Kelompok :6
Penyusun :
0
1. TUJUAN
Mahasiswa mampu membedakan sifat alloy bila dilakukan heat
treatment
2
3. Jepit 1/3 panjang kawat dengan tang pemegang.
4. Tekuk kawat di daerah tang pemegang dengan sudut 90o
ke atas dan bawah, berulang kali hingga kawat putus.
5. Hitung dan catat jumlah tekukan.
3. HASIL PRAKTIKUM
No Nama Operator Perlakuan Tekukan Waktu
(detik)
1. Muhammad Noor Normal 10 kali 8
Fadlan
2. Muh.Farhan Fauzi Normal 3 kali 16
3. Ahmad Mursyid Normal 3 kali 3
4. Muhammad Noor Pemanasan 52 kali 28
Fadlan
5. Muh.Farhan Fauzi Pemanasan 29 kali 16
6. Ahmad Mursyid Pemanasan 4 kali 5
7. Muhammad Noor Pemanasan
Fadlan dan 22 kali 28
Pendingin
8. Muhammad Farhan Pemanasan
Fauzi dan 25 kali 27
Pendingin
9. Ahmad Mursyid Pemanasan
dan 7 kali 5
Pendingin
a. Perlakuan Normal
b. Perlakuan pemanasan
3
Rata-rata waktu : = 16,3 detik
Rata-rata tekukan : = 18
4. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, logam yang digunakan adalah stainless steel.
Stainless steel adalah logam yang berupa campuran 12%-30% kromium
dengan besi. Terdapat tiga tipe dari stainless steel, yang diklasifikasikan
berdasarkan struktur kristal yang terbentuk oleh atom besi, yaitu1
1. Ferritic Stainless Steel
Ferritic Stainless Steel mempunyai ketahanan korosi yang baik, dan
menunjukkan bahwa kekuatan yang tinggi tidak dibutuhkan. karena
perubahan suhu menginduksi tidak ada perubahan fase dalam keadaan
padat, baja-baja stainless tidak mengeras oleh heat treatment. Akibatnya,
meskipun stainless steel memiliki banyak kegunaan industri, tetapi
aplikasinya kecil dalam kedokteran gigi
2. Martensitic Stainless Steel
Martensitic Stainless Steel dapat dipanaskan dengan cara yang sama
sepertibaja karbon, dengan hasil yang sama. Karena kekuatan dan
kekerasan yang cukup tinggi, Martensitic Stainless Steel digunakan
untuk pembedah dan pemotongan Ketahanan korosi dari martensitic
stainless steel kurang jika dibandingkan dengan jenis lainnya dan
berkuranglebih banyak sesuai dengan heat treatment. heat treatment
menurunkan daktilitas, yang mungkin hanya 2% untuk martensitic
stainless steel berkarbon tinggi
4
3. Austenitic Stainless Steel
Austenitic Stainless Steel adalah yang paling tahan korosi jika
dibandingkan dengan kedua stainless steel yang lainnya, dan merupakan
stainless steel yang digunakan untuk orthodontic, endodontik, dan
mahkota pediatrik di kedokteran gigi.1
Secara umum, deformasi permanen terjadi pada bidang yang
mendapatkan kekuatan yang cukup tinggi, hal itu disebabkan oleh gerakan
dislokasi di sepanjang bidang slip. Pada proses cooling tidak hanya merubah
mikrostruktur dengan adanya proses dislokasi tetapi juga merubah kekasaran
bentuk. Sifat dari material diubah menjadi lebih keras dan lebih kuat.2 Baja
karbon rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh unsur
karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja
dengan kandungan karbon tinggi biasanya dipanaskan sedikit diatas titik
kritis terendah (bawah). Dalam hal ini, terjadi perubahan perlit menjadi
austenit. Pendinginan yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk
martensit. Pada saat kandungan karbon diatas 0,83% tidak terjadi perubahan
sementit bebas menjadi austenit, karena larutannya telah menjadi keras.
Sehingga perlu dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya
dalam bentuk austenit. Lamanya pemanasan bergantung pada ketebalan
bahan tetapi bahan tidak harus berukuran panjang karena akan menghasilkan
struktur yang kasar.2
Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum atau kecepatan
pendinginan kritis maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk
martensit. Sehingga akan dihasilkan kekerasan baja yang maksimum.
Kecepatan pendinginan kritis bergantung pada komposisi kimia baja dan
kecepatan pendinginan tergantung pada pendinginan yang digunakan.2
5
Dengan kawat 0,9 mm, didapatkan jumlah pembengkokkan kawat yang
cukup untuk melihat perbandingan perlakuan yang berbeda pada masing –
masing kawat. Pada percobaan yang pertama, kawat tidak diberi perlakuan
apa-apa (langsung dibengkokkan). Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga
kali. Pada percobaan pertama, kawat patah pada tekukan ke 10 dan kawat
pada percobaan kedua patah pada tekukan ke 3. Kemudian kawat ketiga
patah pada tekukan ke 3. Kawat lebih mudah patah karena susunan atomnya
rapat dan tidak teratur, sehingga kawat tersebut bersifat getas
Kawat kedua dipanaskan selama 5 menit. Setelah kawat dipanaskan
selama 5 menit, kawat tersebut didinginkan ditempat terbuka selama 5 menit.
Proses pendingian ditempat terbuka ini disebut dengan slow cooling.
Percobaan ini juga dilakukan sebanyak tiga kali. Pada percobaan pertama,
kawat patah pada tekukan ke 52 dan kawat pada percobaan kedua patah pada
tekukan ke 29 Kemudian kawat ketiga patah pada tekukan ke 4. Perbedaan
jumlah tekukan ini dikarenakan perlakuan proses pemanasan yang berbeda
pada tiap orang, yaitu ada yang terlalu dekat dengan zona reduksi atau
menjauhi zona reduksi dan juga fokus api. Fokus api juga mempengaruhi
karena bila api tidak fokus pada satu titik yang akan ditekuk, maka
pemanasan nya tidak sempurna pada satu titik tersebut.Selain itu, kekuatan
tiap inidividu yang melakukan tekukan kawat juga mempengaruhi jumlah
tekukan.
Percobaan ketiga dilakukan dengan memanaskan kawat pada zona
reduksi api selama 5 menit, kemudian dimasukkan dalam air selama 5 menit.
Pendinginan dalam air ini disebut juga dengan rapid cooling. Percobaan ini
juga dilakukan sebanyak 3 kali. Pada percobaan pertama, kawat patah pada
tekukan ke 22 dan kawat pada percobaan kedua patah pada tekukan ke 25.
Kemudian kawat ketiga patah pada tekukan k 7. Hal ini berbeda bila
dibandingkan dengan perlakuan normal. Hal tersebut dikarenakan adanya
adaptasi kembali pada lingkungan sekitar setelah dilakukan pemanasan. Pada
proses pemanasan, terjadi rekristalisasi pada struktur mikro kawat dan
perubahan komposisi kawat, sehingga dapat menurunkan sifat mekanik dan
6
ketahanan terhadap erosi. Pada saat didinginkan pada air dingin, stainless
steel beradaptasi pada lingkungan sekitar untuk mengembalikan sifat-sifat
aslinya sehingga stainless steel tersebut menjadi mengeras (strain hardening)
dan sulit untuk dipatahkan . Kawat kedua dan kawat ketiga yang diberi
perlakuan pemanasan lebih lentur jika dibandingkan dengan kawat yang
normal. Berdasarkan teori Anusavice, hal ini disebabkan karena peningkatan
sifat elastis dari kawat stainless steel diperoleh dengan memanaskan pada
suhu antara sekitar 400ºC dan 500ºC setelah pendinginan. Perlakuan ini
meningkatkan tahap pemulihan, menghilangkan residual stress selama
manipulasi dari kawat, yang demikian menstabilkan bentuk kawat. Hal ini
penting karena residual stress klinis dapat menyebabkan fraktur bila alat
sedang disesuaikan oleh dokter untuk pasien.1
5. KESIMPULAN
Kawat yang normal dan tidak diberi perlakuan memiliki jumlah
tekukan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah tekukan pada
kawat yang dilakukan pemanasan dan didiamkan di udara terbuka serta
kawat yang dipanaskan dan dimasukkan ke dalam air.
7
DAFTAR PUSTAKA