Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden demam dengue
telah meningkat dengan faktor 30 selama 50 tahun terakhir. Demam dengue
terjadi baik di daerah tropis dan subtropis wilayah urban, menyerang lebih dari
100 juta penduduk tiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan sekitar 30.000
kematian terutama anak-anak. Penyakit ini endemik di 100 negara termasuk Asia
(WHO, 1999; Xu, 2006). Di era pemanasan global dimana perilaku mengigit
(bitting rate) nyamuk meningkat, terjadi perluasan dan eskalasi kasus demam
dengue. Pemanasan global dan perubahan lingkungan merupakan variabel utama
penyebab meluasnya kasus demam berdarah di berbagai belahan dunia (Achmadi,
2008; Mc Michael, 2008).
Penyakit DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. Di Indonesia, demam berdarah pertama kali ditermukan di kota
Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (AK: 41,3%). Semenjak saat itu, penyakit ini
menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Jumlah kasus demam berdarah cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Meningkatnya angka demam berdarah di berbagai kota di Indonesia disebabkan
oleh sulitnya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Indonesia merupakan salah satu negara endemis demam dengue yang setiap tahun
selalu terjadi KLB di berbagai kota (Nainggolan, 2007; Depkes, 2007).
KLB DBD dapat dihindari bila Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan
pengendalian vektor dilakukan dengan baik, terpadu dan berkesinambungan.
Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.

1
581/1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara
periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN
dengan pesan inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur
dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan DBD minimal.
Puskesmas sebagai sentra upaya kesehatan masyarakat merupakan pelaksana
teknis kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, dengan motor penggeraknya
adalah bidang kesehatan lingkungan yang dibantu oleh kader-kader, RT/RW, serta
rumah sakit, klinik-klinik dokter, dan dinas kesehatan kota/kabupaten dalam
surveilans epidemiologi kejadian DBD pada wilayah kerjanya. Pemberantasan
sarang nyamuk merupakan salah satu program UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Selatan sebagai pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota Pontianak
dalam menanggulangi penyakit DBD.
Salah satu indikator pencapaian target program Pengendalian Penyakit DBD
(P2DBD) oleh UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan adalah Angka
Bebas Jentik (ABJ), dimana pada tahun 2015 belum mencapai target yaitu
66,53% (>95%). Sedangkan persentase kejadian DBD yang ditangani telah sesuai
standar yang diperkirakan yaitu sebesar 100%. Angka Insidensi per 100.000
penduduk sudah mencapai target yaitu 10 orang (<20). Sedangkan angka
kematian akibat DBD yang ditargetkan dibawah satu persen telah mencapai target
dalam 3 tahun terakhir.
Faktor utama yang mempengaruhi meningkatnya kasus DBD adalah Angka
Bebas Jentik (ABJ). Angka bebas jentik di wilayah Pontianak Selatan pada tahun
2015 adalah sebesar 70,56% dimana angka tersebut masih jauh di bawah angka
target nasional yaitu 95%. ABJ tahun 2013 dan 2014 berturut-turut sebesar
73,25% dan 70,49%. Jika dibandingkan dengan ABJ tahun 2015, maka terjadi
tren penurunan angka bebas jentik.
Pencapaian ABJ yang masih dibawah target dan terjadinya tren penurunan
ABJ menyebabkan perlunya dilakukan evaluasi untuk mementukan akar

2
permasalahan yang mendasari rendahnya pencapaian program pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) di Kecamatan Pontianak Selatan. Solusi pemecahan
masalah yang efektif dan aplikatif perlu dicari dan diterapkan demi terlaksananya
program secara optimal untuk menurunkan angka kejadian DBD.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalah program yang diangkat


adalah bagaimana evaluasi program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan periode 2015?

1.3. Tujuan Evaluasi


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menilai program pemberantasan sarang nyamuk di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pelaksanaan program PSN di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Selatan periode 2015.
2. Mengetahui masalah dalam pelaksanaan PSN di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan periode 2015.
3. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah dalam pelaksanaan PSN di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan 2015.
4. Merancang alternative penyelesaian masalah bagi pelaksanaan PSN di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan 2015.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Evaluasi ini dihrapkan dapat menjadi sarana pembelajaran evaluasi program
puskesmas. Kegiatan ini dapat melatih kemampuan dalam menilai suatu
pelaksanaan program dan meningkatkan kecermatan dalam mengindentifikasi,
menganalisa dan menetapkan prioritas permasalahan, mencari alternatif
penyelesaian dari suatu masalah dan memutuskan penyelesaiannya.
2. Bagi Puskesmas

3
Evaluasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi program
pemberantasan sarang nyamuk yang telah berlangsung, sehingga dapat lebih
efektif dan memberi alternatif penyelesaian masalah pelaksanaan program dan
diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan pencapaian program.

Anda mungkin juga menyukai