Disusun Oleh:
Kelompok 1
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan
pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa,
sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, dan cermat
untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam
pemberian pertolongan korban harus di klasifikasikan termasuk dalam
kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan
meninggal (Kathlenn, 2012).
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera di
mana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan
hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ
yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaaan. Selain
trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan
salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran bagian atas ataupun
saluran cerna bagian bawah bila di biarkan tentu berakibat fatal bagi korban
atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu
memahami penanganan kegawatdaruratan pada system pencernaan secara
cepat, cermat, dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, trauma
perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (Smeltzer,
2001).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya
banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan
yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan
oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam
abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh
luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen (Suratun & Lusianah. 2010).
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Walaupun tekhnik diagnostic baru sudah banyak di pakai, misalnya
Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan
tantangan bagi ahli klinik. Diagnose dini di perlukan untuk pengelolaan
secara optimal. Trauma masih merupakan penyebab kematian paling sering
di empat dekade pertama kehidupan, dan masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama di setiap negara (Gad et al, 2012). Sepuluh persen
dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh trauma. Diperkirakan bahwa
pada tahun 2020 terdapat 8,4 juta orang akan meninggal setiap tahun karena
trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas jalan akan menjadi
peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di seluruh dunia dan
peringkat kedua di negara berkembang. Di Indonesia tahun 2011 jumlah
kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan korban meninggal
sebanyak 31.195 jiwa (Fadhilakmal, 2013).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian
trauma dan sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila,
2008). Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan
trauma tembus.Trauma tembus abdomen biasanya dapat didiagnosis dengan
mudah dan andal, sedangkan trauma tumpul abdomen sering terlewat
karena tanda-tanda klinis yang kurang jelas (Fadhilakmal, 2013).
Peran dan fungsi perawat dalam hal ini adalah sebagai pelaksana
pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti dalam bidang keperawatan dan
kesehatan. Secara independen perawat berperan dalam pemberian asuhan
(Care), sebagai fungsi dependen yaitu fungsi yang didelegasikan
sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain dan sebagai fungsi kolaboratif
yaitu kerjasama saling membantu dalam program kesehatan (sebagai
anggota Tim kesehatan). Pertolongan pertama pada trauma yang cepat dan
tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi abdomen dan pembuluh darah pada abdomen
2. Untuk mengetahui definisi trauma abdomen
3. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada trauma abdomen
5. Untuk mengetahui etiologi trauma abdomen
6. Untuk mengetahui patrofisiologi trauma abdomen
7. Untuk mengetahui WOC trauma abdomen
8. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada trauma abdomen
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman mengenai trauma abdomen bagi mahasiswa keperawatan
sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma abdomen
saat di klinik sesuai kompetensi asuhan keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2) Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan
merupakan membrane berotot. Letaknya didalam sebuah lekukan
disebelah permukaan bawah hati, sampai dipinggiran
depannya.Panjangnya delapan sampai dua belas centi meter. Kandung
empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, dan leher.
Fungsi Kandung Empedu :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat
3) Lambung
Lambung terletak disebelah atas kiri abdomen,sebagian terlindungi
dibelakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya.orificium
cardia terletak dibelakang tulang rawan iga ketujuh kiri. Fundus
lambung,mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri.
Corpus,bagian terbesar letaknya ditengah.Pylorus,suatu canalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan
pylorus disebut antrum pyloricum.
Fungsi lambung :
a. Tempat penyimpanan makanan sementara
b. Mencampur makanan dengan getah lambung
c. Menghancurkan makanan
d. Protein diubah jadi pepton
e. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk keduodenum
f. Mengasamkan makanan
4) Usus halus
Usus halus adalah tabung yang panjangnya kira-kira dua setengah meter
dalam keadaan hidup.usus halus memanjang dari lambung sampai katup
ileo - caecal tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak
di daerah umbilicus dan dikelilingi usus besar.Area permukaan dalam
yang luas disepanjang usus halus membantu absorsi produk-produk
pencernaan.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
a) Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25
cm dan berliku-liku disekitar caput pancreas.
b) Yayunum adalah menempati dua per lima proksimal dari usus
halus.
c) Ileum adalah menempati tiga per lima bagian distal dari usus halus.
5) Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah
lumbal di sebelah kana dan sebelah kiri tuang belakang
peritoneum.Dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian
vertebrae thoracalis sampai vertebrae lumbalis ketiga.Ginjal kanan lebih
rendah dari ginjal kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah
kanan. Panjang ginjal 6 -7,5 cm. pada orang dewasa berat ginjal kira-kira
140 gram. Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu:lobus hepatis
dextra, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra.
Fungsi ginjal:
a. Mengatur keseimbangan air
b. Mengatur konsentrasi garam darah dan keseimbangan asam basa
darah
c. Eksresi bahan buangan dan kelebihan garam
6) Limpa
Limpa terletak di region hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen
diantara fundus ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa:
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan
limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
hemoglobin dan zat besi
7) Pancreas
Pancreas adalah kelenjar majemuk bertandan. panjangnya kira-kira 15
cm,mulai dari duodenum sampai limpa.pankreas dibagi menjadi tiga
bagian yaitu kepala pancreas, yang terletak disebelah rongga kanan
abdomen dan didalam lekukan, badan pancreas, yang terletak dibelakang
lambung dan didepan vertebrae lumbalis pertama ekor pakreas, adalah
bagian yang runcing disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Fungsi pancreas:
a) Fungsi eksokrin, dimana kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan
pankreas menuju duktus pakreatikus,dan akhirnya ke
duodenum. Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorsi
protein,lemak dan karbohidrat.
b) Fungsi endokrin,dimana pancreas bertanggung jawab untuk
produksi serta sekresi glucogan dan insulin,yang terjadi dalam
sel-sel khusus di pulau langerhans.
2.5 Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang
terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma
tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka
tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen.
Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang
merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau
sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.
Hipokalsemia
Resiko Syok Hipovolemik
ketidakseimbangan Kram otot
cairan
a. Deselerasi
Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau
regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak.
Deselerasi yaitu fase saat pengemudi mengurangi kecepatan kendaraan
(saat akan bertabrakan). Deselerasi secara cepat akan menyebabkan
struktur tubuh dan organ-organ penyusunnya mengalami pergeseran
yang berbeda-beda. Akibatnya, terjadi gaya geser yang menyebabkan
robeknya organ-organ viseral yang padat dan berongga serta pembuluh
darah, terutama pada area-area dimana terdapat perlekatan. Injuri akibat
fase deselerasi pada umumnya juga menyebabkan robeknya hati
disepanjang ligamentum teres hepatis dan injuri intimal pada arteri
ginjal. Karena vaskularisasi usus yang melingkar dari area mesenterium,
dapat terjadi pula trombosis dan robeknya mesentrium yang berujung
pada injuri pembuluh darah vessel pada area sphlanic. Deselerasi dapat
menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau
kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati.
b. Crushing
Mekanisme kedua melibatkan fase tabrakan. Isi intraabdominal
hancur diantara dinding abdomen anterior dan kolumna vertebral atau
dada posterior, hal ini menyebabkan efek penghancuran pada organ yang
padat (contoh limpa, hati, dan ginjal) terutama yang bersifat rentan.
c. Kompresi Eksternal
Mekanisme ketiga adalah kompresi eksternal, baik melalui
benturan secara langsung atau kompresi eksternal melawan objek yang
mengikat (misalnya sabuk pengaman, tulang belakang). Kompresi
eksternal akan menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang
tiba-tiba sehingga berujung pada pecahnya organ-organ Hollow Viscus
(sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Boyle). Hati dan limpa merupakan
organ yang sering mengalami injuri, meskipun laporan bervariasi. Usus
kecil dan usus besar menempati urutan kedua.
Berkurang
Hipofung nya
Ketahanan jaringan tidak mampu
si organ produksi
mengkompensasi
sel darah
merah
Trauma Tumpul Abdomen
Mengenai
hepar Anemia
Hipertermia
2.11 Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan
gastrointestinal atau darah
3. Distensi abdomen
4. Demam
5. Anoreksia
6. Mual dan muntah
7. Takikardi
8. Peningkatan suhu tubuh
Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya:
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga
peritonium):
Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai faktor,
termasuk jenis objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ
yang mungkin terkena, dan lokasi serta jumlah luka. Tanda dan gejala yang
seringkali muncul adalah:
a. Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta perdarahan
Nyeri dapat menjadi petunjuk terjadinya kerusakan organ. Semisal,
terdapat nyeri bahu, mungkin nyeri tersebut merupakan akibat dari
limpa yang rusak dengan darah subphrenic
b. Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal terjadi ketika katup peritoneal dan aspek
posterior dari dinding abdomen anterior mengalami inflamasi. Darah
dan organ di dalam peritoneal atau retroperineal terangsang oleh ujung
saraf yang lebih dalam (serabut visceral aferen nyeri) dan
mengakibatkan rasa yang sangat nyeri. Iritasi pada peritoneum parietal
mengarah ke nyeri somatik yang cenderung lebih terlokalisasi.
c. Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada pasien tidak
responsif, hal tersebut dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif.
d. Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan terjadinya cedera usus
dan cedera saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat notasi darah di
meatus uretra juga merupakan tanda adanya cedera saluran urogenital.
e. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena
pada saat syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital,
sehingga untuk organ yang tidak begitu vital kurang mendapatkan
distribusi darah yang mencukupi untuk dapat bekerja sesuai dengan
fungsinya sehingga kinerja organ dapat mengalami penurunan atau
bahkan fungsi organ menjadi terhenti (Offner, 2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit
dan akurat. Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan
panggul tanpa adanya perubahan signifikan atau perubahan awal
dalam temuan pemeriksaan fisik. Bradikardi dapat mengindikasikan
adanya darah disekitar intraperitoneal.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:
a. Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur usus kecil
b. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
c. Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner sign) atau umbilikus
(cullen sign): mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi
biasanya terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya cedera diafragma
f. Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari
atau trauma fistula arteriovena
g. Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau nyeri tekan lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h. Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi: mengindikasikan
perdarahan intra abdominal
i. Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah:
menunjukkan potensi cedera limpa atau hati (Legome, 2016).
TABEL 2.1 TANDA-TANDA KLINIS YANG BERHUBUNGAN DENGAN
TRAUMA ABDOMEN
TANDA DESKRIPSI INDIKASI
Tanda Ballance Dullness menetap pada Adanya darah pada sisi
perkusi pinggul kiri dan kanan akan tetapi
dullness pada perkusi pinggul koagulasi pada sisi kiri
kanan yang hilang dengan
perubahan posisi
Tanda Cullen Memar ungu kebiruan atau Perdarahan peritonial
ekimosis sekitar umbilikus
Tanda Grey- Memar ungu kebiruan atau Perdarahan
Turner ekimosis di atas area pinggul retroperitoneal
atau punggung
Tanda Kehr Nyeri yang menyebar ke bahu Darah, cairan atau udara
kiri intra abdominal
mengiritasi nervus
frenikus pada diafragma
Nyeri lepas Nyeri pada saat pemeriksaan Iritasi peritoneal
palpasi dalam dilepas
Perbandingan pada Berbagai Injuri/ Cedera Organ Khusus pada Abdomen
Pre Hospital
Primary Survey
a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing
yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau
benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan”, selanjutnya
pemeriksaan status respirasi klien.Kontrol jalan nafas pada penderita trauma
abdomen yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi
atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal.Setiap
penderita trauma diberikan oksigen.Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan
dengan face mask.Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2
yang adekuat.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan bantuan
pernafasan.Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera
setelah tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat
digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses intravena adalah penting,
pasang kateter intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas atas
untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah berada di
kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan harus menerima produk
darah sesegera mungkin, hal yang sama berlaku pada pasien dengan perdarahan
yang signifikan jelas. Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah hipotermia,
termasuk menggunakan selimut hangat dan cairan prewarmed.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai disini
adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. e. Exposure Penderita harus
dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting untuk memeriksa dan
evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah
wajib pada pasien dengan trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian
bokong, bagian posterior dari kaki, kulit kepala, bagian belakang leher, dan
perineum. Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar penderita
tidak kedinginan.
Untuk penanganan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma nonpenetrasi dan
trauma penetrasi, yaitu:
1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4. Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
5. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen
kecuali bila ada trauma wajah
• Periksa dubur (rectal toucher)
• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
6. Pelvis dan ekstremitas
• Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan
tes gerakan apapun karena memperberat perdarahan)
• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
• Cari luka, memar dan cedera lain
7. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :
• Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.
a. Trauma Penetrasi
Skrinning pemeriksaan rongten
Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau
pneumothoraks. Rontgen abdomen untuk menentukan jalan luka atau
adanya udara retroperitoneum
IVP atau Urogram Excretory dan CT scan
Ini dilakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.
Uretrografi Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
Sistografi
Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada fraktur pelvis dan trauma non penetrasi.
b. Trauma non-penetrasi
Pengambilan contoh darah dan urine
Darah digunakan untuk pemeriksaan lab rutin dan pemeriksaan darah
khusus seperti darah lengkap, potassium, glukosa, amylase.
Pemeriksaan Rongent
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan
multitrauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal
di retroperitoneum atau udara bebas dibawah diagfragma, yang
keduanya memerlukan laparotomi.
Study kontras urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau descendens dan dubur.
Penatalaksanaan di Ruang Emergensi
A. Dasar-dasar pemikiran
Penderita yang berdarah, menghadapi dua masalah yaitu berapa sisa volume
darah yang beredar dan berapa sisa eritrosit untuk mengangkut oksigen ke
jaringan.
Volume darah
Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu
beberapa jam. Penyebab kematian adalah syok progresif yang
menyebabkan hipoksia jaringan. Hipovolemia menyebabkan beberapa
perubahan:
a. Vasokonstroksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan
morgan primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa
b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme
anaerobic dengan produk asam laktat yang menyebabkan lactic acidosis
c. Lactic acidosis menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada organ-
organ primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan merata.
d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskuler
sampai 10% EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi
kehilangan yang lebih dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka
sekaligus kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu. Bila dalam
terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan plasma volume (intra
vaskuler), penderita masih mengalami defisit yang menyebabkan syoknya
irreversible dan berakhir kematian.
Eritrosit untuk transportasi oksigen
Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk
jaringan adalah = Cardiac output x Saturasi O2 x Hb x 1,34 + CO pO2 x
0.003 (5,9). Kalau unsur CO x pO2 x 0.003 karena kecil diabaikan, maka
tampak bahwa persediaan oksigen untuk jaringan tergantung pada Cardiac
Output, saturasi dan kadar Hb. Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak
dapat dikurangi kecuali dengan hipotermia atau anestesi dalam, maka jika
eritrosit hilang, total Hb berkurang Cardiac Output harus naik agar
penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Orang normal dapat
menaikkan Cardiac output 3x normal dengan cepat, asalkan volume
sirkulasi cukup (normovolemia). Faktor-faktor Hb dan saturasi jelas tidak
dapat naik. Hipovolemea akan mematahkan kompensasi Cardiac output.
Dengan mengembalikan volume darah yang telah hilang dengan apa saja
asal segera normovolemia, CO akan mampu berkompensasi. Jika Hb turun
sampai tinggal 1/3, tetapi CO dapat naik sampai 3x, maka penyediaan
oksigen ke jaringan masih tetap normal. Pengembalian volume, mutlak
diprioritaskan daripada pengembalian eritrosit.
Pada kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan.
Pada kasus B, jika hemoglobin kurang dari 8 gm% atau hematokrit kurang dari
25%, transfusi sebaiknya diberikan. Tetapi seandainya akan dilakukan
pembedahan untuk menghentikan suatu perdarahan, transfusi dapat ditunda
sebentar sampai sumber perdarahan terkuasai dulu. Pada kasus C, transfusi harus
segera diberikan. Ada tiga kemungkinan penyebab yaitu perdarahan masih
berlangsung terus (continuing loss), syok terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu
lama dan anemia terlalu berat, terjadi hipoksia jaringan. Pada 1/2 jam pertama,
kalau diukur Hb/Hct, hasil yang diperoleh mungkin masih ”normal”. Harga Hb
yang benar adalah yang diukur setelah penderita kembali normovolemik dengan
pemberian cairan. Penderita didalam keadaan anestesi, dengan napas buatan atau
dengan hipotermia, dapat mentolerir hematocrit 10% - 15%. Tetapi penderita
biasa, sadar, napas sendiri, memerlukan Hb 8 gm% atau lebih agar cadangan
kompensasinya tidak terkuras habis.
C. Jumlah cairan
Lebih dulu dihitung Estimated Blood Volume penderita, 65-70 ml/kg
berat badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik.
Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat.
Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang untuk sementara
dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang
dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2- 4 x volume
yang hilang. Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria
Trauma Status dari Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit sesudah infusi,
cairan Ringer Laktat akan meresap keluar vaskuler menuju interstitial. Demikian
sampai terjadi keseimbangan baru antara Plasma Volume (IVF) dan ISF.
Expansi ISF ini merupakan ’interstitial edema” yang tidak berbahaya. Bahaya
edema paru-paru dan edema otak dapat terjadi jika semula organ-organ tersebut
telah terkena trauma. Dua puluh empat jam kemudian akan terjadi diuresis
spontan. Jika keadaan terpaksa, dieresis dapat dipercepat lebih awal dengan
frusemide setelah transfusi diberikan.
Tabel 3.2 Traumatic Status dari Giesecke
Tanda TS I TS II TS III
Sesak nafas - ringan ++
Tekanan darah N turun Tidak teratur
Nadi Cepat Sangat cepat Tidak teraba
Urine N oliguria anuria
kesadaran N disorientasi / coma
Gas darah N pO2 p)2/ pCO2
CVR N rendah Sangat rendah
Blood Loss % Sampai 10 % Sampai 30 % Lebih 50 %
EBV
BAB III
3.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat rumah, dll
2. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian, pasien biasanya
mengeluh nyeri hebat, mual-muntah, kelemahan, bahkan hingga penurunan
kesadaran.
3. Riwayat penyakit
Kemungkinan terdapat riwayat penyakit penyerta yang dapat memperparah
keadaan klien
B. Pengkajian primer
1. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
Airway dengan Kontrol Servical (Cervical Spine Control)
a. Menilai kelancaran jalan nafas,meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi benda asing,fraktur tulang wajah,fraktur
maksila,mandibula,fraktur laring atau trakea.
b. GCS sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan
airway definitif
c. Kecurigaan fraktur servical,harus dipakai alat imobilisasi (collar
neck)
1. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan’, selanjutnya
pemeriksaan status respirasi klien.
Breathing dan Ventilasi
a. Airway yg baik tidak menjamin ventilasi yg baik. Ventilasi yg baik
meliputi fungsi yg baik dari paru,dinding dada dan diafragma.
b. Perlukaan yg mengakibatkan gangguan ventilasi yg berat adalah
tension pneumo-thorax,flail chest dgn kontusio paru dan open
pneumothorax.
2. Circulation dengan kontrol perdarahan
a. Volume darah dan Cardiac Output
ada 3 penemuan klinis yg dlm hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik,yaitu :
- tingkat kesadaran
- warna kulit
- nadi
b. Perdarahan
Pendarahan eksternal harus dikenali dan dikelola pada primary survey
3. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
Disability (Neurologic Evalution)
a. Penilaian Tingkat kesadaran,ukuran dan reaksi pupil,tanda-tanda
lateralisasi dan tingkat level cedera spinal.
b. Penilaian GCS
4. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap
dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan
trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior
dari kaki, kulit kepala, bagian belakang leher, dan perineum. Setelah
pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar penderita tidak
kedinginan.
Exposure/Kontrol Lingkungan (Environment control)
a. Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan
evaluasi pasien.
b. Kemudian di selimuti agar tidak hipotermia
c. Diberikan cairan kristaloid intra-vena yg sudah di hangatkan
d. Resusitasi
C. Secondary Survey
Secondary Survey dilakukan setelah Primary survey selesai,resusitasi
dilakukan dan ABC-nya dipastikan membai. Head to toe examination,termasuk
reevaluasi pemeriksaan tanda vital. Pemeriksaan neurologi lengkap,termasuk
mencatat skor GCS bila blm dilakukan pada survey primer
- Anamnesis
Riwayat AMPLE
A : Alergi
L : Last Meal
E : Event/environment (lingkungan)
1. Aktivitas / istirahat
Data Subyektif : Merasa lemah ,lelah, hilang keseimbangan
D. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Inspeksi abdomen untuk melihat :
2. Auskultasi
Auskultasi suara usus disemua kuadran
100
x/menit
Kolaborasi :
c. T : 36,5-
37,5 oC - Pemberian oksigen
d. RR : 16-20 sesuai indikasi
x/menit - Atur peralatan
oksigenasi sesuai
indikasi
2. Domain 2: Tujuan: Mandiri
Nutrisi, Kelas 5:
Hidrasi (00027) Setelah diberikan — Kaji tanda-tanda — untuk mengidentifikasi
tindakan vital. defisit volume cairan.
Kekurangan
volume cairan keperawatan — Pantau cairan — mengidentifikasi keadaan
berhubungan diharapkan parenteral dengan perdarahan, serta
dengan
volume cairan elektrolit, antibiotik Penurunan sirkulasi volume
kehilangan
cairan aktif. tidak mengalami dan vitamin cairan menyebabkan
kekurangan. — Kaji tetesan infus. kekeringan mukosa dan
pemekatan urin. deteksi
dini memungkinkan terapi
Kolaborasi :
Kriteria hasil: pergantian cairan segera.
— Berikan cairan — awasi tetesan untuk
Intake dan
parenteral sesuai mengidentifikasi kebutuhan
output
indikasi. cairan.
seimbang
Turgor kulit
baik
Perdarahan (-) — Cairan parenteral ( — cara parenteral membantu
IV line ) sesuai memenuhi kebutuhan
dengan umur. nuitrisi tubuh.
— Pemberian tranfusi — Mengganti cairan dan
darah. elektrolit secara adekuat
dan cepat.
— menggantikan darah yang
keluar.
2. Domain 12: Tujuan : setelah Mandiri
Kenyamanan, diberikan
Kelas 1: tindakan — Kaji karakteristik — Mengetahui tingkat nyeri
Kenyamanan keperawatan nyeri. klien.
Fisik (00132) diharapkan nyeri
— Beri posisi semi — Mengurngi kontraksi
dapat hilang atau
Nyeri akut fowler. abdomen
terkontrol.
berhubungan
— Anjurkan tehnik — Membantu mengurangi
dengan agens
cidera fisik manajemen nyeri rasa nyeri dengan
(mis., abses, Kriteria hasil:
seperti distraksi mengalihkan perhatian
amputasi, luka Skala nyeri 0 — Managemant — lingkungan yang nyaman
bakar,
Ekspresi lingkungan yang dapat memberikan rasa
terpotong,
mengangkat tenang nyaman. nyaman klien
berat,
prosedur Kolaborasi — analgetik membantu
bedah, - pemberian
trauma, mengurangi rasa nyeri.
olahraga analgetik sesuai
berlebih). indikasi
BAB 4
Asuhan Kepeawatan Kasus
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. M
Umur : 50 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
Tangga&Jam Pengkajian : 21 Oktober 2018
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 30 tahun
Alamat : Surabaya
Hubungan dengan klien : Anak
3. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan bahwa 3 jam yang lalu ketika sedang mengendarai
sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor yang
dikendarai oleh klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien
terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal.
Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan
mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah,
klien mengatakan dia merasa perut sebelah kanan ampeg sampai
punggung, nyeri, dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di antar ke
Rumah Sakit Airlangga Surabaya.
3) Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa.
4. Primary Survey (ABCD)
1) Airway dengan Kontrol Servical (Servical Spine Control)
- Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
- GSC 456, klien tidak memelukan pemasangan airway definitif
- Klien tidak mengalami collar neck
2) Breathing dan Ventilasi
- Klien bernafas secara spontan. Klien terpasang O2 2 lpm
RR : 26x/menit, pernafasan reguler
3) Circulasi dengan Kontrol Perdarahan
a. Volume darah cardiac out put
- GCS 456
- Warna kulit normal, tidak ada tanda-tanda hemodinamik TD
: 120/80 mmHg
- N : 88x/menit
Capillary reffil : < 2 detik
b. Perdarahan
Klien tidak mengalami perdarahan eksternal namun pendarahan
internal pada abdomennya ditandai dengan ditemukan jejas.
4) Disability (Neurologic Evaluation)
a. Tingkat kesadaran : compos metis, ukuran pupil kanan dan kiri
normal (3.5 cm). Reaksi pupil kanan dan kiri normal ketika diberi
respon cahaya
b. GCS : E4M5V6
5) Exposure/kontrol lingkungan (Environment control)
Terdapat luka lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan
5. Second Survey
- Riwayat AMPLE
1) Alergi :
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik
makanan ataupun obat-obatan.
2) Medikasi :
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi
obat apapun.
3) Pastillnes :
Klien sebelumnya pernah di rawat di Rumah Sakit Airlangga
Surabaya.
4) Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas
teh.
5) Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.
- Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
1) Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih.
Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak
ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
2) Leher
Tidak ada kaku kuduk
3) Paru
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
4) Abdomen
Inspeksi : terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah
kanan
Auskultasi : peristaltik usus 7x/menit
Palpasi : tidak ada pembesaran hati
Perkusi : pekak
5) Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik.
Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.
- Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 21 Oktober 2018
Hemoglobin : 15,3 g/dl (N : 14-17,5 g/dl)
Eritrosit : 5,05x106/ul (N : 4,5-5,9 106/ul)
Leukosit : 11x103/ul (N : 4,0-11,3 103/ul)
Hematokrit : 38,8% (N : 40-52%)
Trombosit : 186
Gol darah :O
HBSAg : Negatif
B. Analisis Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Trauma Tumpul Abdomen Ketidakefektifan Pola Nafas
1. Klien mengatakan sesak ↓
nafas Kompresi organ abdomen
2. Klien mengatakan perut ↓
sebelah kanan terasa Pendarahan intra abdomen
ampeg ↓
Peningkatan TIA
DO : ↓
- Pemeriksaan Breathing Mendesak diagfragma
dan Ventilasi ↓
1. Klien bernafas secara Berkurangnya ekspansi paru
spontan. Klien ↓
terpasang O2 2 lpm Sesak nafas
2. RR : 26x/menit, ↓
pernafasan reguler Ketidakefektifan Pola Nafas
2. DS : Trauma Tumpul Abdomen Nyeri Akut
↓
1. Klien mengatakan perut Kompresi organ abdomen
sebelah kanan sakit ↓
P : perlukaan organ dalam Aliran darah ke organ
Q : seperti tertusuk-tusuk abdomen terganggu
R : perut sebelah kanan ↓
S :7 Mengenai organ diabdomen
T : saat bergerak ↓
Iskemia pada organ
DO : ↓
1. Klien tampak Pelepasan mediator nyeri
mengerangerang menahan ↓
sakit. Nyeri Akut
2. Terdapat luka lecet dan
jejas pada abdomen sebelah
kanan
3. Klien kesulitan bernapas
3. DS : Trauma Tumpul Abdomen Resiko Pendarahan
1. Klien mengatakan perut ↓
sebelah kanannya terasa Kompresi organ abdomen
sakit ↓
Pendarahan internal
DO : abdomen
1. Klien nampak mengerang ↓
kesakitan memegangi Resiko Pendarahan
perut sebelah kanannya.
2. Pemeriksaan fisik pada
Abdomen
- Inspeksi :
terdapat jejas dan
hematoma pada
abdomen sebelah kanan
- Perkusi : pekak
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma abdomen
3. Resiko pendarahan berhubungan dengan trauma abdomen
E. Intervensi Keperawatan
F. Implementasi
No Tanggal dan
Implementasi Evaluasi TTD
dx Pukul
1. 21 Oktober 2018 1. Mengkaji pola nafas S : klien mengatakan sesak Firanda
13.25 klien nafas berkurang, klien
2. Memposisikan klien mengatkan lebih nyaman
semi fowler O : RR : 24x/menit
3. Memberikan nasal A : masalah belum teratasi
kanul 2 lpm teratasi
P : lanjutkan intervensi
5.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah
abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
Mekanisme trauma langsung pasien bisa diakibatkan karena terkena
langsung oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera.
Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak
menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ
berongga pada abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang
disebabkan oleh benda tajam.
5.2 Saran.
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian
kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan
selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa
perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak
tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga
mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma
abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Moore ME. 2013. Anatomi berorientasi
klinis. Edisi ke−5. Jakarta: Erlangga.
Musliha.(2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.