Rencana strategis atau Renstra Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Jakarta, menyusun strategi guna mengatur kepadatan yang
mulai terjadi di Ibu Kota Jakarta, dengan menggunakan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah. Pada UU no.25 Tahun 2004 tentang SPPN Bab II Pasal 2 didalam pasal tersebut
termaktub tentang tujuan dari SPN yaitu adalah untuk menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu,
antar fungsi maupun antarr pusat dan daerah. Untuk itu, pada pelaksanaan pembangunan daerah merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya,
untuk hal tersebut perlu dilandasi dengan rencana pembangunan yang disusun berdasakan kenyataan realita dan kondisi dinamika saat ini serta tujuan, maka hal
tersebut diperlukan perencanaan berbagai sektor pembangunan. Perencanaan sendiri dianggap sebagai salah satu proses yang berkelanjutan termasuk
diantaranya dalam pengambilan keputusan, penentuan pilihan dari berbagai alternatif dalam pemanfaatan pelbagai sumberdaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kendala secara efektif dan efisien. Selain itu pula dalam penyusunan perencanaan pembangunan harus memperhatikan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).
Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan suatu dasar acuan bagi pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan yang memerlukan ruang sebagai kegiatan
pembangunan sektoral dan dalam pengembangan wilayah. Dasar hukum yang digunakan dan mengatur hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun
2010, bahwa untuk wilayah Kota/Kabupaten dalam penyusunan rencana umum yang dilihat dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/kota
dengan rencana rincinya RDTR Kabupaten/Kota.Untuk itu Rencana Pembangunan (RP) menguraikan kebijakan dan program yang membutuhan ruang yang
diakomodir dalam Rencana Tata Ruang. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 telah mengatur bahwa Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah harus menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategi OPD.
Konsep dasar pembangunan rumah susun perkotaan sesungguhnya merupakan penataan ruang yang menghasilkan kualitas lingkungan perkotaan yang
sehat dengan penggunaan lahan seefisien mungkin. Masalahnya adalah pembangunan rumah susun tidak pernah memperhitungkan kelompok-kelompok sasaran
pemakai atau penggunannya secara jelas. Padahal aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan terutama di kota-kota besar Indonesia pada umumnya didukung dan
digerakkan oleh berbagai kelompok dan strata sosial ekonomi masyarakat yang beragam. DKI Jakarta merupakan pusat megapolitan di Indonesia, yang
tentunya memiliki problematika yang sangat banyak, salah satunya seperti menjadi tempat bermigrasi penduduk desa ke kota, dimana hal tersebut tentunya
menimbulkan efek padatnya penduduk. Maka dari itu pemerintah mengatur adanya rusunawa di sejumlah wilayah Ibu Kota. Hal tersebut tertuang dalam
Peraturan Gubernur (PerGub) no. 27 tahun 2009 perihal pembangunan Rumah Susun Sederhama Sewa (Rusunawa).
Pembangunan rumah susun ini dapat menjadikan beberapa kawasan di Kota Jakarta sebagai compact city, dimana pada struktur dan pola ruang pada
beberapa kawasan dapat menjadikan lebih optimal, sistematik dan membantu penduduk bergerak lebih cepat. Compact city merupakan kawasan inti yang
mampu menampung lebih banyak lagi penduduk, sehingga penduduk lebih berdaya dalam menjalankan aktivitas- aktivitasnya karena sistem jaringan yang
tercipta adalah sistem jaringan yang aksesibel (Jenks, et. al. 2002).
Rusun adalah salah satu solusi yang ditawarkan oleh pemerintah guna memenuhi kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sehingga dalam program jangka panjang pemerintah akan berkonsentrasi membangun rumah susun sederhana berbasis sewa (rusunawa) secara bertahap,
walaupun terkendala dengan meningkatnya harga tanah dan penentuan lokasi yang sulit. Disamping itu menurut Indartoyo (2007), pemerintah harus pula
menyediakan kualitas bangunan yang standar, penyediaan sarana dan prasarana yang seimbang dengan kebutuhan, pengelolaan yang memadai, kebutuhan dan
keinginan masyarakat yang berbeda dan dinamis serta keinginan masyarakat yang ingin terus berkembang untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sedangkan
menurut Pamungkas (2010), berdasarkan public housing, keberadaan rumah susun sederhana yang ditempati oleh golongan masyarakat menengah ke bawah
yang hidup secara bersama-sama perlu diperhatikan perencanaannya secara utuh. Antara lain memperhatikan latar belakang penghuni akan kebutuhan tinggal
dalam lingkungan tersebut. Perlu memperhatikan kebutuhan dan kebiasaan fisik, sosial, ekonomi serta kebiasaan perilaku penghuninya. Karena hal tersebut
akan mempengaruhi perilaku penghuni menciptakan lingkungan yang nyaman atau tidak nyaman.
Rusun dapat menjadi solusi ditengah sulitnya lahan untuk membangun pemukiman di Kota Jakarta dan memaksimalkan lahan dengan sebaik-baiknya.
Dimana kepadatan penduduk di Kota Jakarta setiap tahun makin meningkat. Seperti data dibawaah ini:
2020 10.645.000
Data diatas merupakan data terbaru dari Badan Pusat Statistika DKI Jakarta. Dapat kita simpulkan bahwa kepadatan penduduk di Kota Jakarta sangat
padat sekali, jumlah wilayah di Kota Jakarta hanya seluas 661,5 km² dan rata-rata penduduk per km mencapai 16.704 jiwa/km².
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Implementasi Kebijakan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa oleh Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rusunawa Dinas Bangunan dan Pemukiman di Kota Jakarta. Kondisi permukiman MBR pun dikategorikan sebagai kawasan
kumuh dengan rumah yang berdempetan dan kurang memperhatikan aspek kenyamanan termal. Rumah-rumah yang berada di Kampung Kota umumnya tidak
memiliki ventilasi udara dan cahaya yang baik sehingga penghuni rumah akan merasa kurang nyaman dalam beberapa aspek, seperti kepanasan atau minim
pencahayaan (Wijaya, Permana, & Suwanto, 2017). Ditambah, kondisi iklim tapak yang memiliki suhu diatas rata-rata kenyamanan manusia yang senilai 26°C.
Kesalahan dalam merancang bangunan mengakibatkan bangunan menjadi panas, sehingga diperlukan pemasangan pendingin ruangan atau AC yang
menggunakan listrik dalam jumlah banyak untuk mencapai suhu yang dirasa nyaman bagi pengguna (Karyono, 2010). Hal yang sama juga berlaku pada
kenyamanan visual. Ketika bangunan tidak memberikan bukaan yang optimal untuk pencahayaan, diperlukan penggunaan lampu yang berlebihan dan berakibat
pada pemborosan listrik. Pada akhirnya, bangunan bisa menyumbang pada fenomena ‘Urban Heat Island’ jika dalam perancangannya tidak memperhatikan
iklim daerah sekitar dan penghematan energi. Perancangan ini secara garis besar dimaksudkan agar MBR dapat tinggal dan beraktivitas di dalam hunian yang
nyaman dan sehat. Selain hal tersebut, perancangan rumah susun yang berorientasi pada iklim dapat menjadi contoh bagi proyek pembangunan di Indonesia
untuk lebih terbuka pada pemanfaatan kondisi alam sehingga tidak merugikan pengguna dan lingkungan.
Pembahasan.
Berdasarkan pelaksana proyek pembangunan, rumah susun dibedakan menjadi dua, yaitu: rumah susun yang dibangun oleh Dinas Perumahan dan
rumah susun yang dibangun oleh Perum Perumnas. Kedua instansi ini bertanggung jawab dalam penyediaan hunian di Jakarta, termasuk rumah susun.
Sedangkan berdasarkan hak kepemilikannya, rumah susun dibedakan menjadi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan rumah susun sederhana milik
(rusunami).
Jumlah Rumah Susun Sederhana Menurut Lokasi Luas Area Tipe dan Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta
Des. Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Jumlah
2019 2020 2019 2020 2019 2020 2019 2020 2019 2020 2019 2020
Lokasi 3 3 18 5 8 7 7 5 8 7 44 27
Jumlah 628 629 11 288 11 348 2 846 2 322 2 984 4 018 11 437 10 449 29 183 28 766
Unit
Jumlah 1 1 15 15 3 - 8 14 21 21 48 51
Tower
Badan Pusat Statistika DKI Jakarta, 2020
Kelompok kami akan menyempitkan penelitian dan memfokuskan penulisan kami kepada rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Rawa Bebek yang
berlokasi Inspeksi Kanal Banjir Timur, Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Rusun tersebut merupakan salah satu kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama dengan Kementerian PUPR dan pihak swasta yang dibangun pada tahun 2015, rusun tersebut dibangun
untuk tempat relokasi masyarakat pasar ikan penjaringan dan masyarakat bukit duri yang terdampak penggusuran, karena hunian sebelumnya sangat tidak layak
huni, sehingga penting untuk merelokasi kawasan tersebut guna kebaikan masyarakat. Saat ini rusun rawa bebek memiliki rusun sebanyak 14 blok dan 1 buah
tower dengan jumlah hunian sebanyak 1.811 unit. Tower dibangun oleh Pemda DKI Jakarta yang memiliki hunian sebanyak 1811 unit. Untuk yang bersumber
dari APBD pemda DKI Jakarta sebanyak 4 blok, yang bersumber dari CSR sebanyak 4 blok, hibah Kementerian PUPR sebanyak 6 blok yang difungsikan
untuk penghuni yang masih lajang yang saat ini proses hibah masih berlangsung sehingga blok lajang ini masih belum dapat dimanfaatkan secara keseluruhan.
Rumah susun rawa bebek dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan yang layak bagi penghuninya. Unit Pelayanan
Rumah Susun Rawa Bebek memiliki sarana dan prasarana antara lain:
Kinerja pelayanan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi. DKI Jakarta ditunjukan berdasarkan:
1. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.2 Tahun 2013 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta
2013-2017.
2. Sasaran/ target Renstra Perangkat Daerah pada periode RENSTRA 2013 - 2017
Program prioritas untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan daerah pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI
Jakarta dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 meliputi:
Sedangkan pengelolaan itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti proses, perbuatan, dan cara mengelola melakukan suatu
kegiatan dengan mengerahkan orang lain, dan proses mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Dalam Peraturan Menteri Negara
Perumahan Rakyat Nomor 14/PERMEN/M/2007 tentang pengelolaan rumh susun sederhana sewa, yang dimaksud pengelolaan adalah upaya terpadu yang
dilakukan oleh badan pengelola atas barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan
perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan,
pengawasan dan pengendalian rusunawa.
Dalam pelaksanaan pengelolaan rumah susun sedehana sewa Kota Jakarta, unit pelaksana teknis daerah rumah susun sederhana sewa pada
Dinas Bangunan dan Pemukiman Kota Jakarta melaksanakan pengelolaan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
14/PERMEN/M/2007 tentang pengelolaan rumah susun sederhana sewa. Adapun ruang lingkup pengelolaan rumah susun sederhana sewa meliputi:
a. Pemanfaatan fisik bangunan yang mencakup pemanfaatan ruang dan bangunan, termasuk pemeliharaan, perawatan serta peningkatan
kualitas prasarana, sarana dan ultilitas;
b. Kepenghunian yang mencakup kelompok sasaran penghuni, proses penghunian, penetapan calon penghuni, perjanjian sewa menyewa
serta hak, kewajiban dan larangan penghuni;
c. Administrasi keuangan dan pemasaran yang mencakup sumber keuangan, tarif sewa, pemanfaatan hasil sewa, pencatatan dan pelaporan
serta persiapan dan strategi pemasaran
d. Kelembagaan yang mencakup pembentukan, struktur, tugas, hak, kewajiban dan larangan badan pengelola serta peran pemerintah,
pemerintah daerah, provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
e. Penghapusan dan pengembangan bangunan rusunawa;
f. Pendampingan, monitoring dan evaluasi; dan Pengawasan dan pengendalian pengelolaan rusunawa.
Dan dalam pergub no. 132 tahun 2018 terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang kebijkan dan pengelolaan rumah susun milik, seperti :
Untuk menempati rumah susun nawa yang disediakan oleh pemerintah kota Jakarta ini warga tidak semerta-merta hanya menempati saja terdapatnya uang sewa
serta berbagai peraturan yang harus diaati oleh warga penghuni rumah susun. Seperti halnya dalam peraturan Gubernur Jakarta No.132 Tahun 2018 BAB IV
Pasal 23 dijelaskan bahwa penghuni rumah susun nawa harus membayar uang sewa listrik dan air, ketika terjadinya keterlambatan dalam membayar uang sewa
maka akan dikenakan sanksi atau denda sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan di awal. Bahkan ketika penghuni melakukan tunggakan akan dilakukan
pemutusan baik itu pada aliran listrik maupun air. Pasal 23 juga mengatur bahwa kepemilikan harus di data setiap 6 bulan sekali
Peraturan-peraturan yang sudah dijelaskan di atas ternyata benar adanya hal ini dibuktikan dari adanya berita yang dikutip dari detik.com bahwa ketika
penghuni melakukan tunggakan uang sewa, penghuni akan diberikan surat peringatan dan diberikan jangka waktu selama tiga bulan dan mereka akan di
perintahkan untuk mengosongkan huniannya ketika dalam 3 bulan masih tidak mampu membayar uang sewa. Sesuai Perda Retribusi yaitu Nomor 3 Tahun
2007. Ada di situ yaitu Rp 150.000-280.000 untuk terprogram. Kalau tidak terprogram atau untuk warga umum itu Rp 300.000-380.000/bulan. Rusun Rawa
Bebek sendiri memiliki harga sewa Klaster B dan C memiliki harga sewa yang bervariasi seperti berikut :
Klaster B Klaster C
Akan tetapi, menurut saya biaya sewa tersebut masih cukup relatif murah namun penghuni rumah susun tetap harus membayar iuran-iuran lain yang
lumayan banyak dan terpisah dari biaya sewa. Sehingga hal ini akan menyebabkan penghuni rumah susun kewalahan apalagi ketika penghuninya tidak
memiliki pekerjaan tetap serta memiliki banyak anak. Seharusnya pemerintah kota Jakarta melakukan penggratisan biaya sewa rumah susun, akan tetapi hal
tersebut tidak akan terjadi dikarenakan biaya sewa dari rumah susun tersebut dijadikan salah satu biaya untuk pengelolaan Rusunawa selain dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Jakarta.
2 Standar Pelayanan
sudah tersusun SOP Perlu dibuat segera
pelayanan dengan dan disahkan oleh
baik oleh Pihak pihak Dinas untuk
Dinas dan menunjang
terintegrasi dalam pelayanan rusun
sistem, tinggal rawa bebek
melanjutkan
program yang
sempat terhenti Updating tata tertib
selama pandemi yang dilakukan oleh
dan melengkapi pengelola rusun dan
aturan yang pemberian sanksi
menyangkut keterlambatan.
tentang penghuni
perlu diperbaiki
terutama jangka Mempertahankan
waktu penghuni pelayan yang sudah
serta melengkapi baik dan
instrumen Meningkatkan
tambahan terkait Pelayanan kepada
keamanan dan penghuni Rusun
kenyamanan warga. terkait Edukasi
terkait
Perekonomian,
Kebersihan sampai
pada kebencanaan.
lantai 1.
Minimnya biaya
operasional yang Terbatasnya dana Perlu dibuatkan
dimiliki oleh UPRS APBD SOP teknis
pemeliharaan/
perawatan
prasarana dan
sarana
Belum terpasangnya
dan berjalan dengan
Terbatasnya dana Meminta bantuan
baik CCTV
APBD kepada dinas terkait
untuk dianggarkan
Belum tersedianya
Way Finding atau Terbatasnya dana
penunjuk arah di APBD
lingkungan Rumah
Susun
Berdasar kebijakan sasaran pengusaha, kebijakan sasaran penghuni, kapasitas atau tipe rusun, fasilitas yang tersedia, kompetensi atau kemampuan
sumber daya dan dana dari lembaga pengelola, maka dalam pemanfaatan rusun dapat ditetapkan standar pelayanan rusun dengan adanya alternatif yaitu standar
pelayanan prima dan standar minimal. Dalam hal mengelola rusunawa sangat diperlukan manajemen pemeliharaan yang dilakukan dengan