Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN HIV/AIDS

PADA IBU HAMIL

A. Pengertian HIV/AIDS
AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang
tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus).
(Aziz Alimul Hidayat, 2006).
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir
dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224)
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency
Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh.
(Depkes RI, 1992 : 2)
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)
AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik
defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi Human
Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998)
AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-satunya
teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV
(Engram, 1998)
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem
kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik
dan kanker.
B. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral
(HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah
melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang
berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang
menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan
materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya.
Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah
terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina,
ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan
urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang
menimbulkan AIDS.
Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen
darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo
bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI)
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut
juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-
anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi.
4. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)

C. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper
CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan
mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang
respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi
imunologik lain terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat
virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen
CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan
membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk
mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan
mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak
dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4
membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik
virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang
terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel
tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf
lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun)
terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat
mengakibatkan kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi
system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel
B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell
immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel
kongetitis duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi
darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam
aliran darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari
T4 dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi
normal (kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel
T4 dan menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai
berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV
masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam,
batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat
pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat
persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini
terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe
sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel
dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua
tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau
lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.
4. Penyakit lain akan timbul antara lain :
a. Penyakit kontitusional
b. Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung
berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan,
berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang menurun
sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease)
c. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia
complex)
d. Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain
mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan
memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan
terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan
kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit kontitusional.
e. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa
(PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated
desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri,
bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati,
retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral,
esofagus, intestinum)
f. Kanker sekunder
g. Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
h. Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana
sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga
HIV menguasai tubuh.

D. Manifesasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10
tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada
orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam
tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai
40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai
dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi,
dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu
pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher,
ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab
yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang
5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak
(ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan,
kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan
tubuh.
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan
menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya
seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang
menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan
pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa
perinatal
tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan.
Manifestasi klinisnya antara lain :
a. Berat badan lahir rendah
b. Gagal tumbuh
c. limfadenopati umum
d. Hepatosplenomegali
e. Sinusitis
f. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
g. Parotitis
h. Diare kronik atau kambuhan
i. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
j. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
k. Sariawan orofarings
l. Trombositopenia
m. Infeksi bakteri seperti meningitis
n. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
E. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan
dua cara :
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan
menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara
deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR).
Penggunaan PCR antara lain untuk ;
1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga
menghambat pemeriksaan serologis.
2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes,
misalnya :
1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil
positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan
pemeriksaan Western Blot.
2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini
cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak
diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
3) Imonofivoresceni assay (IFA)
4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
a. Status imun
1) Tes fungsi sel CD4
2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen
3) Kadar imunoglobutin meningkat
4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun
5) Rasio CD4 : CD8 menurun
3. Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia
yang sering muncul pada HIV.
4. CD4 cell count
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit
dan terapi yang akan dilakukan.
5. Blood Culture
6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang
general atau spesifik antara lain :
a. Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
b. Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
d. Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.

Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak
mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat
ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV :
a. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
b. Penurunan persentase CD4
c. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
d. Limfopenia
e. Anemia, trombositopenia
f. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
g. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
h. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli,
Haemophilus influenzae tipe B)

Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang
menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari
kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat
dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang
dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan
pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata
antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan
bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan “seroreverter”

G. Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan
menggunakan tiga parameter: status kekebalan, status infeksi, dan status klinik.
Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi
imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau
persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS
Kategori Imun Kategori Klinis
(N) Tanpa (A) Tanda (B) Tanda (C) Tanda
Tanda dan dan Gejala dan Gejala dan Gejala
Gejala Ringan Sedang Hebat
(1) Tanpa tanda supresi N1 A1 B1 C1
(2) Tanda supresi sedang N2 A2 B2 C2
(3) Tanda supresi berat N3 A3 B3 C3

Keterangan :
Kategori Klinis HIV

1. Kategori N : Tidak bergejala

Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV

2. Kategori A: Gejala ringan

Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:


a. Limfadenopati
b. Hepatomegali
c. Splenomegali
d. Dermatitis
e. Parotitis
f. Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis
media.

3. Kategori B: Gejala sedang

Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan


kekurangan kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
c. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
d. Kardiomiopati
e. Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
f. Diare, kambuhan atau kronik
g. Hepatitis
h. Stomatitis herpes, kambuhan
i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia
1 bulan.
j. Herpes zoster, dua atau lebih episode
k. Leiosarkoma
l. Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner
(LIP/PLH)
m. Varisela zoster persisten
n. Demam persisten > 1 bulan
o. Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan
p. Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi)

4. Kategori C : Gejala Hebat

Anak dengan kondisi berikut ini:


a. Infeksi bakterial multipel atau kambuhan
b. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
c. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner
d. Kriptosporodisis, intestinal kronik
e. Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1
bulan.
f. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
g. Ensefalopati HIV
h. Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau
esofatis, awitan saat berusia > 1 bulan.
i. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
j. Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan)
k. Sarkoma Kaposi
l. Limfoma, primer di otak
m. m.Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik)
n. Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata
atau ekstrapulmoner.
o. Penumonia Pneumocystis carinii
p. Leukoensefalopati multifokal progresif
q. Septikemia salmonela, kambuhan
r. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan.
s. Wasting syndrome karena HIV

Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan terhadap


mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan penumonia
interstisial.
Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan untuk
infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk
penyakit sistem saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan
pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini
Pneumocystis (PCP). Pemberian imunoglobulin secara intravena setiap bulan sekali
berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk
hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin
poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV).
Memulihkan sistem imun.
1. Obat-obat yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti
isoprenosino, interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai
sekarang belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
2. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang.
Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah
dengan “inhibiton reserve transcriptace” dengan obat suramin untuk
menghambat efek sitopatis virus terhadap sel limposit-T helper, namun obat
ini sangat toksik.
Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah :
1. Upaya preventif meliputi :
a. Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
b. Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan
darah, organ atau cairan semen.
c. Modifikasi tingkah laku dengan :
1) Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi
perilaku yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah
kebiasaan seksual guna mencegah terjadinya penularan.
2) Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan
vitamin yang cukup.
3) Pandangan hidup yang positif
4) Memberikan dukungan psikologis dan sosial
d. Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV

2. Edukasi yang bertujuan :


a. Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan
hidup bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat
sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat
lain.
b. Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan
nutrisi dan vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan.

H. CARA PENULARAN
Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air
ludah (saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, kolam renang atau kontak
social seperti berjabat tangan bukanlah merupakan cara untuk penularan. Oleh
karena itu seorang anak yang terinfeksi HIV belum memberikan gejala AIDS tidak
perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan.
Pada bayi dan anak penularan HIV dapat terjadi melalui ibu hamil yang sedang
mengandung dengan HIV, transfuse darah yang mengandung HIV atau produksi
darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV, jarum suntuk yang tercemar
HIV, dan hubungan seksual dengan penderita HIV.

- Ibu hamil dengan HIV (+)


Ibu hamil yang mengandung HIV di dalam tubuhnya dapat menularkan ke bayi
yang dikandunfnya. Ibu sendiri biasanya belum menunjukan gejala klinis AIDS.
Cara transmisi ini juga disebut dengan transmisi vertical. Transmisi dapat terjadi
melalui plasenta (intrauterine) atau inpartum, yaitu pada waktu bayi lahir
terpapar dengan darah ibu atau secret genetalia yang mengandung HIV. HIV
dapat diisolasi dari ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya.
- Transfusi
Penularan dapat terjadi melalui transfuse darah yang mengandung HIV atau
produk darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV. Dengan sudah
dilakukan skrining darah donor terhadap HIV maka transmisi melalui cara ini
akan menjadi jauh berkurang.
- Jarum suntik
Penularan melalui cara ini terutama ditemukan pada anak remaja
penyalahgunaan obat IV yang menggunakan jarum suntik bersama.
- Hubungan seksual dengan pengidap HIV
Penularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan.

I. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
2. Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang
mempunyai banyak partner
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan
obat suntik.
4. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
7. Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan
maupun postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan
hamil dan jangan melahirkan.
ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS
PADA IBU HAMIL

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri
dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot,
kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran,
delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak
putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus,
candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah,
colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya infeksi oportunistik
6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

Uji Laboratorium dan Diagnostik


1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk
mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining
HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).
5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).

Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili,
Haemophilus influenzae tipe B)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya
kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasional
hasil

1 Resiko tinggi infeksi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda-tanda infeksi 1. Untuk pengobatan dini
berhubungan dengan infeksi setelah baru.
imunosupresi, malnutrisi dilakukan tindakan 2. gunakan teknik aseptik pada
2. Mencegah pasien terpapar
dan pola hidup yang keperawatan selama setiap tindakan invasif. Cuci
oleh kuman patogen yang
beresiko. 3×24 jam dengan tangan sebelum meberikan
diperoleh di rumah sakit.
kriteria hasil: tindakan.

- Tidak ada luka atau


3. Anjurkan pasien metoda 3. Mencegah bertambahnya
eksudat.
mencegah terpapar terhadap infeksi
- Tanda vital dalam
lingkungan yang patogen.
batas normal
(TD=110/70, RR=16- 4. Meyakinkan diagnosis
4. Kumpulkan spesimen untuk
24, N=60-100, S=36- akurat dan pengobatan
tes lab sesuai order.
37) 5. Mempertahankan kadar
5. Atur pemberian antiinfeksi
- Pemeriksaan leukosit darah yang terapeutik
sesuai order
normal (6000-10000)
2 Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien atau orang 1. Pasien dan keluarga mau
(kontak pasien) ditransmisikan setelah penting lainnya metode dan memerlukan
berhubungan dengan infeksi dilakukan tindakan mencegah transmisi HIV dan informasikan ini
HIV, adanya infeksi keperawatan selama kuman patogen lainnya.
nonopportunisitik yang 3×24 jam dengan 2. Gunakan darah dan cairan
2. Mencegah transimisi infeksi
dapat ditransmisikan. kriteria hasil: tubuh precaution bial
HIV ke orang lain
merawat pasien. Gunakan
- kontak pasien dan tim
masker bila perlu.
kesehatan tidak
terpapar HIV
- Tidak terinfeksi
patogen lain seperti
TBC.
3 Resiko tinggi defisit volume Defisit volume cairan 1. Kaji konsistensi dan 1. Mendeteksi adanya darah
cairan berhubungan dengan dapat teratasi setelah frekuensi feses dan adanya dalam feses
output cairan berlebih dilakukan tindakan darah.
sekunder terhadap diare keperawatan selama 2. Auskultasi bunyi usus
2. Hipermotiliti mumnya
1×24 jam dengan
dengan diare
criteria hasil:
3. Atur agen antimotilitas dan 3. Mengurangi motilitas usus,
- perut lunak psilium (Metamucil) sesuai yang pelan, emperburuk
- tidak tegang order perforasi pada intestinal
- feses lunak, warna 4. Berikan ointment A dan D, 4. Untuk menghilangkan
normal vaselin atau zinc oside distensi
D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang
optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki
dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum
maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat
melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan
maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan dari anggota medis yang lain.

E. EVALUASI
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria
hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau
diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf.


Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online)

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10


Desember 2010. 13.10 WIB (access online)

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada


kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30
WIB (access online)

Anda mungkin juga menyukai