Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang mana atas
berkat dan pertolongan-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang turut
membimbing kami sehingga bisa menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang
telah di tentukan.
Sholawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada suri tauladan kita
Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat
nanti. Makalah ini kami buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan
pemahaman mengenai “Makalah patofisiologi ulkus” dengan harapan agar para
pembaca bisa lebih memperdalam pengetahuan tentang Keperawatan paliatif.
Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan paliatif.
Dengan segala keterbatasan yang ada, kami telah berusaha dengan segala daya
dan upaya guna menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwasanya
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terimakasih.
Penysusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………. 1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis
dan sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko
amputasi bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan
yang besar, sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat,
dan negara. Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai
saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan.
3
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki
diabetik mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan amputasi
(Frykberg dkk., 2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki
risiko amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang
berobat dalam fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetik Wagner
III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya
mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang dirawat di RS
Sanglah, dengan kecendrungan semakin tinggi derajat ulkus semakin besar
risiko amputasi (Muliawan dkk., 2005). Keadaan ini sangat berkaitan dengan
keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta
luasnya kerusakan jaringan (Van Baal, 2004). Amputasi kaki lebih sering
dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau kombinasi dengan
osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh karena
Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla 3
dkk., 2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana
semua disiplin ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai
penurunan bermakna angka amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari
75% dibandingkan dengan pelayanan standar (Weck, 2013). Tanpa adanya
perubahan strategi penanganan, maka peningkatan populasi penderita DM,
dan peningkatan biaya pengobatan DM dan komplikasinya, akan menjadi
beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan.
4
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman
5
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer.(Andyagreeni,2010)
Luka kaki diabetes adalah penyebab hilangnya anggota tubuh pada pasien
diabetes yang disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati
sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi (Pei, 2013). Ulkus
diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke
jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM)
akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer(Rizky,
2015). Ulkus merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus (DM) yang
diawali dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah
yang tinggi menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. (Abidah,2016).
6
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ
ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak
pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas
terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
7
rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum
insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar
di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam
butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi
insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas.
Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi
insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi
insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam
amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin
dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
2.3 Etiologi
8
Faktor utama yang berperan pada timbulnnya ulkus diabetikum adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan nutrisi, oksigen
serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
(Levin,2001)
a. Umur ≥ 60 tahun.
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses
aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang
tinggi kurang optimal . proses aging menyebabkan penurunan sekresi
atau resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan
mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah
besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki
diabetes
9
mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan / luka
pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan
karena terjadinya gangguan neurophati perifer
hidup):
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang
lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi
berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa
hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya
lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes
b. Obesitas.
Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT
(index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang
berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan \ini menunjukkan hiperinsulinmia yang
dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai
yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren
sebagai bentuk dari kaki diabetes
c. Hipertensi
10
yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat
terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya
ulkus
f. Kebiasaan Merokok.
11
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari
mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan
dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan
merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan
dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan
dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat
insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun
12
mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus,
Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.
13
podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat
kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau
bantal panas
Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena
tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma
yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali dari timbulnya
lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan dalam
faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman
untuk penderita diabetes mellitus. Penggunaan alas kaki yang tepat
harus memperhatikan hal hal berupa tidak boleh berjalan tanpa alas
kaki, termasuk di pasir, memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus
untuk kaki dan nyaman dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika
sepatuterlebih dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat
menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit, sepatu harus
terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak
boleh dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara
berangsur-angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang bersih dan
mengganti setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun.
Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki
berkeringat dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin
2.5 Klasifikasi
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
14
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi
dua golongan :
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
15
(kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi hilang) dan
Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari Fontaine, 1992:
Smeltzer dan Bare (2001: 1220). Sedangkan tanda dan gejala lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Sering kesemutan
2.7 Patofisiologi
16
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati,
baik neuropati sensorik, motorik dan otonom akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya
pengelolaan kaki diabetes.
A. Vaskulopati
17
B. Neuropati
1. Neuropati motorik
18
akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan
periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi
menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara
berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta
berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring
dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah
terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan
bengkak.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan,
khususnya aspek medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang
kuboid. Ulserasi akan berkembang lebih dalam dan masuk ke tulang.
Perubahan Charcot juga dapat mempengaruhi pergelangan kaki,
menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki
dan ulserasi, yang meningkatkan kebutuhan diamputasi.
2. Neuropati sensorik
19
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada
tumit karena lama berbaring, dekubitus).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
3. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini
mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau
tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.
1. Pemeriksaan laboratorium:
20
c. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR) atau plethymosgrafi.
2. Pemeriksaan Radiologis:
1. Penanganan Iskemia
21
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus
dini-lai awal pada pasien UKD. Penilaian kom-petensi vaskular pedis pada
UKD seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penun-jang seperti
MRI angiogram, doppler mau-pun angiografi. Pemeriksaan sederhana se-
perti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis
dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang ti-dak disertai edema ataupun
selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan
dapat menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh
darah kaki tidak diatasi.
2. Debridemen
22
pat mempercepat penyembuhan, menghi-langkan jaringan kalus serta
mengurangi risiko infeksi lokal.16 Debridemen yang teratur dan dilakukan
secara terjadwal akan memelihara ulkus tetap bersih dan merang-sang
terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan ulkus.
3. Perawatan luka
23
dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus.6 Metode yang dipilih untuk off-
loading ter-gantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat
keparahan dan ketaatan pasien.10 Beberapa metode off loading an-tara
lain: total non-weight bearing, total contact cast, foot
cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat
penyanggah tubuh seperticruthes dan walker
5. Penanganan bedah
6. Penanganan komorbiditas
24
kaki setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat, meng-obati segera jika
terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada
kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol yang
mengu-rangi tekanan kaki dan kotak yang melin-dungi kaki berisiko tinggi
merupakan ele-men penting dari program pencegahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Joyce dan Jane. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 8Buku 2.Elsevier
Jakarta:EGC
26
27