicolai hampir sama dengan Teori Berge seperti dikutip Philipus M.
Hadjon, yang menyatakan bahwa intrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi:
pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk
memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk
memaksakan kepatuhan.
Di samping pendapat kedua diatas Paulus E. Lotulung, mengemukakan beberapa
macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara yaitu bahwa ditinjau dari segi
kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan atau organ
yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ektern. Kontrol
intern berarti bahwa pengawasn itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris atau
struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Sedangkan kontrol ektern
adalah pengawasan yang dilakukan oleh oragn atau lembaga yang secara organisatoris atau
struktural berda di luar pemerintahan.
Telah penulis sebutkan tadi di samping pengawasan, agarHukum Administrasi Negara
tidak stagnan atau mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya, maka ada satu lagi yaitu
sanksi. Sanksi disini merupakan bagian penting dalam setiap perundang-undangan. Bahkan
J.B.J.M. tan Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari kelancaran atau
penegakan Hukum Administrasi. Sanksi akan menjamin penegakan Hukum Administrasi
karena sanksi salah satu intsrumen untuk memaksakan tingkah laku para warga Negara pada
umumnya dan khususnya instansi pemerintah. Oleh sebab itulah sanksi sering merupakan
bagian yang melekat pada nama hukum tetentu.
Sanksi-sanksi yang dimaksudkan di atas antara lain :
1. Bestuursdwang (paksaan pemerintah). Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-
tindakan yang nyata (feitelijke handeling) dari penguasa guna mengakhiri suatu
keadaan yang dilarang oleh suatu kaedah hukum administrasi atau (bila masih)
melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan
dengan undang-undang. Penerapan sanksi ini jelas harus atas peraturan perundang-
undangan yang tegas
2. Penarikan kembali keputusan atau ketetapan yang menguntungkan (izin, pembayaran,
subsidi).Penarikan kembali suatu keputusan atau ketetapan yang menguntungkan tidak
terlalu perlu pada suatu peraturan perundang-undangan. Hal itu tidak termasuk apabila
keputusan atau ketetapan tersebut berlaku untuk waktu yang tidak tertentu dan menurut
sifatnya “dapat di akhiri” atau ditarik kembali (izin, subsidi berskala). Tanpa suatu
dasar hukum yang tegas untuk itu penarikan kembali tidak dapat diadakan secara
berlaku surut. Karena bertentangn dengan azas hukum, tapi kebanyakan undang-undang
modern, kewenangan penarikan kembali sebagai sanksi diatur dengan tegas.
3. Penggenaan denda administratif. Penggenaan sanksi administratif, terutama terkenal di
dalam hukum pajak yang menyerupai penggunaan suatu sanksi pidana (juga harus atas
landasan peraturan perundang-undangan yang berlaku)
4. Penggenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

Menurut Undang-undang.
Menurut undang undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang di maksud dengan aparat
pemerintah atau Penyelenggaraan Administrasi Negara yang baik adalah :

Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak
melakukan diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya.
Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada pendusuk apa yang
menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan
korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang
disegani oleh penduduk, bukan ditakuti.

Aparat pemerintah yang bermoral, artinya aparat yang : Mempunyai keyakinan diri,
keyakinan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang tidak baik untuk tidak
dilakukan. Aparat yang dapat mengawasi diri dalam melaksanakan tugasnya, tanpa harus
diawasi dari luar. Misalnya dari atasannya atau dari suatu badan pengawas. Mempunyai
disiplin diri, artinya menaati dan mematuhi peraturan tanpa paksaan dari luar. Misalnya
seorang bendahara mengelola uang Negara , sesuai dengan peraturan tanpa paksaan dari
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Aparat pemerintah yang baik, artinya aparat yang : Berada dalam kedudukannya
sebagai aparat yang ideal dan fungsional. Aparat yang ideal adalah aparat yang bekerja
dengan cita-cita tinggi, bercita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari
pemerintah yang ada sebelumnya. Dan aparatur yang fungsional adalah aparat yang
menjalankan fungsinya yang ulet, tekun dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Jika ia
berkerja membumi, maka ia adalah aparat yang fungsional. Aparat yang baik merupakan
Bestaandvoorwaarde artinya syarat yang harus ada untuk adanya pemerintahan yanh baik
atau administrasi yang baik.
B. Tujuan Hukum Administrasi yang baik
Dalam masa modern sekarang ini yang di pentingkan bukan “Hukum” administrasi
akan tetapi administrasinya dan tercapainya tujuan dari administrasi dan kemakmuran bagi
masyarakat, bukan tercapainya syarat formil saja. Ivor Jenings menyatakan bahwa hukum
administrasi adalah hukum yang mengenai administrasi. Logemann juga menyatakan bahwa
administrasi sebagai suatu organisasi, kekuasaan (gezagsorganisatie) bukan hukumnya yang
diutamakan.

Untuk sementara saya mengambil kesimpulan bahwa bukan hukum yang primair bagi
pergaulan manusia. Hukum itu bukan menjadi tujuan tersendiri, akan tetapi hukum itu adalah
alat belaka untuk mempertemukan lalu lintas antar manusia. Dalam pergaulan hidup manusia
dibutuhkan kerja sama dalam berbagai hal agar kebutuhannya dapat dicapai, dan kerja sama
ini membutuhkan suatu perasaan kepastian dan aturan-aturan yang dapat di pegang.
Umpamanya dalam hal timbal balik perselisihan paham dan pertikaian. Hukum bertujuan
untuk menciptakan keadilan berdasarkan keseragaman dan kontinuitas perlakuan dalam hal-
hal yang serupa, artinya dalam hal-hal yang sampai tidak diadakan perbedaan perlakuan,
yang senantiasa berubah-ubah.6

6
H.R, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2006.
Kumorotumo, Wahyudi, Etika Adminisrtrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
M. Madson, Philipus, R. Sri Soemantri dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.2005.
Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Administrasi Negara, Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2001.
Sukarna, Capita Selekta Administrasi Negara, Bandung : Alumni, 1975.
Sunindhia, Y.W, Ninik Widiyanti, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Thoha, Miftah, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Anda mungkin juga menyukai