PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang
oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi
lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat
memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan
penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya.
Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu
negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan
yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat
adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis
dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga,
seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.
Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang
sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat
mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi
intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi
ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan
tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS
Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang
mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami
1
penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian
saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan
dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan
pemberian cairan elektrolit.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan
berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan
b. Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural
c. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dalam pemenuhan cairan dan
elektrolit
.
D. Metode penulisan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya
manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat.
(koentjoroningrat, 1986)
Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural
yang melekat dalam masyarakat.
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada
perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya.
Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan
keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.
3
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti
dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori
caring, curing adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga
meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi,
struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua,
dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan
bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus di mintakan
bantuan dukun, kiai, dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya
4
tegantung kepada kepercayaan mereka terhadap, penyebab sakit. Beberapa contoh
penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut :
a. Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
5
b. Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan
d. Etnosentris
Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki
individu menganggap budayanya adalah yang terbaik
e. Etnis
Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan
menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim
f. Ras
h. Care
6
i. Caring
j. Culture care
k. Cultural imposition
Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and
Boyle, 1995).
7
Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah
lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang
hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan
sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam
lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku
di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol
yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
8
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain
yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber
protein hewani yang lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise
Model” yaitu:
9
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew
and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
10
6. Faktor ekonomi (economical factors)
11
1) Faktor teknbologi (Technological Factors)
- Persepsi sehat-sakit
- Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
- Alasan mencari bantuan/pertolongan medis
- Alasan memilih pengobatan alternative
- Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi
masalah kesehatan
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)
Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya,meliputi:
- Peraturan dan kebijakan jam berkunjung
- Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu
12
- Cara pembayaran
- Pekerjaan
- Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
- Sumber biaya pengobatan
- Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.
- Patungan antar anggota keluarga
Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu
kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:
1.Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan, intonasi dan kualitas suara, pengucapan
(pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’.
2.Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang ruang
gerak dan pergerakan tubuh.
3.Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu
luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4.Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan
menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang.
5.Kontrol lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan sehat-
sakit.
13
6. Variasi biologis (Biological variation)
Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi
enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan
terhadap penyakit tertentu , kecenderungan pola makan dan
karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.
Komponen-komponenya meliputi:
1. Identitas budaya
2. Ethnohistory
3. Nilai-nilai budaya
4. Hubungan kekeluargaan
5. Kepercayaan agama dan spiritual
6. Kode etik dan moral
7. Pendidikan
8. Politik
9. Status ekonomi dan social
10. Kebiasaan dan gaya hidup
11. Faktor/sifat-sifat bawaan
12. Kecenderungan individu
13. Profesi dan organisasi budaya
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and
Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu :
14
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b. Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
c. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
b. Cultural careaccomodaion/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
15
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
6. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru
yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
klien.
16
BAB III
PEMBAHASAN
Pengertian :
Pemasaangan infus merupakan prosedur pemenuhan kebutuhan cairan
dan elektrolit yang dilakukan bagi klien yang memerlukan cairan
melalui intravena (infus).nutrisi bagi klien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi per oral atau adanya gangguan fungsi
menelan, Tindakan ini dilakukan dengan didahului pemasangan pipa
lambung.
Tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Infus pengobatan dan pemberian nutrisi.
Kebijakan :
Prosedur :
17
4. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga
terisi sebagian dan buka klem selang hingga cairan memenuhi selang
dan udara selang keluar.
5. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan
penginfusan.
6. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10 –
12 cmdiatas tempat penusukan dan anurkan pasien untuk
menggemgam dengan gerakan sirkular (bila sadar).
7. Gunakan sarung tangan steril.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
9. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian
bawah vena dan posisi jarum (abocath) mengarah ke atas.
10. Perhatikan keluarnya darah melalui jaru (abocath/surflo) maka tarik
keluar bagian dalam (jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam
vena.
11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan
bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar
darah tidak keluar. Kemudian bagian infus
dihubungkan/disambungkan dengan selang infus.
12. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan.
13. Lakukan fiksasi dengan kasa steril.
14. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran
jarum.
15. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
16. Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan tipe
jarum infus.
b. Tranfusi Darah
Pengertian :
Tranfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan bagi klien yang
memerlukan darah dan atau produk darah dengan memasukkan darah
melalui vena dengan menggunakan set tranfusi.cairan melalui intravena
(infus).nutrisi bagi klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi
per oral atau adanya gangguan fungsi menelan, Tindakan ini dilakukan
dengan didahului pemasangan pipa lambung.
Tujuan :
1. Meningkatkan volumen darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma,
atau perdarahan).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan
kadar hemoglobin pada klien anemia berat.
18
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misalnya,
faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada
pasien hemofilia).
Kebijakan :
19
o Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan selang terisi NaCl 0,9
%.
o Kantong darah perlahan-lahan dibalik-balik 1 – 2 kali agar sel-selnya
tercampur. Kemudian tusuk kantong darah dan buka klem pada selang
dan filter terisi darah.
10. Cara tranfusi darah dengan selang tunggal:
o Tusuk kantong darah
o Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter
terisi sebagian).
o Buka klem pengatur biarkan selang terisi darah.
11. Hubungkan selang tranfusi ke kateter IV dengan membuka klem
pengataur bawah.
12. Setelah darah masuk, pantau tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit
pertama, dan setiap 15 menit selama 1 jam berikutnya.
13. Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang infus dengan NaCl 0,9 %.
14. Catat tipe, jumlah dan komponen darah yang diberikan.
15. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
20
o Ukur BB tiap hari
- R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti.
o Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine
- R/ Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.
o Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr
- R/ Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.
o Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung
- R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali
akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan
cairan atau elektrolit.
2. Kolaborasi
o Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose
- R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon
pasien individual.
o Berikan Plasma, albumin
- R/ Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam
kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha
rehidrasi yang telah dilakukan.
o Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K
- R/ Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis
osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat
sekresi aldosteron.
- Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine.
Kdaar Kalium absolut tubuh kuran
o Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral
- R/ Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat
dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.
o Berikan Bikarbonat
- R/ Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.
o Pasang selang NG dan lakukan penghisapan
- R/ Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah.
-
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang
difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan
atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai
latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan
transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan
studi perbandingan tentang perbedaan budaya.
1. Manusia
2. Sehat
3. Lingkungan
4. Keperawatan
22
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Prosedur pemenuhan cairan elektrolit
bisa dengan memberikan cairan Infus kepada pasien yang membutuhkan sesuai
hasil pengkajian
B. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/11/01-gdl-tyasindria-514-1-tyasind-4.pdf
https://www.academia.edu/36698336/BAB_I_KONSEP_KOMUNIKASI
Mubarak Iqbal Wahit. Buku Sosiologi Untuk Keperawatn Pengantar Dan Teori.Salemba
Medika.
Ns. Sugeng Mashudi, S.Kep, M.Kes. Sosiologi Keperawatan Konsep Dan Aplikasi. Penerbit
Buku Kedokteran.
24