Anda di halaman 1dari 60

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA


ABDOMEN

Dosen Pembimbing: Erna Dwi Wahyuni, S.Kep. Ns., M.Kep.

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Cintya Della Widyanata 131511133007


2. Ika Zulkafika Mahmudah 131511133008
3. Elma Karamy 131511133026
4. Rizky Sekartaji 131511133028
5. Kifayatus Sa’adah 131511133047
6. Prisdamayanti Ayuningsih 131511133067
7. Maria Nerissa Arviana 131511133081
8. Nisaul Azmi Nafilah 131511133091
9. Firdha Lailil Fadila 131511133117
10. Lili Putri Roesanti 131511133122
11. Adilla Kusuma Dewi 131511133124
12. Bilqies Rahma Mustikawati 131511155136

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena dengan bimbingan dan


petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan Klien dengan Trauma Abdomen. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperaatan Kritis.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
kali ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Erna Dwi Wahyuni, S.Kep. Ns., M.Kep sebagai pembimbing yang telah
membimbing penulisan makalah ini hingga terselesaikan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, baik menyangkut isi maupun tulisan. Kekurangan-
kekurangan tersebut disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga
kami dapat berbenah diri dan dapat memberikan yang terbaik.

Surabaya, Oktober 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan
pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa,
sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, dan cermat
untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam
pemberian pertolongan korban harus di klasifikasikan termasuk dalam
kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan
meninggal (Kathlenn, 2012).
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera di
mana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan
hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ
yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaaan. Selain
trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan
salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran bagian atas ataupun
saluran cerna bagian bawah bila di biarkan tentu berakibat fatal bagi korban
atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu
memahami penanganan kegawatdaruratan pada system pencernaan secara
cepat, cermat, dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, trauma
perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (Smeltzer,
2001).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya
banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan
yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan
oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam
abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh
luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen (Suratun & Lusianah. 2010).
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Walaupun tekhnik diagnostic baru sudah banyak di pakai, misalnya
Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan
tantangan bagi ahli klinik. Diagnose dini di perlukan untuk pengelolaan
secara optimal. Trauma masih merupakan penyebab kematian paling sering
di empat dekade pertama kehidupan, dan masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama di setiap negara (Gad et al, 2012). Sepuluh persen
dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh trauma. Diperkirakan bahwa
pada tahun 2020 terdapat 8,4 juta orang akan meninggal setiap tahun karena
trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas jalan akan menjadi
peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di seluruh dunia dan
peringkat kedua di negara berkembang. Di Indonesia tahun 2011 jumlah
kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan korban meninggal
sebanyak 31.195 jiwa (Fadhilakmal, 2013).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian
trauma dan sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila,
2008). Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan
trauma tembus.Trauma tembus abdomen biasanya dapat didiagnosis dengan
mudah dan andal, sedangkan trauma tumpul abdomen sering terlewat
karena tanda-tanda klinis yang kurang jelas (Fadhilakmal, 2013).
Peran dan fungsi perawat dalam hal ini adalah sebagai pelaksana
pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti dalam bidang keperawatan dan
kesehatan. Secara independen perawat berperan dalam pemberian asuhan
(Care), sebagai fungsi dependen yaitu fungsi yang didelegasikan
sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain dan sebagai fungsi kolaboratif
yaitu kerjasama saling membantu dalam program kesehatan (sebagai
anggota Tim kesehatan). Pertolongan pertama pada trauma yang cepat dan
tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah anatomi abdomen dan pembuluh darah pada abdomen?
2. Apakah yang dimaksud trauma abdomen?
3. Bagaimana klasifikasi trauma abdomen?
4. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada trauma abdomen?
5. Bagaimana etiologi trauma abdomen?
6. Bagaimana patrofisiologi trauma abdomen?
7. Bagaimana WOC trauma abdomen?
8. Bagaimana manifestasi klinis trauma abdomen?
9. Bagaimana penatalaksanaan trauma abdomen?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada trauma abdomen?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi abdomen dan pembuluh darah pada abdomen
2. Untuk mengetahui definisi trauma abdomen
3. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada trauma abdomen
5. Untuk mengetahui etiologi trauma abdomen
6. Untuk mengetahui patrofisiologi trauma abdomen
7. Untuk mengetahui WOC trauma abdomen
8. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada trauma abdomen

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman mengenai trauma abdomen bagi mahasiswa keperawatan
sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma abdomen
saat di klinik sesuai kompetensi asuhan keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Abdomen

Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot-


otot, fascia transversalis dan parietal peritoneum. Selain itu, posisi abdomen ada
diantara toraks dan pelvis (Moore, 2014) Pada abdomen, terdapat empat kuadran
yang dibahagi dari bagian midline dan bagian transumbilical (Pansky, 2013).

1) Bagian kanan atas: Hepar dan kantong empedu


2) Bagian kiri atas: Gastric dan limfa
3) Bagian kanan bawah: Cecum, ascending colon dan usus kecil
4) Bagian kiri bawah: Descending colon, sigmoid colon, dan usus kecil

Menurut Singh (2014), bagian-bagian abdomen terbagi menjadi :


1) Hypocondriaca Dextra
2) Epigastrica
3) Hypocondriaca Sinistra
4) Lateralis Dextra
5) Umbilicalis
6) Lateralis Sinistra
7) Inguinalis Dextra
8) Pubica
9) Inguinalis Sinistra

Menurut Singh (2014),tempat organ abdomen adalah pada:

1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung


empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal
kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
2) Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
3) Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan
kelenjar suprarenal kiri.
4) Lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kiri, sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum
dan ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.

Dengan mengetahui proyeksi organ intra-abdomen tersebut, dapat


memprediksi organ mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam
pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut.

1) Liver atau hati


Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.Hati
secara luar dilindungi oleh iga-iga.Hati terbagi dalam dua belahan utama,
kanan dan kiri.
Selanjutnya hati dibagi lagi dalam empat belahan setiap belahan atau
lobus terdiri atas lobulus. Hati mengeluarkan empedu melalui saluran
hepatika (duktus hepatikus) yang keluar dari lobus kanan dan kiri yang
kemudian menyatu membentuk hepatic common duct dan menuju duktus
cystikus kemudia masuk ke kandung empedu.(Pearce,1999)
Fungsi hati :
a) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam
empedu

b) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen


c) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terahir asam karbonat dan
air

d) Hati merupakan pabrik terbesar dalam tubuh sebagai pengantar


metabolisme (Syaifuddin,1997).

2) Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan
merupakan membrane berotot. Letaknya didalam sebuah lekukan
disebelah permukaan bawah hati, sampai dipinggiran
depannya.Panjangnya delapan sampai dua belas centi meter. Kandung
empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, dan leher.
Fungsi Kandung Empedu :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat
3) Lambung
Lambung terletak disebelah atas kiri abdomen,sebagian terlindungi
dibelakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya.orificium
cardia terletak dibelakang tulang rawan iga ketujuh kiri. Fundus
lambung,mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri.
Corpus,bagian terbesar letaknya ditengah.Pylorus,suatu canalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan
pylorus disebut antrum pyloricum.
Fungsi lambung :
a. Tempat penyimpanan makanan sementara
b. Mencampur makanan dengan getah lambung
c. Menghancurkan makanan
d. Protein diubah jadi pepton
e. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk keduodenum
f. Mengasamkan makanan
4) Usus halus
Usus halus adalah tabung yang panjangnya kira-kira dua setengah meter
dalam keadaan hidup.usus halus memanjang dari lambung sampai katup
ileo - caecal tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak
di daerah umbilicus dan dikelilingi usus besar.Area permukaan dalam
yang luas disepanjang usus halus membantu absorsi produk-produk
pencernaan.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
a) Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25
cm dan berliku-liku disekitar caput pancreas.
b) Yayunum adalah menempati dua per lima proksimal dari usus
halus.
c) Ileum adalah menempati tiga per lima bagian distal dari usus halus.
5) Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah
lumbal di sebelah kana dan sebelah kiri tuang belakang
peritoneum.Dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian
vertebrae thoracalis sampai vertebrae lumbalis ketiga.Ginjal kanan lebih
rendah dari ginjal kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah
kanan. Panjang ginjal 6 -7,5 cm. pada orang dewasa berat ginjal kira-kira
140 gram. Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu:lobus hepatis
dextra, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra.
Fungsi ginjal:
a. Mengatur keseimbangan air
b. Mengatur konsentrasi garam darah dan keseimbangan asam basa
darah
c. Eksresi bahan buangan dan kelebihan garam
6) Limpa
Limpa terletak di region hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen
diantara fundus ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa:
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan
limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
hemoglobin dan zat besi
7) Pancreas
Pancreas adalah kelenjar majemuk bertandan. panjangnya kira-kira 15
cm,mulai dari duodenum sampai limpa.pankreas dibagi menjadi tiga
bagian yaitu kepala pancreas, yang terletak disebelah rongga kanan
abdomen dan didalam lekukan, badan pancreas, yang terletak dibelakang
lambung dan didepan vertebrae lumbalis pertama ekor pakreas, adalah
bagian yang runcing disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Fungsi pancreas:
a) Fungsi eksokrin, dimana kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan
pankreas menuju duktus pakreatikus,dan akhirnya ke
duodenum. Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorsi
protein,lemak dan karbohidrat.
b) Fungsi endokrin,dimana pancreas bertanggung jawab untuk
produksi serta sekresi glucogan dan insulin,yang terjadi dalam
sel-sel khusus di pulau langerhans.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Abdomen


A. Arteri rongga perut
1. Arteri seliaka
a. Arteri gastrika sinistra: Pembuluh darah ini memperdarahi
lambung sebelah kiri.
b. Arteri lienalis: Pembuluh darah ini memperdarahi limpa dan
pankreas.
c. Arteri hepatica: Pembuluh darah ini memperdarahi lobus-lobus
hati.
2. Arteri splenika (lienalis): Memperdarahi pancreas, duodenum
superior dan inferior.
3. Arteri mesentrika superior: Memperdarahi bagian distal duodenum,
ileum, sekum, apendiks, kolon asendens dan kolon transversum.
4. Arteri renalis: Pembuluh darah ini memperdarahi ginjal.
5. Arteri mesentrika inferior: Pembuluh darah ini memperdarahi
sepertiga distal kolon transversum, fleksura kolika sinstra, kolon
desendens, kolon sigmoid, rectum, dan setengah bagian atas anus.
6. Arteri marginalis: Pembuluh darah ini memperdarahi daerah rectum.
B. Arteri Dinding Abdomen Depan dan Belakang
Arteri frenikus inferior merupakan cabang dari aorta abdominalis yang
memperdarahi diafragma bagian bawah.
1. Arteri subkostalis: Memperdarahi otot iga melayang.
2. Arteri epigastrika superior: Masuk ke dalam muskulus rektus
abdominus berjalan turun ke belakang beranastomosis dengan arteri
epigastria inferior.
3. Arteri lumbalis: Memperdarahi kulit dan otot punggung sumsum
tulang belakang.
C. Vena
1. Vena torasika interna: Bersatu membentuk pembuluh darah tunggal
dan mengalirkan darah ke vena brakiosepalika.
2. Vena dinding anterior dan lateral abdomen: umbilicus dialirkan ke
vena aksilaris melalui vena torakalis dank ke bawah vena femoralis
melalui vena epigastrika superfisialis
a. Vena savena magna: menghubungkan vena melalui umbilikalis
sepanjang ligamentum terres ke vena porta dan membentuk
anastomosis vena porta dengan vena sistemik yang penting.
b. Vena epigastrika superior, vena epigastrika inferior dan vena
sirkumfleksa ileum profundus mengalirkan darah ke vena iliaka
eksterna.
c. Vena interkostalis posterior mengalirkan darah ke vena azigo,
vena lumbalis dan vena kava inferior.
3. Vena lambung
Vena yang mengalirkan darah ke sirkulasi portal vena gastrika
sinistra dan vena gastrika dekstra langsung ke vena porta, vena
gastroepiploika sinistra bermuara ke vena lienalis dan bermuara ke
mesenterika superior.
4. Vena posterior abdomen
Vena kava inferior mengalirkan sebagian besar darah dari bagian
tubuh di bawah diafragma ke atrium dekstra. Vena ini dibentuk oleh
vena iliaka kommunis berjalan ke atas sisi kanan aorta dan
menembus sentrum tendinium diafragma setinggi vertebra torasika
VIII, memasukkan darahnya ke atrium kanan jantung dan menerima
cabang dari vena mesentrika inferior, vena mesentrika superior, vena
lienalis dan vena porta.
5. Vena dinding pelvis
a. Vena iliaka eksterna: mulai dari belakang ligamentum inguinal
lanjutan vena femoralis dan bersatu dengan vena iliaka interna
membentuk vena iliaka kommunis. Vena ini menerima darah dari
vena epigastrika inferior dan vena sirkumfleksailium profunda.
b. Vena iliaka interna: terbentuk dari penggabungan cabang vena
iliaka interna, vena vaginalis dan vena pudenda interna yang
berjalan ke atas dan bersatu dengan vena iliaka eksterna
membentuk vena iliaka kommunis.
c. Vena sakralis media: bermuara pada vena iliaka kommunis
sinistra.

2.3 Definisi Trauma Abdomen


Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul, tembus, serta trauma yang dsengaja atau tidak disengaja
( Smeltzer, 2001 )
Trauma abdomen adalah salah satu kegawatdaruratan dalam
sistem pencernaan yaitu terjadinya kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga dapat terjadi gangguan
metabolisme, dan gangguan faal berbagai organ di sekitarnya. ( Etika,
2016 )

2.4 Klasifikasi Trauma Abdomen


Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan
trauma tajam. Trauma abdomen dapat menyebabkan laserasi organ tubuh
sehingga memerlukan tindakan pertolongan dan perbaikan pada organ yang
mengalami kerusakan.
1. Trauma Tajam / Penetrasi
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan
luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga
peritonium yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat
benda tajam dikenal dalam tiga bentuk yaitu: luka iris atau luka sayat,
luka tusuk, atau luka bacok.
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Kerusakan dapat berupa
perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila
mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga
perut dan menimbulkan iritasi peritonium.

2. Trauma Tumpul / Non Penetrasi


Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh, tetapi dapat menimbulkan cedera berupa kerusakan
daerah organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan, pecahnya
viskus berongga, kontusio atau laserasi jaringan maupun organ
dibawahnya. Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat
menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera.
Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
organ berongga dan menyebabkan ruptur .
Pengeluaran darah yang banyak dapat berlangsung di dalam kavum
abdomen tanpa atau dengan adanya tanda – tanda yang dapat diamati
oleh pemeriksa, dan akhir – akhir ini kegagalan dalam mengenali
perdarahan intrabdominal adalah penyebab utama kematian dini pasca
trauma.

2.5 Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang
terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma
tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka
tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen.
Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang
merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau
sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.

2.6 Patofisiologi Trauma Tajam


Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang
mengakibatkan luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam
rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma
akibat benda tajam dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau
luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka
bacok (vulnus caesum). (M.Hasbi,2010)
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih
besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa
temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan
bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai
organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan
menimbulkan iritasi pada peritoneum.(M.Hasbi,2010)
2.7 WOC Trauma Tajam

Trauma benda tajam (Pisau,


peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Tajam Abdomen

Luka Terbuka Gangguan Perforasi


Integritas Kulit lapisan
abdomen
Jalan Perlukaan di usus
masuknya Pelepasan
patogen mediator
nyeri Resiko Kerusakan Penurunan fungsi organ
Perdarahan organ
Resiko Infeksi abdomen
Nyeri Akut Gangguan absorbsi
kalsium dari dinding
Perdarahan Masif usus

Hipokalsemia
Resiko Syok Hipovolemik
ketidakseimbangan Kram otot
cairan

Gangguan Otot pernafasan


mobilitas fisik mengalami
spasme

Pola Nafas Tidak Efektif Sesak nafas


2.8 Patofisiologi Trauma Tumpul
Trauma yang didapat dari kecelakaan menjadi penyebab
terbanyak dari trauma abdomen. Kecelakaan mobil dengan mobil dan
antara mobil dengan pejalan kaki menduduki 50-75% dari keseluruhan
kasus trauma tumpul abdomen (Udeani & Steinberg,2011).
Cedera struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan ke dalam 2
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman) dan tenaga
deselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat
berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang
terfiksasi. Hal yang sering terjadi hantaman menyebabkan sobek dan
hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan
menyebabkan ruptur (Salomone & Salomone,2011).
Tenaga deselerasi menyebabkan regangan dan sobekan linier
organ-organ yang terfiksasi. Cidera deselerasi klasik termasuk hepatic
tear sepanjang ligamentum teres dan cidera intima pada arteri renalis
(Salomone & Salomone,2011). Salomone & Salomone (2011)
menyatakan bahwa trauma tumpul akibat hantaman secara umum dibagi
ke dalam 3 mekanisme yaitu :
1. Ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan pergerakan yang
berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya,
kekuatan hantaman menyebabkan organ viseral yang padat serta
vaskularisasi abdomen menjadi ruptur, terutama yang berada di
daerah hantaman.
2. Ketika isi dari intra abdomen terhimpit antara dinding depan
abdomen dan kolumna vertebralis atau posterior kavum thorak. Hal
ini dapat merusak organ-organ padat visera seperti hepar, limpa dan
ginjal.
3. Kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya
ketika terjadi ruptur organ. Pada penderita ini terjadinya jejas pada
abdomen disebabkan karena terhimpitnya pasien saat terjadi
kecelakaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya himpitan pada
organ intra abdomen antara dinding depan abdomen dan kolumna
vertebralis.
2.9 Mekanisme Injuri Abdomen

Trauma terjadi ketika sebuah energi eksternal yang kuat


menghantam tubuh dan mengakibatkan gangguan struktur atau fisiologi
atau injuri. Energi eksternal dapat berupa energi radiasi, elektrik,
thermal, chemical, atau berbentuk energi mekanik. Secara umum trauma
tumpul yang mengakibatkan injuri abdominal mempunyai tiga
mekanisme yang akan dijelaskan lebih lanjut.

a. Deselerasi
Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau
regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak.
Deselerasi yaitu fase saat pengemudi mengurangi kecepatan kendaraan
(saat akan bertabrakan). Deselerasi secara cepat akan menyebabkan
struktur tubuh dan organ-organ penyusunnya mengalami pergeseran
yang berbeda-beda. Akibatnya, terjadi gaya geser yang menyebabkan
robeknya organ-organ viseral yang padat dan berongga serta pembuluh
darah, terutama pada area-area dimana terdapat perlekatan. Injuri akibat
fase deselerasi pada umumnya juga menyebabkan robeknya hati
disepanjang ligamentum teres hepatis dan injuri intimal pada arteri
ginjal. Karena vaskularisasi usus yang melingkar dari area mesenterium,
dapat terjadi pula trombosis dan robeknya mesentrium yang berujung
pada injuri pembuluh darah vessel pada area sphlanic. Deselerasi dapat
menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau
kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati.
b. Crushing
Mekanisme kedua melibatkan fase tabrakan. Isi intraabdominal
hancur diantara dinding abdomen anterior dan kolumna vertebral atau
dada posterior, hal ini menyebabkan efek penghancuran pada organ yang
padat (contoh limpa, hati, dan ginjal) terutama yang bersifat rentan.
c. Kompresi Eksternal
Mekanisme ketiga adalah kompresi eksternal, baik melalui
benturan secara langsung atau kompresi eksternal melawan objek yang
mengikat (misalnya sabuk pengaman, tulang belakang). Kompresi
eksternal akan menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang
tiba-tiba sehingga berujung pada pecahnya organ-organ Hollow Viscus
(sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Boyle). Hati dan limpa merupakan
organ yang sering mengalami injuri, meskipun laporan bervariasi. Usus
kecil dan usus besar menempati urutan kedua.

Sedangkan menurut Amir (2007), trauma tumpul dapat


diklasifikasikan menjadi dua mekanisme utama yaitu cedera akselerasi
(kompresi) dan cedera deselerasi (perlambatan). Cedera akselerasi
(kompresi) merupakan suatu kondisi trauma tumpul langsung ke area
abdomen atau bagian pinggang. Kondisi ini memberikan menifestasi
kerusakan vascular dengan respons terbentuknya formasi hematom di
dalam viseria. Cedera kompresi yang kuat dapat juga mengakibatkan
peningkatan tekanan transien intraluminal yang memberikan respon
adanya ruptur pada organ di dalam abdomen. Peningkatan tekanan
transien intraabdomen adalah mekanisme umum trauma tumpul yang
mencederai usus kecil. Sedangkan cedera deselerasi adalah suatu kondisi
di mana suatu peregangan yang berlebihan memberikan manifestasi
terhadap cedera intraabdomen. Kekuatan peregangan secara longitudinal
memberikan manifestasi rupture (robek) pada struktur di persimpangan
antara segmen intraabdomen. Cedera deselerasi yang paling sering
adalah cedera pada hepar sepanjang ligamentum teres dan cedera lapisan
intima arteri ginjal. Kondisi lain juga akan memberikan manifestasi
pergeseran usus besar, thrombosis, dan cedera mesentrika disertai
dengan cedera pada sistem vascular splanknik. Kondisi cedera akselerasi
memberikan berbagai masalah pada pasien sesuai organ intraabdominal
yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan implikasi kedaruratan
klinis, respons sistemik, dan dampak intervensi medis.
2.10 WOC Trauma Tumpul Abdomen

Trauma benda tajam


(Pisau, peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Berkurang
Hipofung nya
Ketahanan jaringan tidak mampu
si organ produksi
mengkompensasi
sel darah
merah
Trauma Tumpul Abdomen
Mengenai
hepar Anemia

Kompresi organ abdomen


Pelepasan
mediator Perdarahan
intra abdomen
nyeri

Perdarahan Aliran darah


internal ke organ Peningka
abdomen Nyeri Akut tan TIA
terganggu
Rasa tidak Distensi
Resiko
nyaman abdomen
Perdarah Mengenai Mendesak
saat
an organ diafragma
bergerak
usus
Mual muntah
Iskemia Usus Ganggua
n Berkurangny
mobilitas a ekspansi
fisik paru Resiko
Pengaktifan mediator Gangguan defisit
inflamasi akibat kurang motilitas nutrisi
O2 ke jaringan gastrointesti Sesak nafas
nal

Timbul respon demam


Pola Nafas
Tidak Efektif

Hipertermia
2.11 Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan
gastrointestinal atau darah
3. Distensi abdomen
4. Demam
5. Anoreksia
6. Mual dan muntah
7. Takikardi
8. Peningkatan suhu tubuh
Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya:
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga
peritonium):
Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai faktor,
termasuk jenis objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ
yang mungkin terkena, dan lokasi serta jumlah luka. Tanda dan gejala yang
seringkali muncul adalah:
a. Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta perdarahan
Nyeri dapat menjadi petunjuk terjadinya kerusakan organ. Semisal,
terdapat nyeri bahu, mungkin nyeri tersebut merupakan akibat dari
limpa yang rusak dengan darah subphrenic
b. Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal terjadi ketika katup peritoneal dan aspek
posterior dari dinding abdomen anterior mengalami inflamasi. Darah
dan organ di dalam peritoneal atau retroperineal terangsang oleh ujung
saraf yang lebih dalam (serabut visceral aferen nyeri) dan
mengakibatkan rasa yang sangat nyeri. Iritasi pada peritoneum parietal
mengarah ke nyeri somatik yang cenderung lebih terlokalisasi.
c. Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada pasien tidak
responsif, hal tersebut dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif.
d. Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan terjadinya cedera usus
dan cedera saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat notasi darah di
meatus uretra juga merupakan tanda adanya cedera saluran urogenital.
e. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena
pada saat syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital,
sehingga untuk organ yang tidak begitu vital kurang mendapatkan
distribusi darah yang mencukupi untuk dapat bekerja sesuai dengan
fungsinya sehingga kinerja organ dapat mengalami penurunan atau
bahkan fungsi organ menjadi terhenti (Offner, 2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit
dan akurat. Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan
panggul tanpa adanya perubahan signifikan atau perubahan awal
dalam temuan pemeriksaan fisik. Bradikardi dapat mengindikasikan
adanya darah disekitar intraperitoneal.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:
a. Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur usus kecil
b. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
c. Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner sign) atau umbilikus
(cullen sign): mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi
biasanya terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya cedera diafragma
f. Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari
atau trauma fistula arteriovena
g. Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau nyeri tekan lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h. Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi: mengindikasikan
perdarahan intra abdominal
i. Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah:
menunjukkan potensi cedera limpa atau hati (Legome, 2016).
TABEL 2.1 TANDA-TANDA KLINIS YANG BERHUBUNGAN DENGAN
TRAUMA ABDOMEN
TANDA DESKRIPSI INDIKASI
Tanda Ballance Dullness menetap pada Adanya darah pada sisi
perkusi pinggul kiri dan kanan akan tetapi
dullness pada perkusi pinggul koagulasi pada sisi kiri
kanan yang hilang dengan
perubahan posisi
Tanda Cullen Memar ungu kebiruan atau Perdarahan peritonial
ekimosis sekitar umbilikus
Tanda Grey- Memar ungu kebiruan atau Perdarahan
Turner ekimosis di atas area pinggul retroperitoneal
atau punggung
Tanda Kehr Nyeri yang menyebar ke bahu Darah, cairan atau udara
kiri intra abdominal
mengiritasi nervus
frenikus pada diafragma
Nyeri lepas Nyeri pada saat pemeriksaan Iritasi peritoneal
palpasi dalam dilepas
Perbandingan pada Berbagai Injuri/ Cedera Organ Khusus pada Abdomen

Organ Insiden dan Implikasi Tanda dan Gejala Intervensi


Cedera Injuri Terapeutik
Lien a. Secara umum a. Riwayat a. Pasien
disebabkan oleh truma tumpul dengan
cedera tumpul pada kuadran hemodina
abdomen. kiri atas, mik stabil
Karena b. nyeri tekan dapat
ketebalannya,or pada kuadran dilakukan
gan yang kiri atas, penangana
berkapsul tanda Kehr, n non
menyimpan tanda iritasi pembedah
sekitar 200 mL peritoneum an,
darah. (nyeri lepas b. observasi
b. Ruptur lien dan kaku), ketat dan
dapat hipotensi. pengkajia
menyebabkan n ulang
perdarahan akut. secara
frekuen
pada
abdomen,
c. hematokrit
serial dan
ulang CT
scan.
Hati Sama dengan lien, hati a. Riwayat 50% sampai 60%
merupakan organ di trauma cedera pada hati
abdomen yang paling tumpul pada dapat berhenti
sering mengalami dada bagian secara spontan.
cedera. Secara umum kanan bawah Laserasi luas
cedera disebabkan oleh : pada iga 8-12 berbentuk bintang
 Lokasi di atau diatas (Stellate) dengan
anterior tengan hemodinamik
 Ukuran yang abdomen, tidak stabil
besar b. nyeri pada memerlukan
 Densitas/padatn kuadran intervensi bedah.
ya hati kanan
 Relatif tidak atas,kaku
terlindungi seperti papan
Mengandung banyak yang tidak
pembuluh darah besar disadari
dan menyimpan darah c. nyeri
hingga 500 mL, bisa lepas,spasme
menjadi sumber otot dan
kehilangan darah yang kekakuan
potensial. pada dinding
abdomen
d. bising usus
berkurang
atau tidak ada
e. tanda-tanda
syok
hipovolemia.
Lambung Organ berongga,cukup a. Terdapat NGT bermanfaat
mudah bergerak. Jarang darah pada untuk dekompresi
mengalami cedera pada drainase NGT lambung dan
trauma tumpul; lebih b. udara bebas di memonitor
sering mengalami bawah pendarahan.
cedera pada trauma diafragma
abdomen penetrasi. pada
radiografi
abdomen.
Pankreas Cedera yang jarang Kerusakan pada Lakukan
terjadi pada trauma pankreas dapat tidak pemeriksaan
abdomrn tumpul terdeteksi pada amilase serial.
(insiden 2%-12%) awalnya ; sering
karena pankreas relatif terlihat ketika
terproteksi posisinya komplikasi
yang berada di meningkat atau
retroperitoneal. selama penanganan
cedera lain,
peritoneal lavage
negatif, nyeri
epigastrik, distensi
abdomen.
Ginjal Injuri terjadi pada 10% Diagnosis dimulai Kontusio dapat
pasien yang mengalami dengan kecurigaan ditangani dengan
trauma abdomen. Tiga tinggi hematuri bedrest,
tipe injuri renal : (terlihat atau observasi, dan
 Laserasi mikroskopik), meningkatkan
 Kontusio ekimosis diatas intake cairan.
 Injuri pembuluh panggul, nyeri tekan Intervensi
darah pembedahan pada
pada panggul atau laserasi
abdomen. dihubungkan
dengan
perdarahan dan
ekstravasasi urine.
Kemumgkinan
dilakukan
nefrektomi
apabila terjadi
injuri parenkimal
atau vaskular
yang serius.
Kandung Injuri dapat berupa a. Nyeri pada a. Kontusio
Kemih kontusio atau ruptur. pelvis bagian kandung
Mekanisme injuri bawah kemih
terjadinya ruptur b. Ketidakmamp biasanya
kandung kemih: uan untuk membatasi
a. Kandung kemih mengosongka diri
dapat meletus n kandung b. Kateter
sebagai reaksi kemih urethral
adanya c. Distensi atau
hantaman abdomen suprapubi
langsung d. Tidak adanya k selama
(seperti balon urin dari 7-10 hari
air) kateter tetap setelah
b. Fragmen tulang setelah ruptur
pada pelvis resusitasi kandung
dapat menusuk cairan kemih
kandung kemih adekuat c. Antibiotik
c. kandung kemih e. Cystogram spektrum
yang penuh naik hampir 100% luas
ke cavum sensitif pada
abdomen, hal ruptur
tersebut kandung
membuat kemih
kandung kemih
lebih mudah
terkena injuri
Uretra a. Karena a. Adanya darah a. Sering
lokasinya berada pada meatus dijumpai
luar, pada laki- uretra pasien
laki lebih dengan
banyak b. Prostat injuri
mengalami mengapung multiple:
injuri daripada (high riding) Injuri
perempuan pada yang
b. Trauma paling pemeriksaan menganca
banyak colok dubur m jiwa
disebabkan c. Hematuri harus
karena kaki (terlihat atau ditangani
yang mikroskopis) terlebih
terkangkang, d. Pembengkaka dahulu
tabrakan dengan n skrotum b. Pasang
sadel sepeda e. Nyeri pelvis kateter
motor atau atau suprapunis
sepeda, atau suprapubik dan tunda
fraktur pelvis f. Kekakuan, pembedah
c. Pada perempuan spasme, an
injuri berupa guarding pada perbaikan
gesekan pada dinding
uretra dari abdomen
simpisis pubis g. Nyeri lepas
dan dapat
dihubungkan
dengan trauma
kandung kemih
dan vagina yang
signifikan
Intestinum Baik usus kecil maupun a. Kecurigaan a. Intervensi
usus besar dapat tinggi pada pembedah
mengalami injuri akibat temuan an
cedera tumpul atau adanya antisipatif
penetrasi karena: cetakan sabuk
a. Usus mengisi pengaman
hampir seluruh pada
cavum abdomen abdomen
b. Posisnya yang b. Bising usu
berada di depan hipoaktif atau
c. Titik fiksasi tidak ada
d. Vaskularitas c. Samar, nyeri
abdomen
yang umum
dirasakan,
terbakar pada
epigastric
d. Nyeri lepas
e. kekakuan,
spasme
abdominal
f. Eviserasi
nyata
g. darah pada
rektum (tes
darah samar
positif)
h. Lavage
peritoneal
positif
Pelvis Fraktur pelvis terbuka a. Hipotensi a. Stabilisasi
dan tidak stabil berat sementara
menyebabkan ke,atian b. Nyeri pelvis pelvis
sekitar 30%; 10%-12% c. Hematuri dapat
diantaranya d. Inspeksi mengguna
menyebabkan kematian mungkin kan sprei
akibat kehilangan darah memperlihatk panjang di
an erotasi bawah
tulang iliaka pasien
e. Hematom melintang
atau ekimosis ke pelvis
perineal anterior,
dan kunci
kain
dengan
tepat
b. Menganti
sipasi
angiografi
dengan
proses
emboli,
fiksasi
eksternal
di unit
gawat
darurat,
atau
intervensi
pembedah
an untuk
fiksasi
internal
pada
pelvis
tidak
stabil

2.12 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan bila perdarahan terus menerus, demikin pula
dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000 tanpa terdapatnya infeksi dapat menunjukan banyak
kemungkinan terjadi ruptup lien. Serum amilase yang meninggi
menunjukan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukan kemungkinan trauma pada
hepar.
3. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada salura
urogenital .
4. IVP ( Intravenous Pyelogram )
Bila adanya persangkaan trauma ginjal
5. USG dan CT Scan Abdomen
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum di operasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritonium. CT
Scan digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang
mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk
mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis.
2.13 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Pre Hospital dan Hospital

Pre Hospital

A. Penanganan Awal Trauma Abdomen

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam


nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Menurut Musliha (2010), Penilaian Awal yang dilakukan adalah ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan.

Primary Survey

a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing
yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau
benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan”, selanjutnya
pemeriksaan status respirasi klien.Kontrol jalan nafas pada penderita trauma
abdomen yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi
atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal.Setiap
penderita trauma diberikan oksigen.Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan
dengan face mask.Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2
yang adekuat.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan bantuan
pernafasan.Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera
setelah tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat
digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses intravena adalah penting,
pasang kateter intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas atas
untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah berada di
kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan harus menerima produk
darah sesegera mungkin, hal yang sama berlaku pada pasien dengan perdarahan
yang signifikan jelas. Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah hipotermia,
termasuk menggunakan selimut hangat dan cairan prewarmed.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai disini
adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. e. Exposure Penderita harus
dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting untuk memeriksa dan
evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah
wajib pada pasien dengan trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian
bokong, bagian posterior dari kaki, kulit kepala, bagian belakang leher, dan
perineum. Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar penderita
tidak kedinginan.

Untuk penanganan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma nonpenetrasi dan
trauma penetrasi, yaitu:

a. Penanganan awal trauma non-penetrasi


 Stop makanan dan minuman
 Imobilisasi
 Kirim ke rumah sakit
 Diagnostic Peritoneal Lavage
b. Penanganan awal trauma penetrasi
 Bila terjadi luka tusuk, maka tusuan tidak boleh dicabut kecuali oleh tim
medis. Lilitkan pisau untuk emfiksasi agar tidak memperparah luka.
 Bila usus atau organlain keluar maka organ tersebut tidak boleh
dimasukkan, maka organ tersebut dibaluk dengan kain bersih atau kasa
steril.
 Imobilisasi pasien
 Tidak makan dan minum
 Bila luka terbuka, balut dengan menekan
 Kirim pasien ke rumah sakit
Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila sewaktu
survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi
PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan
baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination)
dilakukan dengan perhatian utama:

1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4. Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
5. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen
kecuali bila ada trauma wajah
• Periksa dubur (rectal toucher)
• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
6. Pelvis dan ekstremitas
• Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan
tes gerakan apapun karena memperberat perdarahan)
• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
• Cari luka, memar dan cedera lain
7. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :
• Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.

B. Penanganan di Rumah Sakit (Hospital)

a. Trauma Penetrasi
 Skrinning pemeriksaan rongten
Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau
pneumothoraks. Rontgen abdomen untuk menentukan jalan luka atau
adanya udara retroperitoneum
 IVP atau Urogram Excretory dan CT scan
Ini dilakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.
 Uretrografi Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
 Sistografi
Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada fraktur pelvis dan trauma non penetrasi.
b. Trauma non-penetrasi
 Pengambilan contoh darah dan urine
Darah digunakan untuk pemeriksaan lab rutin dan pemeriksaan darah
khusus seperti darah lengkap, potassium, glukosa, amylase.
 Pemeriksaan Rongent
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan
multitrauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal
di retroperitoneum atau udara bebas dibawah diagfragma, yang
keduanya memerlukan laparotomi.
 Study kontras urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau descendens dan dubur.
Penatalaksanaan di Ruang Emergensi

 Mulai prosedur resusitasi ABC (memperbaiki jalan napas, pernapasan


dan sirkulasi).
 Pertahankan pasien pada brankard; gerakan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pembuluh darah besar dan menimbulkan
hemoragi massif.
 Pastikan kepatenan dan kestabilan pernapasan.
 Gunting pakaian penderita dari luka.
 Hitung jumlah luka dan tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
 Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
 Berikan kompresi pada luka dengan perdarahan eksternal dan lakukan
bendungan pada luka dada.
 Pasang kateter IV berdiameter besar untuk penggantian cairan secara
cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
 Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terhadap terapi transfusi;
ini sering merupakan tanda adanya perdarahan internal.
 Aspirasi lambung dengan memasang selang nasogastrik. Prosedur ini
membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap
rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
 Pasang kateter urin untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau jumlah urine perjam.
 Tutupkan visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan
dibasahi dengan salin untuk mencegah kekeringan visera
 Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi yang lanjut.
 Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik
dan muntah.
 Siapkan pasien untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
 Siapkan pasien untuk sinografi untuk menentukan apakah terdapat
penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
 Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
 Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial).
 Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.
2. Perhitungan Cairan dengan Giesecke

A. Dasar-dasar pemikiran
Penderita yang berdarah, menghadapi dua masalah yaitu berapa sisa volume
darah yang beredar dan berapa sisa eritrosit untuk mengangkut oksigen ke
jaringan.
Volume darah
Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu
beberapa jam. Penyebab kematian adalah syok progresif yang
menyebabkan hipoksia jaringan. Hipovolemia menyebabkan beberapa
perubahan:
a. Vasokonstroksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan
morgan primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa
b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme
anaerobic dengan produk asam laktat yang menyebabkan lactic acidosis
c. Lactic acidosis menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada organ-
organ primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan merata.
d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskuler
sampai 10% EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi
kehilangan yang lebih dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka
sekaligus kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu. Bila dalam
terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan plasma volume (intra
vaskuler), penderita masih mengalami defisit yang menyebabkan syoknya
irreversible dan berakhir kematian.
Eritrosit untuk transportasi oksigen
Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk
jaringan adalah = Cardiac output x Saturasi O2 x Hb x 1,34 + CO pO2 x
0.003 (5,9). Kalau unsur CO x pO2 x 0.003 karena kecil diabaikan, maka
tampak bahwa persediaan oksigen untuk jaringan tergantung pada Cardiac
Output, saturasi dan kadar Hb. Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak
dapat dikurangi kecuali dengan hipotermia atau anestesi dalam, maka jika
eritrosit hilang, total Hb berkurang Cardiac Output harus naik agar
penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Orang normal dapat
menaikkan Cardiac output 3x normal dengan cepat, asalkan volume
sirkulasi cukup (normovolemia). Faktor-faktor Hb dan saturasi jelas tidak
dapat naik. Hipovolemea akan mematahkan kompensasi Cardiac output.
Dengan mengembalikan volume darah yang telah hilang dengan apa saja
asal segera normovolemia, CO akan mampu berkompensasi. Jika Hb turun
sampai tinggal 1/3, tetapi CO dapat naik sampai 3x, maka penyediaan
oksigen ke jaringan masih tetap normal. Pengembalian volume, mutlak
diprioritaskan daripada pengembalian eritrosit.
Pada kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan.
Pada kasus B, jika hemoglobin kurang dari 8 gm% atau hematokrit kurang dari
25%, transfusi sebaiknya diberikan. Tetapi seandainya akan dilakukan
pembedahan untuk menghentikan suatu perdarahan, transfusi dapat ditunda
sebentar sampai sumber perdarahan terkuasai dulu. Pada kasus C, transfusi harus
segera diberikan. Ada tiga kemungkinan penyebab yaitu perdarahan masih
berlangsung terus (continuing loss), syok terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu
lama dan anemia terlalu berat, terjadi hipoksia jaringan. Pada 1/2 jam pertama,
kalau diukur Hb/Hct, hasil yang diperoleh mungkin masih ”normal”. Harga Hb
yang benar adalah yang diukur setelah penderita kembali normovolemik dengan
pemberian cairan. Penderita didalam keadaan anestesi, dengan napas buatan atau
dengan hipotermia, dapat mentolerir hematocrit 10% - 15%. Tetapi penderita
biasa, sadar, napas sendiri, memerlukan Hb 8 gm% atau lebih agar cadangan
kompensasinya tidak terkuras habis.
C. Jumlah cairan
Lebih dulu dihitung Estimated Blood Volume penderita, 65-70 ml/kg
berat badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik.
Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat.
Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang untuk sementara
dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang
dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2- 4 x volume
yang hilang. Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria
Trauma Status dari Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit sesudah infusi,
cairan Ringer Laktat akan meresap keluar vaskuler menuju interstitial. Demikian
sampai terjadi keseimbangan baru antara Plasma Volume (IVF) dan ISF.
Expansi ISF ini merupakan ’interstitial edema” yang tidak berbahaya. Bahaya
edema paru-paru dan edema otak dapat terjadi jika semula organ-organ tersebut
telah terkena trauma. Dua puluh empat jam kemudian akan terjadi diuresis
spontan. Jika keadaan terpaksa, dieresis dapat dipercepat lebih awal dengan
frusemide setelah transfusi diberikan.
Tabel 3.2 Traumatic Status dari Giesecke

Tanda TS I TS II TS III
Sesak nafas - ringan ++
Tekanan darah N turun Tidak teratur
Nadi Cepat Sangat cepat Tidak teraba
Urine N oliguria anuria
kesadaran N disorientasi / coma
Gas darah N pO2 p)2/ pCO2
CVR N rendah Sangat rendah
Blood Loss % Sampai 10 % Sampai 30 % Lebih 50 %
EBV

Estimation Blood Volume


Premature : 100-120 cc/kg
Neonatus : 80-90 cc/kg
Infant (3-12 bulan) : 75-80 cc/kg
Dewasa laki-laki : 70 cc/kg
Dewasa perempuan : 65 cc/kg

Klasifikasi Lost Blood Volume Menurut Stene-Gieseck (1991) & ACS


(1993):
KELAS I KELAS II KELAS III KELAS
IV
Kehilangan sp > 750 cc 750 cc – 1500 1500- 2000 cc > 2000 cc
darah Sp 15% EBV cc 30-40% EBV > 40%
15-30 % EBV EBV
Denyut nadi < 100 x/m > 100 x/m > 120 x/m > 140 x/m
Tekanan darah Normal Mulai Sangat Tak
menurun menurun terukur
Tekanan nadi Normal Menurun Sangat Sangat
menurun menurun
....
Frequensi 14 – 20 20 – 30 5 – 15 > 40
pernapasan
Produksi urine > 30 20 – 30 5 - 15 Tidak ada
( ml/jam )
Kesadaran Sedikit cemas Cemas Cemas- Lesu –
bingung coma
Kesadaran
mulai
menurun
Replacement Kristaloid Kristaloid Kristaloid + Kristaloid
therapy darah + darah
Bagan Penatalaksanaan Resusitasi Cairan pada Perdarahan Menurut
Stene-Gieseck (1991) & ACS (1993):

Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Resusitasi Cairan

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat rumah, dll
2. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian, pasien biasanya
mengeluh nyeri hebat, mual-muntah, kelemahan, bahkan hingga penurunan
kesadaran.
3. Riwayat penyakit
Kemungkinan terdapat riwayat penyakit penyerta yang dapat memperparah
keadaan klien

B. Pengkajian primer
1. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
 Airway dengan Kontrol Servical (Cervical Spine Control)
a. Menilai kelancaran jalan nafas,meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi benda asing,fraktur tulang wajah,fraktur
maksila,mandibula,fraktur laring atau trakea.
b. GCS sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan
airway definitif
c. Kecurigaan fraktur servical,harus dipakai alat imobilisasi (collar
neck)
1. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan’, selanjutnya
pemeriksaan status respirasi klien.
 Breathing dan Ventilasi
a. Airway yg baik tidak menjamin ventilasi yg baik. Ventilasi yg baik
meliputi fungsi yg baik dari paru,dinding dada dan diafragma.
b. Perlukaan yg mengakibatkan gangguan ventilasi yg berat adalah
tension pneumo-thorax,flail chest dgn kontusio paru dan open
pneumothorax.
2. Circulation dengan kontrol perdarahan
a. Volume darah dan Cardiac Output
ada 3 penemuan klinis yg dlm hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik,yaitu :
- tingkat kesadaran
- warna kulit
- nadi
b. Perdarahan
Pendarahan eksternal harus dikenali dan dikelola pada primary survey
3. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
 Disability (Neurologic Evalution)
a. Penilaian Tingkat kesadaran,ukuran dan reaksi pupil,tanda-tanda
lateralisasi dan tingkat level cedera spinal.
b. Penilaian GCS
4. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap
dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan
trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior
dari kaki, kulit kepala, bagian belakang leher, dan perineum. Setelah
pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar penderita tidak
kedinginan.
 Exposure/Kontrol Lingkungan (Environment control)
a. Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan
evaluasi pasien.
b. Kemudian di selimuti agar tidak hipotermia
c. Diberikan cairan kristaloid intra-vena yg sudah di hangatkan
d. Resusitasi

C. Secondary Survey
Secondary Survey dilakukan setelah Primary survey selesai,resusitasi
dilakukan dan ABC-nya dipastikan membai. Head to toe examination,termasuk
reevaluasi pemeriksaan tanda vital. Pemeriksaan neurologi lengkap,termasuk
mencatat skor GCS bila blm dilakukan pada survey primer

- Anamnesis
Riwayat AMPLE

A : Alergi

M : Medikasi (obat yg diminum saat ini)


P : Past illness (penyakit penyerta)/pregnancy

L : Last Meal

E : Event/environment (lingkungan)

1. Aktivitas / istirahat
Data Subyektif : Merasa lemah ,lelah, hilang keseimbangan

Data Obyektif : Perubahan Kesadaran ,masalah dalam keseimbangan


cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)
Perubahan
frekuensi jantung (Bradikardi, takikardi)
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis) Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi
4. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontenensia kandung kemih/usus atu mengalami
gangguan fungsi
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara ,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental (Orientasi , Kewaspadaan, Perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori),
Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, Kehilangan sensasi
sebagai tubuh, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan Kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan,
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Data Obyektif : Fraktur / dislokasi, Gangguan kognitif, Gangguan
rentang gerak, Demam, gangguan rentang dan regulasi suhu tubuh.
10. Interaksi Sosial
Data Obyektif : Gangguan motorik atau sensorik
11. Penyuluhan / Pembelajaran
Data Subyektif : Membutuhkan bantuan dalam pengobatan aktivitas
perawatan diri.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Inspeksi abdomen untuk melihat :

a. Luka penetrasi yang nyata


b. Ekimosis dan abrasi
c. Memar pada panggul
d. Dispensi
e. Perdarahan restum
f. Pembengkakan testis
g. Tanda ballance cullen atau gray turner

2. Auskultasi
Auskultasi suara usus disemua kuadran

a. Cek adanya bruit dimana mengindikasikan fistula arteri vena akibat


trauma
b. Auskultasi harus dilakukan lebih dahulu dari perkusi dan palpasi
3. Perkusi
Perkusi diatas abdomen dan area costa area vertebra untuk :
a. Timpany mengindikasikan udara diabdomen sebagai akibat dari
perforasi usus
b. Dullness berhubungan dengan darah, cairan, atau massa solid di
abdomen
4. Perkusi
Palpasi area terakhir yang paling nyeri utuk meminimalkan nyari yang
terdistraksi dibagian lain dari abdomen palapasi untuk mengetahui :
a. Nyeri tekan
b. Kekakuan
c. Nyeri lepas
d. Melindungi bagian abdomen tanpa disadari merupakan tanda paling
nyata dari iritasi peritoneal
e. Instabilitas pelvis
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan Trauma Abdomen
adalah (NANDA II 2015 - 2017) :
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (mis., abses, amputasi, luka
bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga
berlebih).
d. Risiko infeksi
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Rasional
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
Mandiri : - Mencegah obstruksi jalan
tindakan
keperawatan - Bersihkan mulut, nafas dari sekret
Domain 2:
selama 1x24 jam hidung dan sekret - Mematenkan jalan nafas
Aktivitas/Istirah
at, Kelas 4: pola nafas tidak trakea - Memudahkan posisi pasien
Respons dalam bernafas
efektif dapat - Pertahankan jalan
Kardiovaskular/ - Menunjang oksigenasi bagi
Pulmonal teratasi dengan nafas yang paten
(00032) kriteria hasil - Posisikan klien pasien
1.
semi fowler - Menyesuaikan aliran
Ketidakefektifa sebagai berikut :
Pertahankan posisi oksigen dengan kebutuhan
n pola napas -
- Menunjukkan pasien
berhubungan pasien
dengan jalan nafas Melonggarkan pernafasan
- Monitor adanya -
yang paten pasien
kecemasan pasien
(irama nafas Mengecek tanda-tanda vital
- Monitor TD, nadi, -
normal, klien
suhu, dan RR
frekuensi
pernafasan - Monitor kualitas - Monitor kecemasan, karena
dalam rentang dari nadi kecemasan dapat
normal) - Monitor frekuensi memperburuk pola nafas
- TTV normal dan irama paru - Mengecek secara rutin
a. TD : - Monitor pola nafas tanda-tanda vital sebagai
120/80 abnormal laporan rutin keadaan klien
mmHg - Monitor aliran Adakah tanda-tanda sesak atau
b. N : 60- oksigen pola nafas yang abnormal

100
x/menit
Kolaborasi :
c. T : 36,5-
37,5 oC - Pemberian oksigen
d. RR : 16-20 sesuai indikasi
x/menit - Atur peralatan
oksigenasi sesuai
indikasi
2. Domain 2: Tujuan: Mandiri
Nutrisi, Kelas 5:
Hidrasi (00027) Setelah diberikan — Kaji tanda-tanda — untuk mengidentifikasi
tindakan vital. defisit volume cairan.
Kekurangan
volume cairan keperawatan — Pantau cairan — mengidentifikasi keadaan
berhubungan diharapkan parenteral dengan perdarahan, serta
dengan
volume cairan elektrolit, antibiotik Penurunan sirkulasi volume
kehilangan
cairan aktif. tidak mengalami dan vitamin cairan menyebabkan
kekurangan. — Kaji tetesan infus. kekeringan mukosa dan
pemekatan urin. deteksi
dini memungkinkan terapi
Kolaborasi :
Kriteria hasil: pergantian cairan segera.
— Berikan cairan — awasi tetesan untuk
 Intake dan
parenteral sesuai mengidentifikasi kebutuhan
output
indikasi. cairan.
seimbang
 Turgor kulit
baik
 Perdarahan (-) — Cairan parenteral ( — cara parenteral membantu
IV line ) sesuai memenuhi kebutuhan
dengan umur. nuitrisi tubuh.
— Pemberian tranfusi — Mengganti cairan dan
darah. elektrolit secara adekuat
dan cepat.
— menggantikan darah yang
keluar.
2. Domain 12: Tujuan : setelah Mandiri
Kenyamanan, diberikan
Kelas 1: tindakan — Kaji karakteristik — Mengetahui tingkat nyeri
Kenyamanan keperawatan nyeri. klien.
Fisik (00132) diharapkan nyeri
— Beri posisi semi — Mengurngi kontraksi
dapat hilang atau
Nyeri akut fowler. abdomen
terkontrol.
berhubungan
— Anjurkan tehnik — Membantu mengurangi
dengan agens
cidera fisik manajemen nyeri rasa nyeri dengan
(mis., abses, Kriteria hasil:
seperti distraksi mengalihkan perhatian
amputasi, luka  Skala nyeri 0 — Managemant — lingkungan yang nyaman
bakar,
 Ekspresi lingkungan yang dapat memberikan rasa
terpotong,
mengangkat tenang nyaman. nyaman klien
berat,
prosedur Kolaborasi — analgetik membantu
bedah, - pemberian
trauma, mengurangi rasa nyeri.
olahraga analgetik sesuai
berlebih). indikasi

3. Domain 11: Tujuan: Mandiri - Mengidentifikasi adanya


Keamanan/pe resiko infeksi lebih dini.
rlindungan, setelah diberikan - Kaji tanda-tanda
- Keadaan luka yang
Kelas 1: tindakan infeksi.
Infeksi (00004) diketahui lebih awal dapat
keperawatan - Kaji keadaan luka.
mengurangi resiko infeksi.
Risiko infeksi diharapkan - Kaji tanda-tanda
- Suhu tubuh naik dapat di
infeksi tidak vital.
indikasikan adanya proses
terjadi. - Lakukan cuci
infeksi.
tangan sebelum
kntak dengan - Menurunkan resiko
pasien. terjadinya kontaminasi
Kriteria hasil:
- Lakukan mikroorganisme.
 Tanda-tanda pencukuran pada - Dengan pencukuran klien
infeksi (-) area operasi (perut terhindar dari infeksi post
 Leukosit 5000- kanan bawah operasi
10.000 mm3 - Perawatan luka - Teknik aseptik dapat
dengan prinsip menurunkan resiko infeksi
sterilisasi. nosocomial

Kolaborasi - Antibiotik mencegah


- pemberian adanya infeksi bakteri dari
antibiotic luar.

BAB 4
Asuhan Kepeawatan Kasus

Tn. M seorang wirawasta berusia 50 tahun datang ke Rumah Sakit Airlangga


pada tanggal 21 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB dengan keluhan utama sakit
pada perut sebelah kanan. Klien mengatakan bahwa 3 jam yang lalu ketika
sedang mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor
yang dikendarai oleh klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien terjatuh
dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien
masih bisa pulang sendiri dengan mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah
beberapa saat di rumah, klien mengatakan dia merasa perut sebelah kanan ampeg
sampai punggung, nyeri dan klien juga merasa sesak nafas. Oleh keluarga di
antar ke Rumah Sakit Airlangga Surabaya. Klien terlihat gelisah dan nampak
mengerang kesakitan memegangi perut sebelah kanannya. Saat dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan luka lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan.
Pemeriksaan TTV didapatkan data : TD : 120/80 mmHg, RR : 26x/menit, N
: 88x/menit, dan S : 36,5 C

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. M
Umur : 50 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
Tangga&Jam Pengkajian : 21 Oktober 2018
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 30 tahun
Alamat : Surabaya
Hubungan dengan klien : Anak
3. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan bahwa 3 jam yang lalu ketika sedang mengendarai
sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor yang
dikendarai oleh klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien
terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal.
Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan
mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah,
klien mengatakan dia merasa perut sebelah kanan ampeg sampai
punggung, nyeri, dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di antar ke
Rumah Sakit Airlangga Surabaya.
3) Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa.
4. Primary Survey (ABCD)
1) Airway dengan Kontrol Servical (Servical Spine Control)
- Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
- GSC 456, klien tidak memelukan pemasangan airway definitif
- Klien tidak mengalami collar neck
2) Breathing dan Ventilasi
- Klien bernafas secara spontan. Klien terpasang O2 2 lpm
RR : 26x/menit, pernafasan reguler
3) Circulasi dengan Kontrol Perdarahan
a. Volume darah cardiac out put
- GCS 456
- Warna kulit normal, tidak ada tanda-tanda hemodinamik TD
: 120/80 mmHg
- N : 88x/menit
Capillary reffil : < 2 detik
b. Perdarahan
Klien tidak mengalami perdarahan eksternal namun pendarahan
internal pada abdomennya ditandai dengan ditemukan jejas.
4) Disability (Neurologic Evaluation)
a. Tingkat kesadaran : compos metis, ukuran pupil kanan dan kiri
normal (3.5 cm). Reaksi pupil kanan dan kiri normal ketika diberi
respon cahaya
b. GCS : E4M5V6
5) Exposure/kontrol lingkungan (Environment control)
Terdapat luka lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan
5. Second Survey
- Riwayat AMPLE
1) Alergi :
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik
makanan ataupun obat-obatan.
2) Medikasi :
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi
obat apapun.
3) Pastillnes :
Klien sebelumnya pernah di rawat di Rumah Sakit Airlangga
Surabaya.
4) Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas
teh.
5) Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.
- Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
1) Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih.
Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak
ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
2) Leher
Tidak ada kaku kuduk
3) Paru
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
4) Abdomen
Inspeksi : terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah
kanan
Auskultasi : peristaltik usus 7x/menit
Palpasi : tidak ada pembesaran hati
Perkusi : pekak
5) Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik.
Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.
- Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 21 Oktober 2018
Hemoglobin : 15,3 g/dl (N : 14-17,5 g/dl)
Eritrosit : 5,05x106/ul (N : 4,5-5,9 106/ul)
Leukosit : 11x103/ul (N : 4,0-11,3 103/ul)
Hematokrit : 38,8% (N : 40-52%)
Trombosit : 186
Gol darah :O
HBSAg : Negatif

B. Analisis Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Trauma Tumpul Abdomen Ketidakefektifan Pola Nafas
1. Klien mengatakan sesak ↓
nafas Kompresi organ abdomen
2. Klien mengatakan perut ↓
sebelah kanan terasa Pendarahan intra abdomen
ampeg ↓
Peningkatan TIA
DO : ↓
- Pemeriksaan Breathing Mendesak diagfragma
dan Ventilasi ↓
1. Klien bernafas secara Berkurangnya ekspansi paru
spontan. Klien ↓
terpasang O2 2 lpm Sesak nafas
2. RR : 26x/menit, ↓
pernafasan reguler Ketidakefektifan Pola Nafas
2. DS : Trauma Tumpul Abdomen Nyeri Akut

1. Klien mengatakan perut Kompresi organ abdomen
sebelah kanan sakit ↓
P : perlukaan organ dalam Aliran darah ke organ
Q : seperti tertusuk-tusuk abdomen terganggu
R : perut sebelah kanan ↓
S :7 Mengenai organ diabdomen
T : saat bergerak ↓
Iskemia pada organ
DO : ↓
1. Klien tampak Pelepasan mediator nyeri
mengerangerang menahan ↓
sakit. Nyeri Akut
2. Terdapat luka lecet dan
jejas pada abdomen sebelah
kanan
3. Klien kesulitan bernapas
3. DS : Trauma Tumpul Abdomen Resiko Pendarahan
1. Klien mengatakan perut ↓
sebelah kanannya terasa Kompresi organ abdomen
sakit ↓
Pendarahan internal
DO : abdomen
1. Klien nampak mengerang ↓
kesakitan memegangi Resiko Pendarahan
perut sebelah kanannya.
2. Pemeriksaan fisik pada
Abdomen
- Inspeksi :
terdapat jejas dan
hematoma pada
abdomen sebelah kanan
- Perkusi : pekak
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma abdomen
3. Resiko pendarahan berhubungan dengan trauma abdomen

E. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Oksigen Terapi


pola nafas dengan keperawatan selama 1x24 jam - Bersihkan mulut, hidung dan
penurunan ekspansi pola nafas tidak efektif dapat sekret trakea
paru teratasi dengan kriteria hasil - Posiskan klien semi fowler
sebagai berikut : - Pemberian simple mask 8
- Menunjukkan jalan nafas lpm
yang paten (irama nafas - Observasi vital sign
normal, frekuensi - Observasi saturasi oksigen
pernafasan dalam rentang - Monitor breathing patern
normal) - Monitor adanya perubahan
- TTV normal status kesadaran
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/menit
S : 36,5-37,5 oC
RR : 16-20 x/menit
SaO2 : > 96%

2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Mandiri


berhubungan dengan keperawatan 1x 30 menit nyeri a. Kaji karakteristik nyeri.
trauma abdomen akut berkurang dengan kriteria b. Beri posisi semi fowler.
hasil sebagai berikut : c. Managemant lingkungan
- Skala nyeri 0 yang nyaman.
- Ekspresi tenang d. Kompres dingin
- Penggunaan 2. Kolaborasi
farmakoterapi a. Pemberian analgesic asam
- Pasien dapat mefenamat, metamizole
mengontrol nyeri b. Tindakan usg abdomen
- Pasien melaporkan c. Tidakan laparoskopi
perubahan status nyeri
- RR 18-20 kali permenit
3. Resiko pendarahan Setelah dilakukan tindakan 1. Pengurangan
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, resiko Pendarahan:
trauma abdomen pendarahan berkurang dengan Gastrointestinal (4022)
kriteria hasil sebagai berikut : - Monitor adanya darah dalam
1. Keparahan Cedera Fisik sekresi tubuh : feses, urin
(1913) - Berikan pengobatan
- Memar tidak ada (laktulosa atau vasopressin),
- Trauma perut tidak ada bila diperlukan
2. Status Sirkulasi (0401) - Hindari stress
- Asites tidak ada - Kaji status nutrisi pasien
- Ukur lingkar abdomen
- Monitor status cairan, input
dan output.
- Hindari stress

F. Implementasi
No Tanggal dan
Implementasi Evaluasi TTD
dx Pukul
1. 21 Oktober 2018 1. Mengkaji pola nafas S : klien mengatakan sesak Firanda
13.25 klien nafas berkurang, klien
2. Memposisikan klien mengatkan lebih nyaman
semi fowler O : RR : 24x/menit
3. Memberikan nasal A : masalah belum teratasi
kanul 2 lpm teratasi
P : lanjutkan intervensi

2. 21 Oktober 2018 1. Kaji intensitas nyeri S : klien mengatakan nyeri Firanda


13.35 2. Jelaskan penyebab sedikit berkurang
nyeri O : klien masih gelisah, klien
2. Beri posisi nyaman masih tampak merintih
3. Ajarkan teknik kesakitan
relaksasi A : masalah teratasi sebagian
3. Kolaborasi P : lanjutkan intervensi
pemberian analgetik

3. 21 Oktober 2018 1. Berikan pengobatan S : klien mengatakan nyeri Firanda


13.50 (laktulosa atau sedikit berkurang
vasopressin), bila O : masih nampak jejas saat
diperlukan dilakukan pemeriksaan fisik,
2. Hindari stress saat dilakukan auskultasi
3. Kaji status nutrisi terdengar bunyi pekak
pasien A : masalah teratasi sebagian
4. Ukur lingkar P : lanjutkan intervensi
abdomen
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah
abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
Mekanisme trauma langsung pasien bisa diakibatkan karena terkena
langsung oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera.
Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak
menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ
berongga pada abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang
disebabkan oleh benda tajam.

5.2 Saran.
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian
kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan
selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa
perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak
tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga
mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma
abdomen.
DAFTAR PUSTAKA

Ben Pansky, Thomas R. Gest 2013. Illustrated Anatomy Thorax Abdomen.


Lippincott’s Concise Illustrated Anatomy:Thorax, Abdomen& Pelvis. Published
by Published by Lippincott Williams, a Wolter Kluwer business
Brunner & Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2.
Ed 8. EGC : Jakarta
Emaliyawati, Etika. 2016. Modul Bahan Ajar : Kegawatdaruratan Pada Sistem
Pencernaan Abdomen. FIK Universitas Padjajaran
http://eprints.undip.ac.id/44820/4/M.Hasbi_Asshiddiqi_22010110110072_Bab
2KTI.pdf
https://www.academia.edu/27071529/AnestesiTerapi_Cairan_Syok_Hemoragi
k
https://www.academia.edu/28895332/KEPERAWATAN_GAWAT_DARURA
T_TRAUMA_ABDOMEN
Kurniati, Amelia, dkk. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana.
Singapore: Elevier.
Legome EL. 2016. Blunt Abdominal Trauma Clinical Presentation”.
http://emedicine.medscape.com/article/1980980-clinical#b3

Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Moore ME. 2013. Anatomi berorientasi
klinis. Edisi ke−5. Jakarta: Erlangga.
Musliha.(2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Netter,Frank H. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta: EGC,


2014.

Offner P. 2014. Penetrating Abdominal Trauma.


http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview
Pearce, C, Evelyn, 1999, Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Salomone A. J., Salomone, J. P. 2011 Emergency Medicine: Abdominal Blunt
Trauma.Emedicine. WebMD. dari http://emedicine.
medscape.com/article/433404-print .
Syaifuddin (1997) Anatomi Fisiologi Keperawatan, Edisi 2, Buku Kedokteran
EGC
Udeani, J., Steinberg S. R. 2011 Trauma Medicine: Blunt Abdominal
Trauma.Emedicine. WebMD. dari http://emedicine.
medscape.com/article/821995-print

Anda mungkin juga menyukai