Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang mana atas
berkat dan pertolongan-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang turut
membimbing kami sehingga bisa menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang
telah di tentukan.
Sholawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada suri tauladan kita
Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat
nanti. Makalah ini kami buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan
pemahaman mengenai “Makalah patofisiologi ulkus” dengan harapan agar para
pembaca bisa lebih memperdalam pengetahuan tentang Keperawatan paliatif.
Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan paliatif.
Dengan segala keterbatasan yang ada, kami telah berusaha dengan segala daya
dan upaya guna menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwasanya
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terimakasih.

Jombang 607 november2018

Penysusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………. 1

Daftar Isi…………………………………………………… …………….. 2

Bab I Pendahuluan ………………………………………………………... 3

1.1 Latar Belakang………………………………………………… 3


1.2 RumusanMasalah……………………………………………… 5
1.3 Tujuan…………………………………………………………. 5
Bab II Pembahasan ………………………………………………………... 6
2.1 Definisi Ulkus Diabetikum…………………………………….. 6
2.2 Anatomi Fisiologi ……………………………………………... 7
2.3Etioligi …………………………………………………………. 9
2.4 Faktor Resiko………………………………………………….. 9
2.5 Klasifikasi……………………………………………………… 15
2.6 Manifistasi Klinik……………………………………………… 16
2.7 Patofisiologi…………………………………………………… 17
2.8 Pemeriksaan Penunjang………………………………………... 21
2.9 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan……………………... 22
Bab III Penutup …………………………………………………………… 28
3.1 Saran…………………………………………………………… 26
3.2 Kesimpulan…………………………………………………….. 26
Daftar pustaka …………………………………………………………….. 27

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

2
Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis
dan sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko
amputasi bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan
yang besar, sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat,
dan negara. Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai
saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan.

Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada


peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM,
dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik
di dalam hidup mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk.
(2009) memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan
(antara tahun 2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi
44,1 juta, biaya perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar
dari 113 menjadi 336 miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM
dan komplikasinya pada tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar
dolar, dimana 33% dari biaya tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus
kaki diabetik ( Driver dkk, 2010).

Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik 2 Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1%
(Riskesdas, 2007). Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah
penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes
pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan
tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO)
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data dan
Informasi PERSI, 2012).

3
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki
diabetik mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan amputasi
(Frykberg dkk., 2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki
risiko amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang
berobat dalam fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetik Wagner
III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya
mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang dirawat di RS
Sanglah, dengan kecendrungan semakin tinggi derajat ulkus semakin besar
risiko amputasi (Muliawan dkk., 2005). Keadaan ini sangat berkaitan dengan
keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta
luasnya kerusakan jaringan (Van Baal, 2004). Amputasi kaki lebih sering
dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau kombinasi dengan
osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh karena
Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla 3
dkk., 2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana
semua disiplin ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai
penurunan bermakna angka amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari
75% dibandingkan dengan pelayanan standar (Weck, 2013). Tanpa adanya
perubahan strategi penanganan, maka peningkatan populasi penderita DM,
dan peningkatan biaya pengobatan DM dan komplikasinya, akan menjadi
beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi ulkus diabetikum?

2. Apa saja etiologi dan faktor resiko ulkus diabetikum?

3. Bagaimana patofisiologi ulkus diabetikum ?

4. Bagaimana penatalaksanaan klien ulkus diabetikum?

4
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi ulkus diabetikum

2. Untuk mengetahui etiologi dan faktor resiko ulkus diabetikum

3. Untuk mengetahui patofisiologi ulkus diabetikum

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan klien ulkus diabetikum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ulkus Diabetikum

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman

5
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer.(Andyagreeni,2010)

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus


sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL(bahaya >160mg/dl) yang tinggi memainkan peranan
penting untukterjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah.(Zaidah, 2005).

Luka kaki diabetes adalah penyebab hilangnya anggota tubuh pada pasien
diabetes yang disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati
sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi (Pei, 2013). Ulkus
diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke
jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM)
akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer(Rizky,
2015). Ulkus merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus (DM) yang
diawali dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah
yang tinggi menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. (Abidah,2016).

Kesimpulannya adalah ulkus Diabetikum mmerupakan komplikasi kronik


dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta
kecacatan penderita Diabetes. Ulkus Diabetikum disebabkan oleh banyak
faktor, termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat
dan infeksi. Ulkus Diabetikum diawali dengan infeksi superficial pada kulit
penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi menjadi tempat strategis
perkembangan bakteri.Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau.

2.2 Anatomi Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15


cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata –
rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di

6
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ
ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak
pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas
terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :


(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau – pulau
Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda.
Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar
300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

1) Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi


glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity“

2) Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.

3) Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat


somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan


sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang
normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan
berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua

7
rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum
insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar
di dalam membrana sel.

Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam
butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi
insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas.
Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi
insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi
insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam
amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin
dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

2.3 Etiologi

Faktor- faktor penyebab yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum


dibagi menjadi faktor endogen dan eksogen :

a. Faktor Endogen : genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik

b. Faktor Eksogen : traum, infeksi, obat-obatan

8
Faktor utama yang berperan pada timbulnnya ulkus diabetikum adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan nutrisi, oksigen
serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
(Levin,2001)

2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari
kaki diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko
yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah
(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

1. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :

a. Umur ≥ 60 tahun.

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses
aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang
tinggi kurang optimal . proses aging menyebabkan penurunan sekresi
atau resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan
mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah
besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki
diabetes

b. Terjadinya gangguan neurophati periferLama DM ≥ 10 tahun.

Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus


yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan

9
mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan / luka
pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan
karena terjadinya gangguan neurophati perifer

2. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya

hidup):

a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer).

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang
lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi
berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa
hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya
lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes

b. Obesitas.

Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT
(index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang
berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan \ini menunjukkan hiperinsulinmia yang
dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai
yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren
sebagai bentuk dari kaki diabetes

c. Hipertensi

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus


karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi

10
yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat
terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya
ulkus

d. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) Tidak Terkontrol.

Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam


sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam
sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 %
akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah
yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi
proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel

e. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.

Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan


kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL
(highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( ≤
45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl
dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke
sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera
jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan
sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis
dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai

f. Kebiasaan Merokok.

11
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari
mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan
dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan
merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan
dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan
dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat
insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun

g. Ketidakpatuhan Diet DM.

Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting


dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida
mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti
ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet penderita diabetes mellitus
mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat
badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik,
menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil
lipid,meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem
koagulasi darah

h. Kurangnya Aktivitas Fisik.

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan


sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah.
Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah
komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam
seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme
karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan
sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang
dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu
memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan

12
mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus,
Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.

i. Pengobatan Tidak Teratur.

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan


menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika.
Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat
untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada penderita Diabetes
Mellitus, namun bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat
arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat seperti
aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes
Mellitus meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk
menganjurkan penggunaan secara rutin

j. Perawatan Kaki Tidak Teratur.

Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah


atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam
perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti
selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, membersihkan dan mencuci
kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai sabun
lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama
diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang
kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan
menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai
bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak.
menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih
mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut, kuku kaki yang
menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan
menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini
dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan menggunakan penutup
kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh

13
podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat
kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau
bantal panas

k. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat

Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena
tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma
yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali dari timbulnya
lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan dalam
faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman
untuk penderita diabetes mellitus. Penggunaan alas kaki yang tepat
harus memperhatikan hal hal berupa tidak boleh berjalan tanpa alas
kaki, termasuk di pasir, memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus
untuk kaki dan nyaman dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika
sepatuterlebih dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat
menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit, sepatu harus
terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak
boleh dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara
berangsur-angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang bersih dan
mengganti setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun.
Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki
berkeringat dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin

2.5 Klasifikasi

Menurut Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam


tingkatan yaitu :

a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

14
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.

f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi
dua golongan :

a. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)

Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya


makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai,
terutama di daerah betis.Gambaran klinis KDI :Penderita mengeluh nyeri
waktu istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah
kurang kuat, dan didapatkan ulkus sampai gangren.

b. Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.6 Manifestasi Klinik

Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas


walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu:Pain (nyeri), Paleness

15
(kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi hilang) dan
Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari Fontaine, 1992:

1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

2. Stadium II : terjadi klaudikasio (rasa sakit yang disebabkan oleh aliran


darah terlalu sedikit yang bersifat intermiten).

3. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Smeltzer dan Bare (2001: 1220). Sedangkan tanda dan gejala lainnya
adalah sebagai berikut:

1. Sering kesemutan

2. Nyeri kaki saat istirahat

3. Sensasi rasa berkurang

4. Kerusakan jaringan (nekrosis)

5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis

6. Tibialis (neuralgia tibialis posterior) adalah nyeri di pergelangan kaki


dan jari kaki yang disebabkan oleh penekanan atau kerusakan pada saraf
yang menuju ke tumit dan telapak kaki.

7. Aneurisma arteri poplitea adalah tonjolan abnormal yang muncul pada


dinding arteri pada daerah dibelakang sendi lutut yang dapat menimbulkan
masalah gumpalan darah dan menutup aliran darah sepenuhnya.

8. Kaki menjadi atrofi

9. Dingin dan kuku menebal

10. Kulit kering

2.7 Patofisiologi

16
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati,
baik neuropati sensorik, motorik dan otonom akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya
pengelolaan kaki diabetes.

A. Vaskulopati

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan


permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi
turbulen yang meningkatkan resiko terbentuknya trombus. Pada stadium
lanjut, seluruh lumen arteri akan tersumbat dan menyebabkan aliran
kolateral tidak cukup, dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan gangren
yang luas.Manifestasi vaskulopati pada penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering terjadi
pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling
awal mengalami vaskulopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal arteri femoralis profunda,
arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi
jaringan di bagian distal menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering sangat sulit
ditangani dan memerlukan amputasi.

Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana


basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti
platelet-aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan
penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya
iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf
perifernya.

17
B. Neuropati

Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan


patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal
menyerang serabut saraf terutama di bagian perifer dari tungkai. Hal ini
disebut sebagai fenomena dying back, suatu teori yang menyatakan bahwa
semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi
dibandingkan dengan ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu
mengalami neuropati.

Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran


oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur
sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan
menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan
menyebabkan iskemia, bahkan gangren.

Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol


(glukosa àsorbitol à fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan
saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar
mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada
jaringan saraf akan mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan
menyebabkan kerusakan akson. Kecepatan konduksi motorik akan
berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri,
parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, serta gangguan
motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan
otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer
(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi
postural, dan impotensi.

1. Neuropati motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik


yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi

18
akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan
periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi
menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara
berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta
berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring
dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah
terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.

Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang


klasik dengan 4 tahap perkembangan:

(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan
bengkak.

(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian


tarsometatarsal.

(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan,
khususnya aspek medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang
kuboid. Ulserasi akan berkembang lebih dalam dan masuk ke tulang.
Perubahan Charcot juga dapat mempengaruhi pergelangan kaki,
menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki
dan ulserasi, yang meningkatkan kebutuhan diamputasi.

2. Neuropati sensorik

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik


(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan
adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui
setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan
dapat membahayakan keselamatan pasien.

19
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:

(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada
tumit karena lama berbaring, dekubitus).

(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).

(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

3. Neuropati otonom

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini
mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau
tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama


pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi,
kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya
timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan
menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus

2.8 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium:

a. Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses


atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya
anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia
menimbulkan nyeri saat istirahat.

b. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin


dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi
glukosa dan fungsi ginjal.

20
c. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR) atau plethymosgrafi.

2. Pemeriksaan Radiologis:

a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan


demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis.

b.Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging


(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk
membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.

c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil


false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-
IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.

d. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler


atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan
makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi
kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan
agen kontras.

2.9 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Tujuan utama pengelolaan Ulkus diabetikum (UKD), yaitu untuk mengakses


proses kearah penyem-buhan luka secepat mungkin karena per-baikan dari
ulkus kaki dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan ke-
matian pasien diabetes. Secara umum pe-ngelolaan UKD meliputi
penanganan iske-mia, debridemen, penanganan luka, menu-runkan tekanan
plantar pedis (off-loading), penanganan bedah, penanganan komorbidi-tas dan
menurunkan risiko kekambuhan serta pengelolaan infeksi

1. Penanganan Iskemia

21
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus
dini-lai awal pada pasien UKD. Penilaian kom-petensi vaskular pedis pada
UKD seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penun-jang seperti
MRI angiogram, doppler mau-pun angiografi. Pemeriksaan sederhana se-
perti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis
dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang ti-dak disertai edema ataupun
selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan
dapat menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh
darah kaki tidak diatasi.

Bila pemeriksaan kompetensi vaskular menunjukkan adanya


penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat meningkat-kan
prognosis dan selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen luas
atau amputasi parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat
dilakukan antara lain angioplasti transluminal perkutaneus (ATP),
tromboarterektomi dan bedah pintas terbuka (by pass). Berdasarkan
peneliti-an, revaskularisasi agresif pada tungkai yang mengalami iskemia
dapat menghin-darkan amputasi dalam periode tiga tahun sebesar 98%.
Bedah bypass dilaporkan e-fektif untuk jangka panjang. Kesintas-an
(survival rate) dari ekstremitas bawah dalam 10 tahun pada mereka yang
mema-kai prosedur bedah bypass lebih dari 90%. Penggunaan antiplatelet
ditujukan terhadap keadaan insufisiensi arteri perifer untuk memperlambat
progresifitas sumbat-an dan kebutuhan rekonstruksi pembuluh darah.

2. Debridemen

Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan


nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat
jaringan nonviable, debris dan fis-tula. Tindakan debridemen juga dapat
menghilangkan koloni bakteri pada lu-ka. Saat ini terdapat beberapa jenis
de-bridemen yaitu autolitik, enzimatik, meka-nik, biologik dan tajam.

Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang


yang nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengeva-kuasi jaringan
yang terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga da-

22
pat mempercepat penyembuhan, menghi-langkan jaringan kalus serta
mengurangi risiko infeksi lokal.16 Debridemen yang teratur dan dilakukan
secara terjadwal akan memelihara ulkus tetap bersih dan merang-sang
terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan ulkus.

3. Perawatan luka

Prinsip perawatan luka yaitu mencipta-kan lingkungan moist wound


healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keada-an lembab. Bila
ulkus memroduksi se-kret banyak maka untuk pembalut (dress-ing)
digunakan yang bersifat absorben. Se-baliknya bila ulkus kering maka
digunakan pembalut yang mampu melembabkan ul-kus. Bila ulkus cukup
lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahan-kan
kelembaban.

Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut


juga se-layaknya mempertimbangkan ukuran, ke-dalaman dan lokasi
ulkus.Untuk pemba-lut ulkus dapat digunakan pembalut kon-vensional
yaitu kasa steril yang dilembab-kan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut
modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang
sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocol-loid, hydrogel,
calcium alginate, foam dan sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan
digunakan hendaknya senantiasa memper-timbangkan cost effective dan
kemampuan ekonomi pasien

4. Menurunkan tekanan pada plantar pedis (off-loading)

Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam


penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar neuropati. Tin-dakan ini
bertujuan untuk mengurangi te-kanan pada telapak kaki. Tindakan off-
loading dapat dilakukan secara parsial maupun total. Mengurangi tekanan
pada ul-kus neuropati dapat mengurangi trauma dan mempercepat proses
penyembuhan lu-ka. Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin
dibebaskan dari penekan-an. Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai

23
dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus.6 Metode yang dipilih untuk off-
loading ter-gantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat
keparahan dan ketaatan pasien.10 Beberapa metode off loading an-tara
lain: total non-weight bearing, total contact cast, foot
cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat
penyanggah tubuh seperticruthes dan walker

5. Penanganan bedah

Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya UKD. Tindakan


elektif di-tujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti
pada kelainan spur tu-lang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah
profilaktif diindikasikan untuk men-cegah terjadinya ulkus atau ulkus
berulang pada pasien yang mengalami neuropati de-ngan melakukan
koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Bedah kuratif diindika-sikan
bila ulkus tidak sembuh dengan pera-watan konservatif, misalnya
angioplasti atau bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi
bedah kuratif.10 Bedah emergensi adalah tindakan yang paling se-ring
dilakukan, dan diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses
infeksi, misalnya ulkus dengan daerah infeksi yang luas atau adanya
gangren gas. Tindak-an bedah emergensi dapat berupa amputasi atau
debridemen jaringan nekrotik.

6. Penanganan komorbiditas

Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas


lain ha-rus dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi kronik lain baik mikro
maupun makroangiopati yang menyertai harus diidentifikasi dan dikelola
secara holistik. Kepatuhan pasien juga merupakan hal yang penting dalam
menentukan hasil pengobatan.

7. Mencegah kambuhnya ulkus

Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi


kaki. Pasien diajarkan untuk memperhatikan ke-bersihan kaki, memeriksa

24
kaki setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat, meng-obati segera jika
terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada
kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol yang
mengu-rangi tekanan kaki dan kotak yang melin-dungi kaki berisiko tinggi
merupakan ele-men penting dari program pencegahan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ulkus Diabetikum merupakan merupakan komplikasi kronik dari Diabetes


Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Ulkus Diabetikum disebabkan oleh banyak faktor,
termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan
infeksi. Ulkus Diabetikum diawali dengan infeksi superficial pada kulit
penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi menjadi tempat strategis
perkembangan bakteri.Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau. Faktor utama yang berperan pada timbulnnya ulkus diabetikum
adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Wagner (1983) membagi gangren
kaki diabetik menjadi enam tingkatan.

25
3.2 Saran

Penderita DM memiliki lebih banyak faktor resiko untuk mempercepat


meluasnya luka dan lamanya penyambuhan luka. Oleh karena itu penanganan
ulkus pada klien diabetes harus dilakukan secara cepat dan tepat, untuk
mengurangi angka morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Klien DM juga harus meperhatikan dalam hal nutrisi, latihan fisik yang tepat,
serta alas kaki yang baik untuk mencegah terjadinya luka. Jika pada penderita
DM terdapat luka kecil di kaki segera bawa ke pelayanan kesehatan untuk
mencegah meluasnya luka.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.

Jakarta: EGC

Joyce dan Jane. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 8Buku 2.Elsevier

Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedic. Jakarta: PT


Gramedia

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3).

Jakarta:EGC

26
27

Anda mungkin juga menyukai