A. Pengertian HIV/AIDS
AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang
tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus).
(Aziz Alimul Hidayat, 2006).
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir
dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224)
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency
Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh.
(Depkes RI, 1992 : 2)
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)
AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik
defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi Human
Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998)
AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-satunya
teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV
(Engram, 1998)
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem
kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik
dan kanker.
B. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral
(HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah
melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang
berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang
menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan
materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya.
Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah
terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina,
ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan
urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang
menimbulkan AIDS.
Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen
darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo
bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI)
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut
juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-
anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi.
4. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)
C. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper
CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan
mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang
respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi
imunologik lain terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat
virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen
CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan
membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk
mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan
mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak
dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4
membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik
virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang
terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel
tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf
lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun)
terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat
mengakibatkan kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi
system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel
B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell
immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel
kongetitis duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi
darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam
aliran darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari
T4 dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi
normal (kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel
T4 dan menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai
berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV
masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam,
batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat
pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat
persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini
terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe
sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel
dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua
tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau
lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.
4. Penyakit lain akan timbul antara lain :
a. Penyakit kontitusional
b. Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung
berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan,
berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang menurun
sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease)
c. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia
complex)
d. Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain
mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan
memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan
terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan
kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit kontitusional.
e. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa
(PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated
desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri,
bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati,
retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral,
esofagus, intestinum)
f. Kanker sekunder
g. Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
h. Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana
sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga
HIV menguasai tubuh.
D. Manifesasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10
tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada
orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam
tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai
40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai
dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi,
dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu
pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher,
ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab
yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang
5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak
(ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan,
kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan
tubuh.
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan
menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya
seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang
menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan
pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa
perinatal
tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan.
Manifestasi klinisnya antara lain :
a. Berat badan lahir rendah
b. Gagal tumbuh
c. limfadenopati umum
d. Hepatosplenomegali
e. Sinusitis
f. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
g. Parotitis
h. Diare kronik atau kambuhan
i. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
j. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
k. Sariawan orofarings
l. Trombositopenia
m. Infeksi bakteri seperti meningitis
n. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
E. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan
dua cara :
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan
menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara
deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR).
Penggunaan PCR antara lain untuk ;
1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga
menghambat pemeriksaan serologis.
2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes,
misalnya :
1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil
positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan
pemeriksaan Western Blot.
2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini
cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak
diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
3) Imonofivoresceni assay (IFA)
4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
a. Status imun
1) Tes fungsi sel CD4
2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen
3) Kadar imunoglobutin meningkat
4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun
5) Rasio CD4 : CD8 menurun
3. Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia
yang sering muncul pada HIV.
4. CD4 cell count
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit
dan terapi yang akan dilakukan.
5. Blood Culture
6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang
general atau spesifik antara lain :
a. Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
b. Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
d. Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.
Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak
mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat
ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV :
a. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
b. Penurunan persentase CD4
c. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
d. Limfopenia
e. Anemia, trombositopenia
f. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
g. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
h. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli,
Haemophilus influenzae tipe B)
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang
menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari
kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat
dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang
dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan
pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata
antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan
bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan “seroreverter”
G. Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan
menggunakan tiga parameter: status kekebalan, status infeksi, dan status klinik.
Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi
imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau
persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS
Kategori Imun Kategori Klinis
(N) Tanpa (A) Tanda (B) Tanda (C) Tanda
Tanda dan dan Gejala dan Gejala dan Gejala
Gejala Ringan Sedang Hebat
(1) Tanpa tanda supresi N1 A1 B1 C1
(2) Tanda supresi sedang N2 A2 B2 C2
(3) Tanda supresi berat N3 A3 B3 C3
Keterangan :
Kategori Klinis HIV
H. CARA PENULARAN
Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air
ludah (saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, kolam renang atau kontak
social seperti berjabat tangan bukanlah merupakan cara untuk penularan. Oleh
karena itu seorang anak yang terinfeksi HIV belum memberikan gejala AIDS tidak
perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan.
Pada bayi dan anak penularan HIV dapat terjadi melalui ibu hamil yang sedang
mengandung dengan HIV, transfuse darah yang mengandung HIV atau produksi
darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV, jarum suntuk yang tercemar
HIV, dan hubungan seksual dengan penderita HIV.
I. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
2. Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang
mempunyai banyak partner
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan
obat suntik.
4. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
7. Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan
maupun postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan
hamil dan jangan melahirkan.
ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS
PADA IBU HAMIL
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri
dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot,
kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran,
delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak
putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus,
candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah,
colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya infeksi oportunistik
6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan
Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili,
Haemophilus influenzae tipe B)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya
kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasional
hasil
1 Resiko tinggi infeksi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda-tanda infeksi 1. Untuk pengobatan dini
berhubungan dengan infeksi setelah baru.
imunosupresi, malnutrisi dilakukan tindakan 2. gunakan teknik aseptik pada
2. Mencegah pasien terpapar
dan pola hidup yang keperawatan selama setiap tindakan invasif. Cuci
oleh kuman patogen yang
beresiko. 3×24 jam dengan tangan sebelum meberikan
diperoleh di rumah sakit.
kriteria hasil: tindakan.
E. EVALUASI
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria
hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau
diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA