Rheumatoid arthritis merupakan penyakit yang sering
menyerang pada usia 35 tahun ke atas, hal ini bisa di sebabkan oleh berkurangnya kelenturan bantalan tulang rawan ataupun berkurangnya produksi cairan synovial, sehingga berakibat nyeri pada persendian. Keluhan nyeri itu sendiri dapat memiliki dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien, antara lain penurunan aktivitas, isolasi sosial, gangguan tidur dan depresi (Mickey Stanley, 2009, 156). Beberapa perubahan yang terjadi pada organ dalam Rheumatoid arthritis. Terjadi pembengkakan pada pembuluh darah yang terdapat pada membrane synovial, dan juga terjadi thrombosis (penggumpalan) kecil yang dapat menyebabkan sel-sel membrane synovial membesar dan terjadi peradangan pada saraf disekitarnya (neurophaty). Awalnya, gejala non spesifik tidak kentara (keletihan, malaise, anoreksia, demam derajat rendah yang menetap, penurunan berat badan, dan gejala artikular samar, seperti pembengkakan serta kekakuan sendi setelah beraktivitas).
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri
seseorang diantara adalah jenis kelamin, salah satunya adalah perempuan karena perempuan banyak yang mengalami rheumatoid arthritis hal ini dipengaruhi oleh hormone, perempuan lebih banyak memiliki hormone estrogen dari pada lakilaki, hormone ini menyerang autoimun sehingga menimbulkan rheumatoid arthritis semakin tinggi dan kandungan hormone estrogen semakin tinggi pula terkena rheumatoid arthritis dimana gejala ini yang banyak di alami adalah nyeri sendi. Sesuai teori (Suiroaka, 2012, 62) pada penderita rheumatoid arthritis yang mempengaruhi yaitu jenis kelamin, perempuan lebih mudah terkena rheumatoid arthritis dari pada laki-laki. Perbandingan 2-3 : 1.
Semakin bertambah usia maka semakin beresiko terkena
nyeri pada sendi lutut, dikarenakan lutut berfungsi untuk menopang berat badan. Pada usia diatas 35 tahun, mulailah penyakit degenerative pada lutut dikarenakan kerusakan tulang rawan sendi yang disebut arthritis. Penderita pada stadium awal akan mengeluh kaku sendi ndi pagi hari lamalama disertai rasa nyeri dilutut terutama bila jongkok berdiri atau naik tangga dan diakhiri dengan nyeri permanen dan gerakan sendi yang sangat terbatas yang kadang-kadang memaksa penderita untuk tidak berjalan lagi walau kondisi tubuh masih cukup sehat. Berkurang fleksibilitas sendi mendorong sendi menjadi kaku, hal ini membutuhkan upaya untuk meningkatkan fleksiibilitas sendi, karena sendi pada penderita rheumatoid arthritis yang tidak pernah digerakkan akan semakin menurun fleksibilitasnya sehingga mendorong terhadap terjadinya kekakuan sendi parah. Faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri seseorang diantaranya yaitu usia, semakin bertambah usia sehingga semakin bertambah toleransinya terhadap nyeri. (Saryono, 2011, 80).
2.2 Nyeri
Nyeri yaitu kondisi berupa kondisi tidak menyenangkan
yang bersifat sangat subjektif, karena perasaan nyeri berbeda pada setiap individu dalam tingkatan nyeri, dan hanya orang yg menderitan tersebut yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dideritanya (Alimul, 2009, 50). Nyeri sedang sendiri yaitu klien mendesis menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik (Anas Tamsuri, 2012 dalam dedik kurniawan 2015, 45). 2.3 Penanganan Rheumatoid Arthritis
Penanganan untuk rheumatoid arthritis yaitu terapi
farmakologis (obat-obatan) seperti allupurinol, piroxicam, asam mafenamat dsb, dan nonfarmakologis (Purwoastuti, 2009 dalam Mery Fanada 2012, 2). Sedangakan tindakan nonfarmakologis untuk penderita rheumatoid arthritis yaitu kompres, baik itu kompres hangat dan kompres dingin. Kompres dingin dan kompres hangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri (Potter, 2010, 145). Kompres hangat merupakan suatu metode dalam menggunakan suhu hangat yang dapat memberikan rasa hangat pada daerah tertentu, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot (nyeri) (Uliyah & Hidayat, 2008, 47).
2.4 Metode Kompres Hangat
Menurut (Shim, 2014 , 183) Kompres hangat adalah
suatu metode dalam penggunaan suhu hangat setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis, antara lain efek vasodilatasi, meningkatkan premeabilitas kapiler, meningkatkan metabolisme seluler, merelaksasi otot, meningkatkan aliran darah ke suatu area. Kompres hangat dapat meningkatkan suhu jaringan dan sirkulasi darah lokal, yang dapat menghambat produk metabolisme inflamasi seperti prostaglandin, bradikinin dan histamine sehingga dapat mengurangi nyeri. Kompres ini digunakan untuk menghilangkan nyeri-nyeri dan penyusutan otot-otot dan kompres ini juga dapat digunakan pada waktu pagi hari, 3 kali dalam seminggu selama 10 menit (Mahmud, 2007, 34).