Anda di halaman 1dari 14

Muhammad Randy

Identifikasi Kemampuan dan Kemauan Membayar Sewa Masyarakat Berpenghasilan Rendah Terhadap Rumah Susun
Sederhana Sewa dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 2, Agustus 2013, hlm.95 - 108

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MEMBAYAR


SEWA MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH TERHADAP
RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHINYA

Muhammad Randy

PT. Teras Teknik Perdana


Jalan Sultan Iskandar Muda No. 33 Kebayoran Lama, Jakarta
Email: muhammadrandy01@yahoo.com

Abstrak

Semakin terbatasnya lahan membuat harga lahan menjadi meningkat, terutama di pusat kota.
Dengan keterbatasan lahan tersebut, pembangunan perumahan vertical merupakan alternative
untuk dikembangkan karena lebih minim dalam penggunaan lahannya. Akan tetapi, rusunawa
yang ditujukan untuk masyarakan berpenghasilan rendah, sering tidak tepat sasaran. Oleh
karenanya, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan dan kemauan
membayar sewa masyarakat berpenghasilan rendah terhadap rusunawa dan faktor-faktor yang
mempengaruhi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan analisis statistic deskriptif dengan
metode pengumpulan data kuesioner. Sementara untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik sosial ekonom terhadap kemampuan membayar dilakukan uji crosstab dengan
analisis chi square. Hasil studi menunjukkan bahwa kemampuan membayar sewa berada pada
kisaran Rp 304.000,00 – Rp 371.000,00 per bulan. Selain itu, faktor-faktor yang mempunyai
keeratan dengan kemampuan membayar responden untuk membayar harga sewa Rusunawa
Marunda adalah pendapatan keluarga per bulan, pendidikan, pekerjaan, dan akses ke tempat
kerja.

Kata Kunci: Rusunawa, kemampuan membayar, Marunda

Abstract

Increasingly limited land makes land prices increased, especially in the city center. With limited
land, vertical housing development to be an alternative to be developed becauseit is minimal in
the land use. However, Rusunawa intended for low-income people, often misses the point.
Therefore, this study was conducted to identify the level of ability and willingness to pay for
low income households to rent Rusunawa and the factors that influence. To achieve these
objectives, this research is done bya descriptive statistical analysis with the questionnaire data
collection methods. Meanwhile, to determine the relationship between the social characteristics
of the ability of economists to pay test crosstab chi square analysis. The study shows that the
ability to pay the rent is in the range of Rp 304,000.00 – Rp 371,000.00 per month. In addition,
the factors that have a closeness with the ability to pay the respondent to pay the rent price in
Rusunawa Marunda is family income per month, education, employment, and access to the
workplace.

Keywords: Rusunawa, ability to pay, Marunda

1. Pendahuluan Seiring dengan itu, semakin terbatasnya lahan


membuat harga lahan menjadi meningkat,
Penyediaan perumahan menjadi masalah utama terutama di pusat kota. Dengan keterbatasan
di tingkat nasional dan juga di daerah lahan tersebut, pembangunan perumahan
perkotaan, khususnya kota-kota besar seperti vertikal merupakan alternatif untuk
Jakarta. Kota Jakarta dengan arus urbanisasi dikembangkan karena lebih minim dalam hal
yang besar berimplikasi pada peningkatan penggunaan lahannya. Sesuai dengan
jumlah penduduk dan kebutuhan perumahan. Keputusan Menteri Negara Perumahan dan

95
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Permukiman No. 10/KPTS/M/1999 tentang yang dibangun adalah tipe 30. Jika ditotalkan
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Rumah jumlahnya rusunawa di DKI Jakarta saat ini ada
Susun, disebutkan bahwa pembangunan di 31 lokasi dengan total 143 blok, terdiri dari
perumahan di kota-kota besar dan metropolitan 13.279 unit. Beberapa di antara rusunawa yang
serta kawasan yang mempunyai kendala secara tak berpenghuni terletak di Marunda, Cilincing,
fisik dalam perluasan kotanya, didorong untuk Jakarta Utara dan Pinus Elok di Pulo Gadung,
dilaksanakan ke arah vertikal dalam bentuk Jakarta Timur. Selain itu, pemerintah pusat
rumah susun. Baik rumah susun milik maupun bersama perusahaan umum nasional
rumah susun sewa, sesuai dengan arahan (Perumnas) bekerja sama dengan Pemprov DKI
rencana tata ruang kota yang ada. Selain itu, untuk membangun rusunawa melalui dana
pembangunan rumah susun sederhana sewa APBN. Proyek pembangunan rumah susun
dilakukan dalam menghadapi persoalan sederhana sewa (rusunawa) terus dilakukan
permukiman kumuh dan kebutuhan perumahan pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk
di DKI Jakarta. memenuhi kebutuhan 70.000 unit per tahunnya.

Di sisi lain, terus bertumbuhnya jumlah Dalam realita yang terjadi di DKI Jakarta, dari
penduduk di DKI Jakarta, maka kapasitas daya beberapa rumah susun sederhana sewa yang
tampung kota ini dalam melayani penduduk telah terbangun, sebagian besar masih belum
yang ada semakin lama semakin berkurang. Hal berpenghuni. Hal ini terjadi karena salah satu
ini salah satunya dapat dilihat dari masih penyebabnya adalah tidak semua golongan
banyaknya penduduk terutama dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki
masyarakat berpenghasilan rendah di DKI kemampuan dalam menyewa rumah susun yang
Jakarta yang belum memiliki rumah sehat telah terbangun. Oleh karena itu, dalam
sebagai salah satu kebutuhan dasar. penelitian tugas akhir ini akan dilakukan kajian
mengenai tingkat kemampuan dan kemauan
Dalam mengantisipasi ketidakmampuan membayar masyarakat berpenghasilan rendah
masyarakat berpendapatan rendah dalam terhadap rumah susun sederhana sewa, dengan
memiliki hunian yang layak di DKI Jakarta mengambil kasus di kelurahan yang menjadi
maka Kementrian Perumahan Rakyat lokasi pembangunan rumah susun sederhana
(Menpera) mencanangkan program sewa yaitu Kelurahan Marunda.
pembangunan rumah susun sederhana sewa.
Sejauh ini telah terdapat beberapa rusunawa di Penelitian ini terdiri dari lima bagian utama.
DKI Jakarta yang sudah beroperasi yang Bagian pertama membahas latar belakang dan
tersebar di 13 lokasi. Terdiri dari 72 blok yang tujuan penelitian. Bagian kedua membahas
di dalamnya terdapat 6.521 unit, dengan tipe tinjauan literature terkait konsep kemampuan
yang dibangun adalah tipe 18, tipe 21, dan tipe dan kemauan membayar serta kajian mengenai
30. Selanjutnya, rusunawa yang dibiayai APBD rumah susun. Bagian ketiga membahas
dan belum dioperasikan saat ini terdapat di metodologi penelitian. Bagian keempat berisi
empat lokasi di DKI Jakarta. Di dalamnya analisis kemampuan dan kemauan membayar
terbangun 1.200 unit dengan tipe yang sewa masyarakat berpenghasilan rendah
dibangun adalah tipe 30. Lalu untuk rusunawa terhadap rumah susun sederhana dan faktor
yang dibiayai APBN dan belum dioperasikan yang mempengaruhinya. Bagian terakhir berisi
ada di lima lokasi dengan jumlah sebanyak 25 kesimpulan.
blok, yang terdiri dari 2.500 unit dengan tipe

96
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

2. Konsep Kemampuan dan Kemauan baik. Ability to pay mengkaitkan fungsi


Membayar Serta Kajian Mengenai pendapatan dengan biaya hidup, dimana pada
Rumah Susun gilirannya mengutamakan fungsi pekerjaan.
Pendapatan (dibobotkan berdasarkan biaya
2.1 Konsep Kemampuan Membayar pengeluaran hidup) dan ukuran pekerjaan
(Ability To Pay) dan Kemauan seringkali digunakan untuk mengestimasi
Membayar (Willingness To Pay) kondisi sosial ekonomi komunitas dan
dihubungkan dengan kemampuan masyarakat
Ability To Pay untuk mendapatkan suatu pelayanan yang lebih
Definisi Ability To Pay menurut kamus Encarta baik dalam studi ini yaitu untuk mendapatkan
(2007) adalah kemampuan seseorang untuk rumah yang lebih memadai. Hui (1999)
membayar sejumlah uang yang telah menyatakan bahwa kemampuan
mengkonsumsi suatu produk dan mendapatkam membayar/ability to pay (ATP) adalah konsep
haknya. Misalnya, seseorang yang tinggal di ekonomi yang memiliki peranan untuk
suatu permukiman mengeluarkan sejumlah menentukan jumlah uang yang akan dibayarkan
materi agar dapat tetap melangsungkan konsumen untuk penyediaan suatu barang dan
hidupnya di permukiman tersebut. Dengan jasa. ATP berperan untuk menemukenali
demikian analisis ATP adalah suatu pengkajian kemampuan membayar paling tinggi dari
pola pengeluaran individu yang rasional. masyarakat, dalam hal ini masyarakat
berpenghasilan rendah terhadap penyedian
Prinsip Ability to Pay dikemukan oleh filsuf dari rumah yang layak huni. Kemampuan untuk
Swiss Jean-Jacques Rousseau (1712-1778), membayar (secara aktual) merupakan fungsi
politikus ekonomi asal Perancis Jean-Baptiste dari ukuran rumah tangga dan pendapatannya.
Say (1767-1832) dan ekonom asal Inggris John (Keare dan Parris, 1982)
Stuart Mill (1806-1873). Prinsip ATP di
dasarkan pada pemikiran keseimbangan Secara umum pengeluaran untuk rumah
pengorbanan (equal sacrifice), sering merupakan komponen pengeluaran terbesar
dipertimbangkan menjadi karakteristik orang setelah pengeluaran pangan. Menurut Miah
sosialis, dan juga paling banyak digunakan di (1990), besarnya pengeluaran untuk biaya
ekonomi industri, tetapi equal of sacrifice ini rumah adalah maksimal 20%-30% dari
merupakan suatu interpretasi dari bentuk pendapatan total. Tetapi pada kenyataannya,
absolute, proporsional atau marginal terms. ada sebagian orang yang besarnya pengeluaran
Bentuk yang paling popular dari prinsip ATP untuk biaya rumah berada jauh di bawah
adalah equal marginal sacrifice principle. maupun jauh di atas rata-rata pendapatan total.
Indicator primer ATP adalah pendapatan (R.A. Untuk studi ini akan digunakan ATP teoritis
Musgrave dan Pinggi B. Musgrave, 1989). yang mengacu pada Miah yaitu maksimal 20%-
30% dari pendapatan.
Rumah yang terjangkau adalah tempat hunian
dimana total biaya perumahan terjangkau bagi Willingness To Pay
yang tinggal di unit rumah tersebut. Ability to
pay tidak hanya fokus terhadap apakah Kemauan untuk membayar merupakan sebuah
masyarakat mau membayar untuk mendapatkan konsep ekonomi yang mempunyai fungsi untuk
rumah yang lebih layak, akan tetapi apakah menentukan jumlah uang yang akan dibayarkan
masyarakat dapat membayar rumah yang lebih konsumen untuk penyediaan suatu barang dan

97
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

jasa. WTP mempunyai peranan pada berbagai komoditi, rumah merupakan produk yang
riset untuk menemukenali kemauan membayar bersifat ekonomis dan dapat diperjualbelikan
paling tinggi masyarakat terhadap suatu barang berdasar permintaan dan penawaran. Sebagai
dan jasa. Menurut Altaf dan Whittington proses, rumah menggambarkan aktivitas
(1992), manfaat informasi tentang WTP manusia yang menjadi proses penghuni rumah
pengguna (konsumen) barang dan jasa tersebut, yang dapat meningkat sesuai dengan
diantaranya adalah memperkirakan jumlah kondisi sumber daya yang ada serta pandangan
konsumen yang akan mempergunakan jasa atas kebutuhan sesuai persepsinya.
pelayanan prasarana, besar pungutan yang akan
diberlakukan, jumlah konsumen yang akan Fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi
terlayani dengan berbagai besar alternative gangguan alam dan binatang. Sejalan dengan
pungutan yang diberlakukan. Dalam ekonomi peradaban, fungsi rumah berkembang sebagai
konsep WTP sangat penting karena selain sumber rasa aman dan kenyamanan. Secara
sebagai ukuran kepuasan juga untuk mengukur sosial rumah juga berfungsi sebagai tatus
keuntungan. simbol dan ukuran kemakmuran, dan juga
digunakan sebagai sarana investasi (E.
Salah satu kelebihan dari survei WTP adalah Cahyana, 2002). Dalam perkembangannya,
dapat secara spesifik mengukur manfaat dari rumah bukan hanya berfungsi sosial namun
proyek prasarana. Survei WTP sangat berguna juga sebagai penunjang usaha ekonomi seperti
dalam kasus dimana pasar sama sekali belum kios, wartel, tempat usaha dan lain sebagainya.
terbentuk. Studi WTP normalnya menanyakan
pada rumah tangga yang tinggal pada suatu Permukiman
lokasi geografis tertentu, berapa jumlah besar Keberadaan masyarakat perkotaan telah
barang dan jasadikonsumsi dan berapa jumlah menciptakan sebuah lingkungan yang terdiri
uang yang bersedia mereka bayarkan untuk dari alam dan buatan. Manusia tidak hidup
penyediaan barang atau jasa. Ada beberapa sendiri sehingga di dalam lingkungannya itu
faktor yang diduga mempengaruhi WTP akan hidup pula hubungan dengan manusia lain
pelayanan prasarana faktor tersebut adalah dan tidak hanya sekedar bertempat tinggal.
karakteristik responden atau jumlah rumah Lingkungan ini yang kemudian disebut dengan
tangga dan besar kemampuan untuk membayar permukiman yang berarti kumpulan tempat
(Ability To Pay) (Altaf dan Whittington, 1992), tinggal dengan segala unsur serta kegiatan yang
karakteristik tempat tinggal, karakteristik berkaitan dan yang ada di dalam permukiman.
prasarana yang ada, serta karakteristik Permukiman berkaitan pula dengan paduan
prasarana yang ditawarkan. antara wadah dan isinya, yaitu manusia
(Kuswartojo, 2005).
2.2 Pengertian Rumah, Permukiman, dan
Rumah Susun Permukiman adalah paduan perumahan dan
kehidupan manusia yang menempatinya,
Rumah komposisi unsur permukiman juga beraneka
Rumah adalah bangunan yang berfungsi ragam. Ada satuan pemukiman yang unsur
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana alamnya dominan, namun ada juga yang unsur
binaan keluarga. (Turner 1972:51) menyatakan buatannya lebih berperan. Begitu pula dengan
bahwa rumah (housing) mengandung arti kegiatan yang ditampung beraneka ragam. Ada
sebagai komoditi dan sebagai proses. Sebagai permukiman yang hanya untuk tinggal, ada pula

98
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

yang menghasilkan produk (industri) ada pula terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi
yang memberikan jasa pelayanan. Adanya suatu dengan bagian bersama, benda bersama, dengan
dorongan, daya tarik dan hubungan sebab akibat atau tanpa tanah bersama.
yang kompleks, manusia semakin
terkonsentrasi dalam sejumlah lokasi dan Rumah susun harus memenuhi syarat-syarat
tempat tertentu. Konsentrasi awalnya hanya minimum seperti rumah biasa yakni dapat
terdiri dari puluhan atau ratusan orang, tetapi menjadi tempat berlindung, memberi rasa
kemudian membesar hingga belasan juta orang. aman, menjadi wadah sosialisasi, dan
Tempat terjadinya konsentrasi ini kemudian memberikan suasana harmonis. Pembangunan
disebut kota dan manusia yang menempatinya rumah susun diarahkan untuk mempertahankan
adalah penduduk kota. kesatuan komunitas kampung asalnya.
Pembangunannya diprioritaskan pada lokasi di
Adanya kecenderungan keberadaan jumlah atas bekas kampung kumuh dan sasaran
tanah yang terpakai semakin banyak ketika utamanya adalah penghuni kampung kumuh itu
jarak ke pusat kota meningkat dapat disebabkan sendiri yang mayoritas penduduknya
oleh dua hal. Pertama, semakin jauh dari pusat berpenghasilan rendah. Mereka diprioritaskan
kota, harga permukiman semakin murah, untuk dapat membeli atau menyewa rumah
sehingga permintaan semakin besar. Kedua, susun tersebut secara kredit atau angsuran
harga tanah yang cenderung murah ini yang ringan (Peraturan Pemerintah RI No. 4/1988).
menyebabkan produsen mensubstitusi faktor
produksi bukan tanah dengan tanah, sehingga 2.3 Pembangunan Rumah Susun
kepadatan penduduk makin menurun. Sederhana Sewa Untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah
Rumah Susun
Pengertian atau istilah rumah susun, Secara umum terdapat dua hal yang melatar
kondominium merupakan istilah yang dikenal belakangi rencana pembangunan ruma susun
dalam sistem hukum negara Italia. sederhana sewa yaitu kondisi perumahan
Kondominium terdiri atas dua suku kata con perkotaan yang serba tidak memadai dan belum
yang berarti bersama-sama dan dominum terbangunnya sistem perumahan yang tanggap
berarti pemilikan (Arie Sukanti et al, 1994). Di terhadap kebutuhan rumah.
negara Inggris dan Amerika menggunakan
istilah Joint Property sedangkan negara Kondisi perumahan yang tidak memadai
Singapura dan Australia mempergunakan ditandai oleh tingginya angka kebutuhan
istilah Strata Title. Banyaknya istilah yang perumahan di satu sisi dan kelangkaan tanah
digunakan kalangan masyarakat di Indonesia perkotaan di sisi lain. Kondisi yang tidak
seperti apartemen, flat, kondominium, rumah berimbang ini menjadikan masyarakat
susun (rusun) pada dasarnya sama. berpenghasilan rendah tidak mampu mengakses
kebutuhan rumahnya secara formal, akibatnya
Rumah susun adalah bangunan gedung muncul kantong-kantong permukiman informal
bertingkat yang dibangun dalam suatu yang tidak layak huni atau dikenal sebagai
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian permukiman liar (squatter).
yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal ataupun vertikal dan merupakan Potter dan Evans (1998) mendefinisikan
satuan-satuan yang digunakan secara terpisah, permukiman liar (squatter or illegal settlement)

99
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

sebagai suatu kawasan dimana orang-orang dibangin dengan standar kualitas konstruksi
bertempat tinggal tanpa adanya ijin penggunaan yang baik dan kuat.
lahan ataupun ijin perencanaan. Kondisi
ekonomi yang rendah dari sebagian besar 3. Metode Penelitian
masyarakat khususnya di perkotaan juga
berdampak pada rendahnya kemampuan untuk Metode pengumpulan data yang digunakan
mengelola lingkungan permukiman sehingga dalam penelitian ini adalah pengumpulan data
mengakibatkan munculnya permukiman kumuh sekunder dengan studi pustaka dan survey
yang dikemal sebagai slum area. Lingkungan instansi untuk mendapatkan tidak hanya kajian
kumuh digambarkan sebagai bentuk hunian teoritis, tapi juga kebijakan dan program
tidak berstruktur, tidak berpola dengan letak pembangunan rumah susun Marunda. Selain
rumah dan jalan-jalan tidak beraturan, tidak itu, juga dilakukan pengumpulan data primer
tersedianya fasilitas umum, prasarana dan dengan wawancara terstruktur pada perangkat
sarana permukiman tidak mendukung, terlihat kuesioner ke masyarakat yang belum
tidak ada got, sarana air bersih, MCK dan menempati rumah susun. Sampel responden
lainnya, bentuk fisik tidak layak misalnya dilakukan dengan rumah susun Slovin yang
secara regular tiap tahun kebanjiran dan lain mendapatkan sampling sebanyak 100
sebagainya (Yudohusodo, 1991). responden dengan tingkat kepercayaan 90%
dari jumlah populasi 3967 rumah tangga di
Dalam perkembangannya, kehadiran slum dan Kelurahan Marunda.
squatter area semakin merebak seiring dengan
pesatnya jumlah perumbuhan penduduk Studi ini merupakan penelitian deskriptif
perkotaan. Untuk itu perlu penanganan intensif dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan
guna menyelesaikan permasalahan perumahan kualitatif untuk mengkaji persepsi masyarakat
permukiman perkotaan. Salah satunya konsep berpenghasilan rendah dan kemampuan
penanganannya adalah melalui peremajaan membayar sewa terhadap rumah susun
kota. Permajaan kota merupakan upaya yang sederhana sewa. Pengumpulan data dilakukan
terencana untuk mengubah atau memperbaharui dengan semistructured interview untuk
suatu kawasan di kota yang mutu mengekplorasi aspek-aspek subjektif secara
lingkungannya rendah menjadi suatu tatanan terstruktur terkait dengan kemampuan dan
sosial ekonomi yang baru yang mampu kemauan membayar masyarakat
menunjang pengembangan kota karena naiknya berpenghasilan rendah untuk menempati rumah
efektivitas, efisiensi dan produktivitas kawasan susun sederhana sewa. Selanjutnya digunakan
tersebut (Yudohusodo, 1991). metode state preference yang terdiri dari
berbagai pendekatan yang menggunakan
Upaya peremajaan kota melalui pembangunan pernyataan responden bagaimana mereke
rumah dusun didasarkan pada pertimbangan merespon berbagai situasi yang berbeda. Pada
efisiensi pemakaian lahan, kepadatan yang penelitian ini, pengolahan data untuk analisis
cukup tinggi. Namun, masih terdapat masalah dibantu dengan menggunakan software SPSS,
utama dalam pembangunan rumah susun, yaitu yang bisa digunakan untuk perhitungan
biaya pembangunan rumah susun yang lebih statistik. Pengolahan data untuk analisis
tinggi daripada biaya pembangunan rumah meliputi analisis statistik deskriptif dan juga
tidak bertingkat karena rumah susun harus analisis kualitatif hasil wawancara dengan
responden.

100
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

4. Analisis mempunyai hubungan darah atau tidak


memiliki hubungan darah.
4.1 Karakteristik Sosial Ekonomi
Responden Sebagian besar status pekerjaan adalah usaha
Berdasarkan data hasil kuisioner didapatkan warung yaitu sebanyak 21% dan kuli 16%.
informasi mengenai karakteristik keluarga yang Usaha yang dilakukan biasanya berupa usaha
berada di lokasi rencana pembangunan rumah warung kelontong, usaha berjualan makanan
susun Marunda. Status responden merupakan jadi, dan bahan baku makanan lainnya.
kepala keluarga (39%) dan ibu rumah tangga Kemudian status pekerjaan lain yang cukup
(61%). Usia responden didominasi oleh besar persentasenya adalah pegawai swasta 9%.
penduduk yang berusia 36-55 tahun sebanyak Pekerjaan swasta ini bisa berupa buruh, atau
79%. Hal ini berkaitan dengan persyaratan pun bekerja di perusahaan swasta. Penghasilan
responden yang merupakan kepala rumah responden memperlihatkan tingkat rata-rata
tangga atau ibu rumah tangga. Oleh karena itu, golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
wajar apabila sebagian besar responden Hal tersebut ditunjukkan oleh rata-rata
memiliki usia 36 sampai 55 tahun. responden memiliki penghasilan Rp 951.300,
dengan angka minimum penghasilan adalah Rp
Tingkat pendidikan responden dibagi menjadi 700.000 dan angka maksimum penghasilan
lima kategori yaitu tidak tamat SD, adalah Rp 1.300.000. Angka tersebut
SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, menunjukkan kurang dari dua juta lima ratus
lebih tinggi. Proporsi responden paling banyak ribu rupiah setiap bulannya. Dengan kata lain
adalah dengan tingkat pendidikan terakhir responden memenuhi kriteria masyarakat
SMP/sederajat (62%). Dengan tingkat berpenghasilan rendah (MBR) menurut definisi
pendidikan terakhir ini menjamin responden MBR dari kementrian perumahan rakyat.
bisa membaca dan menulis. Hanya 2% dari
responden yang tidak menyelesaikan Sekolah Berdasarkan hasil survei data primer didapat
Dasar. Angka 2% ini berasal dari kepala bahwa rata-rata pengeluaran untuk biaya sewa
keluarga yang berusia 55 tahun ke atas karena rumah adalah sebesar Rp 277.800. Sedangkan
pada saat mereka muda belum banyak sekolah prioritas pengeluaran pertama adalah untuk
seperti saat ini. Selain itu, pada waktu itu pemenuhan kebutuhan makanan. Prioritas
pendidikan masih sangat terbatas pada kalangan kedua adalah biaya sewa rumah merupakan.
tertentu dan merupakan hal yang dianggap Selanjutnya prioritas pemenuhan kebutuhan
mahal dan masih jarang. pendidikan. Hal ini dikarenakan ada rumah
tangga responden memiliki anak yang masih
Kemudian rata-rata ukuran rumah tangga bersekolah. Dengan rata-rata jumlah anggota
adalah sebagian besar berjumlah 3 sampai 4 keluarga mencapai kurang lebih lima orang
orang anggota keluarga. Ukuran keluarga dalam satu keluarga.
didefinisikan sebagai jumlah anggota suatu
keluarga termasuk kepala keluarga yang
menempati sebuah tempat tinggal secara
bersama-sama. Anggota keluarga yang
dimaksud di sini adalah anggota rumah tangga
yang biaya hidupnya menjadi tanggungan
kepala keluarga atau ditanggung keluarga, bisa

101
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Tabel 1. Skala Prioritas Pengeluaran (69%) menyatakan kondisi kamar mandi yang
Responden ada sekarang sudah dapat memenuhi kebutuhan
No Pengeluaran Skela Rangking
Prioritas mereka untuk melakukan aktivitas mandi. Hal
1 Makan 1,57 1 yang serupa juga terdapat pada beberapa ruang
2 Biaya Sewa Rumah 2,79 2
3 Pendidikan 4,79 3
lainnya, lebih dari 60% responden merasakan
4 Air Bersih 4,79 4 hal yang sama yaitu sudah merasa tercukupi
5 Listrik 4,79 5 dengan kondisi ruang rumah yang sekarang.
6 Transportasi 5,86 6
7 Pakaian 6,36 7
8 Kesehatan 7,00 8 4.3 Persepsi Terhadap Rumah Tinggal dan
9 Telekomunikasi 7,64 9 Lingkungan Rumah Tinggal Saat Ini
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pandangan terhadap lingkungan tempat tinggal


4.2 Karakter Atribut Rumah
responden menyatakan suka terhadap
lingkungan tempat tinggal dinyatakan oleh 78
Rata-rata responden yang tinggal di lokasi ini
% dan sebanyak 22 % responden menyatakan
mempunyai tempat tinggal dengan jenis
lingkungan tempat tinggal tidak mempengaruhi
permanen sebanyak 86% dan dengan status
keputusan berlokasi tempat tinggal. Dengan
tempat tinggal 100% sewa.
kata lain, lingkungan tempat tinggal saat ini
dirasa menyenangkan untuk dijadikan tempat
Tabel 2. Karakteristik Atribut Rumah
No Variabel (%) tinggal. Adapun masyarakat di lingkungan
1 Status Tempat Tinggal tempat tinggal merupakan masyarakat yang
Sewa 100
Milik Sendiri 0
heterogen sebagaimana sifat masyarakat pada
2 Jenis Konstruksi Rumah umumnya.
Permanen 87
Semi Permanen 13
3 Ukuran Rumah M2
Responden tidak begitu mempermasalahkan
Mean 25.22 kondisi tempat tinggal saat ini. Bagi mereka
Minimum 16 pemenuhan kebutuhan makanan tetap yang
Maksimum 36
Sumber: Hasil Analisis, 2012 menjadi prioritas utama untuk dipenuhi.
Sehingga responden tidak banyak menyisihkan
Dari survey data primer yang dilakukan, penghasilan untuk mendapatkan kondisi rumah
diperoleh informasi kepuasan responden yang lebih baik. Fasilitas umum dan fasilitas
terhadap beberapa komponen atribut rumah dan sosial yang ada di sekitar tempat tinggal
juga kepuasan terhadap lokasi dan fasilitas di responden saat ini dapat dikatakan sudah
sekitar tempat tinggal sekarang. Komponen mencukupi kebutuhan karena lebih dari 40%
kamar tidur merupakan salah satu ruang yang responden sudah puas terhadap kondisi fasilitas
dibutuhkan oleh responden. Sebagian besar umum dan fasilitas sosial yang ada di
(65%) responden sudah memiliki kamar tidur lingkungan tempat tinggal mereka.
dengan kondisi yang mencukupi bagi mereka.
Sementara itu bagi responden yang tidak puas 4.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Rumah
dikarenakan kondisi kamar tidur yang ada Susun
terlalu sempit untuk tidur karena tidak jarang
keluarga yang hanya memiliki satu kamar tidur Pada bagian ini akan dibahas mengenai
yang dipakai secara bergantian dan bersama- pendapat responden tentang informasi atau
sama. Selanjutnya untuk fasilitas kamar mandi gambaran mengenai rumah susun. Setelah

102
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

responden benar-benar mengetahui gambaran mendapatkan tempat tinggal kembali. Pilihan


mengenai rumah susun kemudian responden alternatif ini biasanya dipilih responden yang
ditanya mengenai kesediaan responden untuk sudah berumur atau responden yang sudah
tinggal di rumah susun. Selain itu, analisis akan jenuh dengan hiruk pikuk suasana perkotaan.
dilakukan bagi yang bersedia dan tidak bersedia Oleh karena itu, mereka lebih mengharapkan
tinggal di rumah susun. untuk diganti rumah yang letaknya di pinggiran
kota. Kemudian bagi 61% sisanya lebih
Dapat diketahui bahwa 100 % responden telah memilih alternatif pengggantian uang. Alasan
memiliki informasi atau gambaran mengenai pemilihan alternatif ini karena dinilai lebih
rumah susun. Informasi atau gambaran ini praktis dan responden bisa bebas memilih
didapat dari berbagai macam sumber. Sumber lokasi tempat tinggal yang mereka inginkan.
yang pertama adalah berdasarkan pengalaman
pribadi yang pernah melihat, mengunjungi Selanjutnya mengenai status kepemilikan
ataupun tinggal di rumah susun yang telah ada. rumah susun 94% responden memilih untuk
Kemudian sumber yang kedua adalah dari memiliki rumah susun daripada menyewa.
televisi, dari berita ataupun tayangan sinetron Alasan karena penghasilan mereka terbatas bila
yang mengambil setting tempat di rumah susun. digunakan untuk biaya sewa terus menerus
Selanjutnya melalui petugas pemerintah atau maka uang akan habis dan tempat tinggal tidak
pengurus lingkungan dan lain-lain. didapat. Bila nantinya responden ini terkena
pengggantian (penggusuran) maka 69%
Dari hasil pengolahan data yang didapat hanya responden akan tetap tinggal di lokasi saat ini
33% responden yang bersedia tinggal di rumah dan tidak bersedia untuk pindah ke tempat lain
susun. Alasan kesediaan tinggal di rumah susun karena mereka sudah merasa cocok tinggal di
dikarenakan lingkungan menjadi lebih tertata lokasi saat ini.
rapi, kemudian memiliki kekuatan atau dasar
hukum yang jelas, dan lokasi yang strategis. 4.5 Kemampuan dan Kemauan Membayar
Bagi responden yang tidak bersedia tinggal di Sewa Rusunawa Marunda dan Faktor-
rumah susun dikarenakan responden Faktor yang Mempengaruhinya
menganggap rumah susun memiliki tingkat
privasi lebih kecil daripada rumah biasa. Alasan Kemampuan Membayar Sewa Rumah
utama tidak bersedia pindah ke rumah susun Sederhana Marunda
adalah responden harus memulai beradaptasi Analisis tingkat kemampuan membayar
lagi terhadap lingkungan yang baru. Selain itu masyarakat berpenghasilan rendah terhadap
rumah susun di anggap mahal dan tidak nyaman rumah susun sederhana sewa pada dasarnya
bagi responden. dapat dikaji dari pola pendapatan dan
pengeluaran baik oleh kepala keluarga maupun
Untuk responden yang tidak bersedia pindah ke keluarga. Perbandingan antara ATP hasil
rumah susun maka diberikan dua alternatif perhitungan berdasarkan survey data primer
pilihan yaitu diganti dengan uang, atau diganti ATP teoritis berdasarkan definisi menurut Miah
dengan rumah lagi di lokasi lain. Dari 67 % (1990) yang menyatakan bahwa besarnya
responden yang tidak bersedia tinggal di rumah pengeluaran untuk biaya rumah yaitu maksimal
susun maka terdapat 39 % responden yang ingin 20% - 30% dari pendapatan total. Nilai ATP
direlokasi ke tempat lain dengan penggantian dihitung berdasarkan besarnya pengeluaran
rumah dengan alasan mereka pasti responden terhadap biaya perumahan.

103
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

sewa sederhana oleh masyarakat yaitu


Berdasarkan ATP hasil survei, sebanyak 14% pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan akses
responden memiliki ATP sebesar 22% s/d 25%, terhadap tempat kerja.
kemudian 46% responden memiliki ATP
sebesar 25% s/d 30% dan sebesar 35% Secara teoritis, pendapatan dan pengeluaran
responden memiliki ATP sebesar >30%. Hal ini suatu keluarga akan berpengaruh terhadap daya
menunjukkan bahwa pada dasarnya sebagian beli pada tempat tinggal. Salah satu aspek yang
besar responden yaitu masyarakat menjadi dasar pemilihan rumah susun sebagai
berpenghasilan rendah, mampu membayar tempat tinggal adalah harga yang terjangkau
tempat tinggal berdasarkan ATP teoritis yaitu (Komarudin, 1997). Hal ini diperkuat dengan
maksimal 20%-30% dari pendapatan total uji statistik yang dilakukan, yang menemukan
keluarga. Berdasarkan hasil analisis data yang nilai chi square hitung 186,31 lebih besar
telah dilakukan, dapat dilihat rata-rata dibandingkan dengan chi square tabel sebesar
kemampuan membayar responden terhadap 92,81 sehingga berarti pendapatan rumah
biaya perumahan adalah sebesar Rp. 244.100 tangga per bulan akan berpengaruh pada
atau 28,62% dari total pendapatan masyarakat. kemauan dalam membayar sewa rumah susun
Kemampuan membayar responden ini masih sederhana sewa. Selain itu, koefisien
dibawah harga sewa rumah susun sederhana kontingensinya sebesar 0,807 yang
sewa Marunda yaitu berkisar antara Rp. menunjukkan keeratan antara variabel ini
304.000 s/d Rp. 371.000. Untuk kemauan terhadap kemauan membayar sewa rumah
membayar masyarakat di lingkungan Kelurahan susun sederhana sewa.
Marunda terhadap Rusunawa Marunda adalah
sebesar Rp. 218.524. Angka kemauan Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan,
membayar masyarakat ini juga masih jauh di sebagian besar responden (15 keluarga) yang
bawah harga sewa Rusunawa Marunda. berkemampuan membayar sewa Rp 150.000-
Rp 200.000 adalah keluarga yang memiliki
Tabel 3. Nilai Willingness To Pay Dengan pendapatan kurang dari Rp 900.000. Untuk
Harga Sewa Rusunawa Marunda keluarga yang memiliki pendapatan Rp 900.000
Kelompok Pendapatan WTP Harga Sewa
Pendapatan Anggota Hasil Rusunawa – Rp 1.100.000 mayoritas responden
Keluarga (%) Survey Marunda berkemampuan membayar sewa sebesar Rp.
(Rp)
201.000-Rp. 250.000. Sedangkan keluarga
< Rp. 900.000 23 196.956 Rp. 304.000
Rp 900.000 – Rp 65 233.615 s/d Rp yang memiliki pendapatan lebih dari Rp
1.100.000 371.000 1.100.000, terdapat dua responden yang
> Rp 1.100.000 12 225.000
berkemampuan membayar Rp 301.000-Rp
Rata-Rata/Mean 218.524
Sumber: Hasil Analisis, 2012
350.000. Hal tersebut dapat terjadi karena
responden mau menyisihkan sebagian
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya pendapatannya untuk membayar sewa.
Dalam uji statistik yang telah dilakukan, Responden mau menyisihkan pendapatannya
terdapat empat faktor yang digunakan untuk untuk sewa rumah selain untuk kebutuhan
melakukan crosstab dengan variabel kemauan sehari-hari seperti makan, transportasi.
membayar sewa rumah susun sederhana oleh Responden sudah terbiasa menyisihkan
masyarakat. Terdapat empat faktor karakteristik pendapatannya untuk membayar sewa karena
sosial ekonomi yang mempunyai keterkaitan selama ini status tempat tinggalnya sewa yang
dengan kemauan membayar sewa rumah susun merupakan target sasaran penghuni rumah

104
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

susun sederhana sewa (masyarakat yang belum Tabel 5. Hubungan Antara Kemauan
memiliki rumah/masih menyewa). Membayar Sewa Rumah Susun Sederhana
dengan Tingkat Pendidikan Responden
Kemauan Tidak SD/ SMP SMA
Tabel 4. Hubungan Antara Kemauan Membayar (Rp) Tamat Sederajat Sederajat Sederajat
SD
Membayar Sewa Rumah Susun Sederhana 150.000 – 200.000 1 12 29 4
terhadap Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan 201.000 – 250.000 1 1 25 11
Kemauan Rendah (< Rp Sedang (Rp Tinggi (> Rp 251.000 – 300.000 0 0 6 5
Membayar (Rp) 900.000,) 900.000 – Rp 1.100.000) 301.000 – 350.000 0 0 2 0
1.100.000) Total 2 13 62 20
150.000 – 200.000 15 15 9 Persentase 2% 13% 64% 21%
201.000 – 250.000 7 40 1
Sumber: Hasil Analisis, 2012
251.000 – 300.000 1 6 -
301.000 – 350.000 - 4 2
Persentase 23 65 12
Dari sisi pekerjaan responden juga
Sumber: Hasil Analisis, 2012
mempengaruhi kemauan membayar sewa
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi rumah susun sederhana. Hal ini dapat dilihat
kemauan membayar sewa rumah susun dari nilai chi square hitung sebesar 97.063 lebih
besar dibandingkan chi square tabel sebesar
sederhana. Berdasarkan uji statistic yang telah
dilakukan, didapatkan bahwa chi square hitung 49.801. Dengan melihat koefisien
62,971 lebih besar dibanding chi square tabel kontingensinya sebesar 0,781, dapat diketahui
sebesar 36,415 dan diperkuat dengan koefisien juga bahwa keeratan antara variabel pekerjaan
kontingensi sebesar 0,627 yang menunjukkan responden dengan kemauan membayar sewa
tidak hanya tingkat pendidikan mempengaruhi rumah susun sederhana sewa termasuk cukup
kemauan membayar, tapi juga hubungan antara kuat. Dari uji statistik tersebut dapat diketahui
bahwa pekerjaan responden akan berpengaruh
dua variabel ini cukup kuat.
terhadap kemauan keluarganya dalam
Sebagian besar responden yang berkemauan membayar sewa rumah susun sederhana sewa.
membayar sewa Rp 150.000-Rp 200.000 adalah
responden yang memiliki pendidikan Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan,
SMP/Sederajat. Untuk responden yang sebagian besar responden yang berkemauan
memiliki pendidikan SMA/Sederajat mayoritas membayar sewa Rp 150.000-Rp 200.000 adalah
responden berkemauan membayar sewa sebesar keluarga yang memiliki pekerjaan informal.
Untuk responden yang memiliki pekerjaan
Rp. 201.000-Rp. 250.000. Untuk responden
yang memiliki pendidikan SD/Sederajat formal mayoritas responden berkemauan
mayoritas (12) berkemauan membayar Rp. membayar sewa sebesar Rp. 201.000-Rp.
150.000-Rp. 200.000. Untuk responden yang 250.000. Pekerjaan responden dapat
tidak tamat SD/Sederajat terdapat satu berpengaruh terhadap kemauan keluarganya
responden yang berkemauan membayar Rp. dalam membayar sewa rumah susun sederhana
150.000-Rp. 200.000 dan satu responden yang sewa. Hal tersebut bisa terjadi karena pekerjaan
berkemauan membayar Rp. 201.000-Rp. merupakan sumber dari pendapatan sebuah
250.000. Pengaruh pendidikan responden keluarga yang nantinya digunakan untuk
terhadap kemauan membayarnya diakibatkan membayar sewa rumah susun. Pekerjaan formal
pendidikan akan meningkatkan pengetahuan lebih menjanjikan kepastian sebagai sumber
seseorang untuk memiliki pemikiran yang lebih pendapatan. Sedangkan orang atau keluarga
terbuka terhadap sesuatu yang baru, dalam hal yang pekerjaannya informal tidak memiliki
ini adalah rumah susun. kepastian dalam menghasilkan pendapatan

105
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Tabel 6. Hubungan Antara Kemauan yang “sedang” dan “mudah”. Dengan kata lain,
Membayar Sewa Rumah Susun Sederhana sebagian besar responden bekerja di sekitar
Terhadap Pekerjaan Responden tempat tinggalnya saat ini di kelurahan
Kemauan Membayar Formal Informal
(Rp) Marunda yang merupakan lokasi rumah susun
150.000 – 200.000 3 26
201.000 – 250.000 9 13 sederhana sewa Marunda. Akses yang baik ke
251.000 – 300.000 5 4 tempat kerja tersebut akan menghemat biaya
301.000 – 350.000 - 2
Total 17 45 lain yang mempengaruhi kemauan finansial
Persentase 27,4 % 72,6% keluarga. Biaya lain yang bisa dihemat dengan
Sumber: Hasil Analisis, 2012
akses yang baik ke tempat kerja adalah biaya
transportasi. Dengan bisa ditekannya biaya
Dari uji statistic terhadap hubungan antara
transportasi tersebut, maka akan mepengaruhi
kemauan membayar terhadap akses ke tempat
kemauan membayar untuk keperluan lain dalam
kerja, didapatkan nilai chi square hitung sebesar
hal ini kemauan membayar rumah susun
28.148 lebih besar dibandingkan chi square
sederhana sewa.
tabel sebesar 26.296. Dari kedua angka tersebut
dapat diketahui bahwa akses ke tempat kerja
Tabel 7. Hubungan Antara Kemauan
responden akan berpengaruh terhadap Membayar Sewa Rumah Susun Sederhana
kemauannya dalam membayar sewa rumah Terhadap Akses Ke Tempat Kerja
susun sederhana sewa. Dengan melihat Kemauan Mudah Sedang Susah
Membayar (Rp)
koefisien kontingensinya sebesar 0,469, dapat 150.000 – 200.000 24 22 -
201.000 – 250.000 13 25 3
diketahui juga bahwa keeratan antara variabel 251.000 – 300.000 6 5 -
pekerjaan responden dengan kemauan 301.000 – 350.000 1 1 -
Total 44 53 3
membayar sewa rumah susun sederhana sewa Persentase 44% 53% 3%
termasuk kurang kuat. Dengan kata lain, akses Sumber: Hasil Analisis, 2012
ke tempat kerja mempengaruhi kemauan
membayar namun keeratan kedua variabel 5. Kesimpulan
tersebut kurang kuat.
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk
Sebagian besar responden (25 keluarga) yang mengetahui kemampuan dan kemauan
berkemauan membayar sewa Rp. 201.000-Rp. membayar masyarakat di Kelurahan Marunda.
250.000 adalah keluarga yang memiliki Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan
memiliki akses terhadap tempat kerja “sedang”. kesimpulan pada penelitian ini.
Untuk keluarga yang memiliki akses “susah” ke
tempat kerja mayoritas responden berkemauan Pertama, sebanyak 14% responden memiliki
membayar sewa sebesar Rp. 201.000-Rp. ATP sebesar 22% s/d 25%, kemudian 46%
250.000. Sedangkan keluarga yang memiliki responden memiliki ATP sebesar 25% s/d 30%
akses “mudah” mayoritas berkemauan dan sebesar 35% responden memiliki ATP
membayar Rp. 150.000-Rp. 200.000. sebesar >30%. Hal ini menunjukkan bahwa
pada dasarnya sebagian responden yaitu
Akses ke tempat kerja dapat mempengaruhi masyarakat berpenghasilan rendah mampu
kemauan membayar meskipun keeratan kedua untuk membayar sewa tempat tinggal
variabel tersebut kurang kuat. Hal tersebut berdasarkan ATP teoritis yaitu maksimal 20%-
dapat terjadi karena akses ke tempat kerja 30% dari pendapatan total keluarga. Namun
responden sebagian besar berada pada akses kemampuan membayar sewa masyarakat masih

106
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

dibawah harga sewa untuk rumah susun sewa and Evidence (Of Dweling Space). Urban
sederhana di Kelurahan Marunda yaitu berkisar Studies Vol. 36 no. 2, 289-304.
antara Rp 304.000-Rp 371.000/ bulan. Dari Dinas Perumahan DKI Jakarta. 2011. Program
Perencanaan, Pembangunan, dan
hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Penghunian Rumah
tujuan pembangunan Rusunawa Marunda Dinas Perumahan DKI Jakarta. Pembangunan
kurang tepat sasaran dan masih kurang Rumah Susun Sederhana di DKI Jakarta
terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan Encarta English Dictionary. 2007.
rendah di Kelurahan Marunda. Infrastructure. Redmont, W.A:
Microsoft.
Hutagalung, Arie Sukanti, et.al/dkk. 1994.
Untuk kemauan membayar masyarakat untuk Kondominium dan Permasalahannya,
menempati rumah susun sederhana sewa Suatu Rangkuman Materi Perkuliahaan.
Marunda berkisar pada rata-rata Rp. Alips Proyect-FH. UI, Jakarta.
218.524/bulan. Hal ini dipengaruhi oleh Keare, D.H. & Parris, S.. 1982. Evaluation of
Shelter Programs for the Urban Poor,
karakteristik ekonomi dan sosial responden. Principal Findings". World Bank Staff
Adapun faktor yang paling berpengaruh Working Papers No.547, World Bank,
terhadap kemauan membayar rumah susun Washington.
sederhana sewa Marunda adalah pendapatan Keputusan Menteri Negara Perumahan dan
total keluarga, pendidikan responden, pekerjaan Permukiman No 10/KTPS/M/1999
Tentang Kebijakan dan Strategi
responden, dan akses terhadap tempat kerja. Pembangunan Rumah Susun
Hubungan variabel tersebut yaitu semakin Komarudin. 1997. Menelusuri Pembangunan
tinggi penghasilan total keluarga, semakin Perumahan dan Permukiman. Jakarta:
tinggi pendidikan, dan semakin mudah akses Yayasan REI – PT. Rakasindo.
menuju tempat kerja maka kemauan membayar Kuswartojo, Tjuk, 2005 Perumahan dan
Pemukiman Indonesia. Bandung: ITB
untuk rumah susun sederhana sewa juga akan Miah, Md. Abdul Qader. 1990. An Affordability
semakin besar. Dynamics Model for Slum Upgrading.
Bangkok: Asian Institute of Technology
Ucapan Terima Kasih Musgrave, Richard A. dan Piggi B. Musgrave.
1989. Public Finance in Theory And
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Practive, 3rd Edition. New York: Mc.
Ir. Iwan Kustiwan, MT., untuk arahan dan Graw-Hill International Book.
bimbingan sehingga artikel ini dapat ditulis. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Terima kasih juga kepada dua mitra bestari No. 14 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
yang telah memberikan komentar yang Rumah Susun Sederhana Sewa
berharga. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05
Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis
Daftar Pustaka Pembangunan Rumah Susun Sederhana
Bertingkat Tinggi
Altaf, A, Jamal dan Whittington. 1992. Potter, Robert B., And Lloyd-Evans, S. 1998.
Willingness To Pay for Water in Rural The City in The Developing Word.
Punjab- Pakistan, UNDP-World Bank Singapore: Longman.
Water and Sanitation Program. Turner, John F. C. 1972. Housing By People:
Washington DC, USA Towards Autonomy in Building
Cahyana, J., & Sudaryatmo. 2002. Rumahku Environments. London: Marion Boyars
Istanaku: Panduan Membeli Rumah Published Ltd.
Hunian. Jakarta: PT. Gramedia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Chi Man Hui, Eddie. 1999. Willingness To Pay Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
For Better Housing in Hongkong: Theory Kawasan Permukiman

107
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20


Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
pengganti Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 Tentang Rumah Susun
Yudohusodo, Siswono, dkk. Rumah untuk
Seluruh Rakyat. Jakarta. Bharakerta

108

Anda mungkin juga menyukai