Anda di halaman 1dari 10

BAB II (Tinjauan Pustaka)

1.1.Transformasi Vektor Mutan


Vektor yang telah diinsersikan gen mutan (dimutasi) kemudian
ditransformasikan ke dalam sel inang untuk selanjutnya digunakan dalam tahap
berikutnya. Tranformasi vektor mutan kedalam sel inang dapat dilakukan dengan
beberapa cara, metode yang paling umum digunakan untuk transformasi vektor
mutan kedalam sel inang adalah metode Heat Shock (kejutan panas) dan
elektroporasi
1.1.1. Metode Heat Shock
Metode Heat Shock merupakan metode paling sederhana di mana bakteri E.
coli yang akan ditransformasi diinkubasi pada larutan yang mengandung kation
divalen (umumnya magnesium klorida, kemudian kalsium klorida pada kondisi
dingin, yang kemudian dipaparkan pada pulsa heat shock). Dengan adanya
perbedaan tekanan di antara bagian luar dan bagian dalam sel bakteri, akan terjadi
induksi untuk membuat celah sehingga DNA plasmid superkoil dapat masuk ke
bagian dalam sel. Bakteri E. coli memiliki permukaan yang bermuatan negatif
akibat adanya fosfolipid dan lipopolisakarida, sehingga digunakan kation divalen
yang berfungsi untuk melindungi muatan negatif DNA agar dapat melekat pada
permukaan E. coli.
Pemaparan E. coli pada larutan kation divalen yang bertemperatur dingin
akan melemahkan struktur permukaan E. coli dan mempengaruhi porositas
membran sel sehingga pada saat terjadi lonjakan temperatur, membran selnya
menjadi tidak selektif terhadap molekul asing (permeabel terhadap DNA plasmid),
sehingga produk ligase (plasmid rekombinan) dapat masuk ke dalam bakteri E.
coli. Selanjutnya, pemaparan heat shock akan membentuk ketidakseimbangan
termal pada kedua sisi membran sel, sehingga DNA plasmid dapat masuk melalui
pori-pori sel atau dinding sel yang dirusak tersebut.
Lonjakan temperatur yang tiba-tiba (kejutan panas) menyebabkan dinding
dan membran sel bakteri E. coli mengalami perubahan, sehingga ia cenderung akan
menerima plasmid rekombinan yang asing baginya (DNA dapat lewat dengan
mudah). Bakteri yang mudah dilewati DNA disebut bakteri kompeten. E. coli akan
bersifat kompeten jika ia sedang tumbuh dengan sangat cepat (berada pada fase
log, dibanding pada fase-fase lainnya). Maka dari itu, tahap transformasi genetik
sebaiknya dilakukan saat E. coli berada dalam fase log.
Gambar 1 Metode heat shock
(Sumber: Pearsoneducation.com)

1.1.2. Metode Elektroporasi


Elektroporasi merupakan salah satu cara melakukan transformasi dengan
menggunakan aliran listrik. Elektroporasi berperan untuk meningkatkan efisiensi
inegrasi DNA pada sel penerima. Aliran listrik yang digunakan dalam elektroporasi
akan menyebabkan membrane sel mengalami kerusakan sementara. Kerusakan
pada membrane sel karena terbentuknya pori sementara pada lapisan hidrofobik,
membuat struktur membrane sel menjadi permeable sehingga plasmid bisa masuk
kedalam sel. Perlakuan untuk membuat sel penerima menjadi kompeten untuk
elektroporasi adalah dengan merendamnya didalam air steril. Masalah utama yang
dihadapi dalam elektroporasi adalah plasmid yang membawa DNA asing bisa
keluar kembali dari dalam sel penerima, sehingga untuk mencegah hal tersebut
biasanya ditambahkan larutan buffer setelah sel dielektroporasi.
Gambar 2 Metode Elektroporasi
(Sumber: www.thermofisher.com)

1.2.Uji Keberhasilan Mutasi


Untuk menguji keberhasilan mutasi yang telah dilakukan, Mutan yang
dihasilkan dapat dianalisis dengan PCR (menggunakan DNA Polymerase) dan
batasan berikutnya mencerna analisis menggunakan "silent site” termasuk dalam
primer, jika diinginkan. Plasmid DNA dapat diekstraksi menggunakan metode
pilihan dan DNA sequencing dapat dilakukan untuk memverifikasi bahwa mutasi
yang diinginkan berhasil dan bahwa tidak ada mutasi lainnya ditemukan di sisa gen.
1.2.1. Metode Sekuensing
Dalam genetika dan biokimia, sekuensing berarti penentuan struktur primer
(atau sekuens primer) rantai biopolimer tak bercabang. Sekuensing menghasilkan
penggambaran linear simbolik yang disebut sekuens yang meringkas sebagian
besar struktur tingkat atom atas molekul yang di-sekuensing. Sebagai contoh,
sekuensing DNA akan menghasilkan sekuens DNA yang digambarkan sebagai
untaian abjad lambang nukleotida-nukleotida penyusun DNA, yaitu "A"
(nukleotida berbasa adenin), "T" (nukleotida berbasa timin), "G" (nukleotida
berbasa guanin), dan "C" (nukleotida berbasa sitosin).
DNA Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul
DNA yang relatif pendek. Pengurutan atau sequencing asam nukleat
memungkinkan kita mengetahui kode genetik dari molekul DNA. DNA sequencing
menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai pijakannya.
DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan
(template) untuk kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan
yang mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu.
Proses ini dinamakan cycle sequencing.
Metode sekuensing yang paling umum digunakan untuk menguji
keberhasilan mutasi gen adalam metode Sanger

Sekuensing Metode Sanger


Reaksi empat replikasi berbeda akan menghasilkan fragmen yang
menentukan A, C, G, atau T. Reaksi replikasi mengikuti prosedur “Replikasi
DNA”. Sebuah rantai DNA primer dihibridisasi ke rantai template yang hendak
disekuens dan sebuah dNTP (deoxynucleoside triphosphate) ditambahkan pada
rantai primer dengan DNA polimerase. Penambahan ddNTP ke dalam reaksi akan
menghentikan replikasi nukleotida karena ddNTP (ddATP, ddGTP, ddCTP, dan
ddTTP) kehilangan gugus hidroksil untuk dapat berikatan dengan nukleotida
lainnya.

Langkah pertama dalam metode Sanger adalah preparasi rantai DNA yang
hendak disequence dengan mendenaturasi dsDNA menjadi ssDNA dan mengambil
rantai template. Kemudian, dilangsungkan empat reaksi berbeda (yang terjadi di
dalam labu kimia) yang melibatkan penambahan: rantai template, DNA primer
yang akan dihibridisasi dengan rantai template, rantai primer yang komplementer,
DNA polimerase, dNTP bebas untuk dipasangkan, dan salah satu ddNTP dari
keempat basa. Keempat reaksi ini akan menghasilkan empat kelompok set yang
fragmennya dapat ditentukan. Misalnya, untuk menentukan fragmen yang berhenti
di A, ddATP ditambahkan ke dalam reaksi bersamaan dengan dNTP (dATP, dGTP,
dCTP, dan dTTP), rantai primer, serta DNA polimerase. ddATP dan dATP dilabeli
dengan radioisotop untuk memproduksi rantai radio-label. Setelah rantai terminasi
DNA yang komplementer dengan rantai template telah selesai direplikasi, fragmen
rantai terminasi tersebut didenaturasi dari rantai template-nya dan dipisahkan
melalui elektroforesis gel. Lalu didapatkan:

 Pemisahan pita hasil sequencing


 Pembacaan hasil sequencing oleh detektor fluoresense

Gambar 3 Metode Sanger (Dideoxy Chain Termination)


(Sumber: http://www.fas.org/sgp/othergov/doe/lanl/pubs/00326703.pdf)

1.3.Uji Ekspresi Protein


1.3.1. Metode SDS-PAGE – Mass Spectroscopy
Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah telah terjadi mutasi
yang diinginkan didalam sel yang digunakan, maka dapat diperiksa dengan
metode gabungan antara SDS-PAGE dengan Mass Spectroscopy. Keberadaan
protein iso-1-cytochrome di dalam sel inang dipisahkan dari protein-protein lain
dengan menggunakan metode elektroforesis SDS-PAGE. Setelah melalui
tahapan SDS-PAGE akan terbentuk pita-pita pada hasil visualisasinya,
kemudian diambil pita yang massa nya sesuai dengan iso-1-chytochrome
dengan cara dibandingkan dengan Protein marker. Setelah didapatkan fragmen
iso-1-cytochrome kemudian karena massa dari iso-1-cytochrome wildtype
dengan iso-1-cytochrome memiliki selisih yang kecil sehingga tidak dapat
lagsung diketahui apakan iso-1-cytochrome tersebut telah berhasil dimutasi atau
tidak. Sehingga perlu dilakukan metode analisis lanjutan dengan Mass
Spectroscopy. Mass Spectroscopy akan mensekuen asam amino penyusun
protein dan akan diketahui massa dari asam amino tersebut, sehingga dapat
diketahui apakah telah protein mutan telah tersekpresi didalam sel inang
tersebut atau tidak. Metode ini akan dibahas lebih lanjut pada pemaparan di bab
selanjutnya.

BAB III (Strategi Mutagenesis)


Seleksi Mutan dengan Enzim DpnI
Setelah proses mutagenesis menggunakan PCR selesai, kebanyakan DNA yang dihasilkan
akan mengandung mutasi yang diinginkan. Namun, kemungkinan terdapatnya template yang
tidak termutasi masih ada, sehingga dilakukan penghilangan template DNA tersebut. Plasmid
yang mengandung sekuens tidak termutasi biasanya tumbuh pada bakteri yang me-metilasi
DNA sebagai regulasi ekspresi gen. Salah satu enzim restriksi methylation-dependent
endonuclease, DpnI, akan memotong rantai DNA menjadi oligonukleotida pendek yang tidak
dapat direaksikan. Oleh karena itu, penambahan DpnI bertujuan untuk menghilangkan template
DNA yang tersisa.
Gambar 4 Digesti DNA menggunakan Enzim DpnI
(Sumber: http://www.genomics.agilent.com/files/Media/Pid22_P2.jpg)
Transformasi Vektor Mutan
Transformasi adalah penyisipan materi genetik eksternal yang berupa fragmen DNA, baik
DNA kromosom maupun DNA plasmid ke dalam sel. Umumnya transformasi bertujuan
mengekspresikan suatu gen tertentu di dalam sel inang. Dalam kasus ini fragmen DNA hasil
mutasi yang disisipkan ke dalam host cell E.Coli DH5-α.
Membran sel E.coli mempunyai ratusan pori-pori yang disebut dengan zona adisi. Membran
sel bakteri tersusun dari molekul-molekul negatif karena adanya fosfat. Walaupun zona adisi
cukup besar untuk loop DNA yang akan masuk, namun karena loop DNA juga bermuatan
negative, maka akan terjadi tolakan. Penggunaan larutan CaCl2 sebagai medium akan
menyumbangkan ion kalsiumnya yang bermuatan positif, sehingga akan membuat keadaan
menjadi netral. Dengan melakukan penurunan suhu, maka molekul lipid menjadi lebih diam
dan keadaan akan menjadi lebih stabil sehingga terbentuk seperti suatu perisai. Dengan
penaikan suhu secara mendadak atau yang disebut dengan heat shock, maka akan terjadi
ketidakseimbangan suhu di kedua buah sisi membrane, sehingga loop DNA dapat masuk
melalui zona adhesi.

Prosedur metode heat shock adalah


1. Bakteri E.coli DH5-alfa yang tidak mengandung plasmid rekombinan ditumbuhkan
hingga mencapai fase log dan dipindahkan ke dalam tabung
2. Introduksi pada lingkungan larutan CaCl2 dingin dengan temperatur 0oC.
3. Tambahkan plasmid yang termutasi yang telah di PCR ke dalam tabung berisi E.coli
DH5-α yang masih diinkubasi dalam es selama 20-30 menit. Plasmid rekombinan
sebaiknya tidak ditambahkan terlalu banyak karena larutan sel bakteri yang jenuh oleh
plasmid rekombinan akan menurunkan efisiensi transformasi.
4. Sel bakteri diberi kejutan panas secara tiba-tiba dalam 42 ° C water bath selama 45
detik. Kejutan panas sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena akan mengurangi
jumlah transforman. Bakteri E.coli kompeten kemudian dapat dimasuki oleh plasmid
rekombinan dengan mudah.
5. Transforman diinkubasi dalam shaker bath dengan getaran 225-250 rpm pada
temperatur 37oC selama 60-90 menit untuk membiarkan plasmid terintegrasi dalam
E.coli dengan sempurna, juga agar sifat fenotipe dapat diekspresikan.
6. Bakteri E.coli yang telah diberi perlakuan agar bisa bertransformasi genetik lalu
ditumbuhkan pada medium yang mengandung ampicillin, dan diinkubasi selama 24
jam.

Gambar 5 Ilustrasi Pengerjaan Transformasi Metode Heat Shock


(Sumber: www.thermofisher.com)
Uji Keberhasilan Mutasi dengan Sanger Sequencing
Metode yang paling umum dilakukan untuk memverifikasi proses mutagenesis yang dilakukan
telah berhasil dilakukan dengan benar adalah metode sekuensing. Pada metode ini, DNA mutan
terlebih dahulu harus diisolasi menggunakan teknik isolasi seperti pada bagian isolasi plasmid
rekombinan. Setelah diperoleh isolat DNA plasmid mutan, maka isolat DNA plasmid mutan
tersebut kemudian dipotong dengan diberikan perlakuan enzim retriksi untuk memperoleh
sekuens iso-1-sitokrom c. Sekuens tersebut kemudian harus diisolasi dengan tingkat kemurnian
tinggi menggunakan metode kromatografi kolom atau elektroforesis gel agarosa. Hasil
purifikasi yang merupakan sekuens iso-1-sitokrom c murni hasil mutagenesis kemudian
disekuensing menggunakan metode Sanger untuk memperoleh sekuen urutan basa. Metode
Sanger dipilih karena paling popular, adaptable, dan dapat digunakan untuk sekuensing dalam
jumlah yang besar. Sekuen urutan basa hasil sekuensing tersebut kemudian dibandingkan
dengan sekuen urutan basa gen iso-1-sitokrom c tipe liar (wild type) untuk kemudian dilakukan
proses alignment. Jika hasil mutagenesis pada lokasi mutasi pertama sudah benar, proses
mutagenesis dapat dilakukan untuk dua lokasi mutasi berikutnya dengan proses dan cara yang
sama.
Gambar 6 Uji Keberhasilan Mutasi dengan Metode Sekuensing
(Sumber: https://www.researchgate.net/figure/44614816_fig1_Figure-1-Schematic-
representation-of-the-Sanger-sequencing-process-Input-DNA-is)
Uji Ekspresi Protein
Untuk mengetahui apakah mutasi yang diinginkan telah terjadi didalam sel atau belum, dapat
dilakukan dengan menghitung massa protein keseluruhan dengan menjumlahkan massa
keseluruhan asam amino yang terkandung di dalamnya. Protein mutan dan non mutan akan
memiliki selisih massa yang jumlahnya kecil. Sehingga apabila untuk mengidentifikasinya
hanya menggunakan pemisahan dengan SDS-PAGE maka akan sulit untuk dibedakan. Metode
lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi protein dengan selisih massa yang sempit
adalah dengan menggabungkan penggunaan metode SDS-PAGE dengan spektroskopi massa.

Langkah awal yang dilakukan dalam metode gabungan ini adalah pemisahan protein
menggunakan metode elektroforesis SDS-PAGE. Protein of interest yang sudah dimutasi
diisolasi dari host cell dengan cara menghancurkan dinding sel dan mensentrifugasi sehingga
didapatkan supernatant dan debris cell. Protein akan berada pada supernatant, sehingga yang
diambil adalah supernatannya. Setelah itu dilakukan salting out untuk mengambil protein yang
terkandung di dalam larutan. Setelah didapatkan kompleks protein kemudian digunakan
metode SDS-PAGE untuk memisahkan semua protein berdasarkan massanya. Hasil dari
elektroforesis akan membentuk pita-pita, pita dengan ukuran yang sesuai dengan protein of
interest kemudian dijadikan objek untuk tahap selanjutnya. Diketahui bahwa massa protein of
interest iso-1-cytochrome adalah berkisar 14.1028 kDa. Sehingga pita yang menunjukan massa
sebesar itulah yang akan diambil untuk tahap selanjutnya.
Gambar 7 Mekanisme Mass-Spectrometry
(Sumber: bioalgorithms.com)

Setelah diketahui segmen mana dari hasil fotosintesis yang akan dianalisis, kemudian gel yang
mengandung protein of interest tersebut diambil dan dihilangkan zat pewarna yang digunakan
dalam metode SDS-PAGE sebelumnya. Kemudian protein tersebut didenaturasi dengan cara
menghilangkan ikatan disulfide dalam strukturnya. Protein kemudian dipotong dengan enzim
restriksi yang sesuai untuk menghasilkan molekul-molekul asam amino. Setelah itu larutan
campuran enzim, garam, dan asam amino dipurifikasi kembali sehingga hanya didapatkan
asam aminonya saja untuk kemudian dianalisis menggunakan spektroskopi massa.

Gambar 8 Contoh spektrum asam amino


(Sumber: bioalgorithms.com)

Mass spectrometer akan mensequence asam amino dan memberikan informasi mengenai massa
dari asam amino tersebut. Tahap yang dilakukan untuk analisis menggunakan MS ini adalah
mencampur protein isolasi dengan buffer yang akan memotong-motong fragmen protein
menjadi peptide-peptida. Kemudian setelah dimasukkan ke dalam alat MS, maka akan
menghasilkan spectra, dari hasil spectra tersebut kita dapat mengetahui apakah hasil mutasi
berhasil atau tidak dengan meninjau massa dari asam amino pada spectra dengan massa asam
amino mutasi yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Endik Deni & Dwi, 2017, Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi), Yogyakarta:
Deepublish.
Howe, Christopher. Gene Cloning and Modification, 2nd Edition. Cambrige: University Cambrige
Press
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. (2002) Molecular Biology of
the Cell . Edisi ke-4. Garland Science: New York
Angeletti, RH. 1992. Techniques In Protein Chemistry III. New York: Academic Press, Inc,

Anda mungkin juga menyukai