Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang
oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi
lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat
memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan
penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya.
Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu
negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan
yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat
adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis
dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga,
seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.
Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang
sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat
mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi
intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi
ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan
tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS
Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang
mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami

1
penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian
saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)

B. Rumusan masalah

Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:


Bagaimana bentuk aplikasi transcultural nursing dalam pemenuhan cairan dan elektrolit.

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan
dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan
pemberian cairan elektrolit.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan
berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan
b. Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural
c. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dalam pemenuhan cairan dan
elektrolit
.
D. Metode penulisan

Metode penulisan dalam makalah ini adalah:


BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan
metode penulisan makalah.
BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai teori tentang Perspektif Transkultural dalam
Keperawatan, Asuhan keperawatan pemenuhan cairan dan elektrolit.
BAB 3 Pembahasan prosedur pemenuhan cairan dan elektrolit
BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran mengenai
Dan juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku – buku
dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi makalah.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan

1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan

Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya
manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat.
(koentjoroningrat, 1986)

Wujud-wujud kebudayaan antara lain :

2. Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan


3. Kompleks aktivitas atau tindakan
4. Benda-benda hasil karya manusia

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat


dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan.

Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural
yang melekat dalam masyarakat.

Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai


dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh
klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai
budaya.

Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada
perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya.
Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan
keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.

3
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti
dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori
caring, curing adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga
meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi,
struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

B. Perbedaan pandangan social budaya sebagai seorang pasien

Kebudayaan di Indonesia, beranggapan bahwa menjadi pasien adalah hal yang


tidak mengenakkan, karena harus mengeluarkan biaya mahal, bahkan mendapat bantuan
pun masih mengeluarkan biaya, karena bantuan yang diberikan tidak 100% meringankan
beban pasien. Berikut ini adalah beberapa kebiasaan anggapan orang Indonesia terhadap
adanya rumah sakit:

a. Naturalistik memerangi penyakit ke dokter ke rumah sakit.


b. Personalistik, disebabkan oleh roh-roh jahat, ke dukun dulu

Konsep transcultural nursing yaitu Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan


merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan fungsinya: memberikan asuhan
keperawatan sesuai budaya dengan menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan
tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu
yang mungkin kembali lagi.

Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu:

1. Karna pengaruh gejala alam (panas,dingin) terhadap tubuh manusia.


2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh,guna-guna, setan, dan lain-lain).

Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua,
dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan
bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus di mintakan
bantuan dukun, kiai, dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya

4
tegantung kepada kepercayaan mereka terhadap, penyebab sakit. Beberapa contoh
penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut :

a. Sakit demam dan panas.


Penyebabnya adalah perubahaan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk
angin. Pengobatannya dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang
dingin atau membeli obat influesa.
b. Sakit mencret (diare).
Penyebabnya salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas,
makan udang, ikan, anak meningkat kepandayannya, air susu ibu yang basi, dan
lain-lain.
c. Sakit kejang-kejang.
Masyarakat dahulu umumnya bahwa sakit panas dan kejang-kejang di sebabkan
oleh hamtu.
d. Sakit tampek (campak).
Penyebabnya adalah karna anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas
terik, atau kesambet.
C. Kejadian penyakit

Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif


terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan
penyebab bermacan-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat
yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari segi biologis
penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi
kemasya-rakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan

1. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural

Konsep dalam transcultural nursing adalah :

a. Budaya

Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

5
b. Nilai budaya

Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan

c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan

Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan

d. Etnosentris

Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki
individu menganggap budayanya adalah yang terbaik

e. Etnis

Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan
menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim

f. Ras

Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal


manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.

g. Etnografi: Ilmu budaya

Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk


mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap
individu.

h. Care

Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada


individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.

6
i. Caring

Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan


mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

j. Culture care

Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi


digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu,
keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang
bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai ,

k. Cultural imposition

Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan


nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari
kelompok lain.

Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan,


nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya,
terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :

Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and
Boyle, 1995).

7
Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah
lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang
hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan
sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam
lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku
di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol
yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

2. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya

Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem


perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui
asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:
Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat

8
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain
yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber
protein hewani yang lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise
Model” yaitu:

1. Faktor teknologi (technological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat


penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan
persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan ini.

9
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )

Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat


realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor
agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan,
cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.

3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.

4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh


penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang
perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala
keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam
kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan
membersihkan diri.

5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew
and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

10
6. Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang


dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan
yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian
biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.

7. Faktor pendidikan ( educational factors )

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh


jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat
belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal
yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya
sehingga tidak terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:

a. Jangan menggunakan asumsi.

b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang


pelit,orang Jawa halus.

c. Menerima dan memahami metode komunikasi.

d. Menghargai perbedaan individual.

e. Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.

f. Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.

3. Instrumen Pengkajian Budaya

Sejalan berjalannya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh


beberapa ahli, diantaranya:

a. Sunrise model (Leininger)

Yang terdiri dari komponen:

11
1) Faktor teknbologi (Technological Factors)

- Persepsi sehat-sakit
- Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
- Alasan mencari bantuan/pertolongan medis
- Alasan memilih pengobatan alternative
- Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi
masalah kesehatan

2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)

- Agama yang dianut


- Status pernikahan
- Cara pandang terhadap penyebab penyakit
- Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan

3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)

- Nama lengkap & nama panggilan


- Umur & tempat lahir,jenis kelamin
- Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga
- Pengambilan keputusan dalam keluarga

4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)

- Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas


- Bahasa yang digunakan
- Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan
- Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan
aktifitas sehari-hari

5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)

Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya,meliputi:
- Peraturan dan kebijakan jam berkunjung
- Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu

12
- Cara pembayaran

6) Faktor ekonomi (Economical Factors)

- Pekerjaan
- Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
- Sumber biaya pengobatan
- Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.
- Patungan antar anggota keluarga

7) Faktor Pendidikan (Educational Factors)

- Tingkat pendidikan klien


- Jenis pendidikan
- Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif
- Pengetahuan tentang sehat-sakit

b. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar

Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu
kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:

1.Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan, intonasi dan kualitas suara, pengucapan
(pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’.
2.Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang ruang
gerak dan pergerakan tubuh.
3.Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu
luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4.Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan
menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang.
5.Kontrol lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan sehat-
sakit.

13
6. Variasi biologis (Biological variation)

Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi
enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan
terhadap penyakit tertentu , kecenderungan pola makan dan
karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.

c. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle

Komponen-komponenya meliputi:

1. Identitas budaya
2. Ethnohistory
3. Nilai-nilai budaya
4. Hubungan kekeluargaan
5. Kepercayaan agama dan spiritual
6. Kode etik dan moral
7. Pendidikan
8. Politik
9. Status ekonomi dan social
10. Kebiasaan dan gaya hidup
11. Faktor/sifat-sifat bawaan
12. Kecenderungan individu
13. Profesi dan organisasi budaya

Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment)


dan pada klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya
melalui media: verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang
kondusif bagi kesehatan dan kesejahteraan klien.

4. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and
Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu :

14
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b. Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
c. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

5. Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses


keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih
strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai
denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and
Boyle, 1995) yaitu :
a. mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengan kesehatan,
b. mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
dan
c. merubah budaya klien, bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan:
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodaion/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu

15
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
6. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru
yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
klien.

16
BAB III
PEMBAHASAN

A. Prosedur Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit

a. Pemberian Cairan Melalui Infus.

Pengertian :
Pemasaangan infus merupakan prosedur pemenuhan kebutuhan cairan
dan elektrolit yang dilakukan bagi klien yang memerlukan cairan
melalui intravena (infus).nutrisi bagi klien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi per oral atau adanya gangguan fungsi
menelan, Tindakan ini dilakukan dengan didahului pemasangan pipa
lambung.

Tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Infus pengobatan dan pemberian nutrisi.

Kebijakan :

Alat dan bahan:


1. Standar Infus.
2. Set infus.
3. Cairan sesuai program medik
4. Jarum infus dengan ukuran yang sesuai.
5. Pengalas.
6. Torniket.
7. Kapas alkohol.
8. Plester.
9. Gunting.
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Sarung tangan.

Prosedur :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan mnusukkan ke bagian karet
atau akses selang ke botol infus.

17
4. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga
terisi sebagian dan buka klem selang hingga cairan memenuhi selang
dan udara selang keluar.
5. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan
penginfusan.
6. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10 –
12 cmdiatas tempat penusukan dan anurkan pasien untuk
menggemgam dengan gerakan sirkular (bila sadar).
7. Gunakan sarung tangan steril.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
9. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian
bawah vena dan posisi jarum (abocath) mengarah ke atas.
10. Perhatikan keluarnya darah melalui jaru (abocath/surflo) maka tarik
keluar bagian dalam (jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam
vena.
11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan
bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar
darah tidak keluar. Kemudian bagian infus
dihubungkan/disambungkan dengan selang infus.
12. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan.
13. Lakukan fiksasi dengan kasa steril.
14. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran
jarum.
15. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
16. Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan tipe
jarum infus.

b. Tranfusi Darah

Pengertian :
Tranfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan bagi klien yang
memerlukan darah dan atau produk darah dengan memasukkan darah
melalui vena dengan menggunakan set tranfusi.cairan melalui intravena
(infus).nutrisi bagi klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi
per oral atau adanya gangguan fungsi menelan, Tindakan ini dilakukan
dengan didahului pemasangan pipa lambung.

Tujuan :
1. Meningkatkan volumen darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma,
atau perdarahan).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan
kadar hemoglobin pada klien anemia berat.

18
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misalnya,
faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada
pasien hemofilia).

Kebijakan :

Alat dan bahan:


1. Standar Infus.
2. Set tranfusi.
3. Botol berisi cairan NaCl 0,9 %.
4. Produk darah yang benar sesuai program medis.
5. Pengalas.
6. Torniket.
7. Kapas alkohol.
8. Plester.
9. Gunting.
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Sarung tangan.
Prosedur :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan
3. Gantung larutan NaCl 0,9 % dalam botol untuk digunakan setelah
tranfusi darah.
4. Gunakan selang infus yang mempunya filter (selang Y atau tunggal).
5. Lakukan pemberian infus NaCl 0,9 % (lihat prosedur pemasangan infus)
terlebih dahulu sebelum pemberian tranfusi darah.
6. Sebelum dilakukan tranfusi darah terlebih dahulu memeriksa identifikasi
kebenaran produk darah: periksa kompatibilitas dalam kantong darah,
periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa kadaluwarsa, dan
periksa adanya bekuan.
7. Buka set pemberian darah.
8. Untuk selan Y, atur ketiga klem.
o Untuk selang tunggal, klem pengatur pada posisi off.
9. Cara tranfusi darah dengan selang Y:
o Tusuk kantong NaCl 0,9 %
o Isi selang dengan NaCl 0,9 %
o Buka klem pengatur pada selang Y dan hubungkan ke kantong NaCl
0,9 %.
o Tutup/klem pada slang yang tidak digunakan.
o Tekan/klem sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang
filter terisi sebagian).

19
o Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan selang terisi NaCl 0,9
%.
o Kantong darah perlahan-lahan dibalik-balik 1 – 2 kali agar sel-selnya
tercampur. Kemudian tusuk kantong darah dan buka klem pada selang
dan filter terisi darah.
10. Cara tranfusi darah dengan selang tunggal:
o Tusuk kantong darah
o Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter
terisi sebagian).
o Buka klem pengatur biarkan selang terisi darah.
11. Hubungkan selang tranfusi ke kateter IV dengan membuka klem
pengataur bawah.
12. Setelah darah masuk, pantau tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit
pertama, dan setiap 15 menit selama 1 jam berikutnya.
13. Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang infus dengan NaCl 0,9 %.
14. Catat tipe, jumlah dan komponen darah yang diberikan.
15. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

c. Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit


Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam
batas normal
1. Intervensi:
o Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare
- R/ Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi
mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.
o Pantau tanda vital
- R/ Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi.
Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah
sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi
duduk/berdiri.

o Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton


- R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang
berbau keton berhubungn dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang
bila ketosis harus terkoreksi.
o Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
- R/ Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat.

20
o Ukur BB tiap hari
- R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti.
o Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine
- R/ Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.
o Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr
- R/ Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.
o Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung
- R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali
akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan
cairan atau elektrolit.
2. Kolaborasi
o Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose
- R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon
pasien individual.
o Berikan Plasma, albumin
- R/ Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam
kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha
rehidrasi yang telah dilakukan.
o Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K
- R/ Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis
osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat
sekresi aldosteron.
- Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine.
Kdaar Kalium absolut tubuh kuran
o Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral
- R/ Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat
dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.
o Berikan Bikarbonat
- R/ Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.
o Pasang selang NG dan lakukan penghisapan
- R/ Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah.
-
21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang
difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan
atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai
latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan
transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan
studi perbandingan tentang perbedaan budaya.

Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji,


mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam
meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Keperawatan
transcultural terdiri dari konsep- konsep budaya, nilai budaya, Perbedaan budaya
dalam asuhan keperawatan , Etnosentris, Etnis, Ras, Etnografi: Ilmu budaya,
Care, Caring, Culture care, Cultural imposition ada4 konsep sentral keperawatan
yaitu :

1. Manusia
2. Sehat
3. Lingkungan
4. Keperawatan

Tindakan keperawatan transcultural budaya yang diberikan harus memperhatikan 3


prinsip asuhan keperawatan yaitu:
Cara I : Mempertahankan budaya
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai
yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan.

22
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Prosedur pemenuhan cairan elektrolit
bisa dengan memberikan cairan Infus kepada pasien yang membutuhkan sesuai
hasil pengkajian

B. Saran

Mungkin dalam penyusunan makalah bisa disertakan gambar agar lebih


menarik dan kata demi katanya bisa di persingkat lagi agar dapat memudahkan
pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/11/01-gdl-tyasindria-514-1-tyasind-4.pdf

https://www.academia.edu/36698336/BAB_I_KONSEP_KOMUNIKASI

Mubarak Iqbal Wahit. Buku Sosiologi Untuk Keperawatn Pengantar Dan Teori.Salemba
Medika.

Ns. Sugeng Mashudi, S.Kep, M.Kes. Sosiologi Keperawatan Konsep Dan Aplikasi. Penerbit
Buku Kedokteran.

24

Anda mungkin juga menyukai