Anda di halaman 1dari 83

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perumahan dan Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Permasalahan yang dihadapi sesungguhnya tidak terlepas dari aspek yang
berkembang dalam dinamika kehidupan masyarakat maupun kebijakan
pemerintah dalam mengelola persoalan yang ada. Dalam mengatasi
permasalahan perumahan dan permukiman, setiap prosesnya dilaksanakan
secara bertahap yakni melalui tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan,
pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan. Pembangunan perumahan dan
permukiman merupakan kegiatan yang bersifat multi sektor, hasilnya langsung
menyentuh salah satu kebutuhan dasar masyarakat, juga pendorong terjadinya
pertumbuhan ekonomi. Sejak awal, pembangunan perumahan dan permukiman
di Indonesia telah diselenggarakan berdasarkan prinsip:
 Pemenuhan kebutuhan akan rumah layak merupakan tugas dan tanggung
jawab masyarakat sendiri.
 Pemerintah mendukung melalui penciptaan iklim yang memungkinkan
masyarakat mandiri dalam mencukupi kebutuhannya akan rumah layak.
Dukungan diberikan melalui penyediaan prasarana dan sarana, perbaikan
lingkungan permukiman, peraturan perundang-undangan yang bersifat
memayungi, layanan kemudahan dalam perizinan bagi kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah dll.
Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman
diharapkan dapat berjalan optimal, tertib, dan terorganisasi dengan baik. Hal
ini dibutuhkan suatu skenario umum, yang dapat mengakomodasikan berbagai
kepentingan, rencana sektor terkait, peraturan serta berbagai hal yang perlu
diketahui, dijadikan pedoman, dan disepakati bersama. Skenario umum
terutama diperlukan untuk mengantisipasi persoalan-persoalan pokok yang saat
ini berkembang di kawasan permukiman perkotaan, bahkan yang diprediksi
akan terjadi pada periode tertentu. Jika mengatasi permasalahan perumahan
dan permukiman merupakan suatu proses, maka RP3KP (Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman) adalah satu dasar
yang bisa diandalkan.
Pertambahan penduduk dan aktivitas masyarakat kota didukung dengan
ketersediaan lahan yang memadai. Jumlah penduduk yang begitu besar telah
melampaui daya dukung dalam menyediakan fasilitas yang layak bagi
penduduknya. Sehingga menuntut penyediaan fasilitas yang dapat memberikan
pelayanan serta penyebaran fasilitas yang merata dalam mendukung aktivitas
penduduk. Fasilitas tersebut tentu berada di lingkungan permukiman. Untuk
mengoptimalkan capaian pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman
yang layak bagi warganya, serta memberikan arah yang jelas dalam pencapaian
kebijakan perumahan dan permukiman sebagaimana yang diamanahkan dalam
RPJP, RPJM, dan RTRW, maka diperlukan skenario pengembangan yang terarah
dan terencana dalam satu dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP).
Dalam tahapan penyusunan RP3KP diawali dengan kegiatan sosialisasi,
kemudian dilanjutkan dengan penyusunan data dasar, penyusunan dokumen
RP3KP dan pembuatan naskah akademis, hingga Ranperda RP3KP. Untuk itu
dalam rangka menuju pada tersusunnya dokumen RP3KP, tahap awal yang
dilakukan adalah pembuatan data dasar sebagai bahan yang akan digunakan
dalam penyusunan RP3KP nantinya. Muatan pokok RP3KP di tingkat
kabupaten/kota merupakan acuan untuk mengatur penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan permukiman secara teratur, terencana, dan
terorganisasi. Pada tingkat kota, muatan pokok RP3KP merupakan acuan untuk
mengatur dan mengkoordinasikan pembangunan perumahan dan permukiman
khususnya yang menyangkut dua atau lebih kabupaten/kota yang berbatasan.
Pada tingkat nasional, muatan pokok RP3KP merupakan masukan daerah dalam
penyempurnaan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang perumahan
dan permukiman.
RP3KP merefleksikan akomodasi terhadap aspirasi masyarakat dalam
pembangunan perumahan dan permukiman. Sedangkan dalam konteks penataan
ruang, RP3KP merupakan penjabaran RTRW di sektor perumahan dan
permukiman. RP3KP mencakup rencana penanganan sektor perumahan dan
permukiman, baik yang terkait dengan peningkatan kualitas lingkungan,
revitalisasi/optimalisasi kawasan, maupun pengembangan kawasan baru yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana dasar, termasuk prioritas implementasi
dan rencana kebutuhan investasinya.
Rincian jadwal pelaksanaan program, kegiatan dan pelakunya
(masyarakat, badan usaha, pemerintah):
 Mekanisme pemantauan, pengawasan, dan pengendalian program dan
kegiatan;
 Mekanisme penyaluran aspirasi para pelaku yang terkait;
 Mekanisme pemberdayaan masyarakat;
 Daftar skala prioritas penanganan kawasan perumahan dan
permukiman;
 Daftar kawasan terlarang (negative list) untuk pengembangan kawasan
perumahan dan permukiman baru;
 Strategi dan prioritas penanganan prasarana dan sarana pada kawasan
kajian dengan melakukan zoning, sehingga keterpaduan antar zoning
sangat diutamakan.
Penyusunan RP3KP selama ini belum terekam dengan baik, sehingga
kegiatan-kegiatan untuk penyempurnaannya belum dapat dirumuskan secara
pasti. Selain itu, penyelenggaraan penyusunan RP3KP di beberapa daerah
dirasakan masih memerlukan penyempurnaan proses maupun kualitas RP3KP.
Pada akhirnya, penggunaan RP3KP sebagai acuan pembangunan juga
memerlukan penguatan. Dokumen RP3KP tersebut seyogyanya merupakan hasil
perencanaan yang mengacu pada kondisi daerah, disepakati oleh berbagai
stakeholder terkait dan dipergunakan sebagai acuan dalam pembangunan dan
pengembangan perumahan dan permukiman. Diharapkan visi yang terkandung
dalam RP3KP ini dapat diwujudkan. Proses ini memerlukan penyempurnaan dari
waktu ke waktu. Oleh karena itu penting untuk memberikan bantuan dan
penguatan kepada pemerintah daerah sebagai penyelenggara pembangunan
agar maksud, fungsi dan peran RP3KP dapat direalisasikan dan diwujudkan
dengan Ranperda RP3KP.
Pada masa mendatang, peranan RP3KP dalam pembangunan daerah
perlu untuk terus dipacu dan diperkuat. Permasalahan utama yang dirasakan
terkait dengan telah disusunnya RP3KP, terdiri dari kurangnya pengertian dan
pemahaman akan manfaat RP3KP, lemahnya komitmen untuk
menyelenggarakan pembangunan perumahan dan permukiman, dan rendahnya
kemampuan mengelola pengembangan atau pembangunan suatu kawasan
perumahan dan permukiman. Berdasarkan keputusan Menteri Perumahan
Rakyat No.12 Tahun 2014 tentang Pedoman penyusunan RP3KP, RP3KP
merupakan acuan bagi seluruh pelaku pembangunan perumahan dan
permukiman di daerah. RP3KP memiliki muatan pokok ditingkat
Kabupaten/kota untuk menjadi acuan dalam mengatur penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan permukiman secara teratur, terencana, dan
terorganisasi.
Oleh karena itu, pada Tahun Anggaran 2020 Pemerintah Kota Bandar
Lampung akan melaksanakan pernyusunan Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP). Dengan adanya
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman (RP3KP) maka Pemerintah Kota Bandar Lampung dapat
memperoleh gambaran prospek perkembangan permukiman, mengantisipasi
berbagai kemungkinan perkembangan perumahan dan kawasan permukiman,
memiliki acuan serta pola penangganan yang jelas bagi upaya prioritas
penangganan perumahan dan kawasan permukiman secara lintas sektoral.

1.2 Landasan Hukum


1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN);
2. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman;
6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
7. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2003 tentang
Penatagunaan Tanah;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional;
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
16. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019;
17. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
18. Keputusan Presiden No. 6 tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-
pulau Kecil Terluar;
19. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor : 12 tahun 2014
Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP);
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
No.131 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR
2015-2019; dan
21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 15
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI
No.14/PRT/M/2018 tentang Peningkatan KualitasTerhadap
Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh;
23. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 01 tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009-2029;
24. Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Penataan dan
Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012;
25. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung Tahun 2011–2030;
26. Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2016 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bandar Lampung
Tahun 2016 – 2021;
27. Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2017 Tentang Pencegahan
dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh Kota Bandar Lampung;

1.3 Maksud dan Tujuan


RP3KP mempunyai kedudukan yang sama dengan berbagai rencana
sektor pembangunan lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dijelaskan bahwa pemerintah
kota dan pemerintah kabupaten/kota mempunyai tugas menyusun rencana
pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
Penyusunannya mengacu pada Program Pembangunan Daerah dan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) daerahyang mengatur secara khusus ruang perumahan
dan kawasan permukiman serta berbagai tindak lanjutnya.

1.3.1 Maksud
Maksud dilaksanakannya kegiatan Review Dokumen Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP) Kota Bandar Lampung:
 Penyusunan data Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagai
dasar penyediaan data primer dalam menyusun kebijakan/ strategi
bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
 Penyusunan RP3KP sebagai pedoman dan skenario pemerintah
daerah dalam menyelenggarakan kegiatan bidang Perumahan dan
Pemukiman;
 RP3KP sebagai suatu alat untuk mewujudkan keterpaduan prasarana
dan sarana untuk mendukung kebijakan pengembangan Kawasan
perumahan dan Permukiman;

1.3.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan kegiatan Review
Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Perumahan dan
Pemukiman (RP3KP) Kota Bandar Lampung yaitu tersusunnya dokumen RP3KP
Kota Bandar Lampung, substansi serta pengunaan RP3KP termasuk bidang
Perumahan dan Permukiman sebagai suatu dokumen yang mengikat pihak-pihak
terkait.

1.4 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dengan kegiatan Review Dokumen Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Perumahan dan Pemukiman (RP3KP)
Kota Bandar Lampung:
1. Terdokumentasikannya data dan informasi kinerja pihak-pihak terkait
dalam proses penyusunan, penggunaan serta pemantauan RP3KP, serta
persoalan-persoalan yang menyangkut pelaksanaan teknis penyusunan
RP3KP dan menyangkut pelaksanaan teknis penyusunan RP3KP dan
keterpaduan prasarana kawasan di bidang perumahan dan permukiman di
Kota Bandar Lampung;
2. Tersusunnya analisis masalah-masalah yang memerlukan penguatan agar
praktek penyusunan RP3KP dan keterpaduan prasarana kawasan di bidang
perumahan dan pemukiman;
3. Tersusunnya dokumen yang dilengkapi dengan rekomendasi dan masukan
teknis dalam rangka pelaksanaan kebijakan teknis penyusunan RP3KP dan
keterpaduan prasarana Kawasan di bidang perumahan dan permukiman;
4. Tersediannya data dasar perumahan dan pemukiman yang diperhitungkan
sehingga masih dapat digunakan sampai dengan 20 tahun mendatang;
5. Teridentifikasinya masalah perumahan dan pemukiman (existing dan
prediksi) serta terindikasinya perkiraan arah perkembangan perumahan
dan pemukiman;
6. Terakomodasinya seluruh kebutuhan akan perumahan dan pemukiman
yang dijamin oleh kepastian hukum terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah;
7. Terintegrasinya berbagai rencana pembangunan dan peningkatan kawasan
perumahan dan pemukiman berikut pengembangan prasarana dan sarana
penunjangnya;
Tersediannya informasi pembangunan perumahan dan
permukiman di daerah sebagai bahan masukan bagi penyusunan
kebijakan pemerintah vertikal, penyusunan rencana serta program oleh
berbagai pihak yang berkepentingan;

1.5 Lingkup Wilayah Perencanaan


Lingkup wilayah perencanaan penyusunan RP3KP ini adalah seluruh
kabupaten yang berada di dalam Kota Bandar Lampung.

1.6 Lingkup Pekerjaan


Ruang lingkup materi penyusunan dokumen Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman (RP3KP) Kota Bandar
Lampung meliputi beberapa tahapan, yaitu:
a. Melaksanakan rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan;
b. Melakukan identifikasi profil dan kondisi eksisting melalui survei lokasi
dan koordinasi dengan instansi terkait;
c. Melaksanakan diskusi dan rapat koordinasi terhadap hasil kegiatan dengan
instansi terkait baik di kabupaten maupun di provinsi;
d. Melakukan inventarisasi, kompilasi, dan pengolahan data berdasarkan
temuan data dan informasi sesuai indicator kualitatif;
e. Menyusun perumusan program dan setrategi berdasarkan kebutuhan,
konsep, dan rencana penyedian perumahan;
f. Menyusun laporan pendahuluan dan hasil pelaksanaan kegiatan Review
Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Permukiman (RP3KP) Kota Bandar Lampung;
1.6.1 Survei Lokasi dan Pendataan
Melakukan survei pengumpulan dan kompilasi data dengan
instansi terkait maupun survei primer mengenai kondisi perumahan dan
permukiman di wilayah Kota Bandar Lampung.

1.6.2 Penyusunan dan Alternatif Skenario Pembangunan dan


Pengembangan PKP
Melakukan studi literatur terkait materi dan kebijakan tata ruang,
pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kota
Bandar Lampung. Serta melakukan analisis yang berkaitan dengan
pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kota
Bandar Lampung Lampung.

1.6.3 Penyusunan Kebijakan dan Strategi Penanganan Pembangunan dan


Pengembangan PKP
Merumuskan hasil dari analisis serta masukan pemangku
kepentingan dari para pemangku kepentingan mengenai indikasi program
yang akan dilakukan untuk Rencana Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) di Kota Bandar Lampung.

1.7 Tahap Kegiatan


Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan ini dilaksanakan
melalui tahapan sebagai berikut:
a. Tahap I
Keluaran dari tahapan ini adalah Buku Profil PKP dan tahapan ini terdiri
dari rangkaian kegiatan berikut:
 Persiapan
 Pengumpulan Data PKP
 Penyusunan Profil PKP
 Identifikasi Problem dan Isu PKP
 Penyusunan Tujuan Pembangunan PKP
b. Tahap II
Dalam tahap ini, profil PKP yang didapatkan dari tahap sebelumnya diolah
dan dianalisis secara substansial. Keluaran dari tahap ini adalah Buku
Analisis Data PKP. Tahapan ini terdiri dari kegiatan-kegiatan berikut:
 Analisis PKP
 Sintesis Supply dan Demand perumahan
 Menyusun dan Memilih Skenario Pembangunan dan Pengembangan PKP

c. Tahap III
Pada tahapan ini, proses perencanaan dan perumusan indikasi program
mulai muncul. Keluaran dari tahapan ini adalah Buku Rencana dan
Naskah Akademik, yang akan dijadikan Dokumen Teknis Ranperda.
Adapun kegiatan dalam tahapan ini adalah:
 Menyusun Visi, Misi Pembangunan dan Pengembangan PKP
 Menyusun Kebijakan dan Strategi Penanganan Pembangunan dan
Pengembangan PKP
 Menyusun Rencana Aksi yang berisi Kegiatan dan Indikasi Program
 Penyusunan Naskah Akademik RP3KP
 Penyusunan Draft Ranperda RP3KP
2 BAB II
PENYUSUNAN RP3KP KOTA BANDAR LAMPUNG

2.1 Definisi RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan


Perumahan dan Kawasan Permukiman)
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman di Daerah (RP3KP) merupakan suatu skenario
penyelenggaraan pembangunan yang disusun dan disepakati bersama
oleh seluruh pihak terkait dibidang perumahan dan permukiman, tentang
apa yang akan dicapai atau perlu diperbuat dalam suatu kurun waktu
tertentu. Kandungan materi di dalam RP3KP bernafaskan keberpihakan,
perlindungan dan kepastian hukum bagi setiap orang.keluarga untuk
bermukim (minimal menempati rumah layak dalam lingkungan yang
sehat dan lestari). RP3KP seyogyanya akan mengakomodasikan aspirasi
dan kepentingan seluruh pihak terkait termasuk terbukanya peluang
masyarakat untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara antara lain untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan permukiman.
RP3KP merupakan dokumen perencanaan umum penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang terkoordinasi dan terpadu
secara lintas sektoral dan lintas wilayah administratif. Dokumen
perencanaan ini penting bagi pemerintah daerah agar arah pembangunan
dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di daerah
dapat sesuai dengan kebijakan dan perencanaan, baik dalam skala
nasional maupun daerah, serta terpadu secara lintas sektoral. Selain itu,
RP3KP juga dapat menjadi acuan bagi pemerintah pusat dalam
menentukan program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan di
daerah.
Berdasarkan perihal tersebut, RP3KP mempunyai peran dan
kedudukan yang penting dalam kerangka pembangunan daerah dalam
kerangka pembentukan sistem permukiman nasional. Penyusunan RP3KP
Kota/Kabupaten dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan
perumahan dan permukiman di daerah yang mengacu pada suatu
kerangka penataan ruang wilayah kota, sehingga pembangunan
perumahan dan permukiman dapat berlangsung secara tertib,
terorganisir dengan baik, berdaya guna dan berhasil guna, sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan serta peraturan perundangan yang berlaku.
a. Pengertian Pokok RP3KP Dalam Konteks Perencanaan, yaitu:
 Merupakan skenario pembangunan perumahan dan
permukiman;
 Acuan/payung bagi seluruh pelaku pembangunan perumahan
dan permukiman; dan
 Merefleksikan akomodasi terhadap aspirasi masyarakat dalam
pembangunan perumahan dan permukiman.
b. Pengertian Pokok RP3KP Dalam Konteks Penataan Ruang merupakan
penjabaran RTRW di sektor perumahan dan permukiman berupa
alokasi ruang bagi perumahan dan permukiman yang mencakup
gambaran tentang:
 Kondisi dan permasalahan;
 Kebijakan perumahan dan permukiman di daerah;
 Kebutuhan perumahan, program dan sasaran pembangunan
(Pengembangan kawasan baru, revitalisasi, peningkatan
kualitas);
 Arahan Lokasi perkim skala besar, kawasan khusus, skala
kecil;
 Arahan pemberdayaan masyarakat;
 Arahan lingkungan dan daftar kawasan terlarang; dan
 Arahan dukungan prasarana dan sarana kawasan.

2.1.1 Rencana
Menurut UU No. 25 tahun 2004 Perencanaan adalah suatu proses
untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan
pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Perencanaan adalah suatu proses kontinu dari pengkajian, membuat
tujuan dan sasaran, dan mengimplementasikan serta mengevaluasi atau
mengontrolnya (Douglas, 2001). Perencanaan adalah memutuskan
seberapa luas akan dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan
melakukannya, dan siapa yang melakukannya (Alexander, 2005).
Perencanaan adalah suatu proses memulai dengan sasaran-sasaran,
batasan strategi, kebijakan, dan rencana detail untuk mencapainya,
mencapai organisasi untuk menerapkan keputusan, dan termasuk
tinjauan kinerja dan umpan balik terhadap pengenalan siklus
perencanaan baru (Steiner, 2001). Berdasarkan beberapa definisi
tersebut, maka definisi dari rencana adalah suatu proses dan strategi
untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat.

2.1.2 Pembangunan
Pembangunan adalah usaha-usaha terencana untuk mengubah
kebudayaan manusia, yaitu berupa usaha-usaha terencana untuk
meningkatkan macam kualitas, dan kuantitas yang harus dipenuhi bagi
pemuasan kebutuhan utama atau primer dalam usaha-usaha peningkatan
kesejahteraan hidup manusia (Iskandar, 2009). Pembangunan nasional
merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat
Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan
nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memperhatikan tantangan perkembangan global (Tap. MPR No.
IV/MPR/1999). (Siagian, 1994) memberikan pengertian tentang
pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan
dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka
pembinaan bangsa (nation building)”.
Sedangkan (Kartasasmita, 1994) memberikan pengertian yang
lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang
lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. (Inayatullah,
1976), mendefinisikan pembangunan sebagai perubahan menuju pola-
pola masyarakat yang lebih baik dengan nilai-nilai kemanusiaan yang
memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar
terhadap lingkungan dan tujuan politiknya, juga memungkinkan
warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri.
(Dissaynake, 1984), mendefinisikan pembangunan sebagai proses
perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari
seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan
cultural tempat mereka berada dan berusaha melibatkan sebanyak
mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka
penentu dari tujuan mereka sendiri. Berdasarkan dari beberapa definisi
di atas dapat ditarik kesimpulan definisi dari pembangunan adalah suatu
perubahan menuju keadaan yang lebih baik dari keadaan yang
sebelumnya.

2.1.3 Pengembangan
Pengembangan wilayah merupakan rangkaian upaya untuk
mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumberdaya,
merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan
wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, serta
keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang
dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan
dalam wadah NKRI. Pembangunan seharusnya tidak hanya
diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat
parsial, melainkan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan
pengembangan wilayah yang bersifat menyeluruh dengan
mempertimbangkan keserasian antar berbagai sumberdaya sebagai unsur
utama pembentuk ruang yang didukung oleh sistem hukum dan sistem
kelembagaan yang melingkupinya.
2.1.4 Perumahan dan Permukiman
Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul,
dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat
berlindung keluarga dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga
sebagai status lambang sosial (Azwar,1996; Mukono,2000). Rumah
adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (UU RI No. 1 Tahun 2011).
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan
rumah yang layak huni (UU RI No. 1 Tahun 2011). Perumahan adalah
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan (Sastra, 2009). Kawasan permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 1 Tahun 2011). Permukiman
adalah suatu tempat bermukim manusia untuk menunjukkan suatu
tujuan tertentu. (Sastra, 2009). Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu-satuan perumahan
yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan (UU RI No. 1 Tahun 2011).
Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni
karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang
tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU RI No.
1 Tahun 2011). Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
merupakan pembangunan multisektoral yang penyelenggaraannya
melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dalam rangka mewujudkan
hunian yang layak bagi semua orang (adequate shelter for all),
Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan fasilitasi kepada
masyarakat agar dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman,
terjamin, mudah diakses, dan terjangkau yang mencakup sarana dan
prasarana pendukungnya.
Pada dasarnya, upaya pemenuhan kebutuhan akan perumahan
dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur dapat
dilakukan setiap orang dengan cara menyewa, membangun sendiri,
ataupun membeli. Namun jumlah dan proporsi penduduk di daerah
perkotaan yang semakin lama semakin bertambah, berdampak pula pada
semakin berkurangnya ketersediaan lahan dan ruang untuk perumahan
dan permukiman yang berakibat pada meningkatnya harga tanah
sehingga harga jual rumah menjadi relatif tinggi dan sulit dijangkau oleh
sebagian besar penduduk Indonesia khususnya masyarakat
berpenghasilan rendah.

2.2 Maksud, Tujuan dan Manfaat RP3KP


Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman di Daerah (RP3KP) merupakan suatu skenario
penyelenggaraan pembangunan yang disusun dan disepakati bersama
oleh seluruh pihak terkait dibidang perumahan dan permukiman, tentang
apa yang akan dicapai atau perlu diperbuat dalam suatu kurun waktu
tertentu. Kandungan materi di dalam RP3KP bernafaskan keberpihakan,
perlindungan dan kepastian hukum bagi setiap orang.keluarga untuk
bermukim (minimal menempati rumah layak dalam lingkungan yang
sehat dan lestari). RP3KP seyogyanya akan mengakomodasokan aspirasi
dan kepentingan seluruh pihak terkait termasuk terbukanya peluang
masyarakat untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara antara lain untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan permukiman.
Berdasarkan hal tersebut, RP3KP mempunyai peran dan
kedudukan yang penting dalam kerangka pembangunan daerah dalam
kerangka pembentukan sistem permukiman nasional. Penyusunan RP3KP
Kota/Kabupaten dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan
perumahan dan permukiman di daerah yang mengacu pada suatu
kerangka penataan ruang wilayah kota, sehingga pembangunan
perumahan dan permukiman dapat berlangsung secara tertib,
terorganisir dengan baik, berdaya guna dan berhasil guna, sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan serta peraturan perundangan yang berlaku.
RP3KP mempunyai kedudukan yang sama dengan berbagai
rencana sektor pembangunan lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dijelaskan
bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mempunyai
tugas menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan
dan kawasan permukiman. Penyusunannya mengacu pada Program
Pembangunan Daerah dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah
yang mengatur secara khusus ruang perumahan dan kawasan
permukiman serta berbagai tindak lanjutnya.

2.3 Kedudukan RP3KP Kota Bandar Lampung dengan Dokumen


Perencanaan Lainnya
2.3.1 RP3KP dengan RTRW
RP3KP merupakan bagian integral dari rencana pembangunan
dan pengembangan kota/kabupaten sebagaimana yang telah
dicantumkan dalam Rencana Strategis Sektoral, dan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Penyusunan RP3KP mengacu pada Pola Dasar
pembangunan daerah dan RTRW Kota/kabupaten yang mengatur secara
khusus ruang perumahan dan permukiman dan berbagai tindak
lanjutnya, dalam konteks penataan ruang, RP3KP merupakan:
a. Jabaran dan pengisian RTRW dalam bentuk rencana untuk
peruntukan perumahan dan permukiman, yang selanjutnya akan
diacu oleh seluruh sektor terkait
b. Berisikan jabaran lebih lanjut dari program pembangunan
prasarana dan sarana berskala wilayah, khususnya dalam suatu
kawasan permukiman dan perumahan.
c. Penentuan arahan lokasi pembangunan kawasan perumahan dan
permukiman mengacu pada rencana peruntukan perumahan dan
permukiman yang telah ditetapkan dalam perda RTRW.

Gambar 2.1 Kedudukan RP3KP dalam dokumen RTRW


Sumber: Bahan Paparan Kepala Sub Direktorat Standardisasi Dan Kelembagaan Direktorat
Pengembangan Kawasan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya, Tahun 2020

2.3.2 RP3KP dengan RPJMD


Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk
mewujudkan pembangunan dan pengembangan permukiman yang sehat
dan layak bagi masyarakat dilakukan melalui penataan lingkungan dan
bangunan. Adapun tujuan dari dilakukannya upaya penataan lingkungan
dan bangunan pada perumahan dan permukiman adalah revitalisasi
bangunan pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, produktif
dan berkelanjutan.
Gambar 2.2 Kedudukan RP3KP dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
Sumber: Bahan Paparan Assisten deputi Perencanaan Pengembangan Kawasan Deputi Bidang
Pengembangan Kawasan Kementerian Perumahan Rakyat, Tahun 2014

Adanya tujuan mewujudkan revitalisasi kawasan dan bangunan


pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, produktif dan
berkelanjutan, maka sasaran dari tahapan ini yaitu:
1. Terwujudnya perbaikan lingkungan permukiman kumuh;
2. Terlaksananya revitalisasi kawasan permukiman tradisional;
3. Terlaksananya pengelolaan RTH;
4. Pemberdayaan komunitas kelurahan.
Tujuan dan sasaran tersebut nantinya akan dilakukan kajian secara
mendalam dan aplikatif melalui aspek penataan ruang, kewilayahan,
dan sebagainya, agar tercipta suatu kawasan permukiman yang sehat
di Kota Bandar Lampung. Pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan
kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Sejalan
dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman, pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai
tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan
pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara lain,
tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan
komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan,
kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan
perundang-undangan yang mendukung.

2.4 Isu Strategis RP3KP


Adapun isu stratregis pembangunan perumahan dan permukiman
di Kota Bandar Lampung, adalah:
a. Meningkatnya jumlah kekurangan rumah dan rendahnya angka
pemenuhan rumah, terutama bagi MBR;
b. Rendahnya kualitas perumahan;
c. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) yang belum
memadai;
d. Urbanisasi dan Mekanisme pasar perumahan yang kurang terkendali;
e. Luas permukiman kumuh yang cenderung meningkat;
f. Belum kuatnya sistem penyelenggaraan PKP, termasuk sistem
kelembagaan dan regulasi di bidang PKP;
g. Keterbatasan akses masyarakat berpenghasilan menengah-bawah
terhadap lahan untuk pembangunan PKP, yang menyebabkan
rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak
dan terjangkau karena terbatasnya daya dukung ekonomis rakyat
untuk membeli rumah.;
h. Belum optimalnya informasi/data dasar PKP yang dapat memberi
gambaran kondisi dan permasalahan PKP; dan
i. Supply rumah yang cenderung terhambat.

2.5 Materi Rencana Pengembangan Perumahan dan Kawasan


Permukiman
2.5.1 Muatan RP3KP Kota Bandar Lampung
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman (PKP)
merupakan isu strategis yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan
masyarakat serta berpengaruh terhadap perubahan lingkungan ilmiah
dan buatan. Perumahan dan kawasan permukiman memiliki porsi yang
cukup besar dalam pola ruang yang melingkupi sektor-sektor lainnya.
Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bersifat
multisektor menuntut adanya koordinasi dan sinkronisasi dengan sektor
lainnya dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan pembangunan. Untuk
mengakomodasi kebutuhan tersebut, pemerintah daerah membutuhkan
“skenario umum” untuk mewujudkan sinkronisasi penyelengaraan PKP
melalui RP3KP. RP3KP memiliki peran dan kedudukan yang penting dalam
kerangka pembangunan daerah khususnya kerangka pembentukan sistem
permukiman nasional. RP3KP Kota Bandar Lampung artinya akan menjadi
arahan dan acuan dalam mengatur dan mengoordinasikan pembangunan
dan pengembangan PKP dalam peruwujudan pemanfaatan pola ruang
PKP berdasarkan RTRW Kota Bandar Lampung. Adapun muatan yang
dimaksud dalam RP3KP Kota Bandar Lampung terdiri dari:
1. Kebijakan, strategi pembangunan dan pengembangan PKP.
a. Kebijakan
i. Berupa kebijakan kemudahan masyarakat untuk
memperoleh hunian yang layak huni dan terjangkau
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi teratur,
terencana, terpadu, dan berkelanjutan;
ii. Koordinasi dan sinkronisasi antar pemangku kepentingan
dalam penyelenggaraan PKP;
iii. Ketersediaan dan pengalokasian lahan untuk PKP;
iv. Pelayanan PSU PKP;
v. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap PKP
kumuh; dan
vi. Pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan rumah dan
perumahan secara swadaya.
b. Strategi
i. Pemberian bantuan dan insentif dari pemerintah kota
kepada pelaku pembangunan dan masyarkat;
ii. Kemudahan/bantuan pembangunan dan perolehan rumah
yang menjamin keterjangkauan harga jual rumah atau
harga sewa rumah bagi masyarakat;
iii. Pelaksanaan keterpaduan pembangunan perumahan antar
pemangku lintas sektoral, lintas wilayah, dan masyarakat
serta peningkatan kapasitas kelembagaan bidang
perumahan;
iv. Konsolidasi lahan dan penyelenggaraan bank tanah pada
lokasi-lokasi yang berbatasan dengan menggunakan
instrument insentif dan disinsentif;
v. Sinkronisasi dan koordinasi penyediaan prasarana, sarana
dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman
melalui kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat
denga menggunakan instrument insentif dan disinsentif;
vi. Pencegahan perumahan dan permukiman kumuh
dilakukan melalui pengawasan, pengendalian dan
pemberdayaan masyarakat;
vii. Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh
dilakukan melalui pemugaran, peremajaan atau
pemukiman Kembali;
viii. Peningkatan peran entitas keswadayaan masyarakat
dalam pembangunan dan pengembangan perumahan
serta pelibatan komunitas setempat sebagai pemantau
atau pengontrol pembangunan di wilayahnya.
2. Rencana kebutuhan penyediaan rumah.
a. Rencana pembangunan dan pengembangan perumahan
i. Pembangunan dan pengembangan;
ii. Pembangunan rumah khusus dan perumahan tematik
iii. Fasilitas bagi masyarakat terkena relokasi pemerintah
kota;
iv. Pembangunan perumahan korban terdampak bencana;
v. Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni;
vi. Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman
kumuh;
vii. Pencegahan perumahan kumuh;
viii. Pemanfaatan perumahan kumuh;
ix. Penyediaan dan keterpaduan Prasarana, Sarana Umum
(PSU) perumahan.
b. Rencana pembangunan perumahan baru
i. Pembangunan rumah/perumahan baru;
ii. Pembangunan rumah khusus dan perumahan tematik;
iii. Fasilitas bagi masyarakat terkena relokasi pemerintah
kota;
iv. Pembangunan perumahan korban terdampak bencana;
v. Pemanfaatan perumahan;
vi. Pencegahan perumahan kumuh;
vii. Penyediaan dan keterpaduan Prasarana, Sarana Umum
(PSU) pada PKP.
3. Arahan rencana keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU)
i. Prasarana jalan perumahan;
ii. Sistem pengelolaan drainase perumahan;
iii. Sistem penyediaan air minum perumahan;
iv. Sistem pengelolaan persampahan dan perumahan;
v. Sistem pengelolaan air limbah perumahan;
vi. Sarana umum yang menunjang fungsi hunian;
vii. Jaringan listri di perumahan;
viii. Jaringan telekomunikasi di perumahan jaringan gas.
4. Program Pembangunan & Pengembangan PKP Kota Bandar
Lampung.
a. Program penyediaan rumah
i. Pembangunan perumahan baru;
ii. Pengembangan perumahan;
iii. Pembangunan kembali perumahan;
iv. Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni;
v. Pembangunan perumahan untuk kebutuhan
khusus/tematik;
vi. Pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh;
vii. Penyediaan rumah bagi korban bencana kota;
viii. Fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi
masyarakat yang terkena dampak relokasi program
pemeritan kota;
ix. Pembangunan PSU perumahan.
b. Program pemanfaatan rumah
i. Pemanfaatan rumah;
ii. Pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan;
iii. Pelestarian rumah, perumahan, serta PSU perumahan.

2.5.2 Persyaratan Dasar Perumahan dan Kawasan Permukiman


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman, perumahan adalah kumpulan rumah yang dilengkapi
dengan fasilitas dasar perumahan untuk terwujudnya pemenuhan rumah
yang layak huni. Fasilitas dasar yang dimaksudmerupakan prasarana,
sarana, serta utilitas umum. Dalam peraturan tersebut juga dijabarkan
mengenai pengertian prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian
yangmemenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal
yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana adalah fasilitas dalam
lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dan utilitas
umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian
(Pasal 1 PP Nomor 14 Tahun 2016). Penyelenggaraan perumahan di
Indonesia diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Di dalamnya terdapat beberapa
asas dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman, dalam Pasal 1
dijabarkan sebagai berikut:
1. Asas kesejahteraan, landasan terhadap pemenuhan kebutuhan
perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat;
2. Asas keadilan dan pemerataan, landasan terhadap pemerataan dan
keseimbangan proporsi pembangunan perumahan dan permukiman;
3. Asas kenasionalan, landasan atas hak kepemilikan atas tanah hanya
berlaku untuk warga negara Indonesia;
4. Asas keefisienan dan kemanfaatan, landasan untuk memaksimalkan
potensi yang dapat digunakan untuk penyelenggaraan pembangunan
seperti tanah, teknologi, dan bahan bangunan yang sehat untuk
memberikan keuntungan dan manfaat sebersar-besarnya;
5. Asas keterjangkauan dan kemudahan, landasan dalam memberikan
kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar seluruh
lapisan masyarakat dapat menjangkau perumahan dan permukiman;
6. Asas kemandirian dan kebersamaan, landasan bertumpunya
peyelenggaraan perumahan dan permukiman pada prakarsa,
swadaya, dan peran masyarakat agar dapat tercipta kerjasama
antar pemangku kepentingan di bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
7. Asas kemitraan, landasan agar penyelenggaraan perumahan dan
permukiman dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah,
dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat, dengan prinsip
saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan
yang dilakukan dengan langsung maupun tidak langsung;
8. Asas keserasian dan keseimbangan, landasan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan keserasian
antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan
manusia dengan lingkungan, keseimbangan pertumbuhan dan
perkembangan antardaerah, serta memperhatikan dampak penting
terhadap lingkungan;
9. Asas keterpaduan, landasan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman dilaksanakan dengan memadukan kebijakan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian,
baik intra- maupun antarinstansi serta sektor terkait dalam
kesatuan yang bulat dan utuh, saling menunjang, dan saling
mengisi;
10. Asas kesehatan, landasan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman dilaksanakan memenuhi standar rumah sehat, syarat
kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat;
11. Asas kelestarian dan keberlanjutan, landasan penyediaan
perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan
memperhatikan kondisi lingkungan hidup, dan menyesuaikan
dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju
kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan secara serasu dan
seimbang untuk generasi sekarang dan yang akan datang; dan
12. Asas keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan,
landasan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
memperhatikan masalah keselamatan dan keamanan bangunan
beserta infrastrukturnya, keselamatan dan keamanan lingkungan
dari berbagai ancaman, keterbitan admistrasi, dan keteraturan
dalam pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman.
3 BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1 Wilayah Administrasi


Secara admnistrasi Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi
Lampung dengan terdapat 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan. Selain secara
fungsi Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintahan, namun
Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan perkonomian daerah Lampung.
Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ sampai dengan 5030’
Lintang Selatan dan 105028’ sampai dengan 105037’ Bujur Timur dengan luas
wilayah sekitar 197,22 KM2. Secara administratif Kota Bandar Lampung
bebatasan langsung dengan beberapa wilayah Kabupaten di Provinsi Lampung,
yaitu:
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar (Kabupaten
Lampung Selatan).
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Cermin
(Kabupaten Pesawaran) dan Katibung (Kabupaten Lampung Selatan)
serta Teluk Lampung.
• Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gedong Tataan dan
Padang Cermin (Kabupaten Pesawaran).
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang
(Kabupaten Lampung Selatan).

Tabel 3.1 Luas Kota Bandar Lampung Berdasarkan Kecamatan (Jiwa/Hektar)


No Kecamatan Luas
1 Teluk Betung Barat 1.808,15
2 Teluk Betung Timur 1.062,86
3 Teluk Betung Selatan 350,4
4 Bumi Waras 449,9
5 Panjang 1.384,76
6 Tanjung Karang Timur 206,38
7 Kedamaian 833,79
8 Teluk Betung Utara 437,42
9 Tanjung Karang Pusat 344,846
10 Enggal 278,27
11 Tanjung Karang Barat 1.153,21
12 Kemiling 2.147,22
13 Langkapura 529,15
14 Kedaton 377,3
No Kecamatan Luas
15 Rajabasa 1.292,43
16 Tanjung Senang 920,94
17 Labuhan Ratu 608,88
18 Sukarame 1.074,68
19 Sukabumi 2.490,96
20 Way Halim 624,46
Sumber: Hasil Analisis GIS, 2020

Kota Bandar Lampung adalah kota yang cukup strategis karena


letaknya sebagai pintu masuk Pulau Sumatera dan daerah transit dari kegiatan
perekonomian antar Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga kondisi ini sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan Kota Bandar Lampung
sebagai daerah perdagangan, industri, dan pariwisata. Kota Bandar Lampung
memiliki andil yang sangat vital dalam jalur transportasi darat dan aktivitas
pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatera maupun sebaliknya serta
memiliki Pelabuhan Panjang untuk kegiatan ekspor impor dan Pelabuhan
Srengsem yang melayani distribusi batubara dari Sumatera ke Jawa, sehingga
secara langsung Kota Bandar Lampung berkontribusi dalam mendukung
pergerakan ekonomi nasional. Pembangunan jalur tol laut akan berperan dalam
kemudahan akses jalur laut yang menghubungkan Pulau Sumatera, Pulau Jawa,
dan pulau-pulau lainnya. Tol Laut akan memunculkan pusat-pusat pertumbuhan
baru sebagai sebuah multiplier effecter masuk Kota Bandar Lampung. Kota
Bandar Lampung sebagai salah satu pusat jaringan pergerakan nasional
melengkapinya dengan pembangunan Pelabuhan Panjang yang diarahkan
sebagai pelabuhan ekspor-impor dan antarpulau. Kondisi fisik perairan
pelabuhan memungkinkan pengembangan Kota Bandar Lampung sebagai
gerbang internasional.
Pembangunan Jalur Tol Trans Sumatera, jaringan jalan arteri primer,
dan jalur Kereta Api Trans Sumatera yang terintegrasi dengan wilayah Kota
Bandar Lampung akan sangat berperan dalam yang menghubungkan Pulau
Sumatera dan Pulau Jawa, dan pulau-pulau lain melalui jalur darat. Jalan tol
trans Sumatera dibangun di Timur Bandar Lampung ke arah Palembang sebagai
kelanjutan jalur Jawa–Sumatera. Arteri primer sebagai bagian trans Sumatera
dilengkapi jalur Lintas Barat dan Lintas Timur ke Provinsi Bengkulu dan Provinsi
Sumatera Selatan. Gagasan pembangunan jalur Kereta Api trans Sumatera
hingga Sumatera Utara akan berada pada sisi pantai Timur. Berbagai macam
kegiatan yang ada di Kota Bandar Lampung, tentu saja mempengaruhi
perkembangan di sektor perumahan dan Kawasan permukiman. Kebutuhan akan
perumahan adalah kebutuhan yang mendasar bagi setiap manusia sehingga
pertimbangan akan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman
dimasa mendatang harus di pertimbangkan, oleh karenanya disusunlah
dokumen terkait arah dan pengembangan terkait perumahan dan kawasan
permukiman dalam dokumen RP3KP Kota Bandar Lampung.
Gambar 3.3 Peta Wilayah Administratif Kota Bandar Lampung
3.2 Kondisi Sosial Demografi
3.2.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Masyarakat Lampung terdiri atas berbagai suku antara lain Lampung,
Rawas, Melayu, Pasemah dan Sumendo. Masyarakat Lampung memiliki struktur
hukum adat yang tersendiri, bentuk hukum adat tersebut berbeda antara
kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok
tersebut menyebar di berbagai wilayah Kota Bandar Lampung.
Penduduk pendatang yang menetap di Lampung 84%. Kelompok etnis
terbesar adalah Jawa sebesar 30%, Banten/Sunda sebesar 20%, Minangkabau
sebesar 10% dan Sumendo 12%. Kelompok etnis lainnya yang cukup banyak
jumlahnya adalah Bali, Batak, Bengkulu, Bugis, China, Ambon, Aceh, Riau dan
lain-lain. Banyaknya penduduk pendatang ini akibat adanya program relokasi
yang dilakukan sejak tahun 1905 oleh pemerintah kolonial Belanda dengan
memindahkan petani dari Bagelan Jawa Tengah dan Membangun Kota Wonosobo
dan Kota Agung kemudian tahun 1932-1937 ada pembukaan lahan transmigrasi
baru di Kota Metro, Pringsewu dan berbagai Kota lainnya. Program transmigrasi
ini terus berlangsung hingga akhir dekade 80-an. Kota Bandar sudah termasuk
ke dalam kategori kota metropolitan sesuai dengan banyaknya jumlah
penduduk. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2018-2019 berkisar 0,21%.
Gambar 3.4 Peta Kepadatan Penduduk di Kota Bandar Lampung Tahun 2020
Gambar 3.5 Peta Kepadatan Penduduk Kota Bandar Lampung Tahun 2040
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Tahun 2019
Jumlah Penduduk Kepadatan
Luas Wilayah
Kecamatan 2019
2015 2016 2017 2018 2019 (Km2)
(Jiwa/Km2)
Teluk Betung Barat 29.799 30.365 30.917 31.461 32.002 18,08 1.770
Teluk Betung Timur 41.645 42.439 43.212 43.971 44.727 10,63 4.208
Teluk Betung Selatan 39.353 40.103 40.836 41.550 42.262 3,50 12.061
Bumi Waras 56.742 57.823 58.875 59.912 60.939 4,50 13.545
Panjang 74.506 75.716 77.098 78.456 79.800 13,85 5.763
Tanjung Karang Timur 37.108 37.815 38.505 39.183 39.855 2,06 19.311
Kedamaian 52.592 53.593 54.571 55.533 56.482 8,34 6.774
Teluk Betung Utara 50.593 51.556 52.497 53.423 54.337 4,37 12.422
Tanjung Karang Pusat 51.126 52.098 53.046 53.982 54.906 3,45 15.922
Enggal 28.084 28.620 29.140 29.655 30.164 2,78 10.840
Tanjung Karang Barat 54.710 55.750 56.768 57.765 58.754 11,53 5.095
Kemiling 65.637 66.885 68.105 69.303 70.491 21,47 3.283
Langkapura 33.944 34.587 35.218 35.839 36.454 5,29 6.889
Kedaton 49.055 49.990 50.901 51.795 52.685 3,77 13.964
Rajabasa 48.027 48.941 49.835 50.710 51.578 12,92 3.991
Tanjung Senang 45.775 46.647 47.496 48.333 49.160 9,21 5.338
Labuhan Ratu 44.843 45.696 46.528 47.347 48.159 6,09 7.909
Sukarame 56.921 58.005 59.061 60.101 61.130 10,75 5.688
Sukabumi 57.334 58.436 59.496 60.554 61.574 24,91 2.472
Way Halim 61.493 62.663 63.805 64.930 66.041 6,24 10.576
1.015.91
KOTA BANDAR LAMPUNG 979.287 997.728 1.033.803 1.051.500 184 5.722
0
Sumber: Statistik BPS dan Hasil Analisis, 2020
3.2.2 Indeks Pembangunan Manusia Kota Bandar Lampung
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3
dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan
standar hidup layak. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan sebuah negara
menjadi negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang, serta
untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Selama 5 tahun terakhir, IPM Kota Bandar Lampung selalu mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya. IPM Kota Bandar Lampung lebih tinggi
jika dibandingkan dengan IPM Provinsi Lampung dan Nasional, sebagaimana
yang ditunjukkan tabel berikut ini.

Tabel 3.3 IPM Kota Bandar lampung


No Indeks Pembangunan
2015 2016 2017 2018 2019
. Manusia
1 Kota Bandar Lampung 74,81 75,34 75,98 76,63 77,83
2 Provinsi Lampung 66,95 67,65 68,25 69,02 69,57
3 Nasional 69,55 70,18 70,81 71,39 71,92
Sumber: Statistik BPS, 2020

3.3 Perekonomian Wilayah Kota Bandar Lampung


Angka pertumbuhan ekonomi dihitung dengan menggunakan data
laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK). Untuk menghitung laju pertumbuhan riil dalam
satu kurun waktu, lazimnya digunakan tahun dasar yang sama dan
menggunakan penghitungan tanpa migas. Selama kurun waktu 5 tahun
pertumbuhan sektor lapangan usaha pembentuk PDRB Kota Bandar
Lampung tumbuh cukup bervariasi. Pertumbuhan ekonomi Kota Bandar
Lampung terjadi pada hampir seluruh sektor lapangan usaha. Informasi
dan komunikasi menjadi sektor lapangan usaha dengan laju pertumbuhan
ekonomi tertinggi pada tahun 2016, yaitu mencapai 16,42 persen. Sektor
lapangan usaha lain yang juga mengalami pertumbuhan tinggi yaitu
konstruksi yang mencapai 10,37 persen pada tahun 2016. Adapun
lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan yang rendah pada tahun
2016 yaitu sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 1,12
persen; jasa perusahaan sebesar 2,85 persen; perdagangan besar dan
eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 3,20 persen; jasa
lainnya sebesar 3,28 persen. Berdasarkan uraian diatas, sektor – sektor
lapangan usaha yang memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi dapat
memberikan kontribusi bagi tujuan pembangunan yaitu dapat
meningkatkan pendapatan daerah maupun meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan.
Selama 5 tahun terakhir perekonomian Bandar Lampung mampu
tumbuh stabildi kisaran 6 hingga 7 persen. Angka pertumbuhan ekonomi
Bandar Lampung tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dan Nasional. Jenis lapangan
usaha yang memiliki nilai PDRB tertinggi di Kota Bandar Lampung adalah
Industri Pengolahan, diikuti dengan perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor, dan transportasi dan pergudangan.
Pada Tahun 2019, angka PDRB atas dasar harga konstan yang dihasilkan
Kota Bandar Lampung sebesar 39.405,27 miliar rupiah. Pencapaian angka
PDRB yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir menunjukkan
keadaan perekonomian yang membaik.
Tabel XX
PDRB ADHK Kota Bandar Lampung (Miliar Rupiah)

Ket. Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019


A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.460,08 1.493,43 1.488,18 1.489,25 1.524,46
B Pertambangan dan Penggalian 843,96 898,54 966,69 1.026,88 1.083,46
C Industri Pengolahan 6.282,50 6.675,10 7.076,98 7.509,76 8.038,96
D Pengadaan Listrik dan Gas 47,53 50,30 53,16 56,06 59,71
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur
E 90,65 94,40 96,73 98,40 103,74
Ulang
F Konstruksi 3.170,07 3.489,92 3.809,57 4.187,16 4.419,90
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
G 4.989,57 5.169,32 5.373,79 5.603,84 5.944,83
Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 4.044,08 4.361,30 4.636,13 4.936,32 5.278,98
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 753,21 820,13 861,36 927,45 1.006,81
J Informasi dan Komunikasi 2.008,61 2.208,43 2.427,21 2.669,05 2.882,79
K Jasa Keuangan dan Asuransi 1.533,39 1.606,11 1.716,11 1.752,97 1.809,59
L Real Estate 1.885,22 1.992,94 2.158,63 2.313,10 2.447,96
M, N Jasa Perusahaan 114,85 118,13 124,33 130,04 135,77
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
O 1.622,10 1.710,66 1.807,47 1.904,10 1.995,38
Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 923,48 983,14 1.051,44 1.125,32 1.212,33
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 574,33 619,88 666,31 705,57 755,09
R, S,
Jasa Lainnya 529,93 567,29 606,97 654,21 705,50
T, U
PDRB Total 30.873,56 32.859,03 34.921,08 37.089,49 39.405,27
Sumber: Kota Bandar Lampung Dalam Angka, 2020
3.4 Kondisi Fisik dan Lingkungan
3.4.1 Guna Lahan
Penggunaan lahan di Kota Bandar Lampung secara eksisting
sampai saat ini secara garis besar terdiri dari kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Saat ini luas Kota Bandar Lampung sekitar 19.722 Ha.
Penggunaan lahan di Kota Bandar Lampung di dominasi oleh lahan kosong
dan lahan permukiman. Luas lahan permukiman di Kota Bandar Lampung
sebesar 4.992,22 ha dan lahan kosong dengan luas 7.803,49 ha yang
selanjutnya disusul dengan kegiatan Pertanian, industri/pergudangan
dan lain-lainya. Persentase luas perkuminan di Kota Bandar Lampung
terhadap luas Kota Bandar Lampung sebesaar Hal ini disebabkan karena
Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan nasional (PKN) sehingga
menjadi pusat pertumbuhan perkonomian dan industri yang mendorong
pertumbuhan kawasan permukiman. Namun, masih terdapat banyak
lahan kosong yang mungkin akan menjadi kawasan permukiman dan
industri di masa mendatang.

Tabel XX
Luas Guna Lahan Kota Bandar Lampung

Guna Lahan Luas (Ha)


Cagar Budaya 0,45
Fasilitas Olah Raga 2,49
Kawasan Industri 296,46
Kawasan Industri Kecil 2,05
Kawasan Industri/Pergudangan 548,03
Kawasan Militer 42,28
Kawasan Pariwisata 46,10
Kawasan Pelabuhan 90,26
Kawasan Pelayanan Umum 296,72
Kawasan Pendidikan 219,88
Kawasan Perdagangan dan Jasa 664,11
Kawasan Perikanan 15,36
Kawasan Perkantoran dan Pemerintahan 165,36
Kawasan Permukiman 4.992,22
Kawasan Pertambangan 76,27
Kawasan Pertanian 1.598,74
Lahan Kosong 7.803,49
Guna Lahan Luas (Ha)
Ruang Terbuka Hijau 444,35
Ruang Terbuka Non Hijau 2,08
Sempadan Mata Air 0,14
Taman Hutan Rakyat 327,50
TPA Bakung 9,72
Total 17.644,06
Sumber: Evaluasi RTRW Kota Bandar Lampung Tahun 2011-2031
Gambar 3.6 Peta Guna Lahan Kota Bandar Lampung
3.4.2 Kelerengan dan Topografi
Kota Bandar Lampung terletak pada ketinggian 0 sampai 700
meter di atas permukaan laut dengan topografi yang terdiri dari:
• Daerah pantai yaitu sekitar Teluk Betung bagian selatan dan
Panjang.
• Daerah perbukitan yaitu sekitar Teluk Betung bagian utara.
• Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat di
sekitar Tanjung Karang bagian Barat yang dipengaruhi oleh gunung
Balau serta perbukitan Batu Serampok dibagian Timur Selatan.
• Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil bagian Selatan.
Di tengah-tengah kota mengalir beberapa sungai seperti Sungai
Way Halim, Way Balau, Way Awi, Way Simpur diwilayah Tanjung Karang,
dan Way Kuripan, Way Balau, Way Kupang, Way Garuntang, Way Kuwala
mengalir di wilayah Teluk betung. Daerah hulu sungai berada dibagian
barat, daerah hilir sungai berada di sebelah selatan yaitu di wilayah
pantai. Luas wilayah yang datar hingga landai meliputi 60 persen total
wilayah, landai hingga miring meliputi 35 persen total wilayah, dan
sangat miring hingga curam meliputi 4 persen total wilayah. Sebagian
wilayah Kota Bandar Lampung merupakan perbukitan, yang diantaranya
yaitu: Gunung Kunyit, Gunung Mastur, Gunung Bakung, Gunung Sulah,
Gunung Celigi, Gunung Perahu, Gunung Cerepung, Gunung Sari, Gunung
Palu, Gunung Depok, Gunung Kucing, Gunung Banten, Gunung Sukajawa,
Bukit Serampok, Jaha dan Lereng, Bukit Asam, Bukit Pidada, Bukit Balau,
gugusan Bukit Hatta, Bukit Cepagoh, Bukit Kaliawi, Bukit Palapa I, Bukit
Palapa II, Bukit Pasir Gintung, Bukit Kaki Gunung Betung, Bukit Sukadana
ham, Bukit Susunan Baru, Bukit Sukamenanti, Bukit Kelutum, Bukit
Randu, Bukit Langgar, Bukit Camang Timur dan Bukit Camang Barat.
Kondisi kelerengan Kota Bandar Lampung juga sangat beragam,
kondisi geografis wilayah yang berbukit serta berada di kaki Gunung
Betung merupakan faktor pembentuk kelerengan di Kota Bandar
Lampung. Tingkat kemiringan lereng rata-rata wilayah di Kota Bandar
Lampung berada pada kisaran 0 – 20 % dan secara umum kelerengan
wilayah Kota Bandar Lampung berada pada 0 – 40 %, wilayah yang
memiliki kemiringan lereng 0 % diantaranya berada di wilayah
Kecamatan Sukarame, Tanjung Karang Pusat, Tanjung Seneng, Panjang,
Teluk Betung Selatan dan Kecamatan Kedaton. Adapun wilayah yang
memiliki tingkat kemiringan lereng mencapai 40 % diantaranya adalah
Kecamatan Panjang, Teluk Betung Barat, Kemiling, dan Tanjung Karang
Timur.
Gambar 3.7 Peta Topografi Kota Bandar Lampung
3.4.3 Hidrologi
3.4.3.1 Air Permukaan
Secara hidrologis Kota Bandar Lampung dilalui oleh sungai-sungai
yang masuk dalam Wilayah Sungai Way Seputih dan Way Sekampung yaitu
Sungai Way Halim, Way Awi, Way Simpur di wilayah Tanjung Karang dan
Way Kuripan, Way Balau, Way Kupang, Way Garuntang, Way Kuala,
mengalir di wilayah Teluk Betung. Daerah hulu sungai berada di bagian
Barat, daerah hilir sungai berada di wilayah bagian Selatan yaitu pada
dataran pantai. Luas wilayah yang datar sampai landai meliputi 60 %.
Landai sampai miring 35 %, sangat miring sampai curam berjumlah 4 %.
Dilihat secara hidrologi maka Kota Bandar Lampung mempunyai 2 sungai
besar yaitu Way Kuripan dan Way Kuala, dan 23 sungai-sungai kecil
Semua sungai tersebut merupakan Daerah Aliran Sungai yang berada
dalam wilayah Kota Bandar Lampung dan sebagian besar bermuara di
Teluk Lampung.
Sungai-sungai yang melintasi Kota Bandar Lampung adalah sungai
kecil dengan debit air yang kecil, diantaranya adalah Way Simpur, Way
Penengahan, Way Kunyit, dan Way Keteguhan. Pada musim kemarau
sungai cenderung mengering, tetapi pada musim hujan debit air akan
bertambah semakin cepat. Menurunnya daya dukung lingkungan
menyebabkan kualitas air menurun, polusi udara dan polusi tanah
membawa dampak pula bagi pencemaran air. Pencemaran air secara
eksisting menurut laporan Badan Pengelolaan dan Pengendalian
Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung pada tahun 2015 cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan dan jumlah
penduduk di wilayah Kota Bandar Lampung serta meningkatnya kegiatan
pembangunan di daerah hulu. Sumber pencemaran air permukaan
berasal dari kegiatan domestik rumah tangga, industri, pasar, rumah
sakit, dan lainnya. Kualitas air sungai di Bandar Lampung sebagian besar
telah mengalami penurunan. Kualitas air sungai Kota Bandar Lampung
digolongkan menjadi kelas III dan IV.
3.4.3.2 Air Tanah
Kebutuhan air Kota Bandar Lampung tahun 2015 lebih dari 30
juta meter kubik per tahun, sedangkan ketersediaan air tanah Kota
Bandar Lampung juga berada pada kisaran tersebut. Hingga saat ini
kebutuhan air bersih penduduk Kota Bandar Lampung dipenuhi oleh
PDAM (air ledeng), air sumur permukaan, dan air tanah (sumur bor).
Layanan air oleh PDAM baik sambungan langsung maupun hidran umum
belum mencapai 50 % dari seluruh wilayah Kota Bandar Lampung. Sumber
air untuk PDAM ini berasal dari Way Rilau, Tanjung Aman, Batu Putih,
Way Linti, Way Gudang, dan pengolahan air Sumur Putri dengan debit air
minimum 432 liter/detik dan maksimum 693 l/detik.
Dilihat dari akuifer yang dimilikinya, air tanah di Kota Bandar
Lampung dapat dibagi dalam beberapa bagian berdasarkan pourus dan
permaebilitas yaitu:
• Akuifer dengan produktifitas sedang, berada di kawasan pesisir Kota
Bandar Lampung, yaitu di Kecamatan Panjang, Teluk Betung
Selatan, dan Teluk Betung Barat.
• Air tanah dengan akuifer produktif, berada di Kecamatan Kedaton,
Tanjung Senang, Kedaton, bagian selatan Kecamatan Kemiling,
bagian selatan Tanjung Karang Barat, dan sebagian kecil wilayah
Kecamatan Sukabumi.
• Akuifer dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas, berada di
bagian utara Kecamatan Kemiling, bagian utara Tanjung Karang
Barat, Tanjung Karang Pusat, Teluk Betung Utara, dan sebagian
kecil Kecamatan Tanjung Karang Timur.
• Akuifer dengan produktifitas tinggi dan penyebaran luas, berada di
sebagian besar Kecamatan Rajabasa dan Tanjung Karang Timur.
• Akuifer dengan produktifitas rendah, berada di bagian utara
Kecamatan Panjang, Tanjung Karang Timur, dan bagian barat
Kecamatan Teluk Betung Selatan.
• Air tanah langka, berada di Kecamatan Panjang.

Tabel 3.4 Zona Kawasan Resapan


Zona Kategori Resapan Wilayah

Kemiling dan Teluk Betung Barat Kecamatan Tanjung


I Recharge Area
Karang Barat, Tanjung Karang Timur,
Panjang, Tanjung Karang Pusat, Teluk Betung Utara,
II Area Penyangga
dan Teluk Betung Selatan.
III Resapan Rendah Kedaton, Sukarame, Tanjung Karang Barat
Tanjung Karang Pusat, Sukabumi, Tanjung Karang
IV Resapan Sedang
Timur
V Resapan Tinggi Sukabumi dan Sukarame
Kawasan Dipengaruhi
VI Pesisir Teluk Lampung, Teluk Betung Selatan, Panjang
Air Laut
Sumber: Evaluasi RTRW Kota Bandar Lampung Tahun 2011-2031

Berikut adalah peta rawan bahaya banjir yang terdapat di Kota Bandar
Lampung. dominasi rawan banjir di Kota Bandar Lampung termasuk ke
dalam kategori sangat rendah.
Gambar 3.8 Peta Bahaya Banjir Kota Bandar Lampung
3.4.4 Wilayah Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung 2009-2029 dan studi mitigasi
bencana Kota Bandar Lampung tahun 2009 wilayah Kota Bandar Lampung
saat ini memiliki beberapa kawasan yang diidentifikasi sebagai kawasan
rawaan bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor dan banjir.
Kawasan rawan bencana alam yang terdapat di Kota Bandar
Lampung dengan tingkat kerawanan dan probabilitas ancaman atau
dampak paling tinggi berdasarkan dokumen RTRW Kota Bandar Lampung
2011-2031 berupa:
(1) Kawasan rawan bencana gerakan tanah, termasuk tanah longsor
berada di:
a. Kecamatan Kemiling;
b. Kecamatan Tanjung Karang Barat;
c. Kecamatan Tanjung Senang;
d. Kecamatan Tanjung Karang Pusat;
e. Kecamatan Sukarame;
f. Kecamatan Teluk Betung Utara;
g. Kecamatan Teluk Betung Selatan;
h. Kecamatan Panjang;
i. Kecamatan Teluk Betung Timur;
j. Kecamatan Teluk Betung Selatan;
k. Kecamatan Teluk Betung Barat; dan
l. Kecamatan Sukabumi.
(2) Kawasan rawan bencana gempa bumi berada di:
a. Kecamatan Teluk Betung Timur;
b. Kecamatan Panjang; dan
c. Kecamatan Sukabumi.
(3) Kawasan rawan bencana tsunami berada di:
a. Kecamatan Bumi Waras;
b. Kecamatan Panjang;
c. Kecamatan Teluk Betung Selatan;
d. Kecamatan Teluk Betung Utara dan
e. Kecamatan Teluk Betung Timur.

Berikut peta yang menjelaskan mengenai kondisi rawan bencana gempa


bumi, longsor, dan tsunami.
Gambar 3.9 Peta Bahaya Gempa Bumi di Kota Bandar Lampung
Gambar 3.10 Peta Bahaya Longsor di Kota Bandar Lampung
Gambar 3.11 Peta Bahaya Tsunami di Kota Bandar Lampung
4 BAB IV
PROFIL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
KOTA BANDAR LAMPUNG

4.1 Sebaran Rumah, Perumahan, dan Permukiman Kota Bandar


Lampung
Kawasan permukiman di Kota Bandar Lampung berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung berdasarkan luasan tutupan seluas
8,021.92 hektar sedangkan luasan kawasan permukiman berdasarkan rencana
pola ruang seluas 11,394.22 hektar. Luas lahan permukiman pada kondisi
eksisting berdasarkan data luasan guna lahan seluas 8,021.92 hektar dan luasan
lahan permukiman yang direncanakan dalam rencana pola ruang RTRW Kota
Bandar Lampung seluas 11,394.22 hektar. Jadi sisa lahan permukiman yang
masih dapat dikembangkan seluas 3,372.30 hektar.

Tabel 4.5 Luasan Lahan Permukiman Berdasarkan Guna Lahan dan Rencana Pola Ruang
di Kota Bandar Lampung
Luas (Ha) Luas (Ha)
Selisih Lahan
Kecamatan Guna Rencana
Guna Lahan
Lahan Pola Ruang
Kec. Teluk Betung Timur 186 284 99
Kec. Teluk Betung Barat 198 371 173
Kec. Kemiling 533 974 441
Kec. Enggal 267 279 11
Kec. Tanjung Karang Pusat 265 302 37
Kec. Teluk Betung Selatan 199 305 106
Kec. Teluk Betung Utara 344 434 90
Kec. Tanjung Karang Barat 403 537 134
Kec. Bumi Waras 308 256 -52
Kec. Kedamaian 476 555 79
Kec. Panjang 466 149 -317
Kec. Sukabumi 603 554 -48
Kec. Tanjung Senang 425 777 352
Kec. Kedaton 318 369 51
Kec. Rajabasa 597 1,031 434
Kec. Langkapura 319 500 181
Kec. Labuhan Ratu 438 607 169
Kec. Tanjung Karang Timur 176 209 33
Kec. Way Halim 477 583 106
Kec. Sukarame 563 914 350
Total 7,561 9,990
Sumber: RTRW Kota Bandar Lampung 2011-2031
4.1.1 Ketersediaan Jumlah Rumah Eksisting
Jumlah rumah eksisting di Kota Bandar Lampung berdasarkan data
basis perumahan dan kawasan permukiman tiap kecamatan dapat dilihat
berdasarkan tabel 4.2. Jumlah rumah di Kota Bandar Lampung adalah 3,781
unit rumah.

Tabel 4.6 Jumlah Fisik Rumah Tiap Kecamatan di Kota Bandar Lampung
JUMLAH FISIK RUMAH
NO KECAMATAN MILIK BEBAS ORANG
KONTRAK SEWA DINAS LAINNYA TOTAL
SENDIRI SEWA TUA
1 Enggal 3.830 160 75 6 103 289 281 4.744
2 Tanjung Karang Timur 4.792 958 357 119 43 219 0 6.488
3 Tanjung Senang 7.794 825 575 113 25 135 53 9.520
4 Kemiling 13.112 1.419 605 285 112 764 364 16.661
5 Teluk Betung Barat 5.120 719 129 122 6 326 144 6.566
6 Panjang 10.310 1.729 948 324 31 737 971 15.050
7 Sukabumi 11.830 650 647 28 25 215 1.279 14.674
8 Sukarame 11.684 1.105 260 0 5 88 0 13.142
9 Teluk Betung Utara 6.791 845 559 209 149 413 177 9.143
10 Teluk Betung Selatan 4.647 759 228 333 30 881 53 6.931
11 Teluk Betung Timur 7.055 1.092 408 342 29 333 90 9.349
12 Tanjung Karang Pusat 6.089 1.048 509 167 201 734 27 8.775
13 Langkapura 6.078 610 290 132 104 277 1 7.492
14 Kedamaian 6.625 2.343 628 73 29 664 84 10.446
15 Rajabasa 7.119 1.392 480 187 142 470 57 9.847
16 Kedaton 5.450 1.073 838 167 66 1.295 1 8.890
17 Way Halim 8.106 954 541 58 4 393 0 10.056
18 Tanjung Karang Barat 7.861 1.083 0 0 0 756 0 9.700
19 Labuhan Ratu 5.939 1.000 423 54 21 195 116 7.748
20 Bumi Waras 8.546 980 302 124 196 538 83 10.769
Total 214.431 148.778 20.744 8.802 2.843 1.321 9.722 3.781
Sumber:
4.1.2 Sebaran Perumahan
Sebaran perumahan yang terdapat di Kota Bandar Lampung dapat
dilihat berdasarkan pada Tabel 4.3 Jumlah Pengembangan dan Jumlah Unit
Rumah di Kota Bandar Lampung Tahun 2018. Jumlah unit di Kota Bandar
Lampung 41,144 unit rumah yang tersebar di beberapa kecamatan di Kota
Bandar Lampung.

Tabel 4.7 Jumlah Pengembang dan Jumlah Unit Rumah di Kota Bandar Lampung Tahun
2018
Jumlah Jumlah Unit
Kecamatan
Pengembang Rumah (Unit)
Teluk Betung Barat 6 1,327
Teluk Betung Timur 20 1,978
Teluk Betung Selatan 5 227
Bumi Waras 1 -
Panjang 2 200
Tanjung Karang Timur 8 389
Kedamaian 23 3,587
Teluk Betung Utara 2 -
Tanjung Karang Pusat 8 514
Enggal - -
Tanjung Karang Barat 20 925
Kemiling 46 11,237
Langkapura 20 1,615
Kedaton 2 70
Rajabasa 24 2,481
Tanjung Senang 45 3,894
Labuhan Ratu 34 1,842
Sukarame 26 -
Sukabumi 53 5,081
Way Halim 23 5,777
JUMLAH 368 41,144
Sumber: Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Bandar Lampung

4.1.3 Sebaran Permukiman


Xxxxx peta dari bowo

4.2 Backlog Permukiman


Angka backlog menunjukkan besarnya angka kekurangan rumah di
suatu wilayah, baik itu kekurangan rumah dari segi kepenghunian maupun
kepemilikan. Backlog kepenghunian diartikan sebagai bentuk belum adanya
kepemilikan rumah yang ditandai dengan jumlah penghuni di dalam satu hunian
rumah melebihi standar. Jumlah penduduk di suatu wilayah melebih dari
jumlah rumah yang tersedia. Lain halnya backlog kepemilikan yang
memperlihatkan bentuk jumlah penduduk dengan status kepemilikan
rumahnya, artinya bentuknya persentase KK (Kepala Keluarga) yang memiliki
rumah milik sendiri.
Definisi sederhana backlog perumahan adalah gap antara kebutuhan
rumah dengan jumlah rumah yang ada. Pokok permasalahan backlog perumahan
bukan hanya pada kuantitas jumlah rumah yang terbangun, namun lebih kepada
jumlah kebutuhan rumah yang layak terutama bagi masyarakat berpenghasilan
rendah. Ada perbedaan sudut pandang antara backlog menurut pandangan
Kementerian PUPR dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut Kementerian
PUPR, backlog rumah ialah terhadap rumah tidak layak huni. Sedangkan
menurut BPS, backlog rumah ialah atas rumah milik. Dalam sudut pandang BPS,
orang (rumah tangga) tinggal di rumah yang layak huni dengan status sewa
tetap dianggap backlog perumahan. Sebaliknya, menurut Kementerian PUPR,
sepanjang sudah tinggal di hunian yang layak maka tidak terhitung sebagai
angka backlog perumahan. Adanya perbedaan sudut pandang tersebut sehingga
angka backlog perumahan Kementerian PUPR cenderung lebih kecil dari backlog
BPS.
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka backlog perumahan adalah jumlah
rumah tangga (RT) yang mencerminkan jumlah kebutuhan rumah oleh rakyat
dan jumlah rumah yang dapat disediakan/dibangun. Jumlah rumah tangga
setiap tahun akan mengalami pertumbuhan, dengan data yang tersedia
pertumbuhan rumah tangga dapat diproyeksikan untuk beberapa tahun ke
depan. Lain halnya dengan jumlah rumah yang tersedia sangat dipengaruhi
dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pembangunan, akan menentukan
banyaknya rumah yang dapat dibangun baik oleh pemerintah maupun sektor
swasta (pengembang). Ketika intervensi pemerintah tidak dapat mengimbangi
laju pertumbuhan perumahan maupun langsung membangun rumah tidak dapat
mengimbangi laju pertumbuhan rumah tangga, maka angka backlog perumahan
semakin bertambah tiap tahunnya. Backlog hunian bisa disebabkan melalui
beberapa hal, seperti penyediaan rumah yang kurang memenuhi kebutuhan KK,
kemampuan membayar rumah yang rendah, harga jual hunian yang terlalu
tinggi, dan kurang menjangkau kebutuhan rumah untuk MBR.
Backlog Rumah adalah salah satu indikator yang digunakan oleh
Pemerintah sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) maupun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang terkait bidang
perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Backlog
rumah dapat diukur dari dua perspektif yaitu dari sisi kepenghunian maupun
dari sisi kepemilikan. Berikut dibawah ini adalah penjelasan terkait backlog
kepemilikan dan backlog kepenghunian di Kota Bandar Lampung dibawah ini.
Backlog Kepemilikan dihitung berdasarkan angka home ownership rate
/persentase rumah tangga (ruta) yang menempati rumah milik sendiri. Sumber
data dasar yang digunakan dalam perhitungan ini adalah bersumber dari data
BPS. Konsep menghuni dalam perhitungan backlog tersebut merepresentasikan
bahwa setiap keluarga tidak diwajibkan untuk memiliki rumah, tetapi
Pemerintah memfasilitasi/mendorong agar setiap keluarga, terutama yang
tergolong Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa menghuni rumah yang
layak, baik dengan cara sewa/kontrak, beli/menghuni rumah milik sendiri,
maupun tinggal di rumah milik kerabat/keluarga selama terjamin kepastian
bermukimnya (secure tenure). Backlog rumah dari perspektif kepenghunian
dihitung dengan mengacu pada konsep perhitungan ideal 1 keluarga menghuni 1
rumah. Rumus yang digunakan untuk menghitung backlog rumah dari perspektif
kepemilikan dan kepenghunian antara lain adalah:

Backlog Kepemilikan = jumlah kepemilikan rumah sewa/kontrak (KK) + jumlah


kepemilikan rumah lainnya (KK)
Backlog Kepenghunian = jumlah kepemilikan rumah menumpang (KK)

Backlog kepemilikan yang tertinggi di Kota Bandar Lampung terdapat di


Kecamatan Tanjung Karang Timur dengan nilai backlog 15.167 kk yang belum
memiliki rumah, artinya wilayah-wilayah kecamatan dengan nilai backlog
positif perlu diprioritaskan terkait penanganan terhadap PKP di wilayah
tersebut. Sedangkan Backlog Kepenghunian yang terendah adalah wilayah
Kecamatan Kedamaian dengan nilai 2.950 unit rumah berlebih dari total jumlah
KK, artinya dapat diasumsikan banyak dari jumlah KK diwilayah tersebut yang
memiliki rumah lebih dari satu. Untuk persentase Backlog kepemilikan yang
tertinggi adalah wilayah Kecamatan Sukarame dengan persentase kepemilikan
sebesar 88,9% adalah milik sendiri sedangkan Kecamatan Kedaton adalah
wilayah kecamatan di Kota Bandar Lampung dengan nilai backlog kepemilikan
terendah, yaitu sebesar 61,3% dari jumlah KK diwilayah tersebut yang memiliki
rumah sendiri.
Berikut dibawah ini adalah tabel informasi mengenai kondisi backlog
kepemilikan dan backlog hunian di Kota Bandar Lampung. Backlog kepemilikan
dijelaskan sebagai jumlah total kepemilikan rumah sewa/kontrak, menumpang,
dan lainnya. Backlog hunian adalah kekurangan rumah berdasarkan status
kepemilikan rumah atas dasar menumpang.
Tabel 4.8 Data Backlog Kepenghunian dan Kepemilikan Rumah di Kota Bandar Lampung
JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH
JUMLAH JUMLAH JUMLAH BACKLOG
JUMLAH KK FISIK FISIK FISIK FISIK BACKLOG
FISIK FISIK FISIK KEPEMILIKKA
NO KECAMATAN KEMENDAGR RUMAH RUMAH RUMAH RUMAH TOTAL KEPENGHUNIAN
RUMAH RUMAH RUMAH N RUMAH
I MILIK BEBAS ORANG LAINNY RUMAH (KK)
KONTRAK SEWA DINAS (%KK)
SENDIRI SEWA TUA A

1 Enggal 9.574 3.830 160 75 6 103 289 281 4.744 80,7 4.830
2 Tanjung Karang Timur 21.655 4.792 958 357 119 43 219 0 6.488 73,9 15.167
3 Tanjung Senang 18.388 7.794 825 575 113 25 135 53 9.520 81,9 8.868
4 Kemiling 25.504 13.112 1.419 605 285 112 764 364 16.661 78,7 8.843
5 Teluk Betung Barat 11.071 5.120 719 129 122 6 326 144 6.566 78,0 4.505
6 Panjang 25.056 10.310 1.729 948 324 31 737 971 15.050 68,5 10.006
7 Sukabumi 21.655 11.830 650 647 28 25 215 1.279 14.674 80,6 6.981
8 Sukarame 20.016 11.684 1.105 260 0 5 88 0 13.142 88,9 6.874
9 Teluk Betung Utara 17.039 6.791 845 559 209 149 413 177 9.143 74,3 7.896
10 Teluk Betung Selatan 13.365 4.647 759 228 333 30 881 53 6.931 67,0 6.434
11 Teluk Betung Timur 15.641 7.055 1.092 408 342 29 333 90 9.349 75,5 6.292
12 Tanjung Karang Pusat 17.175 6.089 1.048 509 167 201 734 27 8.775 69,4 8.400
13 Langkapura 12.366 6.078 610 290 132 104 277 1 7.492 81,1 4.874
14 Kedamaian 13.396 6.625 2.343 628 73 29 664 84 10.446 63,4 2.950
15 Rajabasa 16.548 7.119 1.392 480 187 142 470 57 9.847 72,3 6.701
16 Kedaton 18.024 5.450 1.073 838 167 66 1.295 1 8.890 61,3 9.134
17 Way Halim 22.761 8.106 954 541 58 4 393 0 10.056 80,6 12.705
18 Tanjung Karang Barat 19.546 7.861 1.083 0 0 0 756 0 9.700 81,0 9.846
19 Labuhan Ratu 15.783 5.939 1.000 423 54 21 195 116 7.748 76,7 8.035
20 Bumi Waras 19.720 8.546 980 302 124 196 538 83 10.769 79,4 8.951
195.99
Jumlah 148.778 20.744 8.802 2.843 1.321 9.722 3.781 75,7
354.283 1 158.292
Sumber:
4.3 Sebaran Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat
kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh
masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar
di dunia. Berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat
masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Permukiman
kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota
besar di Indonesia, bahkan kota-kota besar di negara berkembang
lainnya. Telaah tentang permukiman kumuh (slum), pada umumnya
mencakup tiga segi yaitu, kondisi fisiknya. Kondisi fisik tersebut antara
lain tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas
konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras,
sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola
dengan baik. Kedua, kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang
bermukim di permukiman tersebut. Kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang berada di kawasan permukiman kumuh antara lain mencakup
tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya
kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari
sikap dan perilaku yang apatis. Ketiga, dampak oleh kedua kondisi
tersebut. Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan
yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan
perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan keseluruhannya.
Kawasan permukiman kumuh dianggap sebagai penyakit kota yang
harus diatasi. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang
mendorong pertumbuhan permukiman. Sedangkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas
permukiman yang terwujud. Permukiman kumuh adalah produk
pertumbuhan penduduk kemiskinan dan kurangnya pemerintah dalam
mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan pelayanan kota yang
memadai. Pada Tahun 2014 seluruh kota/ kabupaten melakukan kajian
mengenai luasan wilayah kumuh di daerah masing-masing yang
dilegalkan dengan surat keputusan bupati/ walikota, terutama Kota
Bandar Lampung dengan Nomor SK Kumuh Walikota Bandar Lampung
Nomor 974/IV.32/HK/2014 Tanggal 24 November 2014, kemudian SK
Kumuh Walikota tersebut sudah diperbaharui dengan SK Kumuh Walikota
Bandar Lampung Nomor 270/IV.01/HK/2019 Tanggal 11 Maret 2019.
Gambar 4.12 SK Kumuh Walikota Bandar Lampung 2014
Perhitungan pengurangan luasan kawasan dan permukiman kumuh dilakukan
berbasis kelurahan dan Rukun Tetangga (RT). berdasarkan perhitungan
pengurangan luasan kawasan kumuh berbasis kelurahan, luasan kumuh pada
tahun 2018 masih sama dengan luasan kumuh pada tahun 2019 disebabkan tidak
adanya kegiatan penanganan kumuh pada tahun tersebut.

Tabel 4.9 Perhitungan Pengurangan Luasan Kawasan Kumuh Kota Bandar


Lampung
Luas Evaluasi Luas Sisa Luas
Luas Pengurangan Penangana Score
Wilaya Squater/ Status
No Kecamatan Kelurahan Permukima Kumuh n Akhir
h RT Illegal Kumuh
n (Ha) 2018/ Kumuh (2018)
(Ha) (Ha)
Legal (Ha) 2019 (Ha)
Bumi Kumuh
1 Kedamaian 144,01 40,80 13,20 0 13,20 29
Kedamaian Ringan
Kumuh
2 Sukabumi Way Gubak 562,17 112,32 5,18 0 5,18 23
Ringan
Kumuh
3 Sukabumi Way Laga 347,88 157,95 128,35 0 128,35 3
Ringan
Kumuh
4 Panjang Ketapang 89,20 37,65 2,13 1,69 0,44
22 Ringan
Kumuh
5 Sukabumi Campang Raya 389,79 46,10 127,97 0 127,97 21
Ringan
Bumi Kumuh
6 Kangkung 30,00 27,70 15,69 13,68 2,01 20
Waras Ringan
Tanjung Kumuh
7 Karang Sawah Brebes 31,00 23,82 3,56 1,69 1,87 20
Ringan
Timur
Rajabasa Kumuh
8 Rajabasa 147,01 74,00 23,51 0 23,51 20
Nyunyai Ringan
Kumuh
9 Rajabasa Rajabasa Raya 358,00 98,40 20,83 0 20,83 20
Ringan
Kumuh
10 Rajabasa Rajabasa Jaya 359,00 69,22 66,73 0 66,73 20
Ringan
Kumuh
11 Sukarame Way Dadi 229,90 118,00 60,00 0 60,00 20
Ringan
Tanjung Kumuh
12 Karang Kaliawi 22,00 14,83 3,03 0 3,03 19
Ringan
Pusat
Tanjung Kumuh
14 Karang Kebon Jeruk 25,01 17,91 7,43 0 7,43 19 Ringan
Timur
Teluk Kumuh
15 Betung Pesawahan 63,00 55,94 24,02 0 24,02 19 Ringan
Selatan
Tanjung Kaliawi Kumuh
16 Karang 49,05 36,21 23,73 0 23,73 19
Persada Ringan
Pusat
Tanjung Kumuh
17 Karang Kelapa Tiga 118,46 44,06 20,39 0 20,39 19
Ringan
Pusat
Luas Evaluasi Luas Sisa Luas
Luas Pengurangan Penangana Score
Wilaya Squater/ Status
No Kecamatan Kelurahan Permukima Kumuh n Akhir
h RT Illegal Kumuh
n (Ha) 2018/ Kumuh (2018)
(Ha) (Ha)
Legal (Ha) 2019 (Ha)
Teluk Kumuh
18 Betung Gulak Galik 72,42 56,05 42,61 0 42,61 19
Ringan
UtaraTOTAL 589,80 20,18 569,62
Sumber : Berita Acara Pengurangan Luasan Kumuh, 2019

Merujuk pada tabel diatas, terdapat 4 kelurahan yang masih


menyisakan RT kumuh dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 4.10 Kelurahan yang Masih Menyisakan RT Kumuh


Status
Luas
No Kelurahan Rt Kumuh Kepemilikan Keterangan
(Ha)
Lahan
RT 6 LK 1 0.24 Squatter Tepi Pantai
1 Karang Maritim RT 8 LK 1 0.19 Squatter Tepi Pantai
RT 14 LK 1 0.10 Squatter Tepi Pantai
2 Panjang Utara RT 1 LK 1 0.35 Squatter Lahan Pelindo
3 Pasir Gintung RT 3 LK 1 0.85 Squatter Pt Kai
4 Kangkung RT 27 LK 3 0.64 Squatter Diatas Air (Laut)
JUMLAH 2.37
Sumber: Berita Acara Pengurangan Luasan Kumuh, 2019

Pada tabel diatas, didapatkan bahwa Kota Bandar Lampung


berdasarkan SK Kumuh Walikota Tahun 2014 masih menyisakan luasan kumuh
sebesar 2,37 Ha, kelurahan-kelurahan yang yang masih menyisakan luasan
kumuh akan dilakukan pengurangan luasan kawasan kumuh untuk SK Kumuh
Walikota Tahun 2019 sebagai acuan dalam penerbitan SK Kumuh Tahun 2020.

4.4 Ketersediaan dan Kondisi Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU)


Ketersediaan dan kondisi PSU di Kota Bandar Lampung tahun 2019 akan
dijelaskan di bawah ini. Hal ini terdiri dari fasilitas umum dan fasilitas
sosial/sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta kebutuhan akan
penyediaan prasarana terdiri dari air bersih, sarana dan prasarana
persampahan, serta kebutuhan pasokan listrik. Perhitungan kebutuhan PSU
didasari pada standar SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Permukiman serta standar perhitungan kebutuhan akan air bersih
berdasarkan standar umum yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Selain itu perhitungan kebutuhan sarana persampahan dihitungan berdasarkan
SNI-3242-2008 Tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Lingkungan
Permukiman.
Proyeksi ketersediaan sarana sesuai dengan standar tata cara
perencanaan lingkungan permukiman akan menggunakan data proyeksi
penduduk. Suatu sarana atau fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibutuhkan
oleh suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya sehingga satuan
jiwa penduduk pendukung akan dilayani oleh satu jenis fasilitas umum dan
fasilitas sosial tertentu. Proyeksi penduduk menggunakan metode logaritmik
karena memiliki nilai korelasi yang hampir mendekati 1, artinya nilai hasil
proyeksi dan data eksisting memiliki nilai error yang rendah. Berikut hasil
perhitungan proyeksi penduduk.

Tabel 4.11 Proyeksi Jumlah Penduduk di Kota Bandar Lampung Tahun 2019-2040
Kecamatan Jumlah Penduduk
2019 2020 2025 2030 2035 2040
Teluk Betung Barat 32,002 33,538 37,745 41,942 46,129 49,471
Teluk Betung Timur 44,727 45,539 49,457 53,366 57,265 61,154
Teluk Betung Selatan 42,262 43,040 46,719 50,389 54,050 57,702
Bumi Waras 60,939 62,057 67,361 72,652 77,931 83,197
Panjang 79,800 81,270 88,185 95,083 101,964 108,829
Tanjung Karang Timur 39,855 40,602 44,018 47,426 50,825 54,216
Kedamaian 56,482 57,522 62,441 67,349 72,245 77,129
Teluk Betung Utara 54,337 55,336 60,069 64,791 69,501 74,199
Tanjung Karang Pusat 54,906 55,914 60,695 65,464 70,221 74,966
Enggal 30,164 30,718 33,347 35,970 38,586 41,196
Tanjung Karang Barat 58,754 59,833 64,949 70,052 75,143 80,222
Kemiling 70,491 71,785 77,921 84,043 90,150 96,242
Langkapura 36,454 37,122 40,295 43,461 46,619 49,769
Kedaton 52,685 53,651 58,239 62,816 67,381 71,935
Rajabasa 51,578 52,526 57,017 61,497 65,965 70,423
Tanjung Senang 49,160 50,064 54,345 58,615 62,875 67,125
Labuhan Ratu 48,159 49,043 53,234 57,415 61,585 65,746
Sukarame 61,130 62,254 67,578 72,889 78,187 83,472
Sukabumi 61,574 62,715 68,077 73,426 78,761 84,084
Way Halim 66,041 67,235 72,969 78,690 84,396 90,089
KOTA BANDAR 1,053,15 1,071,76 1,164,66 1,257,33 1,349,77 1,441,16
LAMPUNG 5 2 3 4 7 7
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Hasil proyeksi kebutuhan akan ketersediaan fasilitas umum dan


fasilitas sosial di Kota Bandar Lampung, yang terdiri dari fasilitas pendidikan,
kesehatan, peribadatan, dan fasilitas perdagangan. Berikut adalah hasil analisis
akan ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial eksisting tahun 2019 dan
hasil proyeksi tahun 2020 hingga tahun 2040.
4.4.1 Fasilitas Pendidikan
Hasil perhitungan tentang penyediaan kebutuhan fasilitas pendidikan
mengenai jumlah unit bangunan dan luas lahan yang dibutuhkan bagi
penyediaan fasilitas pendidikan. Berikut adalah hasil perhitungan berdasarkan
Pedoman SNI 03-1733-2004 Tentang Tatacara Perencanaan Lingkungan
Perumahan Perkotaan berdasarkan jumlah penduduk pendukung tiap fasilitas
pendidikan.

Tabel 4.12 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Pendidikan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Teluk Betung Barat 20 7 7 4.00 6.00 8.33
Teluk Betung Timur 28 9 9 5.59 8.39 11.65
Teluk Betung Selatan 26 9 9 5.28 7.92 11.01
Bumi Waras 38 13 13 7.62 11.43 15.87
Panjang 50 17 17 9.98 14.96 20.78
Tanjung Karang Timur 25 8 8 4.98 7.47 10.38
Kedamaian 35 12 12 7.06 10.59 14.71
Teluk Betung Utara 34 11 11 6.79 10.19 14.15
Tanjung Karang Pusat 34 11 11 6.86 10.29 14.30
Enggal 19 6 6 3.77 5.66 7.86
Tanjung Karang Barat 37 12 12 7.34 11.02 15.30
Kemiling 44 15 15 8.81 13.22 18.36
Langkapura 23 8 8 4.56 6.84 9.49
Kedaton 33 11 11 6.59 9.88 13.72
Rajabasa 32 11 11 6.45 9.67 13.43
Tanjung Senang 31 10 10 6.15 9.22 12.80
Labuhan Ratu 30 10 10 6.02 9.03 12.54
Sukarame 38 13 13 7.64 11.46 15.92
Sukabumi 38 13 13 7.70 11.55 16.03
Way Halim 41 14 14 8.26 12.38 17.20
KOTA BANDAR LAMPUNG 657 219 219 131 197 274
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.13 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Pendidikan di Kota Bandar Lampung Tahun 2020
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Teluk Betung Barat 24 8 8 4.87 7.30 10.14
Teluk Betung Timur 34 11 11 6.73 10.09 14.02
Teluk Betung Selatan 28 9 9 5.61 8.41 11.68
Bumi Waras 41 14 14 8.17 12.25 17.02
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Panjang 53 18 18 10.54 15.81 21.96
Tanjung Karang Timur 28 9 9 5.58 8.37 11.62
Kedamaian 36 12 12 7.25 10.87 15.10
Teluk Betung Utara 36 12 12 7.18 10.78 14.97
Tanjung Karang Pusat 37 12 12 7.36 11.04 15.33
Enggal 20 7 7 3.90 5.85 8.13
Tanjung Karang Barat 42 14 14 8.44 12.66 17.59
Kemiling 54 18 18 10.84 16.27 22.59
Langkapura 26 9 9 5.27 7.91 10.99
Kedaton 37 12 12 7.50 11.25 15.62
Rajabasa 36 12 12 7.18 10.78 14.97
Tanjung Senang 39 13 13 7.81 11.72 16.28
Labuhan Ratu 33 11 11 6.61 9.91 13.76
Sukarame 43 14 14 8.63 12.95 17.99
Sukabumi 46 15 15 9.29 13.93 19.35
Way Halim 47 16 16 9.45 14.18 19.69
KOTA BANDAR LAMPUNG 741 247 247 148 222 309
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.14 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Pendidikan di Kota Bandar Lampung Tahun 2025
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Teluk Betung Barat 26 9 9 5.24 7.87 10.93
Teluk Betung Timur 36 12 12 7.25 9.27 15.10
Teluk Betung Selatan 30 10 10 6.04 8.76 12.59
Bumi Waras 44 15 15 8.80 12.63 18.33
Panjang 57 19 19 11.36 16.53 23.66
Tanjung Karang Timur 30 10 10 6.01 8.25 12.52
Kedamaian 39 13 13 7.81 11.71 16.26
Teluk Betung Utara 39 13 13 7.74 11.44 16.12
Tanjung Karang Pusat 40 13 13 7.93 11.38 16.51
Enggal 21 7 7 4.20 6.25 8.75
Tanjung Karang Barat 45 15 15 9.10 12.18 18.95
Kemiling 58 19 19 11.68 14.61 24.34
Langkapura 28 9 9 5.68 7.56 11.84
Kedaton 40 13 13 8.08 10.92 16.83
Rajabasa 39 13 13 7.74 10.69 16.12
Tanjung Senang 42 14 14 8.42 10.19 17.54
Labuhan Ratu 36 12 12 7.12 9.98 14.83
Sukarame 47 16 16 9.30 12.67 19.38
Sukabumi 50 17 17 10.01 12.76 20.84
Way Halim 51 17 17 10.18 13.68 21.21
KOTA BANDAR LAMPUNG 798 266 266 160 219 333
Sumber: Hasil Analisis, 2020
Tabel 4.15 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Pendidikan di Kota Bandar Lampung Tahun 2030
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Teluk Betung Barat 28 9 9 5.65 8.47 11.77
Teluk Betung Timur 39 13 13 7.81 11.71 16.27
Teluk Betung Selatan 33 11 11 6.51 9.76 13.56
Bumi Waras 47 16 16 9.48 14.22 19.75
Panjang 61 20 20 12.23 18.35 25.49
Tanjung Karang Timur 32 11 11 6.47 9.71 13.48
Kedamaian 42 14 14 8.42 12.61 17.54
Teluk Betung Utara 42 14 14 8.34 12.51 17.37
Tanjung Karang Pusat 43 14 14 8.54 12.81 17.79
Enggal 23 8 8 4.53 6.79 9.43
Tanjung Karang Barat 49 16 16 9.80 14.70 20.41
Kemiling 63 21 21 12.59 18.88 26.22
Langkapura 31 10 10 6.12 9.18 12.75
Kedaton 44 15 15 8.70 13.05 18.13
Rajabasa 42 14 14 8.34 12.51 17.37
Tanjung Senang 45 15 15 9.07 13.60 18.89
Labuhan Ratu 38 13 13 7.67 11.50 15.97
Sukarame 50 17 17 10.02 15.03 20.88
Sukabumi 54 18 18 10.78 16.17 22.46
Way Halim 55 18 18 10.97 16.45 22.85
KOTA BANDAR LAMPUNG 860 287 287 172 258 358
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.16 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Pendidikan di Kota Bandar Lampung Tahun 2035
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Teluk Betung Barat 30 10 10 6.09 9.13 12.68
Teluk Betung Timur 42 14 14 8.41 12.62 17.53
Teluk Betung Selatan 35 12 12 7.01 10.52 14.61
Bumi Waras 51 17 17 10.21 15.32 21.27
Panjang 66 22 22 13.18 19.77 27.46
Tanjung Karang Timur 35 12 12 6.97 10.46 14.53
Kedamaian 45 15 15 9.06 13.59 18.87
Teluk Betung Utara 45 15 15 8.98 13.47 18.71
Tanjung Karang Pusat 46 15 15 9.20 13.80 19.16
Enggal 24 8 8 4.88 7.31 10.16
Tanjung Karang Barat 53 18 18 10.56 15.83 21.99
Kemiling 68 23 23 13.56 20.34 28.25
Langkapura 33 11 11 6.59 9.89 13.74
Kedaton 47 16 16 9.38 14.06 19.53
Rajabasa 45 15 15 8.98 13.47 18.71
Tanjung Senang 49 16 16 9.77 14.65 20.35
Labuhan Ratu 41 14 14 8.26 12.39 17.21
Sukarame 54 18 18 10.79 16.19 22.49
Sukabumi 58 19 19 11.61 17.42 24.19
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Way Halim 59 20 20 11.82 17.73 24.62
KOTA BANDAR LAMPUNG 927 309 309 185 278 386
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.17 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Pendidikan di Kota Bandar Lampung Tahun 2040
Kecamatan Fasilitas Pendidikan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
SD SMP SMA SD SMP SMA
Teluk Betung Barat 33 11 11 6.56 9.83 13.66
Teluk Betung Timur 45 15 15 9.06 13.59 18.88
Teluk Betung Selatan 38 13 13 7.55 11.33 15.74
Bumi Waras 55 18 18 11.00 16.50 22.92
Panjang 71 24 24 14.20 21.30 29.58
Tanjung Karang Timur 38 13 13 7.51 11.27 15.65
Kedamaian 49 16 16 9.76 14.64 20.33
Teluk Betung Utara 48 16 16 9.68 14.51 20.16
Tanjung Karang Pusat 50 17 17 9.91 14.86 20.64
Enggal 26 9 9 5.25 7.88 10.94
Tanjung Karang Barat 57 19 19 11.37 17.06 23.69
Kemiling 73 24 24 14.61 21.91 30.43
Langkapura 36 12 12 7.10 10.66 14.80
Kedaton 51 17 17 10.10 15.15 21.04
Rajabasa 48 16 16 9.68 14.51 20.16
Tanjung Senang 53 18 18 10.52 15.79 21.93
Labuhan Ratu 44 15 15 8.90 13.35 18.54
Sukarame 58 19 19 11.63 17.44 24.23
Sukabumi 63 21 21 12.51 18.76 26.06
Way Halim 64 21 21 12.73 19.10 26.52
KOTA BANDAR LAMPUNG 998 333 333 200 299 416
Sumber: Hasil Analisis, 2020

4.4.2 Fasilitas Kesehatan


Jumlah fasilitas kesehatan yang dilakukan proyeksi adalah fasilitas
kesehatan berupa rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas, dan apotik. Namun
untuk kebutuhan akan luasan lahan fasilitas kesehatan yang dapat diketahui
kebutuhan luasannya adalah klinik bersalin, puskesmas, dan apotik. Tahun
proyeksi kebutuhan jumlah unit bangunan dan luasan lahan adalah tahun 2020
hingga 2040.

Tabel 4.18 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Kesehatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Teluk Betung Barat 0 1 0 1 0.320 0.027 0.027
Teluk Betung Timur 0 1 0 1 0.447 0.037 0.037
Teluk Betung Selatan 0 1 0 1 0.423 0.035 0.035
Bumi Waras 1 2 1 2 0.609 0.051 0.051
Panjang 1 3 1 3 0.798 0.067 0.067
Tanjung Karang Timur 0 1 0 1 0.399 0.033 0.033
Kedamaian 0 2 0 2 0.565 0.047 0.047
Teluk Betung Utara 0 2 0 2 0.543 0.045 0.045
Tanjung Karang Pusat 0 2 0 2 0.549 0.046 0.046
Enggal 0 1 0 1 0.302 0.025 0.025
Tanjung Karang Barat 0 2 0 2 0.588 0.049 0.049
Kemiling 1 2 1 2 0.705 0.059 0.059
Langkapura 0 1 0 1 0.365 0.030 0.030
Kedaton 0 2 0 2 0.527 0.044 0.044
Rajabasa 0 2 0 2 0.516 0.043 0.043
Tanjung Senang 0 2 0 2 0.492 0.041 0.041
Labuhan Ratu 0 2 0 2 0.482 0.040 0.040
Sukarame 1 2 1 2 0.611 0.051 0.051
Sukabumi 1 2 1 2 0.616 0.051 0.051
Way Halim 1 2 1 2 0.660 0.055 0.055
KOTA BANDAR LAMPUNG 9 35 9 35 11 1 1
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.19 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Kesehatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2020
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Teluk Betung Barat 0 1 0 1 0.39 0.03 0.03
Teluk Betung Timur 0 2 0 2 0.54 0.04 0.04
Teluk Betung Selatan 0 1 0 1 0.45 0.04 0.04
Bumi Waras 1 2 1 2 0.65 0.05 0.05
Panjang 1 3 1 3 0.84 0.07 0.07
Tanjung Karang Timur 0 1 0 1 0.45 0.04 0.04
Kedamaian 0 2 0 2 0.58 0.05 0.05
Teluk Betung Utara 0 2 0 2 0.57 0.05 0.05
Tanjung Karang Pusat 0 2 0 2 0.59 0.05 0.05
Enggal 0 1 0 1 0.31 0.03 0.03
Tanjung Karang Barat 1 2 1 2 0.68 0.06 0.06
Kemiling 1 3 1 3 0.87 0.07 0.07
Langkapura 0 1 0 1 0.42 0.04 0.04
Kedaton 0 2 0 2 0.60 0.05 0.05
Rajabasa 0 2 0 2 0.57 0.05 0.05
Tanjung Senang 1 2 1 2 0.63 0.05 0.05
Labuhan Ratu 0 2 0 2 0.53 0.04 0.04
Sukarame 1 2 1 2 0.69 0.06 0.06
Sukabumi 1 2 1 2 0.74 0.06 0.06
Way Halim 1 3 1 3 0.76 0.06 0.06
KOTA BANDAR LAMPUNG 10 40 10 40 12 1 1
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.20 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Kesehatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2025
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Teluk Betung Barat 0 1 0 1 0.42 0.03 0.03
Teluk Betung Timur 0 2 0 2 0.58 0.05 0.05
Teluk Betung Selatan 0 2 0 2 0.48 0.04 0.04
Bumi Waras 1 2 1 2 0.70 0.06 0.06
Panjang 1 3 1 3 0.91 0.08 0.08
Tanjung Karang Timur 0 2 0 2 0.48 0.04 0.04
Kedamaian 1 2 1 2 0.62 0.05 0.05
Teluk Betung Utara 1 2 1 2 0.62 0.05 0.05
Tanjung Karang Pusat 1 2 1 2 0.63 0.05 0.05
Enggal 0 1 0 1 0.34 0.03 0.03
Tanjung Karang Barat 1 2 1 2 0.73 0.06 0.06
Kemiling 1 3 1 3 0.93 0.08 0.08
Langkapura 0 2 0 2 0.45 0.04 0.04
Kedaton 1 2 1 2 0.65 0.05 0.05
Rajabasa 1 2 1 2 0.62 0.05 0.05
Tanjung Senang 1 2 1 2 0.67 0.06 0.06
Labuhan Ratu 0 2 0 2 0.57 0.05 0.05
Sukarame 1 2 1 2 0.74 0.06 0.06
Sukabumi 1 3 1 3 0.80 0.07 0.07
Way Halim 1 3 1 3 0.81 0.07 0.07
KOTA BANDAR LAMPUNG 11 43 11 43 13 1 1
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.21 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Kesehatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2030
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Teluk Betung Barat 0 2 0 2 0.45 0.15 0.04
Teluk Betung Timur 1 2 1 2 0.62 0.21 0.05
Teluk Betung Selatan 0 2 0 2 0.52 0.17 0.04
Bumi Waras 1 3 1 3 0.76 0.25 0.06
Panjang 1 3 1 3 0.98 0.33 0.08
Tanjung Karang Timur 0 2 0 2 0.52 0.17 0.04
Kedamaian 1 0 1 1 0.17 0.06 0.01
Teluk Betung Utara 1 2 1 2 0.67 0.22 0.06
Tanjung Karang Pusat 1 2 1 2 0.68 0.23 0.06
Enggal 0 1 0 1 0.36 0.12 0.03
Tanjung Karang Barat 1 3 1 3 0.78 0.26 0.07
Kemiling 1 3 1 3 1.01 0.34 0.08
Langkapura 0 2 0 2 0.49 0.16 0.04
Kedaton 1 2 1 2 0.70 0.23 0.06
Rajabasa 1 2 1 2 0.67 0.22 0.06
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Tanjung Senang 1 2 1 2 0.73 0.24 0.06
Labuhan Ratu 1 2 1 2 0.61 0.20 0.05
Sukarame 1 3 1 3 0.80 0.27 0.07
Sukabumi 1 3 1 3 0.86 0.29 0.07
Way Halim 1 3 1 3 0.88 0.29 0.07
KOTA BANDAR LAMPUNG 11 44 11 44 13 4 1
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.22 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Kesehatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2035
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Teluk Betung Barat 0 2 0 2 0.49 0.04 0.01
Teluk Betung Timur 1 2 1 2 0.67 0.06 0.01
Teluk Betung Selatan 0 2 0 2 0.56 0.05 0.01
Bumi Waras 1 3 1 3 0.82 0.07 0.02
Panjang 1 4 1 4 1.05 0.09 0.02
Tanjung Karang Timur 0 2 0 2 0.56 0.05 0.01
Kedamaian 1 2 1 2 0.72 0.06 0.02
Teluk Betung Utara 1 2 1 2 0.72 0.06 0.01
Tanjung Karang Pusat 1 2 1 2 0.74 0.06 0.02
Enggal 0 1 0 1 0.39 0.03 0.01
Tanjung Karang Barat 1 3 1 3 0.84 0.07 0.02
Kemiling 1 4 1 4 1.08 0.09 0.02
Langkapura 0 2 0 2 0.53 0.04 0.01
Kedaton 1 3 1 3 0.75 0.06 0.02
Rajabasa 1 2 1 2 0.72 0.06 0.01
Tanjung Senang 1 3 1 3 0.78 0.07 0.02
Labuhan Ratu 1 2 1 2 0.66 0.06 0.01
Sukarame 1 3 1 3 0.86 0.07 0.02
Sukabumi 1 3 1 3 0.93 0.08 0.02
Way Halim 1 3 1 3 0.95 0.08 0.02
KOTA BANDAR LAMPUNG 12 49 12 49 15 1 0
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.23 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Kesehatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2040
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Teluk Betung Barat 0 2 0 2 0.52 0.04 0.04
Teluk Betung Timur 1 2 1 2 0.73 0.06 0.06
Teluk Betung Selatan 1 2 1 2 0.60 0.05 0.05
Bumi Waras 1 3 1 3 0.88 0.07 0.07
Kecamatan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit Bangunan Luas Lahan (hektar)
Rumah Klinik Apotik Klinik Apotik
Puskesmas Puskesmas
Sakit Bersalin Bersalin
Panjang 1 4 1 4 1.14 0.09 0.09
Tanjung Karang Timur 1 2 1 2 0.60 0.05 0.05
Kedamaian 1 3 1 3 0.78 0.07 0.07
Teluk Betung Utara 1 3 1 3 0.77 0.06 0.06
Tanjung Karang Pusat 1 3 1 3 0.79 0.07 0.07
Enggal 0 1 0 1 0.42 0.04 0.04
Tanjung Karang Barat 1 3 1 3 0.91 0.08 0.08
Kemiling 1 4 1 4 1.17 0.10 0.10
Langkapura 0 2 0 2 0.57 0.05 0.05
Kedaton 1 3 1 3 0.81 0.07 0.07
Rajabasa 1 3 1 3 0.77 0.06 0.06
Tanjung Senang 1 3 1 3 0.84 0.07 0.07
Labuhan Ratu 1 2 1 2 0.71 0.06 0.06
Sukarame 1 3 1 3 0.93 0.08 0.08
Sukabumi 1 3 1 3 1.00 0.08 0.08
Way Halim 1 3 1 3 1.02 0.08 0.08
KOTA BANDAR LAMPUNG 13 53 13 53 16 1 1
Sumber: Hasil Analisis, 2020

4.4.3 Fasilitas Peribadatan

Tabel 4.24 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Peribadatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Teluk Betung Barat 0 128 0.14 1.28
Teluk Betung Timur 0 179 0.20 1.79
Teluk Betung Selatan 0 169 0.19 1.69
Bumi Waras 1 244 0.27 2.44
Panjang 1 319 0.36 3.19
Tanjung Karang Timur 0 159 0.18 1.59
Kedamaian 0 226 0.25 2.26
Teluk Betung Utara 0 217 0.24 2.17
Tanjung Karang Pusat 0 220 0.25 2.20
Enggal 0 121 0.14 1.21
Tanjung Karang Barat 0 235 0.26 2.35
Kemiling 1 282 0.32 2.82
Langkapura 0 146 0.16 1.46
Kedaton 0 211 0.24 2.11
Rajabasa 0 206 0.23 2.06
Tanjung Senang 0 197 0.22 1.97
Labuhan Ratu 0 193 0.22 1.93
Sukarame 1 245 0.28 2.45
Sukabumi 1 246 0.28 2.46
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Way Halim 1 264 0.30 2.64
KOTA BANDAR LAMPUNG 9 4,206 5 42
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.25 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Peribadatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2020
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Teluk Betung Barat 0 156 0.18 1.56
Teluk Betung Timur 0 215 0.24 2.15
Teluk Betung Selatan 0 179 0.20 1.79
Bumi Waras 1 261 0.29 2.61
Panjang 1 337 0.38 3.37
Tanjung Karang Timur 0 178 0.20 1.78
Kedamaian 0 232 0.26 2.32
Teluk Betung Utara 0 230 0.26 2.30
Tanjung Karang Pusat 0 235 0.26 2.35
Enggal 0 125 0.14 1.25
Tanjung Karang Barat 1 270 0.30 2.70
Kemiling 1 347 0.39 3.47
Langkapura 0 169 0.19 1.69
Kedaton 0 240 0.27 2.40
Rajabasa 0 230 0.26 2.30
Tanjung Senang 1 250 0.28 2.50
Labuhan Ratu 0 211 0.24 2.11
Sukarame 1 276 0.31 2.76
Sukabumi 1 297 0.33 2.97
Way Halim 1 302 0.34 3.02
KOTA BANDAR LAMPUNG 10 4,743 5 47
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.26 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Peribadatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2025
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Teluk Betung Barat 0 168 0.19 1.68
Teluk Betung Timur 0 232 0.26 2.32
Teluk Betung Selatan 0 193 0.22 1.93
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Bumi Waras 1 282 0.32 2.82
Panjang 1 363 0.41 3.63
Tanjung Karang Timur 0 192 0.22 1.92
Kedamaian 1 250 0.28 2.50
Teluk Betung Utara 1 248 0.28 2.48
Tanjung Karang Pusat 1 254 0.29 2.54
Enggal 0 134 0.15 1.34
Tanjung Karang Barat 1 291 0.33 2.91
Kemiling 1 374 0.42 3.74
Langkapura 0 182 0.20 1.82
Kedaton 1 259 0.29 2.59
Rajabasa 1 248 0.28 2.48
Tanjung Senang 1 269 0.30 2.69
Labuhan Ratu 0 228 0.26 2.28
Sukarame 1 298 0.33 2.98
Sukabumi 1 320 0.36 3.20
Way Halim 1 326 0.37 3.26
KOTA BANDAR LAMPUNG 11 5,110 6 51
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.27 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Peribadatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2030
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Teluk Betung Barat 0 181 0.20 1.81
Teluk Betung Timur 1 250 0.28 2.50
Teluk Betung Selatan 0 208 0.23 2.08
Bumi Waras 1 303 0.34 3.03
Panjang 1 391 0.44 3.91
Tanjung Karang Timur 0 207 0.23 2.07
Kedamaian 2 450 1.08 4.50
Teluk Betung Utara 1 267 0.30 2.67
Tanjung Karang Pusat 1 273 0.31 2.73
Enggal 0 145 0.16 1.45
Tanjung Karang Barat 1 314 0.35 3.14
Kemiling 1 403 0.45 4.03
Langkapura 0 196 0.22 1.96
Kedaton 1 278 0.31 2.78
Rajabasa 1 267 0.30 2.67
Tanjung Senang 1 290 0.33 2.90
Labuhan Ratu 1 245 0.28 2.45
Sukarame 1 321 0.36 3.21
Sukabumi 1 345 0.39 3.45
Way Halim 1 351 0.39 3.51
KOTA BANDAR LAMPUNG 13 5,685 7 57
Sumber: Hasil Analisis, 2020
Tabel 4.28 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Peribadatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2035
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Teluk Betung Barat 0 195 0.22 1.95
Teluk Betung Timur 1 269 0.30 2.69
Teluk Betung Selatan 0 224 0.25 2.24
Bumi Waras 1 327 0.37 3.27
Panjang 1 422 0.47 4.22
Tanjung Karang Timur 0 223 0.25 2.23
Kedamaian 1 290 0.33 2.90
Teluk Betung Utara 1 287 0.32 2.87
Tanjung Karang Pusat 1 294 0.33 2.94
Enggal 0 156 0.18 1.56
Tanjung Karang Barat 1 338 0.38 3.38
Kemiling 1 434 0.49 4.34
Langkapura 0 211 0.24 2.11
Kedaton 1 300 0.34 3.00
Rajabasa 1 287 0.32 2.87
Tanjung Senang 1 313 0.35 3.13
Labuhan Ratu 1 264 0.30 2.64
Sukarame 1 345 0.39 3.45
Sukabumi 1 372 0.42 3.72
Way Halim 1 378 0.43 3.78
KOTA BANDAR LAMPUNG 12 5,930 7 59
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.29 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Peribadatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2040
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Teluk Betung Barat 0 210 0.00 2.10
Teluk Betung Timur 1 290 0.33 2.90
Teluk Betung Selatan 1 242 0.00 2.42
Bumi Waras 1 352 0.40 3.52
Panjang 1 454 0.51 4.54
Tanjung Karang Timur 1 240 0.00 2.40
Kedamaian 1 312 0.35 3.12
Teluk Betung Utara 1 310 0.35 3.10
Tanjung Karang Pusat 1 317 0.36 3.17
Enggal 0 168 0.00 1.68
Tanjung Karang Barat 1 364 0.41 3.64
Kemiling 1 467 0.53 4.67
Langkapura 0 227 0.00 2.27
Kedaton 1 323 0.36 3.23
Rajabasa 1 310 0.35 3.10
Kecamatan Fasilitas Peribadatan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Tanjung Senang 1 337 0.38 3.37
Labuhan Ratu 1 285 0.32 2.85
Sukarame 1 372 0.42 3.72
Sukabumi 1 400 0.45 4.00
Way Halim 1 407 0.46 4.07
KOTA BANDAR LAMPUNG 13 6,388 6 64
Sumber: Hasil Analisis, 2020

4.4.4 Fasilitas Perdagangan

Tabel 4.30 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Perdagangan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Fasilitas Perdagangan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Toko/ Pertokoan Pertokoan Pusat Toko/ Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pusat
Warung dan Pasar Perbelanjaan Warung Pasar Lingkungan Perbelanjaan
dan Niaga dan Niaga
Teluk Betung Barat 128 5 1 0 1.28 1.60 1.07 3.20
Teluk Betung Timur 179 7 1 0 1.79 2.24 1.49 4.47
Teluk Betung Selatan 169 7 1 0 1.69 2.11 1.41 4.23
Bumi Waras 244 10 2 1 2.44 3.05 2.03 6.09
Panjang 319 13 3 1 3.19 3.99 2.66 7.98
Tanjung Karang Timur 159 7 1 0 1.59 1.99 1.33 3.99
Kedamaian 226 9 2 0 2.26 2.82 1.88 5.65
Teluk Betung Utara 217 9 2 0 2.17 2.72 1.81 5.43
Tanjung Karang Pusat 220 9 2 0 2.20 2.75 1.83 5.49
Enggal 121 5 1 0 1.21 1.51 1.01 3.02
Tanjung Karang Barat 235 10 2 0 2.35 2.94 1.96 5.88
Kemiling 282 12 2 1 2.82 3.52 2.35 7.05
Langkapura 146 6 1 0 1.46 1.82 1.22 3.65
Kedaton 211 9 2 0 2.11 2.63 1.76 5.27
Rajabasa 206 9 2 0 2.06 2.58 1.72 5.16
Tanjung Senang 197 8 2 0 1.97 2.46 1.64 4.92
Labuhan Ratu 193 8 2 0 1.93 2.41 1.61 4.82
Sukarame 245 10 2 1 2.45 3.06 2.04 6.11
Sukabumi 246 10 2 1 2.46 3.08 2.05 6.16
Way Halim 3,942 164 33 8 39 49 33 99
KOTA BANDAR
7,884 328 66 16 79 99 66 197
LAMPUNG
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.31 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Perdagangan di Kota Bandar Lampung Tahun 2020
Kecamatan Fasilitas Perdagangan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Toko/ Pertokoan Pertokoan Pusat Toko/ Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pusat
Warung dan Pasar Perbelanjaan Warung Pasar Lingkungan Perbelanjaan
dan Niaga dan Niaga
Teluk Betung Barat 156 6 1 0 1.56 1.95 1.30 3.89
Teluk Betung Timur 215 9 2 0 2.15 0.001 1.79 5.38
Teluk Betung Selatan 179 7 1 0 1.79 0.002 1.50 4.49
Bumi Waras 261 11 2 1 2.61 0.002 2.18 6.53
Panjang 337 14 3 1 3.37 0.004 2.81 8.43
Tanjung Karang Timur 178 7 1 0 1.78 0.003 1.49 4.46
Kedamaian 232 10 2 0 2.32 0.002 1.93 5.80
Kecamatan Fasilitas Perdagangan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Toko/ Pertokoan Pertokoan Pusat Toko/ Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pusat
Warung dan Pasar Perbelanjaan Warung Pasar Lingkungan Perbelanjaan
dan Niaga dan Niaga
Teluk Betung Utara 230 10 2 0 2.30 0.003 1.92 5.75
Tanjung Karang Pusat 235 10 2 0 2.35 0.003 1.96 5.89
Enggal 125 5 1 0 1.25 0.001 1.04 3.12
Tanjung Karang Barat 270 11 2 1 2.70 0.002 2.25 6.75
Kemiling 347 14 3 1 3.47 0.004 2.89 8.68
Langkapura 169 7 1 0 1.69 0.002 1.41 4.22
Kedaton 240 10 2 0 2.40 0.002 2.00 6.00
Rajabasa 230 10 2 0 2.30 0.003 1.92 5.75
Tanjung Senang 250 10 2 1 2.50 0.003 2.08 6.25
Labuhan Ratu 211 9 2 0 2.11 0.002 1.76 5.29
Sukarame 276 12 2 1 2.76 0.003 2.30 6.91
Sukabumi 297 12 2 1 2.97 0.004 2.48 7.43
Way Halim 302 13 3 1 3.02 0.004 2.52 7.56
KOTA BANDAR
LAMPUNG
4,743 198 40 10 47 2 40 119
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.32 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Perdagangan di Kota Bandar Lampung Tahun 2025
Kecamatan Fasilitas Perdagangan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Toko/ Pertokoan Pertokoan Pusat Toko/ Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pusat
Warung dan Pasar Perbelanjaan Warung Pasar Lingkungan Perbelanjaan
dan Niaga dan Niaga
Teluk Betung Barat 168 7 1 0 1.68 2.10 1.40 4.20
Teluk Betung Timur 232 10 2 0 2.32 2.90 1.93 5.80
Teluk Betung Selatan 193 8 2 0 1.93 2.42 1.61 4.83
Bumi Waras 282 12 2 1 2.82 3.52 2.35 7.04
Panjang 363 15 3 1 3.63 4.54 3.03 9.08
Tanjung Karang Timur 192 8 2 0 1.92 2.40 1.60 4.81
Kedamaian 250 10 2 1 2.50 3.12 2.08 6.24
Teluk Betung Utara 248 10 2 1 2.48 3.10 2.06 6.19
Tanjung Karang Pusat 254 11 2 1 2.54 3.17 2.11 6.34
Enggal 134 6 1 0 1.34 1.68 1.12 3.36
Tanjung Karang Barat 291 12 2 1 2.91 3.64 2.43 7.28
Kemiling 374 16 3 1 3.74 4.67 3.12 9.35
Langkapura 182 8 2 0 1.82 2.27 1.52 4.55
Kedaton 259 11 2 1 2.59 3.23 2.15 6.46
Rajabasa 248 10 2 1 2.48 3.10 2.06 6.19
Tanjung Senang 269 11 2 1 2.69 3.37 2.24 6.73
Labuhan Ratu 228 9 2 0 2.28 2.85 1.90 5.69
Sukarame 298 12 2 1 2.98 3.72 2.48 7.44
Sukabumi 320 13 3 1 3.20 4.00 2.67 8.00
Way Halim 326 14 3 1 3.26 4.07 2.72 8.15
KOTA BANDAR
LAMPUNG
5,110 213 43 11 51 64 43 128
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.33 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Perdagangan di Kota Bandar Lampung Tahun 2030
Kecamatan Fasilitas Perdagangan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Toko/ Pertokoan Pertokoan Pusat Toko/ Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pusat
Warung dan Pasar Perbelanjaan Warung Pasar Lingkungan Perbelanjaan
dan Niaga dan Niaga
Teluk Betung Barat 181 8 2 0 1.81 2.26 1.51 4.52
Teluk Betung Timur 250 10 2 1 2.50 3.12 2.08 6.25
Teluk Betung Selatan 208 9 2 0 2.08 2.60 1.74 5.21
Bumi Waras 303 13 3 1 3.03 3.79 2.53 7.58
Panjang 391 16 3 1 3.91 4.89 3.26 9.79
Tanjung Karang Timur 207 9 2 0 2.07 2.59 1.73 5.18
Kedamaian 269 11 2 1 2.69 3.36 2.24 6.73
Teluk Betung Utara 267 11 2 1 2.67 3.33 2.22 6.67
Tanjung Karang Pusat 273 11 2 1 2.73 3.42 2.28 6.83
Enggal 145 6 1 0 1.45 1.81 1.21 3.62
Tanjung Karang Barat 314 13 3 1 3.14 3.92 2.61 7.84
Kemiling 403 17 3 1 4.03 5.03 3.36 10.07
Langkapura 196 8 2 0 1.96 2.45 1.63 4.90
Kedaton 278 12 2 1 2.78 3.48 2.32 6.96
Rajabasa 267 11 2 1 2.67 3.33 2.22 6.67
Tanjung Senang 290 12 2 1 2.90 3.63 2.42 7.26
Labuhan Ratu 245 10 2 1 2.45 3.07 2.04 6.13
Sukarame 321 13 3 1 3.21 4.01 2.67 8.02
Sukabumi 345 14 3 1 3.45 4.31 2.87 8.62
Way Halim 351 15 3 1 3.51 4.39 2.93 8.78
KOTA BANDAR
LAMPUNG
5,504 229 46 11 55 69 46 138
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.34 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Perdagangan di Kota Bandar Lampung Tahun 2035
Kecamatan Fasilitas Perdagangan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Toko/ Pertokoan Pertokoan Pusat Toko/ Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pusat
Warung dan Pasar Perbelanjaan Warung Pasar Lingkungan Perbelanjaan
dan Niaga dan Niaga
Teluk Betung Barat 195 8 2 0 1.95 0.49 1.62 4.87
Teluk Betung Timur 269 11 2 1 2.69 0.67 2.24 6.73
Teluk Betung Selatan 224 9 2 0 2.24 0.56 1.87 5.61
Bumi Waras 327 14 3 1 3.27 0.82 2.72 8.17
Panjang 422 18 4 1 4.22 1.05 3.51 10.54
Tanjung Karang Timur 223 9 2 0 2.23 0.56 1.86 5.58
Kedamaian 290 12 2 1 2.90 0.72 2.42 7.25
Teluk Betung Utara 287 12 2 1 2.87 0.72 2.39 7.18
Tanjung Karang Pusat 294 12 2 1 2.94 0.74 2.45 7.36
Enggal 156 7 1 0 1.56 0.39 1.30 3.90
Tanjung Karang Barat 338 14 3 1 3.38 0.84 2.81 8.44
Kemiling 434 18 4 1 4.34 1.08 3.62 10.85
Langkapura 211 9 2 0 2.11 0.53 1.76 5.28
Kedaton 300 13 3 1 3.00 0.75 2.50 7.50
Rajabasa 287 12 2 1 2.87 0.72 2.40 7.19
Tanjung Senang 313 13 3 1 3.13 0.78 2.61 7.82
Labuhan Ratu 264 11 2 1 2.64 0.66 2.20 6.61
Sukarame 345 14 3 1 3.45 0.86 2.88 8.64
Sukabumi 372 15 3 1 3.72 0.93 3.10 9.29
Way Halim 378 16 3 1 3.78 0.95 3.15 9.45
KOTA BANDAR
LAMPUNG
5,930 247 49 12 59 15 49 148
Sumber: Hasil Analisis, 2020
Tabel 4.35 Kebutuhan Ketersediaan Jumlah Unit Bangunan dan Luasan Lahan Fasilitas
Perdagangan di Kota Bandar Lampung Tahun 2040
Kecamatan Fasilitas Perdagangan
Jumlah Unit Bangunan Luasan Lahan (hektar)
Toko/ Pertokoan Pertokoan Pusat Toko/ Pertokoan Pusat Pertokoan dan Pusat
Warung dan Pasar Perbelanjaan Warung Pasar Lingkungan Perbelanjaan
dan Niaga dan Niaga
Teluk Betung Barat 210 9 2 0 2.10 2.62 1.75 5.25
Teluk Betung Timur 290 12 2 1 2.90 3.63 2.42 7.25
Teluk Betung Selatan 242 10 2 1 2.42 3.02 2.01 6.04
Bumi Waras 352 15 3 1 3.52 4.40 2.93 8.80
Panjang 454 19 4 1 4.54 5.68 3.79 11.36
Tanjung Karang Timur 240 10 2 1 2.40 3.00 2.00 6.01
Kedamaian 312 13 3 1 3.12 3.90 2.60 7.81
Teluk Betung Utara 310 13 3 1 3.10 3.87 2.58 7.74
Tanjung Karang Pusat 317 13 3 1 3.17 3.96 2.64 7.93
Enggal 168 7 1 0 1.68 2.10 1.40 4.20
Tanjung Karang Barat 364 15 3 1 3.64 4.55 3.03 9.10
Kemiling 467 19 4 1 4.67 5.84 3.89 11.68
Langkapura 227 9 2 0 2.27 2.84 1.89 5.68
Kedaton 323 13 3 1 3.23 4.04 2.69 8.08
Rajabasa 310 13 3 1 3.10 3.87 2.58 7.74
Tanjung Senang 337 14 3 1 3.37 4.21 2.81 8.42
Labuhan Ratu 285 12 2 1 2.85 3.56 2.37 7.12
Sukarame 372 16 3 1 3.72 4.65 3.10 9.30
Sukabumi 400 17 3 1 4.00 5.00 3.34 10.01
Way Halim 407 17 3 1 4.07 5.09 3.39 10.18
KOTA BANDAR
LAMPUNG
6,388 266 53 13 64 80 53 160

4.4.5 GAP Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial di Kota Bandar


Lampung
Ketimpangan/ gap dari adanya ketersediaan fasilitas umum dan
fasilitas sosial dibandingkan dengan kebutuhan yang harusnya disediakan pada
tahun data eksisting (tahun 2019). Angka gap ini diketahui dari pengurangan
jumlah kebutuhan penyediaan fasilitas dengan data eksisting penyediaan
fasilitas. Kebutuhan fasilitas didasarkan atas Buku Pedoman Tatacara
Perencanaan Lingkungan Perumahan Perkotaan SNI 03-1733-2004. Namun hasil
analisis ini hanya estimasi kebutuhan penyediaan fasilitas yang seharusnya
berdasarkan standar dan secara implementasinya harus memperhatikan
komponen kriteria lainnya dalam pemenuhan kebutuhan penyediaan fasilitas.
Hal ini sebagai contoh untuk gap yang diperoleh pada fasilitas pendidikan
menunjukkan bahwa banyak kecamatan di Kota Bandar Lampung yang secara
eksisting masih kurang dalam hal penyediaan fasilitas pendidikan. Namun dalam
penyediaan fasilitas pendidikan harus dilihat kembali jumlah penduduk
berdasarkan umur sekolah. Penyediaan fasilitas akan memenuhi sesuai
kebutuhannya. Dasar dari perhitungan dalam SNI 03-1733-2004 adalah jumlah
penduduk pendukung pada suatu fasilitas.

Tabel 4.36 GAP Fasilitas Pendidikan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Jumlah Fasilitas Pendidikan
Jumlah Tahun 2019 GAP Fasilitas Pendidikan
Tahun
Penduduk Data Eksisting
SD SMP SMA SD SMP SMA
Teluk Betung Barat 2019 32,002 6 5 2 14 2 5
Teluk Betung Timur 44,727 6 3 2 22 6 7
Teluk Betung Selatan 42,262 20 7 3 6 2 6
Bumi Waras 60,939 17 4 1 21 9 12
Panjang 79,800 14 9 2 36 8 15
Tanjung Karang Timur 39,855 10 3 3 15 5 5
Kedamaian 56,482 12 7 2 23 5 10
Teluk Betung Utara 54,337 13 11 4 21 0 7
Tanjung Karang Pusat 54,906 13 12 7 21 -1 4
Enggal 30,164 7 10 6 12 -4 0
Tanjung Karang Barat 58,754 18 4 4 19 8 8
Kemiling 70,491 19 11 8 25 4 7
Langkapura 36,454 12 3 2 11 5 6
Kedaton 52,685 13 7 4 20 4 7
Rajabasa 51,578 16 9 8 16 2 3
Tanjung Senang 49,160 11 6 4 20 4 6
Labuhan Ratu 48,159 11 6 4 19 4 6
Sukarame 61,130 11 8 2 27 5 11
Sukabumi 61,574 13 7 0 25 6 13
Way Halim 66,041 14 2 0 27 12 14
KOTA BANDAR LAMPUNG 1,053,155 256 134 68
Sumber: Hasil Analisis, 2020
- Kelebihan
+ Kekurangan

Tabel 4.37 GAP Fasilitas Kesehatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2019 GAP Fasilitas Kesehatan
Data Eksisting
Jumlah Rumah Apoti
Tahun
Penduduk Rumah Sakit k Ruma
Puskesmas Puskesmas Apotik
Sakit Bersali h Sakit
n
Teluk Betung Barat 2019 32,002 0 0 1 2 0 -1 -1
Teluk Betung Timur 44,727 0 0 2 3 0 -2 -2
Teluk Betung Selatan 42,262 1 2 2 3 -1 -2 -2
Bumi Waras 60,939 0 0 1 2 1 0 0
Panjang 79,800 0 1 1 1 1 0 2
Tanjung Karang Timur 39,855 0 0 1 4 0 -1 -3
Kedamaian 56,482 1 0 1 5 -1 -1 -3
Teluk Betung Utara 54,337 1 0 1 4 -1 -1 -2
Tanjung Karang Pusat 54,906 0 0 2 6 0 -2 -4
Enggal 30,164 1 2 1 5 -1 -1 -4
Tanjung Karang Barat 58,754 0 0 2 3 0 -2 -1
Kemiling 70,491 1 0 3 6 0 -2 -4
Kecamatan Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2019 GAP Fasilitas Kesehatan
Data Eksisting
Jumlah Rumah Apoti
Tahun
Penduduk Rumah Sakit k Ruma
Puskesmas Puskesmas Apotik
Sakit Bersali h Sakit
n
Langkapura 36,454 0 1 1 5 0 -1 -4
Kedaton 52,685 2 0 1 6 -2 -1 -4
Rajabasa 51,578 1 0 1 6 -1 -1 -4
Tanjung Senang 49,160 0 0 1 5 0 -1 -3
Labuhan Ratu 48,159 0 1 1 4 0 -1 -2
Sukarame 61,130 1 0 3 5 0 -2 -3
Sukabumi 61,574 0 0 3 4 1 -2 -2
Way Halim 66,041 2 1 1 5 -1 0 -3
KOTA BANDAR LAMPUNG 1,053,155 11 8 30 84
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.38 GAP Fasilitas Peribadatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Jumlah Fasilitas GAP Fasilitas Peribadatan
Peribadatan Tahun 2019
Jumlah
Tahun Data Eksisting
Penduduk
Masjid Mushola Masjid Mushola
(kecamatan) (kecamatan)
Teluk Betung Barat 2019 32,002 26 46 -26 82
Teluk Betung Timur 44,727 22 41 -22 138
Teluk Betung Selatan 42,262 16 46 -16 123
Bumi Waras 60,939 24 59 -23 185
Panjang 79,800 39 74 -38 245
Tanjung Karang Timur 39,855 17 32 -17 127
Kedamaian 56,482 32 39 -32 187
Teluk Betung Utara 54,337 26 49 -26 168
Tanjung Karang Pusat 54,906 32 46 -32 174
Enggal 30,164 18 23 -18 98
Tanjung Karang Barat 58,754 47 56 -47 179
Kemiling 70,491 90 32 -89 250
Langkapura 36,454 30 25 -30 121
Kedaton 52,685 38 33 -38 178
Rajabasa 51,578 63 25 -63 181
Tanjung Senang 49,160 47 29 -47 168
Labuhan Ratu 48,159 40 24 -40 169
Sukarame 61,130 39 26 -38 219
Sukabumi 61,574 50 72 -49 174
Way Halim 66,041 35.000 40.000 -34 224
KOTA BANDAR LAMPUNG 1,053,155 731 817    
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Tabel 4.39 GAP Fasilitas Perdagangan di Kota Bandar Lampung Tahun 2019
Kecamatan Jumlah Fasilitas Perdagangan Tahun 2019 GAP Fasilitas Perdagangan
Jumlah Data Eksisting
Tahun
Penduduk Pasar Kelompok Supermarket Kelompok Supermarket
Tradisional Pertokoan Pertokoan
Teluk Betung Barat 2019 32,002 2 5 0 0 0
Teluk Betung Timur 44,727 2 2 0 5 0
Teluk Betung Selatan 42,262 2 34 1 -27 -1
Bumi Waras 60,939 4 7 0 3 1
Panjang 79,800 3 3 0 10 1
Tanjung Karang Timur 39,855 1 76 1 -69 -1
Kedamaian 56,482 1 52 2 -43 -2
Kecamatan Jumlah Fasilitas Perdagangan Tahun 2019 GAP Fasilitas Perdagangan
Jumlah Data Eksisting
Tahun
Penduduk Pasar Kelompok Supermarket Kelompok Supermarket
Tradisional Pertokoan Pertokoan
Teluk Betung Utara 54,337 4 6 0 3 0
Tanjung Karang Pusat 54,906 5 56 3 -47 -3
Enggal 30,164 1 33 2 -28 -2
Tanjung Karang Barat 58,754 3 4 2 6 -2
Kemiling 70,491 5 8 1 4 0
Langkapura 36,454 3 7 2 -1 -2
Kedaton 52,685 3 8 2 1 -2
Rajabasa 51,578 2 7 1 2 -1
Tanjung Senang 49,160 4 10 0 -2 0
Labuhan Ratu 48,159 1 0 1 8 -1
Sukarame 61,130 3 54 2 -44 -1
Sukabumi 61,574 1 13 0 -3 1
Way Halim 66,041 1 9 1 155 7
KOTA BANDAR LAMPUNG 1,053,155 51 394 21
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Kebutuhan Air Bersi

4.4.6

Anda mungkin juga menyukai