PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi harus efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas, dapat dipahami
sehingga mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan keselamatan pasien. Kesalahan yang
sering terjadi adalah perintah yang diberikan secara lisan, melalui telepon, pelaporan hasil kritis.
Komunikasi efektif adalah dasar saling pengertian, salah langkah, salah prosedur tindakan dan
berdampak terhadap pasien. Dokter dan petugas kesehatan lainnya membutuhkan kemampuan
berkomunikasi baik sebab profesi ini bekerja pada manusia yang mempunyai kebutuhan yang
peka. Petugas kesehatan tidak bisa bekerja dengan baik bila tidak berkomunikasi dengan baik.
Komunikasi yang tidak baik menyebabkan ketidakpuasan pasien dan keluarga sehingga
timbul masalah tuntutan, medikolegal dan etika.
Komunikasi itu penting untuk semua aspek kehidupan, mulai dari bayi sampai usia lanjut
dengan cara dan metoda saja yang berbeda. Komunikasi efektif adalah dasar saling pengertian
dan kepercayaan. Kesalahan komunikasi menyebabkan salah pengertian, salah langkah salah
prosedur tindakan dan berdampak terhadap pasien. Dokter dan petugas kesehatan lainnya
membutuhkan kemampuan berkomunikasi baik sebab profesi ini bekerja pada manusia yang
mempunyai kebutuhan yang peka. Petugas kesehatan tidak bisa berkerja dengan baik bila
tidak berkomunikasi dengan baik. Komunikasi buruk menyebabkan ketidakpuasan pasien dan
keluarga sehingga timbul masalah tuntutan, medikolegal dan etika.
Keuntungan komunikasi efektif menciptakan hubungan kerja yang baik, meningkatkan
kepuasan (kesenangan) pasien, memberikan pemahaman pasien terhadap penyakitnya dan
manajemen terhadap penyakitnya sehingga penderita lebih mentaati pengobatan dan
perawatannya.
B. Definisi
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu tata cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi
(Komaruddin 1994: Schermerhorn, Hunt dan Osborn 1994).
Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien di tempat praktik
diartikan tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter bersama pasien pada
setiap langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk mencapai tahap tersebut, diperlukan
berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, verbal-non verbal), menjadi
pendengar yang baik, adaya penghambat proses komunikasi, pemilihan alat penyampaian pesan
atau informasi yang tepat
Secara praktis, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (message,dalam bentuk ide,
pikiran, informasi) dari seseorang atau dari satu pihak (pengirim pesan, sender) kepada
2. Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit dan
masyarakat adalah
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari.
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya
pasca dari rumah sakit.
e. Edukasi tentang gizi.
Menurut Konsil kedokteran Indonesia (2006), keterampilanmberkomunikasi berlandaskan empat
1 3
2 3
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
keyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khusunya menciptakan satu kata tambahan
bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan listening skills
and training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in
Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan.
Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien
b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas terhadap perasaan pasien
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empati
kepada pasien.
Wawancara terapetik banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat, dokter,
psikolog dan psikiater.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan diagnostic
4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan berkomunikasi juga sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien,
oleh karena itu peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapat perhatian.
Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada
waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan
pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan, menerima
dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala
antara lain:
a) Kemampuan bahasa
Tehnik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada
prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab tiga pertanyaan, yaitu :
What is it ? (apa yang terjadi), What do you need me to do? (apa yang diharapkan dari perawat
terhadap dokter yang dihubungi), When do Ihave to do it? (kapan dokter harus segera ambil
tindakan). Sebelum seorang perawat/ bidan menghubungi dokter jaga / dokter penanggung
jawab atau dokter jaga menghubungi dokter penanggung jawab, perlu melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, jika perlu pemeriksaan penunjang, mengetahui catatan medis, diagnosa
medis, dan masalah yang dihadapi pasien sehingga dapat melaporkan kondisi pasien secara
lengkap.
Situation. Apa yang ingin ditampilkan dalam situation adalah : apa yang terjadi pada
diri pasien. Keluhan atau tanda klinis yang mendorong untuk dilaporkan, misalnya sesak
nafas, nyeri dada, penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, atau pelaporan hasil
kritis, dsb.
Background. Dalam unsur background, pertanyaan yang harus dijawab adalah latar
belakang klinis apa yang menyebabkan keluhan tersebut. Informasi yang terkandung dalam
Pedoman Komunikasi Efektif Page 13
unsur background, berupa data terapi yang sudah diberikan, diagnosis pasien dan data klinis
pasien yang mendorong perawat melaporkan pasien tersebut ke dokter. Data klinis pasien
yang dilaporkan dapat berupa data klinis dari kepala sampai ke kaki (head to toe), hasil
pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Tentunya data klinis yang dilaporkan yang
mendukung problem pasien.
Assessment. Assessment atau penilaian lebih difokuskan pada problem yang terjadi
pada pasien, sehingga apabila tidak segera diantisipasi akan menyebabkan kondisi pasien
memburuk.
Recommendation. Perawat menghubungi dokter tentu mempunyai maksud tertentu,
apakah perawat mengharapkan dokter segera datang ke bangsal, atau cukup meminta
pemeriksaan penunjang, terapi yang perlu diberikan saat itu.
Metode komunikasi SBAR, tidak hanya digunakan saat terjadi komunikasi antara perawat
dan dokter, melainkan juga dapat dimanfaatkan pada berbagai situasi, seperti :
1) Situasi kritis atau waktu yang mendesak
2) Apabila diputuskan akan membuat suatu keputusan medis dan setiap petugas
memerlukan konsistensi terhadap rencana tindakan
3) Saat perawat atau dokter jaga menelepon dokter penanggung jawab/konsultasi melalui
telepon
4) Saat serah terima tugas atau transisi baik saat handover antar perawat di ruangan atau
handover antar perawat saat memindah pasien
5) Apabila petugas membutuhkan kejelasan informasi
6) Beberapa hal harus ada dalam komunikasi petugas kesehatan:
d) Status pasien: asuhan, ketaatan, rencana keperawatan, catatan terintegrasi
e) SBAR dan TBK
f) Ronde
b. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus
dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk mendaftar.
Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan ke tempat yang sesuai
dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut
dengan 5S (senyum, sambut, sapa, salam, Santun ) oleh petugas pendaftaran. Sambutan
tersebut berupa salam hangat yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di rumah
sakit. Di tempat tersebut, pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai
dengan keperluan yang dituju.
b. Konseling Berkelompok
Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat dilakukan konseling
secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan suatu tempat atau
ruangan untuk berkumpul.
Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap dan
perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada
pasien-pasien.
Prosesnya :
a. Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3) Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah)
4) Keterbatasan fisik dan kognitif.
5) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
b. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
1) Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2) Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
3) Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila
pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical
information.
10. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali
3) Hematologi
Regio Diagnosa
CNS Perdarahan serebrum signifikan Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subdural akut Perdarahan epidural
Sindroma herniasi Stroke akut
Infeksi intracranial/ emfiema
Demikianlah panduan ini disusun sebagai acuan dalam menjalankan layanan pasien
yang aman khususnya dalam rangka mencegah kesalahan hasil pelaporan sehingga tidak terjadi
akibat yang fatal dari kesalahan hasil pelaporan .Dengan adanya sistim pelaporan yang benar
maka diharapkan pasien mendapatkan rencana pelayanan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan dengan tepat. Panduan ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu panduan akan
ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan Standar
Akreditasi, baik akreditasi nasional 2018 maupun standar internasional.