Anda di halaman 1dari 39

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balita
2.1.1 Pengertian Balita
Menurut Depkes RI (2009) balita adalah anak yang berada pada kategori
umur 0-5 tahun. Saat usia balita kebutuhan akan aktivitas hariannya masih
tergantung penuh terhadap orang lain mulai dari makan, buang air besar dan air
kecil serta kebersihan diri. Pertumbuhan dan perkembangan di masa ini menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung
cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau
masa keemasan (Sutomo, 2013).

2.1.2 Pertumbuhan Balita


Secara umum pertumbuhan setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya
senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Erly 2015) :
1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki,
anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar
menggunakan kakinya.
2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak
akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam,
sebelum ia mampu meraih benda dengan jemarinya.
3. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan
lain-lain. Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif.
Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta
jaringan intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses
multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran tubuhnya. Hal
ini ditandai oleh:
1. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.
2. Bertambahnya ukuran lingkar kepala.
6

3. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.


4. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.
5. Bertambahnya organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan sebagainya.
Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis. Sebaliknya,
berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara proporsional pada tiap
bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran tubuhnya, artinya proses
pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan
ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan atau hambatan proses pertumbuhan. Cara
mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita adalah dengan
mengamati grafik pertambahan berat dan tinggi badan yang terdapat pada Kartu
Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya usia anak, harusnya bertambah pula
berat dan tinggi badannya. Cara lainnya yaitu dengan pemantauan status gizi.
Pemantauan status gizi pada bayi dan balita telah dibuatkan standarisasinya oleh
Harvard University dan WHO. Penggunaan standar tersebut di Indonesia telah
dimodifikasi agar sesuai untuk kasus anak Indonesia.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Balita


Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu (baik
berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya) dan merupakan gambaran
tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak dalam
proses tumbuh (Aritonang, 2003).
Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan
perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat
gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak, karena pada
umumnya aktivitas fisik cukup tinggi dan masih dalam proses belajar. Apabila
intake zat gizi tidak terpenuhi maka pertumbuhan fisik dan intelektualitas balita
akan mengalami gangguan, yang akhirnya akan menyebabkan mereka menjadi
generasi yang hilang (lost generation), dan dampak luasnya adalah negara akan
kehilangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Basuni, 2009).
Secara normal pertumbuhan dan perkembangan antara anak yang satu
dengan yang lain pada akhirnya tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh
interaksi banyak faktor. Menurut Soetjiningsih faktor yang mempengaruhi tumbuh
7

kembang anak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor dalam (internal)
dan faktor eksternal/ lingkungan (pranatal dan postnatal) (Soetjiningsih, 2005;
Kusminarti, 2009).
1. Faktor internal (genetik)
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di
dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas
pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat
sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya
pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai
faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku atau bangsa.
2. Faktor eksternal
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau
tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan
tercapainya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan
menghambatnya. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi
lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan
(faktor pranatal) dan lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
setelah lahir (faktor postnatal).
a. Faktor lingkungan pranatal
1) Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR/ lahir mati,
menyebabkan cacat bawaan, hambatan pertumbuhan otak, anemia pada
bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus dan
sebagainya (Soetjiningsih, 2005).

2) Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin dalam uterus
dapat menyebabkan kelainan bawaan, talipes, dislokasi panggul,
tortikolis kongenital, palsi fasialis, atau kranio tabes (Soetjiningsih,
2005).
8

3) Toksin/ zat kimia


Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada
bayi antara lain obat anti kanker, rokok, alkohol beserta logam berat
lainnya (Soetjiningsih, 2005).
4) Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan
janin, adalah somatotropin, tiroid, insulin, hormon plasenta, peptida-
peptida lainnya dengan aktivitas mirip insulin. Apabila salah satu dari
hormon tersebut mengalami defisiensi maka dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pertumbuhan susunan saraf pusat sehingga terjadi
retardasi mental, cacat bawaan, dan lain-lain (Soetjiningsih, 2005).
5) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat
menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat
bawaan lainnya, sedangkan efek radiasi pada orang laki-laki dapat
menyebabkan cacat bawaan pada anaknya (Soetjingsih, 2005).
6) Infeksi
Setiap hiperpirexia pada ibu hamil dapat merusak janin. Infeksi
intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH,
sedangkan infeksi lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada
janin adalah varisela, malaria, polio, influenza dan lain-lain
(Soetjingsih, 2005).
7) Stress
Stres yang dialami oleh ibu pada waktu hamil dapat
mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan,
kelainan kejiwaan dan lain-lain (Soetjingsih, 2005).
8) Imunitas
Rhesus atau ABO inkompatibilitas sering menyebabkan abortus,
hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati (Soetjingsih, 2005).
9) Anoksia embrio
Menurunnya oksigenisasi janin melalui gangguan pada plasenta
atau tali pusat, menyebabkan BBLR (Soetjingsih, 2005).
b. Faktor lingkungan postnatal
Lingkungan postnatal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
secara umum dapat digolongkan menjadi :
1) Lingkungan biologis, yang dimaksud adalah:
9

a) Ras/ suku bangsa


Bangsa Eropa mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi
daripada Bangsa Asia.
b) Jenis kelamin
Laki-laki lebih sering sakit daripada perempuan namun belum
diketahui alasannya.
c) Umur
Umur yang paling rawan adalah balita maka anak mudah sakit dan
terjadi kurang gizi. Disamping itu masa balita merupakan dasar
pembentukan kepribadian anak sehingga diperlukan perhatian
khusus (Soetjiningsih, 2005).
d) Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,
dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena
makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana
dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security) keluarga. Satu
aspek yang penting yang perlu ditambahkan adalah keamanan
pangan (food safety) yang mencakup pembebasan makanan dari
berbagai ”racun” fisika, kimia, biologis yang kian mengancam
kesehatan manusia (Soetjingsih, 2005).

e) Perawatan kesehatan
Perawatan kesehatan yang teratur tidak hanya saat anak sakit, tetapi
pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin akan
menunjang tumbuh kembang anak (Soetjingsih, 2005).
f) Fungsi metabolisme
Khusus pada anak, karena adanya perbedaan yang mendasar dalam
proses metabolisme pada berbagai umur, maka kebutuhan akan
berbagai nutrien harus didasarkan atas perhitungan yang tepat atau
setidak-tidaknya memadai (Soetjiningsih, 2005).
g) Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun,
rahim Ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaaan ini
perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin
kurang baik, mengalami persalinan lama/ perdarahan (Soetjiningsih,
2005).
10

h) Riwayat balita berat lahir rendah (BBLR)


Ibu yang lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm perlu diwaspadai
karena berarti ibu mungkin menderita kekurangan energi kronik
(KEK) atau kekurangan gizi. Bila hamil Ibu akan melahirkan bayi
berat lahir rendah (BBLR) dan pertumbuhan perkembangan janin
terhambat. Anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang dan hidup
di lingkungan miskin akan mengalami kurang gizi dan mudah
terkena penyakit infeksi dan selanjutnya menghasilkan wanita
dewasa yang berat dan tinggi badannya kurang (Soetjiningsih, 2005).
i) Riwayat persalinan ibu
Bila ibu hamil pernah mengalami kehamilan dan persalinan yang
bermasalah sebelumnya, ibu perlu memperhatikan riwayat
perdarahan, kejang-kejang, demam tinggi, persalinan lama (>12
jam), melahirkan dengan caesar (Soetjiningsih, 2005).

2) Faktor fisik, antara lain :


a) Sanitasi
Sanitasi lingkungan mempunyai peran yang cukup dominan dalam
penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan
tumbuh kembangnya. Kebersihan perorangan maupun lingkungan
memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat
kebersihan yang kurang, maka anak akan sering sakit, misalnya
diare, kecacingan, dan sebagainya. Demikian pula dengan polusi
udara baik yang berasal dari pabrik, asap kendaraan, atau asap rokok
dapat berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA). Apabila anak sering menderita sakit maka
tumbuh kembangnya akan terganggu (Soetjiningsih, 2005).
b) Cuaca
Musim kemarau yang panjang atau adanya bencana alam lainnya
dapat berdampak pada tumbuh kembang anak, misalnya akibat gagal
panen sehingga banyak anak kurang gizi. Demikian pula gondok
endemik banyak ditemukan pada daerah pegunungan, dimana air
tanahnya kurang mengandung yodium (Soetjiningsih, 2005).
11

3) Faktor psikososial, antara lain:


a) Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.
Anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur akan
lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang atau tidak
mendapat stimulasi (Soetjiningsih, 2005).
b) Kualitas interaksi anak-orangtua
Interaksi timbal balik antara anak dan orangtua akan menimbulkan
keakraban dalam keluarga. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa
lama kita bersama anak, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari
interaksi tersebut, yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-
masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang
dilandasi oleh rasa saling menyayangi (Soetjiningsih, 2005).
4) Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain :
a) Pekerjaan/ pendapatan keluarga (orang tua)
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh
kembang anak, karena orangtua dapat menyediakan semua
kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder
(Soetjiningsih, 2005).
b) Pendidikan ayah/ ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting
dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik
maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama
tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga
kesehatan anaknya, atau pendidikannya (Soetjiningsih, 2005).
c) Pengetahuan ibu
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet, dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap terhadap makanan, dan praktik-praktik.
Pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan makanan dan
mempunyai asosiasi positif dengan pengembangan pola-pola
konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi menunjukkan
bahwa apabila pengetahuan ibu tentang nutrisi dan praktik-
praktiknya baik, maka usaha untuk memilih makanan yang bernilai
nutrisi makin meningkat. Ibu rumah tangga yang mempunyai
12

pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi


daripada yang kurang bergizi (Joyomartono, 2005).

2.2 Status Gizi


2.2.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang . Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjaga bila tubuh mengalami kekurangan
satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh
memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek
toksik atau membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang,
maupun status gizi lebih (Almatsier, 2004).
Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ.
Keadaan gizi terlihat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi
dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari
tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, 2002).
Status gizi seseorang dinilai dengan mengumpulkan informasi mengenai
pasien dari beberapa sumber. Skrinning nutrisi, riwayat kesehatan pasien, temuan
pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium dapat digunakan sebagai informasi
untuk menentukan kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
pasien (A.C Ross, 2014).

2.2.2 Penilaian Status Gizi


Untuk menilai status gizi digunakan dua metode penilaian status gizi, yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat
13

dibagi menjadi empat penilaian, yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia,


dan biofisik. Sedangkan untuk penilaian status gizi secara tidak langsung dapat
dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor
ekologi (Supariasa, 2002).
1. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga,
dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan
zat gizi (Supariasa, 2002).
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa kesehatan seperti angka kematian berdasarkan
umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data
lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan
sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi
masyarakat (Supariasa, 2002).
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan
yang tersedia sangat bergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting
untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar
untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa, 2002).

2. Penilaian Status Gizi Secara Langsung


a. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan
yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini
dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit,
14

mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya
untuk surveiklinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih
zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau
riwayat penyakit (Supariasa, 2002).
b. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji di laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain, darah, urin, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk
mendeteksi kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal
dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang
spesifik (Supariasa, 2002).
c. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penetuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari
jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemic (epidemic of night blindness) (Supariasa, 2002).
d. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002).
1) Pengertian Antropometri
15

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan


dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal
dari tubuh manusia, antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak
dibawah kulit (Supariasa, 2002).
2) Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status
gizi. Kombinasi dari beberapa parameter disebut indeks antropometri
(Supariasa, 2002). Status gizi merupakan bagian dari pertumbuhan anak.
Untuk menilai pertumbuhan fisik anak sering digunakan ukuran-ukuran
antropometri yang dibedakan menjadi dua kelompok yang meliputi:
a) Tergantung umur
i. Umur
Umur merupakan parameter yang sangat penting dalam penentuan
status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyababkan
kesalahan pada interpretasi status gizi. Hasil penimbangan berat
badan dan tinggi badan menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat. Perhitungan umur dihitung
dalam bulan penuh. Ketentuannya 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan
adalah 30 hari (Lestari, 2013).
ii. Berat badan (BB)
Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua
jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan
tubuh, dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator yang
terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh
kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja,
pengukuran obyektif dan dapat diulangi lagi, dapat digunakan
timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak
memerlukan banyak waktu (Soetjiningsih, 2005).
iii. Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan
berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam
16

keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat


badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari
keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka
indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu
cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan
yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa,2002).
iv. Tinggi badan (TB)
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri kedua yang
terpenting. Keistimewaannya adalah bahwa ukuran tinggi badan
pada masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal
dicapai. Walaupun kenaikan tinggi badan ini berfluktuasi, tinggi
badan meningkat pesat pada masa bayi, kemudian melambat, dan
menjadi pesat kembali (pacu tumbuh), selanjutnya melambat lagi
dan akhirnya berhenti pada umur 18-20 tahun. Keuntungan
indikator tinggi badan ini adalah pengukurannya objektif dan dapat
diulang, alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa,
merupakan indikator untuk gangguan pertumbuhan fisik yang
sudah lewat (stunting), sebagai perbandingan terhadap perubahan-
perubahan relatif, seperti terhadap BB dan lingkar lengan atas
(LLA). Disamping itu, dibutuhkan dua macam teknik pengukuran,
pada anak-anak umur kurang dari dua tahun dengan posisi tidur
terlentang (posisi supinasi) dan pada umur lebih dari dua tahun
dengan posisi berdiri. Supinasi umumnya 1 cm lebih panjang
daripada tinggi berdiri pada anak yang sama meski diukur dengan
teknik pengukuran yang baik dan cermat (Soetjiningsih, 2005).
v. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi
badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh
17

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu
yang relatif lama. Indeks TB/U disamping memberikan gambaran
status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status
sosial-ekonomi (Supariasa, 2002).
vi. Lingkar lengan atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) mencerminkan tumbuh kembang
jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh
keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. LLA dapat
dipakai untuk menilai keadaan gizi/ tumbuh kembang pada
kelompok anak prasekolah. Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada
saat lahir menjadi 16 cm pada umur satu tahun. Selanjutnya tidak
banyak berubah selama 1-3 tahun. Keuntungan penggunaan LLA
ini adalah alatnya murah, bisa dibuat sendiri, mudah dibawa, cepat
penggunaannya, dan dapat digunakan oleh tenaga yang tidak
terdidik. Sedangkan kerugiannya adalah LLA hanya untuk
identifikasi anak dengan gangguan gizi/ pertumbuhan yang berat,
sukar menentukan pertengahan LLA tanpa menekan jaringan, dan
hanya untuk anak umur 1-3 tahun, walaupun ada yang mengatakan
dapat untuk anak mulai umur 6 bulan sampai dengan 5 atau 6 tahun
(Soetjiningsih, 2005).
vii. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas (LLA) berkorelasi dengan indeks BB/U
maupun BB/TB. Lingkar lengan atas seperti berat badan
merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat.
Oleh karena itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi
saat ini. Namun, indeks lingkar lengan atas sulit digunakan untuk
melihat pertumbuhan anak. Pada usia dua sampai lima tahun
perubahannya tidak nampak secara nyata, oleh karena itu lingkar
lengan atas banyak digunakan dengan tujuan skrining individu,
tetapi dapat juga digunakan untuk pengukuran status gizi.
Penggunaan lingkar lengan atas sebagai indikator status gizi,
disamping digunakan secara tunggal, juga dalam bentuk kombinasi
18

dengan parameter lainnya seperti LLA/U dan LLA/TB yang sering


disebut Quack Stick (Supariasa, 2002).

viii. Lingkar Kepala


Lingkar kepala mencerminkan volume intrakranial. Dipakai untuk
menaksir pertumbuhan otak. Apabila tidak tumbuh normal maka
kepala akan kecil. Sehingga pada lingkar kepala (LK) yang lebih
kecil dari normal (mikrosefali), menunjukkan adanya retardasi
mental. Sebaliknya kalau ada penyumbatan pada aliran cairan
serebrospinal pada hidrosefalus akan meningkatkan volume kepala,
sehingga LK lebih besar dari normal. Sampai saat ini yang dipakai
sebagai acuan untuk LK ini adalah kurve LK dari Nellhaus yang
diperoleh dari 14 penelitian di dunia, tidak terdapat perbedaan yang
bermakna terhadap suku bangsa, ras, maupun secara geografi.
Sehingga kurva LK Nellhaus (1968) tersebut dapat digunakan juga
di Indonesia (Soetjiningsih, 2005).
b) Tidak tergantung umur
i. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk
mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB
merupakan indeks independen terhadap umur (Supariasa, 2002).
ii. Lingkar lengan atas terhadap tinggi badan (LLA/TB)
Lingkar lengan atas terhadap tinggi badan (LLA/TB) disebut juga
QUAC Stick (Quacker Arm Circumference measuring stick)
(Soetjiningsih, 2005).
3) Klasifikasi Status Gizi
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di lndonesia
adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam
Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku
19

rujukan World Health Organization-National Centre for Health Statistics


(WHO-NCHS). Pada Lokakarya Antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan
baku Harvard. Berdasarkan Semi Lokakarya Antropometri, Ciloto, 1991 telah
direkomendasikan penggunaan baku rujukan WHO-NCHS (Supariasa, 2002).
Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu
a) Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas
b) Gizi baik untuk well nourished
c) Gizi kurang untuk underweight yang mencakup mild dan moderate protein
calorie malnutrition (PCM)
d) Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor
dan kwashiorkor.
Dibawah ini akan diuraikan beberapa klasifikasi yang umum digunakan adalah
sebagai berikut :
a) Klasifikasi Gomez (1956)
Baku yang digunakan oleh Gomez adalah baku rujukan Harvard. Indeks
yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U). Sebagai baku
patokan digunakan persentil 50. Gomez mengklasifikasikan status gizi atau
kekurangan energi protein (KEP) yaitu normal, ringan, sedang dan berat.
Tabel 1.1. Klasifikasi KEP menurut Gomez
Kategori (Derajat KEP) BB/U (%) *)
0= Normal >90%
1= Ringan 75-89%
60-74%
2= Sedang
<60%
3= Berat
*) Baku = persentil 50 Harvard

b) Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust


Penentuan klasifikasi menurut Wellcome Trust dapat dilakukan dengan
mudah. Hal ini dikarenakan tidak memerlukan pemeriksaan klinis maupun
laboratorium. Penentuan dapat dilakukan oleh tenaga medis setelah diberi
latihan yang cukup. Baku yang digunakan adalah baku Harvard.
Tabel 1.2. Klasifikasi status gizi menurut Wellcome Trust
Edema
20

Berat badan % dari


Tidak Ada Ada
baku *)
>60% Gizi Kurang Kwashiorkor
<60% Marasmus Marasmus- Kwashiorkor
*) Baku = persentil 50 Harvard
c) Klasifikasi menurut Waterlow
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis.
Beliau berpendapat bahwa penurunan berat badan terhadap tinggi badan
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting
(kurus-kering). Penurunan yang signifikan menurut umur merupakan akibat
kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat yang ditimbulkan
adalah anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya.
Tabel 1.3. Klasifikasi status gizi menurut Waterlow
Kategori Stunting Wasting
(Tinggi menurut umur) (Berat menurut tinggi)
0 >95% >90%
1 90-95% 80-90%
2 85-89% 70-80%
3 <85% <70%

d) Klasifikasi Jelliffe
Indeks yang digunakan oleh Jelliffe adalah berat badan menurut umur.
Pengkategoriannya adalah kategori I,II,III, dan IV.
Tabel 1.4. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe
Kategori BB/U (% baku)
KEP I 80-90
KEP II 70-80
KEP III 60-70
KEP IV <60

e) Klasifikasi Bengoa
Bengoa mengklasifikasikan KEP menjadi tiga kategori, yaitu KEP I, KEP II,
KEP III. Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur.
21

Tabel 1.5. Klasifikasi KEP menurut Bengoa


Kategori BB/U (% baku)
KEP I 76-90
KEP II 61-75
KEP III Semua penderita dengan edema

f) Klasifikasi status gizi menurut rekomendasi lokakarya antropometri, 1975


serta Puslitbang Gizi, 1978
Dalam rekomendasi tersebut digunakan lima macam indeks yaitu : BB/U,
TB/U, LLA/U, BB/TB dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard.
Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard.
Tabel 1.6. Klasifikasi status gizi menurut rekomendasi lokakarya
antropometri, 1975 serta Puslitbang Gizi, 1978
Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/TB*) LLA/TB
Baik 80-100 95-100 85-100 90-100 85-100
Kurang 60- <80 85- <95 70- <85 70- <90 75- <85
Buruk**) <60 <85 <70 <70 <75
*) garis baku adalah persentil 50 baku Harvard
**) Kategori gizi buruk termasuk marasmus, marasmik-kwashiorkor,
kwashiorkor
g) Klasifikasi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1999
Dalam buku petunjuk teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita
tahun 1999, klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu
gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang, dan gizi buruk. Buku rujukan
yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut
umur.
Tabel 1.7. Klasifikasi Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
Tahun 1999
Kategori Cut of point *)
Gizi lebih >120% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi baik 80%-120% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
22

Gizi sedang 70%-79,9% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983


Gizi kurang 60%-69,9% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi buruk <60% median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
*) Laki-laki dan perempuan sama
h) Klasifikasi cara World Health Organization (WHO)
Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan cara Waterlow.
Indikator yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U. Standar yang
digunakan adalah NCHS (National Centre of Health Statistic, USA).
Tabel 1.8. Klasifikasi menurut cara WHO
BB/TB BB/U TB/U Status Gizi
Normal Rendah Rendah Baik, pernah kurang
Normal Normal Normal Baik
Normal Tinggi Tinggi Jangkung,masih baik
Rendah Rendah Tinggi Buruk
Rendah Rendah Normal Buruk, kurang
Rendah Normal Tinggi Kurang
Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas
Tinggi Tinggi Normal Lebih, tidak obesitas
Tinggi Normal Rendah Lebih,pernah kurang

2.3. Kartu Menuju Sehat


2.3.1. Definisi Kartu Menuju Sehat
Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva
pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan
menurut umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan
gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat.
KMS di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai
sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pemantauan pertumbuhan
adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari:
1. penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat
badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan
berdasarkan hasil penimbangan berat badan
23

2. menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan.


Tindak lanjut hasil pemantauan pertumbuhan biasanya berupa konseling,
pemberian makanan tambahan, pemberian suplementasi gizi dan rujukan.
Pada saat ini pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan utama
Posyandu yang jumlahnya mencapai lebih dari 260 ribu yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
menunjukkan bahwa sebanyak 74.5% (sekitar 15 juta) balita pernah
ditimbang minimal satu kali selama enam bulan terakhir, 60.9%
diantaraanya ditimbang lebih dari 4 kali. Sebanyak 65% (sekitar 12 juta)
balita memiliki KMS.
Bentuk dan pengembangan KMS ditentukan oleh rujukan atau
standar antropometri yang dipakai, tujuan pengembangan KMS serta
sasaran pengguna. KMS di Indonesia telah mengalami tiga kali perubahan.
KMS yang pertama dikembangkan pada tahun 1974 dengan menggunakan
rujukan Harvard. Pada tahun 1990 KMS revisi dengan menggunakan
rujukan WHO-NCHS. Pada tahun 2008, KMS balita direvisi berdasarkan
Standar Antropometri WHO 2005.

2.3.2. Fungsi dan Kegunaan Kartu Menuju Sehat (KMS)


1. Fungsi kartu menuju sehat (KMS)
Fungsi utama KMS ada tiga, yaitu;
a. Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak.
Pada KMS dicantumkan grafik pertumbuhan normal anak, yang dapat
digunakan untuk menentukan apakah seorang anak tumbuh normal,
atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan anak
mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh
normal, kecil risiko anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan.
Sebaliknya bila grafik berat badan tidak sesuai dengan grafik
pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko mengalami gangguan
pertumbuhan.
b. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak.
24

Di dalam KMS dicatat riwayat pelayanan kesehatan dasar anak


terutama berat badan anak, pemberian kapsul vitamin A, pemberian
ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.
c. Sebagai alat edukasi.
Di dalam KMS dicantumkan pesan-pesan dasar perawatan anak
seperti pemberian makanan anak, perawatan anak bila menderita
diare.
2. Kegunaan kartu menuju sehat (KMS)
a. Bagi orang tua balita
Orang tua dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya. Dianjurkan
agar setiap bulan membawa balita ke Posyandu untuk ditimbang.
Apabila ada indikasi gangguan pertumbuan (berat badan tidak naik)
atau kelebihan gizi, orang tua balita dapat melakukan tindakan
perbaikan, seperti memberikan makan lebih banyak atau membawa
anak ke fasilitas kesehatan untuk berobat. Orang tua balita juga dapat
mengetahui apakah anaknya telah mendapat imunisasi tepat waktu dan
lengkap dan mendapatkan kapsul vitamin A secara rutin sesuai dengan
dosis yang dianjurkan.
b. Bagi kader
KMS digunakan untuk mencatat berat badan anak dan pemberian
kapsul vitamin A serta menilai hasil penimbangan. Bila berat badan
tidak naik satu kali kader dapat memberikan penyuluhan tentang
asuhan dan pemberian makanan anak. Bila tidak naik dua kali atau
berat badan berada di bawah garis merah kader perlu merujuk ke
petugas kesehatan terdekat, agar anak mendapatkan pemerikasaan
lebih lanjut. KMS juga digunakan kader untuk memberikan pujian
kepada ibu bila berat badan anaknya naik serta mengingatkan ibu
untuk menimbangkan anaknya di posyandu pada bulan berikutnya.
c. Bagi petugas kesehatan
Petugas dapat menggunakan KMS untuk mengetahui jenis pelayanan
kesehatan yang telah diterima anak, seperti imunisasi dan kapsul
25

vitamin A. Bila anak belum menerima pelayanan maka petugas harus


memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A sesuai dengan jadwalnya.
Petugas kesehatan juga dapat menggerakkan tokoh masyarakat dalam
kegiatan pemantauan pertumbuhan. KMS juga dapat digunakan
sebagai alat edukasi kepada para orangtua balita tentang pertumbuhan
anak, manfaat imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A, cara
pemberian makan, pentingnya ASI eksklusif dan pengasuhan anak.
Petugas dapat menekankan perlunya anak balita ditimbang setiap
bulan untuk memantau pertumbuhannya.
2.3.3. Tampilan KMS
KMS-Balita dibedakan antara KMS anak laki-laki dengan KMS anak
perempuan. KMS untuk anak laki-laki berwarna dasar biru dan terdapat tulisan
“Untuk Laki- Laki”. KMS anak perempuan berwarna dasar merah muda dan
terdapat tulisan “Untuk Perempuan”. KMS terdiri dari satu lembar (dua halaman)
dengan lima bagian didalamnya sebagai berikut.

Gambar 1. KMS Anak Laki-laki


26

Gambar 2. KMS Anak Perempuan

2.3.4. Langkah-Langkah Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)


Langkah-langkah pengisian KMS adalah sebagai berikut;
1. Memilih KMS sesuai jenis kelamin.
KMS Anak Laki-Laki untuk anak laki-laki dan KMS Anak Perempuan
untuk anak perempuan.
2. Mengisi identitas anak dan orang tua pada halaman muka KMS.
Tuliskan data identitas anak pada halaman 2 bagian 5: Identitas anak.
3. Mengisi bulan lahir dan bulan penimbangan anak
27

a. Tulis bulan lahir anak pada kolom umur 0 (nol) bulan.


b. Tulis semua kolom bulan penimbangan berikutnya secara berurutan.
c. Apabila anak tidak diketahui tanggal kelahirannya, tanyakan
perkiraan umur anak tersebut.
d. Tulis bulan saat penimbangan pada kolom sesuai umurnya.
e. Tulis semua kolom bulan penimbangan berikutnya secara berurutan.
4. Meletakkan titik berat badan dan membuat garis pertumbuhan anak
a. Letakkan (plot) titik berat badan hasil penimbangan.
1) Tulis berat badan di bawah kolom bulan saat penimbangan
2) Letakkan titik berat badan pada titik temu garis tegak (umur) dan
garis datar (berat badan).
b. Hubungkan titik berat badan bulan ini dengan bulan lalu.
1) Jika bulan sebelumnya anak ditimbang, hubungkan titik berat
badan bulan lalu dengan bulan ini dalam bentuk garis lurus.
2) Jika anak bulan lalu tidak ditimbang, maka garis pertumbuhan
tidak dapat dihubungkan.
5. Mencatat setiap kejadian yang dialami anak
6. Menentukan status pertumbuhan anak
Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan dua cara yaitu
dengan menilai garis pertumbuhannya, atau dengan menghitung
kenaikan berat badan anak dibandingkan dengan Kenaikan Berat Badan
Minimum (KBM).
Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan adalah seperti tertera
sebagai berikut:

7. Mengisi catatan pemberian imunisasi bayi.


28

8. Mengisi catatan pemberian kapsul vitamin A .


9. Isi kolom Pemberian ASI Eksklusif
Beri tanda (√) bila pada bulan tersebut bayi masih diberi ASI saja, tanpa
makanan dan minuman lain. Bila diberi makanan lain selain ASI, bulan
tersebut dan bulan berikutnya diisi dengan tanda (-).

2.3.5. Tindak Lanjut Hasil Penimbangan


Tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian pertumbuhan balita adalah
sebagai berikut:
1. Berat badan naik (N):
a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke Posyandu.
b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan
anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana.
c. Anjurkan kepada ibu untuk mempertahankan kondisi anak dan berikan
nasihat tentang pemberian makan anak sesuai golongan umurnya.
d. Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.
2. Berat badan tidak naik satu kali
a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke Posyandu.
b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan
anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana.
c. Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas,
rewel, dll) dan kebiasaan makan anak.
d. Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak
naik tanpa menyalahkan ibu.
e. Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak
sesuai golongan umurnya.
f. Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.
3. Berat badan tidak naik 2 kali atau berada di Bawah Garis Merah (BGM)
a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke Posyandu
dan anjurkan untuk datang kembali bulan berikutnya.
29

b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan


anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana.
c. Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas,
rewel, dll) dan kebiasaan makan anak.
d. Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak
naik tanpa menyalahkan ibu.
e. Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak
sesuai golongan umurnya.
f. Rujuk anak ke Puskesmas/ Pustu/ Poskesdes.

2.4. Layanan Posyandu


2.4.1. Pengertian Posyandu
Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu merupakan salah satu bentuk Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBDM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
(Kemenkes, 2011).
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), adalah suatu tempat pelayan dalam
wilayah kerja tertentu dengan kegiatan terpadu, yang bersifat dari oleh dan untuk
masyarakat secara terpadu dengan program-program dari instansi terkait untuk
mencapai tujuan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (KKBS) (Kemenkes, 2011).
Menurut Efendi (1998) Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih
teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis
dalam pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu adalah pusat
kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.
Poyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola
30

dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari
petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS.
Dari beberapa pengertian Posyandu diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Posyandu merupakan, suatu bentuk layanan terpadu yang
diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan program-program kerja dari
instansi terkait untuk kemudahan memperoleh layanan kesehatan dasar,
penurunan angka kematian ibu dan anak dan untuk pencapaian Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (KKBS).
Posyandu terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial dasar keluarga
dalam aspek pemantauan tumbuh kembang anak. Pelaksanaannya dilakukan
secara koordinatif dan integratif serta saling memperkuat antar kegiatan dan
program untuk kelangsungan pelayanan di Posyandu sesuai dengan situasi atau
kebutuhan lokal serta tetap memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat.

2.4.2. Tujuan Posyandu


Posyandu bertujuan untuk pendekatan dan pemerataan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus, yang akan dijejelaskan sebagai berikut (Kemenkes, 2011):
1. Tujuan Umum
Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di
Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI,
AKB dan AKABA.
b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu,
terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
31

Dari uraian di atas diharapkan dengan adanya Posyandu, kesehatan ibu dan
anak dapat terpantau sehingga tingkat angka kematian ibu dan bayi menurun.
2.4.3. Sasaran Posyandu
Posyandu merupakan program pemerintah di bidang kesehatan, sehingga
semua anggota masyarakat dapat memanfaatkan Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu). Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat/ keluarga, yang menjadi
sasaran utamanya adalah bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, dan
Pasangan Usia Subur (PUS) (Kemekes, 2011):

2.4.4. Fungsi Posyandu


Posyandu berfungsi sebagai pemberdayaan masyarakat untuk
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk penurunan
Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Anak Balita.
Yang dijelaskan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan
keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan sesama masyarakat
dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu, Angka
Kematian Bayi dan Angka Kematian Anak Balita.
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar,
terutama berkaitan dengan penurunan Angka Kematian Ibu, Angka
Kematian Bayi dan Angka Kematian Anak Balita. Program Posyandu
ditujukan untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan dan kesehatan ibu
dan anak, sehingga Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan
Angka Kematian Anak Balita dapat dicegah dan ditangani lebih dini
oleh pemerintah.

2.4.5. Manfaat Posyandu


Posyandu tidak hanya bermanfaat untuk masyarakat saja tetapi juga untuk
kader, tokoh masyarakat, dan Puskesmas. Yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat
32

a. Mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan informasi dan


pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan
AKI, AKB dan AKABA.
b. Memperoleh layanan secara profesional dalam pemecahan masalah
kesehatan terutama terkait dengan kesehatan ibu dan akak.
c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu
dan pelayanan sosial sektor lain.
2. Bagi kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat
a. Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan
yang terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
b. Dapat pewujutkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat
menyelesaikan masalah terkait dengan penurunan AKI, AKB dan
AKABA.

3. Bagi Puskesmas
a. Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, pusat pelayanan ksesehatan perorangan primer dan
pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer.
b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.
c. Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat.

2.4.6. Kegiatan Posyandu


Kegiatan di Posyandu pada umumnya melipuli pemantauan tumbuh
kembang balita, pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti imunisasi untuk
pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan keluarga berencana (KB),
penyuluhan dan konseling atau rujukan konseling jika diperlukan (Kemenkes,
2011).
1. Kegiatan utama (Panca Krida Posyandu)
33

a. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


1) Ibu hamil
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil, penimbanagn
berat badan dan pengukuran tinggi badan, pengukuran tekanan
darah, pemantauan nilai status gizi (pengukuran lingkar lengan
atas) pemberian tablet besi, pemberian imunisasi Tetanus Toksoid,
pemeriksaan tinggi fundus uteri, temu wicara (konseling) termasuk
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta
KB pasca pesalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dibantu
oleh kader. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas.
2) Ibu Nifas dan Menyusui
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui
mencakup:
a) Penyuluhan/konseling kesehatan, KB paska persalinan, Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), ASI eksklusif dan gizi
b) Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (satu
kapsul segera setelah melahirkan dan satu kapsul lagi 24 jam
setelah pemberian kapsul pertama)
c) Perawatan payudara
d) Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan
payudara, pemeriksaan tinggi fundus uteri (rahim) dan
pemeriksaan luchia oleh petugas kesehatan
3) Bayi dan Anak Balita
Adapun jenis pelayanan yang disediakan untuk bayi dan anak balita
mencakup:
a) Penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan dan
pengukuran lingkar kepala
b) Penentuan status pertumbuhan
c) Penyuluhan dan konseling
34

d) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan


kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila
ditemukan kelainan,segera dirujuk ke Puskesmas
b. Keluarga barencana (KB)
Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diberikan oleh kader adalah
pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga
kesehatan Puskesmas dapat dilakukan pelayanan suntikan KB dan
konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang
menunjang serta tenaga yang terlatih dapat dilakukan pemasangan
IUD dan implant.
a. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan oleh petugas
Puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikandisesuaikan dengan
program terhadap bayi dan ibu hamil.

b. Gizi
Pelayanan gizi diposyandu dilakukan oleh kader. Jenis palayanan yang
diberikan mekiputi penimbangan berat badan badan, deteksi dini
gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, pemberian
makanan tambahan (PMT) lokal, suplementasi vitamin A dan tablet
Fe. Apabila ditemukan ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK), balita
yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau berada di
bawah garis merah (BGM), kader wajib segera melakukan rujukan ke
Puskesmas atau Poskesdes.
c. Pencegahan Diare
Pencegahan diare di Posyandu dilakukan dengan penyuluhan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di Posyandu
dilakukan melalui pemberian oralit. Apabila diperlukan penanganan
lebih lanjut akan diberikan obat Zinc oleh petugas kesehatan.
2. Kegiatan pengembangan/ tambahan
35

Masyarakat dapat menambahkan kegiatan posyandu dengan


kegiatan baru, disamping lima kegiatan utama yang telah ditetapkan.
Kegiatan baru tersebut misalnya: perbaikan kesehatan lingkungan,
pengendalian penyakit menular, dan berbagai program pembangunan
masyarakat lainnya. Posyandu yang seperti ini disebut dengan posyandu
terintegrasi.
Penambahan kegiatan baru sebaiknya dilakukan apabila lima
kegiatan utama telah dilakukan dengan baik dalam arti cakupannya diatas
50% serta tersedia sumber daya yang mendukung. Pada saat ini telah
dikenal beberapa kegiatan tambahan Posyandu yang telah dilaksanakan
antara lain:
a. Bina Keluarga Balita (BKB).
b. Kelas ibu hamil dan balita
c. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar
Biasa (KLB), misalnya: ISPA, DBD, gizi buruk, Polio, Campak,
Difteri, Pertusis, Tetanus Neonatorum.
d. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (POS PAUD).
e. Usaha Kesehatan Gizi Masyarakat Desa (UKGMD).
f. Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman.
g. Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan
pekarangan, melalui Tanaman Obat Keluarga (TOGA).
h. Kegiatan ekonomi produktif, seperti: Usaha Peningkatan Penghasilan
Keluarga (UP2K), usaha simpan pinjam.
i. Tabungan ibu bersalin dan tabungan madyarakat
j. Kesehatan lanjut usia melalui Bina Keluarga Lansia (BKL)
k. Kesehatan reproduksi remaja
l. Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang
masalah kesejahteraan sosial.
3. Sistem Lima Meja
a. Meja 1
1) Pendaftaran
36

2) Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia
subur
b. Meja 2
Penimbangan balia dan ibu hamil
c. Meja 3
Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)
d. Meja 4
1) Pengukuran berat badan anak yang naik atau tidak naik, ibu hamil
dengan resiko tinggi, Pasangan Usia Subur (PUS) yang belum
mengikuti Keluarga Berencana (KB).
2) Penyuluhan kesehatan
3) Pelayanan TMT, oralit, Vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan,
kondom.
e. Meja 5
1) Pemberian imunisasi
2) Pemeriksaan kehamilan
3) Pemariksaan kesehatan dan pengobatan
4) Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan
Untuk meja 1-4 dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja 5
dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya: dokter, bidan, perawat,
juru imunisasi den sebagainya (Efendi, 1998:270).
4. Penyuluhan
Penyuluhan adalah penyampaian informasi dari sumber informasi kepada
seseorang atau sekelompok orang mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan suatu program. Di posyandu penyuluhan yang diberikan biasanya
berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak (KemenKes, 2011).

2.4.7. Kader Posyandu


Kader adalah warga masyarakat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat
dan dapat bekerja secara sukarela. Anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan
37

memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu (Kementrian


Kesehatan RI, 2011:19).
Tabel 2.1 Tugas kader
Langkah Kegiatan Pelaksana
Pertama Pendaftaran Kader
Kedua Penimbangan Kader
Ketiga Pengisian KMS Kader
Keempat Penyuluhan Kader
Kelima Pelayanan kesehatan Kader atau kader bersama petugas kesehatan

2.4.8. Lokasi Posyandu


Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat. Lokasi posyandu
ditentukan sendiri oleh masyarakat. Posyandu berada di setiap desa atau kelurahan
atau sebutan lainnya yang sesuai. Bila diperlukan dan memiliki kemampuan,
dimungkinkan untuk didirikan di RW, dusun atau sebutan lainnya yang sesuai
(Efendi, 1998).

2.4.9. Tingkat Perkembangan Posyandu


Perkembangan masing-masing Posyandu tidak sama. Dengan demikian,
pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Untuk
mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, telah dikembangkan metode dan
alat telaahan perkembangan Posyandu, yang dikenal dengan nama telaah
kemandirian Posyandu. Tujuan telaah adalah untuk mengetahui tingkat
perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan atas empat tingkat sebagai
berikut (Kemenkes RI, 2011):
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai
oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta
jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari lima orang. Penyebab
tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping karena
jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya
masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat
adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.
38

2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan
utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat
dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan
dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta
lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya
lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta
telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola
oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50%
KK di wilayah kerja Posyandu.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya
lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta
telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola
oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat
pembinaan termasuk pembinaan program dana sehat, sehingga terjamin
kesinambungan.

Tabel 2.2 Indikator Tingkat Perkembangan Posyandu


No Indikator Pratama Madya Purnama Mandiri
1. Frekuensi penimbangan <8 >8 >8 >8
2. Perata kader tugas <5 ≥5 ≥5 ≥5
3. Perata cakupan D/S <50% <50% ≥50% ≥50%
39

4. Cakupan kumulatif KIA <50% <50% ≥50% ≥50%


5. Cakupan kumulatif imunisasi <50% <50% ≥50% ≥50%
6. Cakupan kumulatif KB <50% <50% ≥50% ≥50%
7. Program tambahan - - + +
8. Cakupan dana sehat <50% <50% <50% ≥50%
Sumber : Kementerian kesehatan RI, 2011

Dapat dilihat jika tingkat perkembangan setiap Posyandu berbeda-beda,


maka program-program yang adapun juga berbeda. Dengan demikian, pembinaan
yang dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Dan jenis indikator
yang digunakan untuk setiap program disesuaikan dengan priortas program
tersebut.

2.4.10. Pengelolaan Posyandu


Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan digerakan oleh kader
posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Berikut
teknis pengelolaan posyandu yang dilakukan oleh kader dan petugas terkait:
1. Persiapan dan pelaksanaan kegiatan Posyandu
a. Persiapan pelaksanaan Posyandu (H-1)
Sebelum pelaksanaan posyandu, kader memastikan sasaran seperti
jumlah bayi baru lahir, bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu
nifas, PUS (Pasangan Usia Subur) (KemenKes RI, 2011).
1) Menyebarluaskan hari buka posyandu
Penyebarluasan hari buka posyandu dilakukan melalui pertemuan
warga setempat (majelis tak’lim, pertemuan keagamaan lainnya,
arisan, rapat kegiatan PKK). Kader dapat mengajak sasaran untuk
datang ke posyandu dengan bantuan tokoh masyarakat atau tokoh
agama setempat. Fasilitas umum seperti sarana ibadah dapat
dijadikan sarana untuk menyebarluaskan informasi hari buka
posyandu.
2) Mempersiapkan tempat pelaksanaan posyandu
40

Persiapan di dalam ruangan atau bisa juga di luar ruangan,


membersihkan tempat pelaksanaan posyandu dan penataan sarana
dan prasarana kegiatan posyandu.
3) Mempersiapkan sarana posyandu
Kebutuhan sarana berupa KMS/buku KIA, alat timbang (dacin,
dan sarung, pita LILA, timbangan, meteran), obat gizi (kapsul
Vitamin A, tablet tambah darah, oralit), alat bantu penyuluhan,
buku pencataan dan pelaporan.
4) Melakukan pembagian tugas antar kader
Pembagian tugas dilakukan sesuai langkah kegiatan yang
dilakukan di posyandu pendaftaran, penimbangan, pencatatan,
penyuluhan, dan pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader.
5) Kader berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas
lainnya
Sebelum pelaksanaan kegiatan di posyandu, kader berkoordinasi
dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya terkait dengan
sasaran, tindak lanjut dari kegiatan posyandu sebelumnya, dan
rencana kegiatan berikutnya.
6) Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan
Kader membuat PMT penyuluhan dengan bahan makanan yang
diperoleh dari daerah setempat, beraneka ragam dan bergizi.
b. Pelaksanan Posyandu
1) Pendaftaran
a) Pendaftaran balita
Balita didaftarkan dalam pencataan balita. Kemudian kader
meminta KMS pada ibu, selanjutnya ibu dipersiapkan
membawa balita menuju ke tempat penimbangan.
b) Pendaftaran ibu hamil
Ibu hamil didaftar dalam formulir catatn untuk ibu hamil,
kemudian dipersilahkan menuju ke tempat penimbangan dan
pengukuran LILA.
41

c) Pendaftaran PUS (Pasangan Usia Subur)


PUS didaftar dalam formulir cattan dan namanya ditulis di
secarik kertas, kemudian dipersilahkan langsung menuju
ketempat penyuluhan, dilanjutkan dengan penapisan status
imunisasi TT oleh petugas kesehatan.
2) Penimbangan
a) Mempersiapkan dacin atau timbnagan
b) Menimbang balita
c) Pengukuran tinggi badan
d) Pengukuran lingkar kepala
e) Pengukuran LILA (Lingkar Lengan Atas) pada balita, ibu
hamil dan WUS (Wanita Usia Subur)
3) Pencatatan
a) Balita
Pada penimbangan pertama, mengisi kolom identitas yang
tersedia pada KMS, memindah hasil penimbangan dari secarik
kertas ke KMS kemudian meletakkan titik berat badan dan
buat garis pertumbuhan anak.
b) Ibu hamil
Hasil penimnamgan berat badan dan pengukuran LILA dicatat
dalam buku KIA dan register ibu hamil.
c) PUS/WUS
Hasil pengukuran LILA pada WUS dicatat dalam register
PUS/WUS.
4) Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan untuk perorangan dan dapat diperkaya
dengan penyuluhan kelompok.
5) Pelayanan kesehatan dan KB
Pelayan kesehatan dilakukan oleh kader dengan pemberian
Vitamin A pada ibu nifas, bayi dan balita, pemberian tablet
42

tambah darah pada ibu hamil, pemerian penyuluhan PMT.


Sedangkan untuk layanan KB dilakukan oleh petugas kesehatan
c. Kegiatan di luar hari buka Posyandu (H +)
1) Kader melakukan kunjungan pada balita yang tidah hadir pada
penimbngan, gizi kurang, gizi buruk rawat jalan
2) Menggerakkan masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan
posyandu termasuk penggalangan dana
3) Memfasilitasi masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk
meningkatkan gizi keluarga
4) Membantu petugas dalam pendataan, penyuluhan dan peragaan
keterampilan dalam upaya peningkatan peran serta masyarakat.

2. Pembiayaan Posyandu
Sumber pembiayaan posyandu berasal dari berbagai sumber,
pertama sumber biaya posyandu berasal dari masyrakat antara lain dari
iuran pengguna/pengunjung posyandu, iuran masyarakat umum dalam
bentuk dana sehat, sumbangan/donator dari perorangan atau kelompok
masyarakat. Kedua, sumber dana posyandu berasal dari swasta/dana
usaha misalnya dengan menjadikan posyandu sebagai anak angkat
perusahaan. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana, sarana,
prasarana, atau tenaga sebagai sukarelawan posyandu. Ketiga, sumber
dana posyandu berasal dari hasil usaha yang dilakukan oleh pengurus dan
kader posyandu misalnya dengan kelompok usaha bersama, hasil
penjualan PMT.
Pemanfaatan dan pengelolaan dana yang dilakukan oleh kader
dan petugas terkait digunakan untuk membiayai kegiatan posyandu
dalam bentuk biaya operasional posyandu, biaya penyediaan PMT,
pengganti biaya perjalanan kader, modal usaha, dan bantuan biaya
rujukan bagi yang membutuhkan (Kemenkes RI, 2011).
3. Pelaporan kegiatan Posyandu
43

Pada dasarnya kader Posyandu tidak wajib melaporkan hasil


kegiatan Posyandu pada Puskesmas ataupun pada sektor terkait lainnya.
Bila Puskesmas atau sektor terkait lainnya membutuhkan data terkait
dengan berbagai kegiatan Posyandu, Puskesmas atau sektor lainnya harus
mengambilnya langsung ke Posyandu. Untuk itu setiap Puskesmas
menunjuk petugas yang bertanggung jawab untuk pengambilan data hasil
kegiatan Posyandu (Kemenkes RI, 2011).

Anda mungkin juga menyukai