Anda di halaman 1dari 21

Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Untuk Mendapatkan Keuntungan Maksimum

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN


UNTUK MENDAPATKAN KEUNTUNGAN MAKSIMUM
STUDI KASUS PADA PERUMAHAN MANUNGGAL KARYA
DI DESA SIDOMULYO, KEC. ANGGANA, KAB. KUTAI KARTANEGARA

Wateno Oetomo dan Viva Octaviani

Pernah muat di Jurnal EXTRAPOLASI


ISSN : 1693-8259, Volume : 031 No. 01 Juli 2010
(Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

Abstrak

Kalimantan Timur sebagai propinsi terluas kedua setelah Irian Jaya, dengan sendirinya pertumbuhan dan
perkembangan penduduk juga cukup pesat sehingga kebutuhan akan rumah juga dirasakan masih kekurangan dan
belum memenuhi kebutuhan yang ada, Sebagaimana layaknya Kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kecamatan Anggana yang berpenduduk tidak kurang dari 28.974 jiwa, juga dihadapkan pada permasalahan
pemukiman untuk memenuhi kebutuhan akan rumah.

Untuk mendapatkan hasil keuntungan yang optimal dibandingkan harga pokok produksi dari investasi
pembangunan perumahan Manunggal Karya di Desa Sidomulyo – Kecamatan Anggana yang layak dilaksanakan
sehingga dapat diketahui jumlah masing-masing type-type yang akan dibangun sesuai lahan dan luas lahan untuk
fasilitas-fasilitas umum. Objek penelitian dalam studi ini adalah pembangunan perumahan Manunggal Karya di
Desa Sidomulyo – Kecamatan. Data yang dibutuhkan adalah data sekunder, yaitu data yang diambil pihak
manajemen pengembang pembangunan perumahan Manunggal Karya di Desa Sidomulyo – Kecamatan. Dan
variabel yang digunakan adalah harga jual, luas bangunan dari masing-masing type rumah yang hendak dibangun.

Berdasarkan hasil analisis metode linear dapat disimpulkan bahwa pembangunan pada perencanaan II dengan
menggunakan perbandingan 6 : 1 : 2 : 1 sesuai dengan ketentuan pemerintah layak dillaksanakan karena
didapatkan hasil keuntungan yang optimal yaitu sebesar Rp 21.943.350.000,- dengan jumlah unit rumah adalah
sebagai berikut: type 36 = 186 unit, type 54 = 31 unit, type 70 = 62 unit dan type 98 = 31 unit. Jumlah total
keseluruhan 310 unit dengan luas lahan yang terpakai sekitar 35.960 m2. dan lahan untuk fasilitas umum 24.040
m2.

Kata kunci: pembangunan perumahan Manunggal Karya di desa sidomulyo, analisis investasi linear progaming

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Faktor yang mendorong seseorang untuk membeli rumah adalah ingin memiliki rumah untuk
memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal sebagai kebutuhan primer (walaupun orang membeli
rumah melaui KPR) untuk kebutuhan rutinitas kehidupan sehari-hari, dalam lingkungan keluarga
yang lengkap.
Faktor ini berkaitan dengan adanya kebutuhan akan tempat tinggal yang lengkap dengan faslitas
lainnya serta desain tata ruang, model arsitektur mapun penataan lingkungan yang dilengkapi
fasilitas umum, sosial dan sarana umum.

Menyadari akan pentingnya kebutuhan rumah tersebut, pemerintah telah berusaha untuk mencari
jalan agar pemerataan pemilikan rumah dapat dinikmati oleh masyarakat. Didalam upaya
pemerintah untuk mewujudkan cita-citanya maka peranan swasta sangat diharapkan dapat
membantu pemerintah untuk menyiapkan lokasi-lokasi perumahan yang ideal serta membangun
komplek-komplek Real Estate, Perumahan, Rumah Susun dan sebagainya. Kesempatan dan
peluang yang diberikan kepada swasta tersebut diharapkan hasilnya dapat betul-betul terwujud.

Kalimantan Timur sebagai propinsi terluas kedua setelah Irian Jaya, dengan sendirinya
pertumbuhan dan perkembangan penduduk juga cukup pesat sehingga kebutuhan akan rumah
juga dirasakan masih kekurangan dan belum memenuhi kebutuhan yang ada, Oleh sebab itu
Gubernur Propinsi Kaltim mengajak sejumlah investor yang berniat dari Kaltim maupun dari
luar Kaltim untuk menanamkan investasi untuk mengembang-kan perumahan rakyat di daerah
ini, sebab pemenuhan rumah bagi penduduk yang jumlahnya sekitar 2,7 juta orang dirasakan
belum memadai.

Salah satu kebijakan dan strategi yang perlu ditetapkan adalah dengan mengurangi
permasalahan-permasalahan yang timbul, khususnya didaerah padat penduduk (atau kawasan
dengan tingkat hunian yang sangat tinggi), seperti genangan atau banjir, pencemaran serta
kerusakan lingkungan.

Sementara itu jika dilihat dari sisi pembiayaan, salah satu kendala disektor perumahan yang
masih ada saat ini adalah ketidak seimbangan antara pembiayaan dan pembangunan. Meski
demikian prediksi terhadap tren penurunan suku bunga kredit perumahan kedepan diharapkan
dapat diimbangi dengan meningkatnya kemam-puan pengembang membangun unit perumahan
yang sesuai dengan pertum-buhan permintaan pasar.
Konsep kota hunian maupun pemu-kiman berwawasan lingkungan sebaiknya selaras dengan
lingkungan asli sekitarnya. Lingkungan asri, udara segar dan aman. Keasrian suasana lingkungan
perumahan dapat dilihat dan dirasakan betul pada saat konsumen melintas dan memasuki
kawasan perumahan tersebut, bentuk topografi lahan yang mengikuti tofografi alam sekitarnya,
tersedianya taman-taman lingkungan dengan desain yang menarik.

Suatu perumahan agar terlihat menarik dan mempunyai nilai tinggi adalah bagaimana
pengembang untuk menawarkan type rumah yang diminati serta ditata dalam penataan ruang
yang baik, selama ini dalam bidang penataan ruang banyak perhatian tercurah pada tata guna
lahan (land use) dan pemanfaatan lahan (land utilization). Disinilah para pengembang ditantang
bagaimana caranya agar lahan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal didalam
membangun beberapa type rumah agar mendapatkan keuntungan yang maksimum.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Developer mendapatkan jumlah masing-masing type rumah yang akan
dibangun sesuai lahan yang ada serta besaran keuntungan maksimum yang dihasilkan
dibandingkan dengan harga pokok pembangunan dari investasi pada pembangunan
perumahan Manunggal Karya di Desa Sidomulyo – Kecamatan Anggana Kabupaten
Kutai Kartanegara, layak dilaksanakan.
2. Berapa luas lahan tersisa yang diperuntukan fasilitas-fasilitas umum.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Agar Developer dapat menentukan jumlah masing-masing type rumah yang akan
dibangun sesuai lahan yang ada serta besaran keuntungan maksimum yang dihasilkan
dibandingkan dengan harga pokok pembangunan dari investasi pada pembangunan
perumahan Manunggal Karya di Desa Sidomulyo–Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai
Kartanegara, layak dilaksanakan.
2. Menentukan berapa luas lahan untuk fasilitas-fasilitas umum.

1.4 Batasan Masalah

1. Penelitian terhadap analisa sisitem optimalisasi ini dilakukan khusus untuk mendapatkan
jumlah type-type rumah yang akan dibangun serta pencapaiaan keuntungan yang
maksimal.
2. Optimalisasi pemanfaatan lahan dilakukan pada pembangunan perumahan Manunggal
Karya di Desa Sidomulyo – Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara
3. Optimalisasi pemanfaatan lahan menggunakan Program Linier.
4. Pengumpulan data baik type rumah, luasan lahan serta harga pokok perumahan dilakukan
pada Depeloper PT. Becik Prasojo.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dan perhitungan menggunakan progam linier adalah untuk mendapatkan nilai
keuntungan maksimum didasarkan pada mengoptimalisasikan pemanfaatan lahan yang tersedia.
Optimalisasi pemanfaatan lahan tersebut diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan acuan bagi
para developer untuk membangun perumahan Manunggal Karya di Desa Sidomulyo –
Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara pada khususnya serta kawasan perumahan
lainnya pada umumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi

Pengertiaan Real Estate adalah usaha yang berhubungan dengan tanah dan segala sesuatu yang
bersangkutan didalamnya. Di Indonesia ini adalah Asosiasi para developer yang mempunyai
kesamaan usaha, kegiatan, profesi di bidang pembangunan dan pengolahan perumahan dan
pemukiman serta jasa-jasa Real Esate lainnya, berbentuk kesatuan dengan ruang lingkup
nasional.
Menurut penggunaannya Real Estate diklarifikasi menjadi lima, diantaranya:

1. Bangunan Industri.
2. Bangunan Komersial.
3. Rumah tinggal untuk dimiliki berbagai kalangan.
4. Rumah tinggal untuk disewakan milik pemerintah, swasta, dan pribadi.
5. Tanah pertaniaan dan lahan terbuka.
6. Masing-masing memiliki karakteristik dan tuntutan yang beraneka ragam sesuai
fungsinya masing-masing.

2.2 Perumahan

Apabila dilihat secara makro, dalam melakukan pembangunan, khususnya pembangunan


perumahan dan pemukiman seharusnya dilakukan sinkronisasi antara dua sistem, yaitu perkotaan
dan pedesaan. Hal ini harus diupayakan guna terjadinya kelebihan beban (Over Load) dalam
lingkungan perumahan dan wilayah perkotaan yang dapat menimbulkan dampak yang kurang
menguntungkan bagi wilayah perkotaan maupun wilayah dibelakangnya (Hinterland), yang
biasanya adalah suatu daerah pedesaan.

Oleh karena itu perencanaan perumahan memegang peranan yang sangat penting dalam
pengendaliaan laju pembangunan agar berdampak positif dan berkesinambungan. Perancanaan
itu harus dilakukan, dimulai dari perencanaan rumah–rumah hingga rencana lingkungan
pemukiman dan ruang perkotaan, bahkan hingga skenario wilayahnya.

Nilai suatu real estate merupakan pusat perhatian dari anggota masyarakat yang terlibat di dalam
bidang yang berkenaan dengan properti khususnya real estate. Nilai dapat mempunyai berbagai
arti dalam penilaian real estate dan definisi yang dapat dipakai tergantung konteks dan peng-
gunaannya.

Secara umum faktor yang mem-pengaruhi proses penilaian adalah sebagai berikut :

1. Bunga Bank yang berlaku mengikat mutlak terhadap Modal Kerja dan Harga komponen-
komponen yang berkenaan langsung.
2. Harga Pasar yang ada pada obyek penilaian
3. Pajak yang berlaku atas obyek penilaian.
4. Biaya-biaya yang terkait langsung dengan obyek.

Oleh karena itu sebaiknya akan dilakukan pengembangan perumahan, terlebih dahulu harus
betul–betul diteliti dan diketahui keadaan dan kondisi pemukiman dimana perumahan tersebut
akan dibangun. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui studi kelayakan terlebih dahulu agar
keberadaan perumahan tersebut sesuai dengan kebutuhan semestinya dan dalam operasionalnya
dapat mendukung laju dan arah pembangunan yang sudah direncanakan.

2.3 Permasalahan Pembangunan


2.3.1. Faktor ekonomi dan sosial.

Faktor ekonomi merupakan perma-salahan yang sangat mendasar bagi masyarakat indonesia
sebagai masyarakat yang sedang berkembang.
1. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat rentan terhadap masalah
kependudukan, di mana laju pertambahan penduduk sangat pesat sehingga pembangunan sarana
perumahan dan pemukiman tidak bisa mengimbangi laju pertumbuhan penduduk itu.

2. Tingginya angka urbanisasi.


Dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan fasilitas di pusat–pusat kota, hal itu secara
otomatis memacu pertumbuhan angka urbanisasi yang kemudiaan menimbulkan berbagai macam
permasalahan baru terutama di bidang perumahan dan pemukiman.

3. Laju inflasi yang tinggi


Salah satu penyebab timbulnya masalah perumahan dan pemukiman, selain yang sudah dibahas
di atas, adalah tingginya angka inflasi. Karena harga bangunan terkait erat dengan mata uang
asing (dolar), Inflasi mengakibatkan harga bahan bangunan menjadi semakin tinggi. Hal ini tentu
mengakibatkan tertundanya proses pembangunan perumahan dan pemukiman.

2.4 Aspek Perencanaan Perumahan

Dengan memperhatikan aspek–aspek perencanaan sepanjang pembangunannya, diharapkan baik


arah maupun laju pem-bangunan perumahan akan dapat mencapai suatu kondisi dimana jumlah
dan kualitasnya sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Karena perumahan dan
pemukiman berfungsi sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia serta sebagai
pengejawatahan dari kehidupan sosial yang tertib maka dalam merencanakan perumahan harus
mempertimbangkan aspek–aspek yang mendasari perencanaan perumahan menurut Budiharjo
(2006 : 231) antara lain adalah :

1. Lingkungan.
2. Daya beli (Affordability)
3. Kelembagaan

2.5 Pengaturan Daerah Perumahan

Setelah daerah pemukiman ditentukan, agar dalam jangka panjang daerah perumahan itu tidak
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan sekitarnya maka perlu dibuat rencana tampaknya
(Site Planning). Kesalahan menyusun Site Plainning sulit diperbaiki mengingat banyaknya
penghuni dan pengarunya dapat dirasakan oloh generasi berikutnya.

2.6 Perencanaan Kesesuaian Tata Guna Lahan

Pemanfaatan lahan hendaknya direlisasikan sesuai rencana peruntukannya. Hal ini merupakan
strategi untuk mencapai keteraturan tata guna lahan. Pemanfaatan lahan tidak teratur dapat
menimbulkan tumpang tindihnya fungsi lahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
keberlanjutan fungsi ruang secara luas. Untuk menjamin terciptanya daya dukung lingkungan
yang optimal, pembangunan perumahan dan pemukiman harus sesuai daerah peruntukannya,
pada lokasi yang diperuntukan bagi hunian dan pemukiman.

2.7 Pendekatan Baru Bagi Pembangunan

Semua cara dan strategi digunakan untuk mengatasi faktor-faktor baru yang muncul dengan segi
teknis, fungsional, sosial, dan estetis. Para developer menggabungkan faktor-faktor baru tersebut
ke dalam proses pembangunan dan bekerjasama dengan para developer secara efektif dalam
proses tersebut . Bahkan perencana banyak yang berubah jalur menjadi developer.

Faktor-faktor menurut Frick (1999:231) adalah:

1. Alternatif penggunaan lahan


2. Faktor-faktor dan prasarana pemasaran.
3. Kerjasama antar sektor pemerintah dengan sektor swasta.
4. Biaya kelangsungan hidup dan konsekuensi pajak.

2.8 Aspek Sosial dan Ekonomi dalam Pembangunan

Dalam pembangunan perumahan harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi karena
mempengaruhi type dan bentuk dari proyek yang akan dibangun. Diantara aspek utama ini
termasuk juga tersedianya dan kontrol terhadap tanah, ukuran dan lokasi pertumbuhan penduduk,
jalan masuk dan transportasi, biaya kontruksi, tersedianya keuangan peraturan pajak dan kondisi
perekonomian. Aspek sosial dan ekonomi telah menyebabkan berubahnya persaingan dalam
bidang pembangunan, banyak organisasi pembangunan bersaing dalam memperebutkan
kesempatan yang semakin kecil.

2.9 Peranan Perencana

Penentuan faktor–faktor seperti lokasi, kegunaan, kepadatan penduduk, trans-portasi, dan bentuk
bangunan didasarkan atas dasar–dasar ideologi. Dewasa ini, lebih banyak diutamakan
kemampuan dan pengambilan keputusan agar pembangunan proyek kawasan perumahan tersebut
dapat dilaksanakan, berhasil dan memiliki banyak peminat karena menarik. Pemecahan yang
inovatif akan dipakai untuk menanggapi masalah tempat, komunitas, pasar, ling-kungan,
konstruksi, dan kendala kelangsungan hidup dan keseluruhan pemecahan ini mempunyai potensi
untuk menghasilkan kekayaan dan kekuatan dalam perencanaan dan desain.

2.10 Dasar-dasar Pembangunan

Developer adalah badan hukum yang bergerak dibidang usaha yang sangat spekulatif dalam
pembangunan konstruksi gedung atau perumahan. Developer memberikan kepercayaan pada
pelaksanaan proyek dengan batas waktu yang telah ditentukan, berarti perencana harus dapat
segera menyelesaikan hal yang tidak sesuai antara praktek perencanaan yang baik dan faktor
ekonomi proyek yang memenuhi syarat. Untuk dapat membuat kecocokkan dari berbagai segi
termasuk memilih lokasi dan jalan masuk.

2.11 Menentukan Kelayakan Proyek

Jika developer dan perencana telah menentukan tempat untuk mendidirikan kawasan perumahan,
maka maksudnya disini adalah apakah proyek pembangunan yang diusulkan tersebut
memungkinkan, dilihat dari sudut teknis pemasaran dan ekonomis .Hal-hal tersebut meliputi:
Pendekatan dengan para pemuka - pemuka masyarakat setempat, perencana dan pejabat apakah
proyek pembangunan perumahan ini dapat diterima.

Memperhitungkan dengan teliti tentang pemecahan masalah teknis berkenaan dengan tempat
,termasuk pengujian atas tanah.

1. Membuat analisis pasar secara detail.


2. Memilih perencana dan arsitek yang akan menggambar alternatif desain
3. Membuat proyek ekonomi untuk berbagai alternatif desain dari hal-hal tersebut diatas
menetukan keberhasilan suatu proyek pembangunan kawasan perumahan

2.12 Investasi dalam Perumahan

Investasi dapat didefinisikan sebagai sebuah tindakan untuk membelanjakan uang pada masa
sekarang untuk mendapatkan suatu bentuk imbalan (uang atau barang) pada masa yang akan
datang.

Investasi adalah kegiatan usaha penyediaan perumahan untuk para calon debitur, dimana
umumnya penyediaan rumah ini memerlukan investasi pembangunan yang besar untuk
penyediaan lahan, pematangan lahan, pembangunan rumah dan sarana jalan, drainase serta
fasilitas Listrik, Air, Telpon dan fasilitas umum lainnya. Dan dilain pihak pengembaliannya
sangat tergantung dari hasil penjualan rumah yang biasanya cukup memakan waktu berkisar
antara 3 s/d 5 tahun lamanya.

III. METODE PENELITIAN


3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang baik berisi hal-hal berikut di bawah ini :

a. Permasalahan, yang terdiri atas :

 Latar belakang
 Rumusan masalah
 Tujuan Penelitian
 Batasan penelitian
 Manfaat penelitian

b. Landasan teori, yang terdiri atas :

 Definisi
 Dasar teori

c. Prosedur penelitian, yang terdiri atas :

 Pengumpulan data
 Pengolahan data
 Analisa data dan perhitungan
 Kesimpulan dan saran

IV. HASIL ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

Hasil analisa perhitungan, pada perencanaan pembangunan I yang kami lakukan dengan Program
Linier dengan menggunakan perbandingan 6 : 3 : 1 sesuai dengan ketentuan pemerintah didapat
hasil yang lebih optimal dengan jumlah unit rumah adalah sebagai berikut: type 36 = 206 unit,
type 54 = 103 unit, dan type 70 = 34 unit. Jumlah total keseluruhan 343 unit. Sehingga
didapatkan keuntungan yang lebih maksimal yaitu sebesar Rp 17.029.150.000,- Hasil analisa
perhitungan, pada perencanaan pembangunan II yang kami lakukan dengan Program Linier pada
kemungkinan I dengan menggunakan perbandingan 6 : 2 : 1 : 1 sesuai dengan ketentuan
pemerintah didapat hasil yang lebih optimal dengan jumlah unit rumah adalah sebagai berikut:
type 36 = 191 unit, type 54 = 63 unit, type 70 = 32 unit dan type 98 = 32 unit. Jumlah total
keseluruhan 318 unit. Sehingga didapatkan keuntungan yang lebih optimal yaitu sebesar
Rp19.994.350.000,-.

Hasil analisa perhitungan, pada perencanaan pembangunan II yang kami lakukan dengan
Program Linier pada kemungkinan II dengan menggunakan perbandingan 6 : 1 : 2 : 1 sesuai
dengan ketentuan pemerintah didapat hasil yang lebih optimal dengan jumlah unit rumah adalah
sebagai berikut: type 36 = 186 unit, type 54 = 31 unit, type 70 = 62 unit dan type 98 = 31 unit.
Jumlah total keseluruhan 310 unit. Sehingga didapatkan keuntungan yang lebih optimal yaitu
sebesarRp21.943.350.000,-.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil perhitungan yang kami lakukan dengan menggunakan Program Linier untuk
menerapkan aturan Pemerintah tentang pembangunan sebuah kawasan perumahan Manunggal
Karya di Desa Sidomulyo–Kecamatan Anggana, maka kami dapat mengambil suatu kesimpulan
sebagai berikut:
Developer mendapatkan hasil laba yang optimal dibandingkan harga pokok pembangunan dari
investasi pembangunan perumahan Manunggal Karya di Desa Sidomulyo – Kecamatan
Anggana, layak dilaksanakan pada perencanaan pembangunan tahap II dengan perbandingan 6 :
1 : 2 : 1. Pada Perencanaan Pembangunan Tahap II tersebut menghasilkan keuntungan optimal
sebesar Rp 21.943.350.000,- dan rincian perencanaan pembangunan tersebut dapat dilihat
pada tabel 5.1 adalah sebagai berikut :
Luas lahan untuk fasilitas-fasilitas umum pada pembangunan perumahan Manunggal Karya di
Desa Sidomulyo – Kecamatan Anggana adalah 60.000 m2 – 35.960 m2 = 24.040 m2.

5.2 Saran

Lebih baik menggunakan pilihan pembangunan yang menggunakan type 98 untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dari proyek yang direncanakan oleh pengembang.
Penggunaan Software Optimasi dapat menggunakan progam yang lain selain progam yang kami
gunakan yaitu Progam Linier.

Bahwa untuk pembelian rumah didasarkan atas permintaan dari konsumen yang nantinya akan
membeli rumah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Antony Catanese, Snyder, 1996, Perencanaan Kota, Edisi II, Jakarta: Erlangga.
Budihardjo, 2006, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Bandung: Intitut Teknologi Bandung.
Heinz Frick, 1999, Teori perancangan kota dan penerapannya dalam Perancangan Kota Secara
Terpadu, Yogyakarta: Kanisus.
Real Estate Indonesia, 2009, Aturan pembangunan sebuah kawasan perumahan.
Undang Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman.
Analisis Keputusan Pemilihan Konstruksi Perkerasan Jalan Dengan Metode
Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analisis Keputusan Pemilihan Konstruksi Perkerasan Jalan


dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
(Studi Kasus di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan )

Wateno Oetomo dan Dandoko Hadi Susanto

Pernah muat di Jurnal EXTRAPOLASI


ISSN : 1693-8259, Volume : 04 No. 01 Juni 2011
(Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

Abstrak

Dalam Perencanaan infrastruktur konstruksi perkerasan jalan, Pengambilan Keputusan (Decision


Making) dalam pemilihan konstruksi perkerasan jalan tidak cukup hanya mempertimbangkan faktor-
faktor parameter perencanaan konstruksi perkerasan jalan seperti : fungsi jalan,kinerja
perkerasan(pavement performance),umur rencana,lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan
jalan,sifat tanah dasar, kondisi lingkungan, dan faktor lainnya. Akan menjadi persoalan yang rumit dan
komplek, bila pengambilan keputusan(Decision Making) dalam pemilihan perencanaan konstruksi
perkerasan jalan, dihadapkan pada beberapa pilihan alternatif konstruksi jalan dan kriteria-kriteria yang
harus dipertimbangkan, meskipun kriteria tersebut tidak masuk dalam variabel parameter rumus-rumus
perencanaan konstruksi jalan,dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, sehingga
tujuan, kualitas dan hasil akhir dari perencanaan dan pelaksanaan proyek peningkatan/rehabilitasi jalan
di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan dapat tercapai dan diharapkan semua pihak pemangku
kepentingan (Stakeholder). Berdasarkan hasil analisis kriteria-kriteria yang menjadi bahan pertimbangan
terkait pengambilan keputusan dan kebijakan dalam pemilihan jenis konstruksi perkerasan

jalan di lingkungan Dinas PU.Bina Marga Kabupaten Lamongan, adalah:Kompetensi Penyedia


Jasa/Kontraktor, Jenis material yang akan digunakan sebagai material pondasi (base course),
Kemampuan Dana Anggaran/Biaya, Methode Kerja/Pelaksanaan, Pengendalian dan Pengawasan,dan
terakhir Pasca Pelaksanaan konstruksi. Dengan menggunakan teori perhitungan perencanaan
konstruksi perkerasan jalan yaitu: Metode Analisa Komponen SKBI, tahun 1987, Metode Analisa ZTVE
StB dari Jerman, tahun 1994, dan Metode Giroun-Han dari USA, tahun 2004, dan dengan menggunakan
data variable perencanaan yang sama yaitu :Data lalu lintas(LHR),Tingkat pertumbuhan lalu - lintas,
Daya dukung tanah dasar(CBR), Beban Maksimum Sumbu Terberat(MST), dan umur rencana konstruksi
,dapat dihasilkan alternatif-alternatif konstruksi perkerasan jalan yang dapat diterapkan di Dinas PU. Kab.
Lamongan,alternatif konstruksi perkerasan jalan tersebut adalah: Laston _Urugan Agregat, Laston
_Urugan Pedel semen(Soil Cement), CBC_Urugan material pilihan (deltu), Laston_Urugan
Agregat_Lapisan Geotextile ,Laston _Urugan Pedel semen( Soil Cement) Lapisan Geotextile. Dengan
memakai Metoda Analytic Hierarchy Process (AHP), dengan data responden yang memiliki latar
belakang pendidikan Teknik Sipil dan telah berpengalaman dibidang perencanaan jalan, yang terdiri dari
:Kepala Dinas, Pejabat Teknis Eselon III,dan Pejabat Teknis Eselon IV dilingkungan Dinas PU. Bina
Marga, yang mempunyai wewenang mengambil keputusan dan kebijakan terkait penentuan rencana
konstruksi jalan, dengan hasil sebagai berikut:
1. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rangking kriteria-kriteria yang dijadikan dasar pengambilan
keputusan dan kebijakan terkait penentuan rencana konstruksi jalan adalah : Kompetensi Penyedia
Jasa/Kontraktor (51,98%), Kemampuan Dana Anggaran/Biaya(14,69%), Jenis material akan digunakan
sebagai material pondasi (basecourse) (9,92%), MethodeKerja/Pelaksanaan (9,67%), Pengendalian dan
Pengawasan(8,84%),dan terakhir Pasca Pelaksanaan konstruksi(4,90%).
2. Ditinjau dari faktor pilihan alternatif-alternatif konstruksi jalan berdasarkan kriteria-kriteria di atas rangking
pilihannya adalah : Laston_Urugan Soil Cement_Lapisan Geotextile (29,76%), Laston_Urugan Soil
Cement (29,34%), Laston_Urugan Agregat_Lapisan Geotextile (14,44%), CBC_Urugan deltu (13,41%),
dan terakhir Laston_Urugan Agregat(13,05%)

Kata kunci : Analytic Hierarchy Process, Konstruksi Perkerasan Jalan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Perencanaan infrastruktur konstruksi perkerasan jalan, baik untuk pembangunan, rehabilitasi
maupun peningkatan, Pengambilan Keputusan (Decision Making) dalam pemilihan konstruksi perkerasan
jalan tidak cukup hanya mempertimbangkan faktor-faktor parameter perencanaan konstruksi perkerasan
jalan seperti : fungsi jalan, kinerja perkerasan(pavement performance), umur rencana, lalu lintas yang
merupakan beban dari perkerasan jalan,sifat tanah dasar,kondisi lingkungan, dan faktor lainnya.

Akan menjadi persoalan yang rumit dan komplek, bila pengambilan keputusan (Decision Making) dalam
pemilihan perencanaan konstruksi perkerasan jalan, dihadapkan pada beberapa pilihan alternatif
konstruksi jalan dan kriteria- kriteria yang harus dipertimbangkan, meskipun kriteria eksternal tersebut
tidak masuk dalam variabel parameter rumus-rumus perencanaan konstruksi jalan, dan harus
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, sehingga tujuan, kualitas dan hasil akhir dari
perencanaan dan pelaksanaan proyek peningkatan/ rehabilitasi jalan di Dinas PU. Bina Marga
Kabupaten Lamongan dapat tercapai dan diharapkan semua pihak pemangku kepentingan
(Stakeholder).

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa besar nilai susunan ranking Kriteria-kriteria yang akan dijadikan bahan
pertimbangan pengambilan keputusan dan pemilihan konstruksi perkerasan jalan di Dinas PU.
Bina Marga Kabupaten Lamongan ;
2. Seberapa besar nilai susunan ranking alternatif-alternatif konstruksi perkerasan jalan yang
dapat diterapkan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan nilai susunan rangking kriteria-kriteria yang menjadi bahan pertimbangan dan
kebijakan dalam memilih konstruksi perkerasan jalan di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan
2. Mendapatkan nilai susunan rangking alternatif konstruksi perkerasan jalan di Dinas PU. Bina
Marga Kab. Lamongan.

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Analisis Sistem Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan selalu dihadapi oleh setiap
pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih alternatif terbaik dari yang tersedia. Tetapi
pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menentukan alternatif yang terbaik. Untuk suatu persoalan
yang sederhana menentukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak mengalamai kesulitan,
tetapi untuk sistim yang kompleks diperlukan metode tertentu untuk menghadapinya. Dalam konsep
sistim tersedia metodologi untuk menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistim yang pada garis
besarnya adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan keputusan dengan memilih
alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya yang diperlukan dibandingkan manfaat yang akan
diperoleh, termasuk pengkajian resiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan dengan
simulasi, atau metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan mengambil keputusan
berdasarkan judgment (penilaian) atas dasar pengalaman. (Soeharto Imam,1995).

Analisis sistem adalah proses mempelajari suatu kegiatan, lazimnya dengan cara-cara matematis, untuk
menentukan (mengambil keputusan) tujuan, kemudian menyusun prosedur operasi dalam rangka
mencapai tujuan tersebut secara efisien. Dalam perkembangan selanjutnya, analisis sistem ini tidak
hanya menggunakan cara matematis tetapi juga non matematis. Untuk membantu dan memudahkan
pengambilan keputusan, analisis system acap kali mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk
fisik, formulasi matematika, atau program komputer. Proses analisis system terdiri dari dari beberapa
tahap, yaitu formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan verifikasi, seperti terlihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 : Proses Analisis Sistem


Sumber :Imam Suharto (1995)

Pada tahap pertama, adalah formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal dari ide tersebut dapat
berupa konsep, kemudian dikembangkan dengan member-kan penjelasan perihal tujuan,lingkup, resiko
dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah penelitian yang mengumpulkan dan mempelajari data dan
informasi perihal gagasan tersebut. Pada tahap ini komponen sistem dan hubungan diantaranya
diidentifikasi, kemudian sumber daya yang diperlukan dan antisipasi hambatan yang mungkin timbul
diperkirakan. Selanjutnya, alternatif untuk mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.

Periode selanjutnya, adalah tahap analisis yang membuahkan kesimpulan. Pada tahap ini umumnya
dibuat model untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang hasilnya diajukan kepada yang berwenang
untuk diambil keputusan. Tahap akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba
dalam praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui kebenaran atau
kekurangan kesimpulan yang telah diambil.

Dari proses diatas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif memerlukan waktu untuk menyelesaikan
langkah- langkah yang diperlukan sebelum sampai kepada suatu kesimpulan,tetapi menyajikan suatu
cara yang logis dan konsisten.Oleh karena itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai macam
alternatif,maka metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat dibandingkan pertim-bangan
yang bersifat intuitif/pengalaman.

2.2. Dasar Teori Perencanaan Konstruksi Perkerasan Jalan


Perencanaan tebal perkerasan jalan baru, peningkatan maupun rehabilitasi jalan umumnya dapat
dibedakan atas 2 metode yaitu:

1. Metode empiris, metode ini dikembang-kan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan-
jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada.
2. Metode teoritis, metode ini dikembang-kan berdasarkan teori matematis dari sifat tegangan dan
regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas.

Perencanaan tebal perkerasan dengan metode empiris sebaiknya dilakukan tidak hanya menggunakan
satu metode saja tetapi beberapa metode.Hasil perencanaan akhir diperoleh dari hasil studi
perbandingan dengan memperhatikan biaya konstruksi awal, life cicle cost, pemeliharaan, tenaga kerja,
kemungkinan tersedia material yang diperlukan, asumsi yang diambil pada setiap metode, dan kondisi
lingkungan.
Dalam penelitian ini untuk perencanaan tebal perkerasan jalan digunakan 3 (tiga) metode empiris yaitu
Metode Analisa Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73, Metode Giroud-Han dari USA, Tahun 2004,
dan Metode Analisa ZTVE StB dari Jerman, Tahun 1994

2.2.1. Metode Analisa Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73

Metode Analisa Komponen SKBI.2.3.36.1987 UDT : 625.73 merupakan metode yang bersumber dari dari
metode AASHTO’72 dan modifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia dan merupakan
penyempurnaan dari Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD /B/1983.
Dengan demikian rumus dasar metode ini diambil dari rumus – rumus dasar metode AASHTO’72 revisi
1982. Adapun prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan sebagai mana ditunjukkan di dalam gambar 2.2
Gambar 2.2. Bagan alir Metode Bina Marga 1987
Sumber : Dirjen Bina Marga

2.2.2. Metode Giroud - Han dari USA, Tahun 2004

Metode Giroud – Han ( USA)/2004, ini merupakan metode yang bersumber dari The American Society of
Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun
2004.Yang dipublikasikan lagi dengan judul Subgrade Improvement for Paved and Unpaved Surfaces
Using Geogrids oleh Stephen Archer, PE edisi Oktober 2008. Didalam perencanaan konstruksi
perkerasan jalan dengan metode ini merupakan pengembangan dari metode sebelumnya yaitu metode:
Giroud dan Noiray (1981) dan Giroud et al. ( 1985)., dimana dalam metode ini dikembangkan tentang
penggunaan geosynthetic, untuk perbaikan subgrade/ tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan.

Metode ini dipergunakan untuk Perumusan teori Disain lapisan konstruksi perkesaran jalan
dengan geosynthetic, ditemukan oleh , J.P. Giroud, Ph.D., dan Jie Han, Ph.D., yang diterbitkan The
American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,
edisi Agustus Tahun 2004.
Rumus berikut digunakan untuk memperkirakan ketebalan lapisan pondasi base course yang diperlukan
( h) untuk serviceability guna mendukung tanah dasar akibat beban kendaraan. Di dalam penggunaan
rumus ini, pihak perencana dapat menghitung ketebalan lapisan base course dengan ketebalan ( h):

Rumus : Giroud-Han(2004)
Sumber : The American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
dimana :
‘h = Ketebalan lapisan base course (m)
J = Stabilitas Modulus Geogrid ( m – N/degree)
N = Jumlah kendaraan sumbu terberat
P = Beban Kendaraan ( kN)
‘r = Luas bidang sentuh roda kendaraan (m)
CBRsg = California bearing ratio (CBR) subgrade soil
CBRbc = CBR base course
s = tebal minimum urugan base course (102mm)
fs = factor equal 75 mm
fc = factor equal 30 kPa
Nc = bearing capacity factor, dimana
Nc = 3.14 dan J = 0 untuk unreinforced base course; Nc = 5.14
J = 0 untuk geotextile-reinforced base course; Nc = 5.71
J =0.32 m-N/degree untuk Tensar BX1100-reinforced base course;
Nc = 5.71
J = 0.65 m-N/degree untuk Tensar BX1200- reinforced base course.

2
2.2.3. Metode ZTVE StB dari Jerman , Tahun 1994

Metode ZTVE StB( Jerman)/1994, ini merupakan metode yang bersumber dari terjemahan Artikel
langsung dari paper yang diterbitkan dengan judul ‘Dimensionierung von Oberbauten von
Verkehrsflächen unter Einsatz von multifunktionalen Geogrids zur Stabilisierung des Untergrundes’ yang
diperkenalkan di konferensi on geosynthetics ‘Kunststoffe in der Geotechnik’, di Technical University
Munich, March 1999. Dimuat lagi dalam Jurnal Teknologi dengan judul Design methods for roads
reinforced with multifunctional geogrid composites for subbase stabilization oleh N. Meyer,
Fachhochschule Frankfurt am Main, Germany, dan J.M. Elias, Colbond Geosynthetics, Arnhem, the
Netherlands, dimana dalam metode ini dikembangkan tentang penggunaan geosynthetic, untuk
perbaikan subgrade/tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan, sekaligus perhitungan angka
keamanan (safety factor), terhadap hasil perencanaan perhitungan tebal perkerasan konstruksi
jalan. Untuk mendisain konstruksi lapisan permukaan jalan di Jerman menggunakan metode/program
standar RSTO 86/89. Desain jalan pada umumnya menggunakan konstruksi beberapa lapisan dengan
ketebalan berbeda, total ketebalan lapisan konstruksi jalan dihitung keseluruhan dalam metode ini, tetapi
lapisan permukaan tidak mempunyai pengaruh terhadap bearing kapasitas, dan hanya berfungsi untuk
menyebar beban. (mekanismenya dapat dilihat digambar 2.12).

Gambar 2.3. Situasi Gaya dan Tekanan Pada Lapisan Konstruksi Perkerasan Jalan
Sumber : The American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and
GeoenvironmentalEngineering(2004)

Lapisan bagian atas menyangkut total struktur jalan elastis, yang dianggap sebagai isotropis dan
berfungsi menyebarkan beban roda. Tidak punya pengaruh terhadap bearing kapasitas (daya dukung).
Konstruksi lapisan permukaan dihitung menggunakan aspal. Dalam hal ini beban disebarkan ke
semua arah sudut, sebagai lapisan atas (top layer) dan memiliki density tinggi. Untuk mengecek apakah
struktur sudah kuat/stabil secara keseluruhan sesuai umur rencana jalan, bearing capacity (kapasitas
daya dukung) maksimum urugan lapisan badan jalan dan daya dukung tanah dasar (sub soil harus
dihitung dan harus dibandingkan dengan kondisi tekanan( stresses) kenyataan.

Faktor keamanan (FS) untuk mengecek kesetabilan adalah:

dimana :
Pf = Tekanan pada lapisan urugan (base course)
Py = Daya dukung lapisan urugan(base course)
Pe,s = Total tekanan pada lapisan tanah dasar
Pu = Daya dukung tanah dasar

Faktor Safety. 1(FS 1)

 Metode desain mengasumsikan lapisan permukaan elastis, yang tidak mempunyai efek pada kekakuan
total struktur. Dalam kenyataan dilapangan tentu saja permukaan jalan (surface) memberikan kekuatan
tambahan
 Compaction (pemadatan) lapisan base course (fill) yang berisi butiran kerikil kecil mungkin dapat
menaikkan nilai daya dukung urugan sampai batas maksimum, dan terbatas atau tidak ada settlement
urugan

Faktor Safety. 2 (FS 2)

Selama umur rencana konstruksi jalan, persamaan differensial setlemen boleh terjadi dilapisan subsoil
(tanah dasar) yang memiliki nilai CBR rendah, dan akibat beban dynamic roda kendaraan. Geogrid dapat
menaikkan nilai daya dukung tanah dasar, dan mengurangi settelmen, mekanisme kegagalan yang
paling kritis. Karenanya harus memiiki faktor keselamatan lebih tinggi.

Catatan:
Untuk memberi nilai – nilai FS 1 dan FS sesuai tingkat keamanan .Mereka berpedoman pengalaman dan refrensi lain dan boleh juga
sesuai dengan pilihan factor keamanan para perencana masing – masing, para perancang boleh memilih untuk mengadopsi factor
keselamatan tergantung penerapan standar baku di negara–negara masing-masing.

2.2.4. Panduan Analisa Harga Satuan No.008/BM/2008 oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008

Panduan analisa harga satuan(PAHS) merupakan buku panduan dalam pembuatan HPS (Harga
Perkiraan Sendiri) atau Owner’s Estimate bagi unsur pelaksana pengadaan jasa konstruksi.

Analisa harga satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan bahan dan pekerjaan yang secara
teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang
diuraikan dalam suatu spesifikasi teknis, gambar disain dan komponen harga satuan, baik untuk kegiatan
rehabilitasi/ pemeliharaan, maupun peningkatan jalan dan jembatan

2.2.5. Metode Analytical Hierarchy Process(AHP)

Analytical Hierarchy Process(AHP) merupakan metode yang dikembangkan oleh Prof.Thomas L.Saaty
dan dipublikasikan pada tahun 1980 dapat memecahkan masalah yang komplek, dimana kriteria dan
alternatif yang diambil cukup banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang
belum jelas.

Metode AHP adalah suatu teknik pengambilan keputusan yang memasukkan kriteria ganda baik yang
bersifat nyata maupun tidak nyata, kuantitatif maupun kualitatif yang memperhitungkan juga adanya
konflik ataupun perbedaan-perbedaan pendapat. Aplikasi AHP telah meluas dan tidak saja digunakan
dalam bidang teknik, manajemen , dan bisnis.AHP juga mulai dikenal oleh para analis yang umumnya
memberikan support bagi pemerintah dalam penentuan kebijakannya.

Kelebihan metode Analytical Hierarchy Process dibandingkan metode lainnya adalah :

1. Dapat menentukan prioritas kebijakan tidak hanya dengan penilaian kuantutatif, tetapi juga
dengan penilaian kualitatif;
2. Mengurangi ambiguitas tujuan dan mengurangi potensi konflik antara tujuan ,spesifikasi , dan
target;
3. Dapat mengidentifikasi tujuan tersem-bunyi yang mungkin bertentangan satu sama lain dengan
menampakkan bobot dari masing-masing kriteria;
4. Dapat mengidentifikasi kriteria yang digunakan dalam beberapa tingkat;
5. Mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap penilaian kriteria;
6. Mempunyai analisa konsistensi sehingga penilaian yang tidak konsisten dapat dieliminer hingga
sampai rasio yang ditolelir (10 %).
III. METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Adapun kerangka pemikiran yang melandasi konseptual dalam penelitian ini berdasarkan dokumentasi,
pengamatan dari hasil kajian pustaka secara teori dan fakta yang bermanfaat sebagai alur pemikiran
sistim analisis keputusan dalam pemilihan konstruksi perkerasan jalan.

3.4. Subyek Penelitian

Subyek penelitian untuk metode Analitychal Hierarchy Process (AHP) ini dari responden yang memiliki
latar belakang pendidikan teknik sipil,yang diambil dari Kepala Dinas, Pejabat Teknis Eselon III, dan
Pejabat Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan yang mempunyai
kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal menentukan Jenis Konstruksi Perkerasan
Jalan yang akan diterapkan, penentuan dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada responden.
Pemilihan responden Pejabat Eselon didasarkan atas beberapa hal, yaitu :

1. Responden yang mengerti dan pengalaman tentang permasalahan teknis perencanaan


konstruksi perkerasan jalan.
2. Responden yang mengerti atau paham mengenai kondisi Jalan di Kabupaten Lamongan.
3. Responden yang berpengaruh pada kebijakan untuk menentukan jenis konstruksi perkerasan
jalan di Kabupaten Lamongan

3.4. Kerangka Konseptual

Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan harus selalu memperhatikan kompleksitas kriteria-kriteria dan
pilihan alternatif-alternatif konstruksi jalan yang akan diterapkan pada perencanaan. Hal ini menyebabkan
adanya kecenderungan semakin rumitnya persoalan yang harus dikaji dan diselesaikan terkait dengan
pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan.

Dalam kondisi demikian,solusi yang ideal dapat diperoleh dengan melakukan kajian antar kriteria untuk
mendapatkan tujuan terbaik yang masih diterima oleh pengambilan keputusan(decision maker). Untuk itu
diperlukan suatu strategi dan prosedur yang sistimatis untuk analisis dan evaluasi berbagai alternatif
penyelesaian persoalan yang mungkin dapat ditempuh.

Proses pengambilan keputusan merupakan proses penyelesain masalah terkait dengan upaya pemilihan
beberapa alternative pada cakupan pertimbangan criteria yang kompleks.Proses ini dimulai dengan
identifikasi persoalan secara runtut. Selanjutnya adalah menetapkan kategori dan melakukan kuantifikasi
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan langkah atau tindakan untuk
memperoleh penyelesaian persoalan.

Salah satu metode dalam pengambilan keputusan adalah analytical hierarchy process yang disingkat
AHP.Metode AHP ini berperan dalam menstrukturkan kriteria -kriteria yang ada untuk suatu masalah
pengambilan keputusan dengan banyak kriteria. Pengambilan keputusan perlu menentukan tingkat
kepentingan antara kriteria-kriteria yang ada dengan memban-dingkan semua kombinasi kriteria yang
mungkin. Selanjutnya disusun suatu matrik hubungan relatif nilai kepentingan dari kriteria-kriteria yang
ada. Selanjutnya urutan prioritas/rangking dari kriteria dapat disusun dengan mencari eigenvektor matrik
tersebut.

Tiap alternatif diuji konsekuensi- konsekuensi (outcomes) yang ditimbulkan kemudian dinilai dengan
masing-masing kriteria. Sehingga tiap alternatif mempunyai nilai untuk semua kriteria. Selanjutnya nilai
tersebut dikalikan dengan bobot kriteria tersebut dari hasil analisis eigen vektormatriks hubungan relatif
nilai kepentingan diatas. Jumlah nilai setelah perkalian ini adalah nilai akhir alternatif tindakan tersebut.
Pengambilan keputusan selanjutnya memilih alternatif tindakan yang paling tinggi nilainya.

3.3.1. Kriteria-kriteria Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan

Adapun kriteria-kriteria yang diguna-kan sebagai bahan pertimbangan pengam-bilan keputusan


ini merupakan hasil dari observasi, interview/wawancara langsung dengan pihak Kepala Dinas, Pejabat
Eselon III, dan Pejabat Eselon IV, maupun staf teknis di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab.
Lamongan, adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Kompetensi Penyedia Jasa/ Kontraktor
2. Kriteria Jenis material alam yang akan digunakan sebagai material konstruksi jalan
3. Kriteria Kemampuan Dana Anggaran/ Biaya Pemerintah Daerah Kab. Lamongan;
4. Kriteria Methode Pelaksanaan
5. Kriteria Pengendalian dan Pengawasan
6. Kriteria Pasca Pelaksanaan konstruksi

3.3.2. Alternatif-Alternatif jenis konstruksi perkerasan jalan

Berikut ini adalah alternatif-alternatif jenis konstruksi perkerasan jalan yang dapat dipilih oleh pengambil
keputusan dan kebijakan yang dapat diterapkan di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan.
1. Konstruksi Laston - Agregat A - Agregat B;
2. Konstruksi Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement);
3. Konstruksi Beton(CBC) - Deltu;
4. Konstruksi Laston - Agregat B - Geotextile;
5. Konstruksi Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement) - Geotextile;

Sedangkan untuk perhitungan biaya menggunakan Panduan analisa harga satuan No.008/BM/2008 oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga.

3.4. Pembuatan Struktur Hierarki Model AHP

Tingkat /hirarki pemilihan jenis konstruksi adalah ukuran kualitatif untuk menentukan pilihan terbaik
alternatif konstruksi jalan berdasarkan pertimbangan kriteria-kriteria yang ada di Dinas PU. Bina Marga
Kab. Lamongan
Tujuan akhir desain pengambilan keputusan dan kebijakan adalah ingin menghasilkan keputusan yang
terbaik dalam hal pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan berdasarkan kriteria dan pertimbangan dari
para pengambilan keputusan dan kebijakan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan.

IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison)

Bobot masing-masing level kriteria didapat dari kuesioner yang diisi oleh responden yang memiliki latar
belakang pendidikan teknis sipil dan berpengalaman dibidangnya, terdiri dari :Kepala Dinas PU. Kab.
Lamongan , Pejabat Teknis Eselon III, dan Pejabat Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina
Marga Kab. Lamongan yang mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal
menentukan Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan diterapkan, penentuan dilakukan
penyebaran kuesioner AHP pada responden. Jumlah responden sebanyak 7 responden. Nilai yang
dipakai dalam pembobotan berpasangan ini adalah nilai rata-rata geometri responden yang dibulatkan ke
atas.
Sebagai contoh perhitungan, perbandingan berpasangan matriks pada level kriteria yang didapatkan dari
hasil survei adalah skala nilai perbandingan berpasangan berdasarkan goal sebagai berikut: Jika nilai
elemen yang dibandingkan sangatdekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.2 hingga 1.9 dapat
digunakan.

Tabel 4.1 Contoh Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei

Goal Kompetensi Material Biaya Metode Pengawasan Pasca


kontraktor pondasi Kerja konstruksi
Kompetensi 1 9 9 7 7 9
kontraktor
Material 1/9 1 1 1/2 1/3 2
pondasi
Biaya 1/9 1 1 2 1/3 3
Metode Kerja 1/7 2 ½ 1 1 4
Pengawasan 1/7 3 3 1 1 2
Pasca 1/9 1/2 1/3 ¼ ½ 1
konstruksi
Jumlah 1,61 16,50 14,83 11,75. 10,16 21,00

Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan dan
diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabannya tertera pada tabel 4.1 menyatakan bahwa
faktor-faktor untuk memilih kompetensi kontraktor sangat penting dibandingkan Jenis pondasi(base
course)

Kepentingan relatif dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai bobot relatif
yang dinormalkan (normalized relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot
nilai relatif untuk masing-masing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai
skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang dinormalkan (normalized principaleigen vector)
adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matrix perbandingan berpasangan. Ini
merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh dari rata-rata bobot relatif yang
dinormalkan masing-masing faktor pada setiap barisnya.Sebagai contoh, bobot relatif yang dinormalkan
dari faktor kompetensi kontraktor terhadap biaya dalam tabel 4.1 adalah 9/14,83=0.606, sedangkan bobot
relatif yang dinormalkan untuk faktor metode kerja terhadap pengawasan dan pengendalian adalah
1/10,16 =0,098. Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan bobot relatif yang dinormalkan dari contoh tabel
4.1. Eigen vektor utama yang tertera pada kolom terakhir tabel 4.2 didapat dengan merata rata bobot
relatif yang dinormalkan pada setiap baris.

Tabel 4.2 : Contoh Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama dari Level kriteria

Goal Kompetensi Material Biaya Metode Penga- Pasca Eigen-


kontraktor pondasi Kerja wasan kon-struk- vector
si Utama

Kompetensi 0,617 0,545 0,0674 0,5957 0,6885 0,4286 0,5804


kontraktor
Material 0,068 0,0606 0,0674 0,0426 0,328 0,0952 0,0612
pondasi
Biaya 0,068 0,0606 0,0337 0,1702 0,0328 0,1429 0,0904
Metode 0,0882 0,1212 0,2022 0,0851 0,0984 0,1905 0,1028
Kerja
Pengawasan 0,0882 0,1818 0,0225 0,0851 0,0984 0,0952 0,1252
Pasca 0,068 0,0303 0,0225 0,0213 0,0492 0,0478 0,0399
konstruksi
Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Eigenvektor utama merupakan bobot rasio dari masing-masing faktor. Pada contoh di tabel 4.2,responden tersebut
menilai faktor kompetensi kontraktor sebagai faktor utama, pengawasan,metode kerja,biaya,material alam dan pasca
konstruksi. Baginya, faktor kompetensi kontraktor adalah 58,04/9,04 = 6,419 kali lebih penting dari factor biaya,
dan faktor metode kerja 10,28/3,99 =2,576 kali lebih penting dari pasca konstruksi.

4.2. Konsistensi AHP

Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap
faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor i terhadap faktor k harussama dengan
aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuksemua i,j,k maka matrix tersebut konsisten. Permasalahan didalam pengukuran
pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya3>1), tidak
dapat dipaksakan bahwa C>A denganangka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu
faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistensi jawaban
yang diberikan responden.Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan
wawancara padasejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya
besar. Saat [4] telah membuktikan bahwa indekkonsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan
rumus

Anda mungkin juga menyukai