Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi harus efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas, dapat dipahami
sehingga mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan keselamatan pasien. Kesalahan yang
sering terjadi adalah perintah yang diberikan secara lisan, melalui telepon, pelaporan hasil kritis.
Komunikasi efektif adalah dasar saling pengertian, salah langkah, salah prosedur tindakan dan
berdampak terhadap pasien. Dokter dan petugas kesehatan lainnya membutuhkan kemampuan
berkomunikasi baik sebab profesi ini bekerja pada manusia yang mempunyai kebutuhan yang
peka. Petugas kesehatan tidak bisa bekerja dengan baik bila tidak berkomunikasi dengan baik.
Komunikasi yang tidak baik menyebabkan ketidakpuasan pasien dan keluarga sehingga
timbul masalah tuntutan, medikolegal dan etika.
Komunikasi itu penting untuk semua aspek kehidupan, mulai dari bayi sampai usia lanjut
dengan cara dan metoda saja yang berbeda. Komunikasi efektif adalah dasar saling pengertian
dan kepercayaan. Kesalahan komunikasi menyebabkan salah pengertian, salah langkah salah
prosedur tindakan dan berdampak terhadap pasien. Dokter dan petugas kesehatan lainnya
membutuhkan kemampuan berkomunikasi baik sebab profesi ini bekerja pada manusia yang
mempunyai kebutuhan yang peka. Petugas kesehatan tidak bisa berkerja dengan baik bila
tidak berkomunikasi dengan baik. Komunikasi buruk menyebabkan ketidakpuasan pasien dan
keluarga sehingga timbul masalah tuntutan, medikolegal dan etika.
Keuntungan komunikasi efektif menciptakan hubungan kerja yang baik, meningkatkan
kepuasan (kesenangan) pasien, memberikan pemahaman pasien terhadap penyakitnya dan
manajemen terhadap penyakitnya sehingga penderita lebih mentaati pengobatan dan
perawatannya.

B. Definisi
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu tata cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi
(Komaruddin 1994: Schermerhorn, Hunt dan Osborn 1994).
Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien di tempat praktik
diartikan tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter bersama pasien pada
setiap langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk mencapai tahap tersebut, diperlukan
berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, verbal-non verbal), menjadi
pendengar yang baik, adaya penghambat proses komunikasi, pemilihan alat penyampaian pesan
atau informasi yang tepat
Secara praktis, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (message,dalam bentuk ide,
pikiran, informasi) dari seseorang atau dari satu pihak (pengirim pesan, sender) kepada

Pedoman Komunikasi Efektif Page 1


orang lain atau kepada pihak lain (penerima pesan, receiver) dengan menggunakan cara-cara
tertentu.
Pesan (ide, pikiran, informasi) yang ingin disampaikan tersebut, harus sampai kepada dan
diterima oleh penerima, dan dimengerti maksudnya oleh penerima. Dimengertinya pesan
oleh penerima harus di ujicoba apakah sesuai dengan yang dimaksudkan oleh pengirim pesan.
Komunikasi Efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude
change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Dimengertinya pesan oleh penerima sesuai
dengan maksud pengirim pesan, secara praktis dapat diartikan bahwa komunikasi yang
dilakukan telah efektif.
Komunikasi efektif dalam pelayanan pasien merupakan komunikasi antar tenaga kesehatan
yang dilakukan, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat dipahami oleh penerima,
sehingga dapat mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan untuk keselamatan pasien.
C. Maksud dan Tujuan
1. Meningkatkan keselamatan pasien
2. Sebagai acuan dalam pelaksanaan komunikasi secara lisan dan melalui telepon
terutama yang berhubungan dengan pasien
3. Mengurangi kesalahan yang terjadi saat pelaporan hasil pemeriksaan klinis maupun
penunjang, yang bersifat darurat atau critical

Pedoman Komunikasi Efektif Page 2


BAB II
RUANG LINGKUP

Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan professional kesehatan. Tanpa


adanya komunikasi sesuatu bisa dipersepsikan dan diinterpretasikan berbeda dengan yang
seharusnya. Apalagi orang yang berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan) mempunyai
pengetahuan dan pemahaman serta prior knowledge yang tidak sama dengan tenaga
kesehatan.

A. Komunikasi efektif di lingkungan Rumah Sakit


Komunikasi yang sering digunakan di rumah sakit adalah komunikasi
verbal.Komunikasi yang efektif kepada pasien harus disampaikan dengan bahasa yang
sesederhana mungkin, mudah dipahami, tidak menggunakan istilah medis yang tidak dipahami
oleh pasien dan disampaikan secara langsung. Akan tetapi, bukan berarti komunikasi non
verbal dikesampingkan karena justru penggunaan komunikasi non verbal sangat berperan
penting. Isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal yang disampaikan oleh
tenaga kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasiennya.
Komunikasi yang efektif di dalam rumah sakit adalah merupakan suatu issue/persoalan
kepemimpinan. Jadi, pimpinan rumah sakit memahami dinamika komunikasi antar anggota
kelompok profesional, dan antara kelompok profesi, unit stuktural; antara kelompok
profesional dan non profesional; anatara kelompok profesional kesehatan dengan manajemen;
antara profesional kesehatan keluarga; serta dengan pihak luar rumah sakit, sebagai contoh.
Pimpinan rumah sakit bukan hanya menyusun parameter dari komunikasi efektif, tetapi juga
berperan sebagai panutan (role model) dengan mengkomunikasikan secara efektif misi,
strategi, rencana dan informasi lain yang relevan. Pimpinan memberi perhatian terhadap
akurasi dan ketepatan waktu informasi dalam rumah sakit.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami oleh
resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan atau tertulis.Komunikasi yang paling
mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan
melalui telepon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah
terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis
menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera / cito.
Profesional kesehatan seharusnya mempunyai kemampuan yang cukup untuk berkomunikasi
dengan keluarga pasien. Hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya miskomunikasi akibat
dari mispersepsi yang berdampak terhadap pelayanan rumah sakit. Dampak tersebut tidak
hanya dari segi material tapi juga citra pelayanan rumah sakit semakin menurun.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), komunikasi efektif dokter pasien adalah
pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan

Pedoman Komunikasi Efektif Page 3


tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka
membangun kerjasama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara
verbal dan non verbal akan menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya,
peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternative untuk
mengatasi permasalahnnya (KKI, 2006).
Tenaga kesehatan harus memperhatikan hak pasien termasuk hak menerima informasi secara
jelas sehingga pasien dan keluarganya akan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.
Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka
akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas
mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman
buruknya.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus
menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan komunikasi
terhadap pelanggan dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang
budaya sehingga keluhan negative terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Bentuk-bentuk komunikasi adalah:

1. Komunikasi dapat bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi).


Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit adalah :
a. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, public area,
leaflet, lisan oleh frontliner.
b. Pelayanan yang tersedia.
c. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front office,
IGD, semua titik-titik unit frontliner.
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui custumer service, admission, website.

2. Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit dan
masyarakat adalah
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari.
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya
pasca dari rumah sakit.
e. Edukasi tentang gizi.
Menurut Konsil kedokteran Indonesia (2006), keterampilanmberkomunikasi berlandaskan empat

Pedoman Komunikasi Efektif Page 4


unsur yang merupakan intikomunikasi:
1) Sumber (yang menyampaikan informasi). Siapa dia? Seberapa luas/dalam
pengetahuannya tentang informasi yang disampaikannya?
2) Isi pesan (apa yang disampaikan). Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu
disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
3) Media yang digunakan. Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan dilakukan secara
tatap muka atau melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet, vcd, peraga.
4) Penerima (yang diberi informasi). Bagaimana karakternya? Apa kepentingannya?
(langsung, tidak langsung).
Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter sebagai sumber atau
pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya (apa yang dimengerti pasien.
Sejalan dengan keterampilan yang termuat dalam empat unsur ditambah umpan balik tersebut,
diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:
1) Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan tertutup dan
kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, parafrase,intonasi.
2) Mendengar, termasuk memotong kalimat.
3) Cara mengamati (observasi), agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan gerak tubuh, raut
muka dan sikap dokter.
Ruang lingkup komunikasi dalam pelayanan kesehatan di Rsia Ibunda Lampung Timur,
meliputi :
1) Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
2) Komunikasi Efektif Perawat-Pasien
3) Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga kesehatan
lainnya
4) Komunikasi Asuhan dan Edukasi

B. Komunikasi Dengan Masyarakat


1. Populasi masyarakat
Untuk daerah sasaran rumah sakit populasi yang ada meliputi masyarakat umum tanpa
mempunyai asuransi, masyarakat dengan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan yaitu peserta ex. Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri),
pasien kesecelakaan dengan menggunakan asuransi Jasa Raharja, dan pasien peserta Asuransi
Kesehatan lain seperti Garda Medika Asuransi, Asuransi Sinarmas dll serta perusahaan-
perusahaan swasta yang bekerjasama (PKS) dalam pelayanan kesehatan bagi karyawan.
C. Strategi
Komunikasi dilakukan melaui radio, banner, spanduk dan komunikasi langsung ke

Pedoman Komunikasi Efektif Page 5


masyarakat dan perusahaan-perusahaan.
D. Isi informasi
Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat di rumah sakit, jam
pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari masyarakat ke rumah sakit termasuk kualitas
pelayanan yang diberikan.

Pedoman Komunikasi Efektif Page 6


BAB III
TATA LAKSANA

A. Pelaksanaan Komunikasi Efektif


1. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupu pasien dapat berperan
sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian.Pasien sebagai
pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian.
Pasien sebagai pengirim pasien, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab
pertanyaab tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai pengirim
pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan
terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dan dilakukan dan tidak
dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga medis bertanggung jawab untuk
memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap pernyataan
pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat
pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahua yang
ada antara dokter dan pasien, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-
benar memahami pesan yang telah disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata
“panas”. Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu
pasien.“ Kalau dia panas, berikan obatnya” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja
berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter.
Dokter perlu mencari cara untuk memastikan siibu mempunyai pemahaman yang sama,
misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara
menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si Ibu diminta memberikan
obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka
tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas” dalam dunia kesehatan, warna yang
berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang berbeda menjadi hal yang sangat vital karena bisa
membedakan intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan
diagnosis maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan
amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai pemberi
pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru dapat dikatakan lengkap ketika
pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan
komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkan)
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan dokter
dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai
tanda dan gejala Ilness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang
dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pegalaman unik,

Pedoman Komunikasi Efektif Page 7


termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya
apa, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998)
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang pasien
maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor- patient relationship),
keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah
kesehatan pasien.
Di Dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh Van Dalen
(2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.

1 3

2 3

 Kotak 1: Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang


dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question by
doctor)
 Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/terstruktur yang
telah disusunnya sendiri (Doctor takes the lead through closed question by the order)
 Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi kedua
belah pihak (Negotiating agenda by both)

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
keyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khusunya menciptakan satu kata tambahan
bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan listening skills
and training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in
Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan.
Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien
b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas terhadap perasaan pasien
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empati
kepada pasien.

2. Komunikasi Efektif Perawat-Pasien


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, komunikasi merupakan salah satu faktor
penting dimana terjadi proses pertukaran informasi secara verbal dalam pertemuan tatap muka
antara perawat dengan pasien. Kemampuan dalam melakukan komunikasi interpersonal yang
efektif akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan.
Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatan perawat selalu menggunakan

Pedoman Komunikasi Efektif Page 8


komunikasi verbal, oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus diperhatikan
dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilaksanakan oleh petugas admisi/registrasi dan perawat untuk mengumpulkan data
pasien yang diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan pada tahap
selanjutnya.
Data pasien diperoleh dari :
1) Wawancara
a) Wawancara Admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dengan tujuan
mendapatkan data umum dan data pasien
b) Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan perawat untuk mendapatkan informasi tentang
keluhan dan riwayat kesehatan pasien serta perjalanan penyakitnya. Tujuan
melakukan wawancara ini adalah untuk mengetahui alasan pasien datang ke
rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan.
c) Wawancara terapetik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan
hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi
masalahnya.Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahui masa lalunya.

Wawancara terapetik banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat, dokter,
psikolog dan psikiater.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan diagnostic
4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan berkomunikasi juga sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien,
oleh karena itu peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapat perhatian.
Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada
waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan
pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan, menerima
dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala
antara lain:
a) Kemampuan bahasa

Pedoman Komunikasi Efektif Page 9


Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien
dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh
terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang
sesuai
b) Ketajaman panca indera
Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium
bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat
menerima pesan komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi
dengan baik. Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada
tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu
informasi medik yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran,
memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak
bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai
bentuk komunikasi non verbal.
c) Kelemahan fungsi kognitif
Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat mempengaruhi
kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam
mengkaji pasien ini perawat harus dapat menilai respon baik secara
verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab
pertanyaan.
d) Gangguan strukturaz
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan
organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses
komunikasi.
b. Tahap Perumusan Diagnosis
Diagnosis dirumuskan atas dasar data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan
masalah yang dialami pasien. Diagnosis keperawatan yang tepat memerlukan sikap
komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
c. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatif rencana
keperawatan yang akan diterapkan, misalnya sebelum memberikan makanan kepada
pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien.
Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar
tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan
secara teratir dan efektif.
d. Tahap pelaksanaan

Pedoman Komunikasi Efektif Page 10


merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Aktifitas ini memerlukan keterampilan komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien.

Pada sat menghadapi pasien perawat perlu:


1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling
percaya saat berkomunikasi
2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat
3) Fokus pada pasien
4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan
5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan informasi
dari pasien. Perawat lebih banyakmendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan
menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat.
6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan
7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien
8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien
9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien.
Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis harus melakukan proses
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan tulis, baca kembali dan
konfirmasi ulang (TBK) yaitu :
1) Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi
seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan,
intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat dan padat.
2) Penerima pesan menulis isi pesan (TULIS)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
menulis pesan yang diberikan secara jelas.
3) Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima pesan
(BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut
kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima
dengan baik.
4) Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi pesan
(KONFIRMASI)
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali oleh
penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang
kurang atau salah.

3. Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan dan tenaga

Pedoman Komunikasi Efektif Page 11


kesehatan lainnya)
Komunikasi efektif antara petugas kesehatan dengan menggunakan SBAR (Situasi,
Background, Assesmen, Rekomendasi) dan TBK (Tulis, Baca, Konfirmasi Ulang) Secara
lebih lengkap, komunikasi efektif akan berlangsung dengan baik apabila:
a. Komunikasi interaktifyang memungkinkan pemberi informasi dan penerima informasi
memperoleh kesempatan untuk saling bertanya
b. Pesan yang disampaikan bersifat terkini (up date), yang berisi tentang perawatan
pasien, pengobatan, pelayanan, kondisi dan perubahan-perubahan yang baru saja dialami
dan yang perlu diantisipasi
c. Dalam proses komunikasi, terjadi proses penulisan kembali (write back), membaca
kembali (read back) dan konfirmasi ulang, kemudian didokumentasi dicatatan
terintegrasi
d. Verifikasi informasi yang diterima dilakukan saat dokter yang memberi perintah
datang ke RS dalam waktu 1x24 jam, jika dokter cuti maka verifikasi akan dilakukan
pada hari berikutnya.
e. Kesempatan bagi penerima informasi untuk melakukan peninjauan kembali data historis
pasien, yang meliputi data perawatan dan terapi sebelumnya
f. Dalam proses komunikasi hand–overs yang efektif, intruksi harus diminimalisasi agar
supaya pesan dapat dilakukan seoptimal mungkin, tanpa terjadi kesalahan.
Situation Tentukan penerima laporan dan nomor yang dihubungi
Kondisi pasien Sebutkan nama penelepon, dari unit mana, Rsia Ibunda
terkini Nama pasien, umur, di unit mana
Tujuan menelepon (pasien baru, hasil pemeriksaan,
perubahan kondisi, keluhan pasien yang harus ditangani
segera)

Pedoman Komunikasi Efektif Page 12


Back ground Informasi Masuk RS dengan keluhan apa? Riwayat penyakit
yang sekarang Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit
berhubungan dengan keluarga Riwayat alergi
kondisi pasien Laboratorium / pemeriksaan penunjang yang sudah
terkini dilakukan
Obat yang dikonsumsi Keadaan umum
Kesadaran dan Tanda vital saat lapor (tensi, nadi, suhu,
RR, sat O2, nyeri)
Pemeriksaan fisik lengkap (Head To Toe) Terapi yang
didapat saat ini

Assessment Problem pada pasien ini? Kemungkinan penyebab


Hasil pengkajian
kondisi pasien
terkini dan masalah
saat ini
Recommendation Apa Usulan (ekstra terapi, pindah ruang, pemeriksaan
yang perlu penunjang, konsul ke dokter lain)
dilakukan untuk Apakah bias dokter dating untuk memeriksa pasien
mengatasi masalah Apakah perlu lapor kembali
pasien saat ini dan
kapan ?

Tehnik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada
prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab tiga pertanyaan, yaitu :
What is it ? (apa yang terjadi), What do you need me to do? (apa yang diharapkan dari perawat
terhadap dokter yang dihubungi), When do Ihave to do it? (kapan dokter harus segera ambil
tindakan). Sebelum seorang perawat/ bidan menghubungi dokter jaga / dokter penanggung
jawab atau dokter jaga menghubungi dokter penanggung jawab, perlu melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, jika perlu pemeriksaan penunjang, mengetahui catatan medis, diagnosa
medis, dan masalah yang dihadapi pasien sehingga dapat melaporkan kondisi pasien secara
lengkap.
Situation. Apa yang ingin ditampilkan dalam situation adalah : apa yang terjadi pada
diri pasien. Keluhan atau tanda klinis yang mendorong untuk dilaporkan, misalnya sesak
nafas, nyeri dada, penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, atau pelaporan hasil
kritis, dsb.
Background. Dalam unsur background, pertanyaan yang harus dijawab adalah latar
belakang klinis apa yang menyebabkan keluhan tersebut. Informasi yang terkandung dalam
Pedoman Komunikasi Efektif Page 13
unsur background, berupa data terapi yang sudah diberikan, diagnosis pasien dan data klinis
pasien yang mendorong perawat melaporkan pasien tersebut ke dokter. Data klinis pasien
yang dilaporkan dapat berupa data klinis dari kepala sampai ke kaki (head to toe), hasil
pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Tentunya data klinis yang dilaporkan yang
mendukung problem pasien.
Assessment. Assessment atau penilaian lebih difokuskan pada problem yang terjadi
pada pasien, sehingga apabila tidak segera diantisipasi akan menyebabkan kondisi pasien
memburuk.
Recommendation. Perawat menghubungi dokter tentu mempunyai maksud tertentu,
apakah perawat mengharapkan dokter segera datang ke bangsal, atau cukup meminta
pemeriksaan penunjang, terapi yang perlu diberikan saat itu.
Metode komunikasi SBAR, tidak hanya digunakan saat terjadi komunikasi antara perawat
dan dokter, melainkan juga dapat dimanfaatkan pada berbagai situasi, seperti :
1) Situasi kritis atau waktu yang mendesak
2) Apabila diputuskan akan membuat suatu keputusan medis dan setiap petugas
memerlukan konsistensi terhadap rencana tindakan
3) Saat perawat atau dokter jaga menelepon dokter penanggung jawab/konsultasi melalui
telepon
4) Saat serah terima tugas atau transisi baik saat handover antar perawat di ruangan atau
handover antar perawat saat memindah pasien
5) Apabila petugas membutuhkan kejelasan informasi
6) Beberapa hal harus ada dalam komunikasi petugas kesehatan:
d) Status pasien: asuhan, ketaatan, rencana keperawatan, catatan terintegrasi
e) SBAR dan TBK
f) Ronde

4. Komunikasi dengan masyarakat


a. Komunikasi dengan menggunakan media
1) Spanduk
a) Spanduk himbauan kesehatan yang berkaitan dengan peringatan hari-hari besar
nasional dan internasional, seperti : Peringatan hari kesehata, hari anak
nasional, HIV AIDS sedunia dll
b) Spanduk pelayanan rumah sakit
c) Spanduk kegiatan – kegiatan social
2) Standing Bunner
Bunner himbauan kesehatan
3) Baliho
Baliho tentang pelayanan rumah sakit
4) Sign Box dan Neon Box

Pedoman Komunikasi Efektif Page 14


a) Pelayanan UGD 24 Jam
b) Jadwal Poli Spesialis
c) Neon Box Pelayanan Rumah Sakit
5) Iklan di Radio mengenai pelayanan rumah sakit.
6) Brosur an flayer
a) Brosur tentang pelayanan rumah sakit
b) Flayer Gizi
7) Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit
b. Komunikasi langsung
1) Talkshow dokter umum di Radio
2) Penyuluhan kesehatan dalam safari kesehatan ke masyarakat sekitar/perusahaan
3) Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
4) Seminar kesehatan

5. Komunikasi Asuhan dan Edukasi


Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan
b. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien
a. Komunikasi Informasi Asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasanya dilakukan oleh
petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi:
1) Jam pelayanan
2) Pelayanan yang tersedia
3) Cara mendapatkan pelayanan
4) Sumber alternatif mengenai asuhan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika menerima
pasien:
1) Berdiri ketika pasien dating
2) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“selamat
pagi/siang/sore/malam, saya…(nama))
3) Mempersilahkan pasien duduk
4) Menanyakan nama pasien (Maaf, dengan bapak/ibu?)
5) Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu….(nama))
6) Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah)
7) Menilai suasana lawan bicara
8) Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik, gerak/bahasa tubuh dari

Pedoman Komunikasi Efektif Page 15


pasien)
9) Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
10) Memberikan informasi yang diperlukan pasien
11) Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah mau
dibantu untuk dibuatkan perjanjian
12) Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu
13) Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan
14) Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang
15) Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bisa kami bantu
bpk/ibu?)
16) Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya bpk/ibu. Apa bila
adalagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani penuh cinta kasih)
17) Berdiri ketika pasien pulang

b. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga pasien


Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga
pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses
pengobatan, tindakan, gizi, rehabilitasi medik, manajemen nyeri dan manajemen jatuh yang
telah ditetapkan.
Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi
1) Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi pasien
dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan pasien
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
b) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
c) Hambatan emosional dan motivasi
d) Keterbatasan fisik dan kognitif
e) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
2) Tahap penyampaian informasi
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil
asesmen pasien, yaitu :
a) Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka
proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan edukasinya
b) Jika pasien memiliki ambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka

Pedoman Komunikasi Efektif Page 16


proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan
menggunakan media cetak seperti brosur yang diberikan kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara sekandung)
dan menjelaskannya kepada mereka.
c) Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi)
maka proses komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan
menggunakan media cetak seperti brosur dan menyarankan pasien
untuk membacanya.
3) Tahap Verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan
dan pemahaman edukasi yang diberikan:
a) Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan
senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan
b) Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi dapat
dilakukan dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan
pertanyaan yang sama, yaitu “Apakah Bpk/Ibu bisa memahami materi
edukasi yang kami berikan?”
c) Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah, depresi)
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada
pasien mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi
edukasi yang diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa
melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien
tenang
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien diharapkan komunikasi yang disampaikan
dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari
rumah sakit diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

6. Komunikasi Efektif di Ruang Pendaftaran


Pendaftaran dapat dilakukan oleh pasien melalui 2 (dua) cara, yaitu :
a. Melalui telepon
Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat mendaftar pasien diminta
menyebutkan namadokter yang dituju, nama pasien dan nomor rekam medis oleh petugas
operator. Petugas operator akan mengkonfirmasi apa yang didengarnya untuk input
pendaftaran.
Dalam melakukan konfirmasi, komunikan terkadang menghadapi kesulitan menuliskan
sesuatu informasi sehingga harus menjabarkan hurufnya satu per satu dengan menggunakan
alfabeth, sebagai berikut :

Pedoman Komunikasi Efektif Page 17


Kode Alfabet Internasional (Sumber : Wikipedia)

b. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus
dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk mendaftar.
Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan ke tempat yang sesuai
dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut
dengan 5S (senyum, sambut, sapa, salam, Santun ) oleh petugas pendaftaran. Sambutan
tersebut berupa salam hangat yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di rumah
sakit. Di tempat tersebut, pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai
dengan keperluan yang dituju.

7. Komunikasi Efektif Rawat Jalan


Saat pasien berada di Instalas Rawat Jalan pasien harus melakukan timbang, tensi,
atau ukur tinggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat akan melakukan komunikasi
dengan melakukan 5S (senyum, sambut, sapa, salam , santun ) dan mengarahkan pasien
sesuai dengan dokter/keperluan yang dituju.
Rumah sakit menyediakan ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan yang memerlukan
konsultasi atau ingin mendapatkan informasi. Konsultasi dilayani oleh dokter spesialis, dokter
umum dan bidan.
Konsultasi dapat dilakukan secara individual dan berkelompok. Konsultasi secara
berkelompok contohnya kursus pra persalinan, kursus perawatan bayi dan senam hamil.

Pedoman Komunikasi Efektif Page 18


Ruang konsultasi dilengkapi dengan media komunikasi seperti laptop, LCD dan gambar-
gambar.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang
mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tidak dalam keadaan sakit, sehingga
memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi yang tersedia di
poliklinik. Oleh karena itu di setiap poliklinik, khususnya ruang tunggu, dipasang poster-
poster, disediakan selebaran (leaflet), dipasang televisi dan
VCD/DVD player yang dirancang untuk menayangkan informasi tentang kesehatan. Konsultasi
yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap profesional, menurut Konsil
Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman,
aman, dan percaya yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara
efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal
konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi.

8. Komunikasi Efektif Rawat Inap


Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien sangat ingin mengetahui
seluk-beluk penyakitnya. Sementara pasien dengan penyakit kronis dapat menunjukkan
reaksi yang berbeda-beda seperti apatis, agresif atau menarik diri. Hal ini disebabkan penyakit
kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan serta dampak sosial kepada
penderitanya. Kepada pasien seperti ini, kesabaran dari petugas rumah sakit sangat
diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi pemberdayaan. Beberapa cara
komunikasi pemberdayaan dapat dilakukan melalui konseling sebagai berikut :

a. Konseling di Tempat Tidur


Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap pasien rawat inap
yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan harus terus berbaring.
Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus mendatangi setiap pasien, duduk di
samping tempat tidur pasien tersebut dan melakukan pelayanan konseling.
Dalam melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga dan bila
memungkinkan dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi tentang penyakit pasien
tersebut.

b. Konseling Berkelompok
Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat dilakukan konseling
secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan suatu tempat atau
ruangan untuk berkumpul.
Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap dan
perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada
pasien-pasien.

Pedoman Komunikasi Efektif Page 19


Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media komunikasi
seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk menayangkan gambar atau
film.
Di Rsia Ibunda konseling berkelompok dilakukan melalui senam hamil, kursus prapersalinan dan
kursus perawatan bayi.
Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para penjenguk
(pembesuk).
Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu yang dilengkapi dengan poster
dan leaflet tentang pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi yang menayangakan
berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga diharapkan para penjenguk
memperoleh informasi yang nantinya dapat disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.

9. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien

Prosesnya :
a. Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3) Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah)
4) Keterbatasan fisik dan kognitif.
5) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
b. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
1) Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2) Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
3) Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila
pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical
information.
10. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali

Pedoman Komunikasi Efektif Page 20


eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-
kiraapa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan,
kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan
kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan
dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke
kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi
yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi
pasien, wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani
kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini
dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan
edukasi dan informasi yang benar.

B. Serah Terima Antar Dokter


Serah terima (Handover ) antar dokter dilakukan setiap pergantian shiff, dengan cara : Doker
jaga sebelumnya membacakan laporan jaga dengan tehnik SBAR yaitu:
1. S: Menjelaskan situasi ruangan, dan menjelaskan pasien pasien yang memerlukan
pengawasan khusus
B: Dokter jaga sebelumnya menjelaskanproblem atau masalah yang dialami pasien,
KU, tanda vital dan pemeriksaan penunjang
A: Dokter jaga sebelumnya menjelaskan assesment baru pasien pasien
R: Dokter jaga sebelumnya menjelaskan tindakan dan terapi yang sudah diberikan dan
rencana tindak lanjut yang diusulkan
2. Dokter jaga sebelumnya mengklarifikasi apakah dokter pengganti sudah jelas, jika ada
yang belum jelas maka harus diberikan penjelasan ulang
3. Melakukan Ronde atau kunjungan kepasien untuk melihat kondisi pasien
C. Serah Terima Perawat Antar Shiff
Serah terima antar perawat dilakukan setiap shiff yaitu shiff pagi, siang dan malam.
Sebelum dilakukan serah terima pasien terlebih dahulu perawat menyiapkan rekam medis
pasien dan seluruh informasi penunjang pasien, serah terima meliputi :
1. Dilakukan serah terima obat antara shiff sebelumnya dan shiff berikutnya. Hal-hal

Pedoman Komunikasi Efektif Page 21


yang diserahterimakan antara lain :
a. Kelengkapan obat, jam pemberian, jumlah obat masing masing pasien
b. Jumlah total pasien, dan jumlah pasien masing masing tim
c. Jumlah pasien dengan pengawasan khusus, rencana pasien pulang, adakah
kejadian KTD/KNC. Setelah itu baru dilakukan serah terima masing
masing pasien dengan rekam medisnya dengan menggunakan metode SBAR
2. Perawat berikutnya mencatat hal hal yang penting/khusus tentang pasien dalam
timnya
3. Perawat shiff sebelumnya menanyakan apakah ada hal hal yang belum jelas, jika
belum jelas maka perawat siff sebelumnya harus diberikan penjelasan ulang.
D. Hasil Pemeriksaan Kritis
Hasil pemeriksaan kritis adalah hasil yang harus segera dilaporkan karena
memerlukan tindakan dan pengobatan segera. Hasil pemeriksaan kritis ini didapatkan pada
hasil pemeriksaan laboratorium. Setelah petugas laboratorium memverifikasi hasil dan
termasuk dalam hasil pemeriksaan kritis, maka petugas laboratorium secapatnya menelepon
perawat di ruangan untuk melaporkan hasilnya kepada dokter yang meminta pemeriksaan
tersebut agar ada tindak lanjut dan pengobatan segera.

Pedoman Komunikasi Efektif Page 22


Hasil pemeriksaan kritis laboratorium
1) Kimia darah

No Jenis Pemeriksaan Batas Atas Batas Bawah


1 Amonia - >40 umol/L
2 Amilase - >200 U/L
3 Aterial PCO2 < 20 mmHg >75 mmHg
4 Aterial PH < 7,10 >7,59
5 Aterial PO2 (Dewasa)< 40 mmHg -
Aterial PO2 < 37 mmHg >92 mmHg
(bayibarulahir)

6 Bicarbonat - >20 mg/dl


7 Calsium < 6,5 mg/dl >14 mg/dl
8 CO2 < 11 meq/L >40 meq/L
9 TroponinT - >50 ug/L
10 Clorida - >115 meq/L
11 CK - >3-5 kali batasatas
normal
12 CKMB - >5% atau>10 ug/l
13 Creatinin - >5,0 mg/dl
14 Glukosa < 45 mg/dl >500 mg/dl
15 Glukosa (Bayibarulahir) < 30 mg/dl >300 mg/dl

16 Magnesium < 1 mg/dl >4,7 mg/dl


17 Phosfor < 1,1 mg/dl -
18 Kalium < 2,8 meq/l 6,2 meg/l
19 Kalium (Bayibarulahir) < 2,5 meq/l >8,0 meq/l

20 Natrium < 120 meq/l >160 meq/l


21 Ureum < 2 mg/dl >80 mg/dl
22 Bilirubin total - >12 mg/dl
(dewasa)
Bilirubin total (bayi) - >15 mg/dl

23 Albumin < 1,5 g/dl >15 mg/dl


24 Kreatinin - >10 mg/dl
25 Laktat - >4,0 meq/l

Pedoman Komunikasi Efektif Page 23


2) Cerebrospinal Fluid/ cairanOtak

NO JenisPemeriksaan Batas Atas Batas Bawah


1 Glukosa < 80 % daridarah -
2 Protein total - >45 mg/dl
3 Lekosit - >10 /ul

3) Hematologi

No Jenis Pemeriksaan Batas Atas Batas Bawah


1 Hematokrit < 20 vol % > 60 vol %
2 Hemoglobin < 7,0 g/dl >20 g/dl
3 Trombosit (Dewasa) < 50.000 /ul >1.000.000/ul
4 Trombosit (Anak) < 20.000 /ul >1.000.000/ul
5 APTT - >100 detik
6 PT - >30 detikatau> 3 kali
nilai control
7 Fibrinogen < 100 mg/dl >700 mg/dl
8 Lekosit < 500 /ul >30.000 /ul
9 INR - >3,6
10 MasaPerdarahan - >30 menit
11 Trombin Time - >60 detik
12 Feritin < 10 mg/ml -

4. Hasil pemeriksaan kritis radiologi

Regio Diagnosa
CNS Perdarahan serebrum signifikan Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subdural akut Perdarahan epidural
Sindroma herniasi Stroke akut
Infeksi intracranial/ emfiema

Leher Airway compremise (misalnya: epiglotitis)


Diseksi arteri carotis Stenosis carotis kritis

Toraks Tension pneumotoraks/ Pneumotoraks Diseksi aorta


Emboli paru
Ruptur aneurisma atau ancaman ruptur Aneurisma abdomen
Pneumomediastinum Pneumopericardium

Pedoman Komunikasi Efektif Page 24


Abdomen Pneumoperitoneum
Iskemik bowel (pneumomatosis intestinalis) Apendicitis
Pneumobilia Volvulus
Hemoperitoneum masif
Ileus obstruktif letak tinggi/ komplet

Urogenital Kehamilan ektopik Solutio plasenta Plasenta previa Tosio testis


Torsio ovarium

General Kesalahan letak line/tube sinifikan Akut Deep Vein Thrombosis

5. Tata Cara Pelaporan


1) Saat terjadi perubahan kondisi dari pasien yang memerlukan tindakan dan pengobatan
segera atau mendapatkan hasil pemeriksaan kritis, maka petugas di RS wajib
melaporkan kepada dokter penanggung jawab / dokter jaga IGD.
2) Sebelum melaporkan siapkan lebih dahulu dokumen, hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan.
3) Siapkan nomor telpon dokter yang akan dituju
4) Setelah tersambung, laporkan kondisi pasien dengan metode SBAR seperti yang telah
disebutkan di atas
5) Tulis perintah / instruksi dokter
6) Ulang kembali / baca kembali instruksi yang diberikan
7) Konfirmasi ulang oleh dokter pemberi instruksi
8) Dokumentasikan proses tersebut dalam catatan perkembangan pasien terintegrasi
9) Berikan tanda tulis (+), baca (+), konfirmasi (+) jikasudahdilakukan
10) Verifikasi perintah / instruksi yang diberikan dalam 1 x 24 jam dengan tanda tangan
dokter, jika cuti maka verifikasi akan diberikan pada hari berikutnya
11) Jika dokter tidak mau tanda tangan tetapi secara lisan membenarkan instruksinya
maka tulis verifikasi telah dilakukan (+)

Pedoman Komunikasi Efektif Page 25


BAB IV
DOKUMENTASI

A. Standar Prosedur Operasional


SPO yang digunakan di Rsia Ibunda adalah SPO Komunikasi Efektif (SBAR) antara :
1. SPO Komunikasi SBAR
2. SPO Pelaporan Pasien Baru kepada dokter melalui telepon
3. SPO Pelaporan Kondisi terkini Pasien kepada dokter melalui telepon
4. SPO Pelaporan hasil Kritis
5. SPO Serah Terima (Hand Over ) Dokter jaga
6. SPO Serah Terima Perawat antar Shiff

Pedoman Komunikasi Efektif Page 26


BAB V
PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun sebagai acuan dalam menjalankan layanan pasien
yang aman khususnya dalam rangka mencegah kesalahan hasil pelaporan sehingga tidak terjadi
akibat yang fatal dari kesalahan hasil pelaporan .Dengan adanya sistim pelaporan yang benar
maka diharapkan pasien mendapatkan rencana pelayanan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan dengan tepat. Panduan ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu panduan akan
ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan Standar
Akreditasi, baik akreditasi nasional 2018 maupun standar internasional.

Lampung Timur, 27 Februari 2019


Direktur Rsia Ibunda

Dr. Henri. Anton Silitonga, Spog.

Pedoman Komunikasi Efektif Page 27


REFERENSI

Buckman, R. 2001. “Communication in Palliative Care : a practical guide”, in Paliative


Care, vol.19, no 4, pp.989-1003.
Carma, L. Bylund & Gregory Makoul, Patient Education & Counseling 48 (2002) 207-216
Djauzi, S dan Supartondo. 2004. “Komunikasi dan Empati Dalam Hubungan Dokter-
Pasien”Jakarta : Balai Penerbit FK-UI
Konsil Kedokteran Indonesia. 2005. Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien. Jakarta
:KKI.
Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998).Teaching and Learning Communication Skills in
Medicine. Oxon : Radcliffe Medical Press.
PMK No. 1691 ttg Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Silverman, J. Kurtz, S. & Drapper, J. 1998.Skill for Communicating with Patients.Oxon :
Radcliffe Medical Press.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Van thiel, J. Van Dalen, J & Ram, P. 2000.MAAS-Global Manual.Maastricht :Maastricht
University.

Pedoman Komunikasi Efektif Page 28

Anda mungkin juga menyukai