Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Fisiologi

Kelelahan Otot pada Manusia

Kelompok F2

Ketua : 102015050 ( )
Anggota : 102014080 ( )
102014124 ( )
102015011 ( )
102015079 ( )
102015147 ( )
102015182 ( )
102015225 ( )
102015227 ( )

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
2016
Tujuan praktikum
Praktikum fisiologi ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi kerja dan pemulihan otot serta pengaruhnya, mengetahui kelelahan
otot saraf pada kerja steady-state, mengetahui perngaruh gangguan peredaran darah pada
kerja otot-saraf, mengetahui pengaruh istirahat dan massage pada kerja otot saraf, dan
mengetahui pengaruh kerja otot terhadap rasa nyeri, perubahan warna dan suhu kulit.

Alat dan bahan


Alat dan bahan yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Kimograf + kertas + perekat
2. Manset sfigmomanometer
3. Ergograf
4. Metronom (diatur pada frekuensi 1 𝐻𝑧)

Cara kerja
Keseluruhan percobaan ini dibagi menjadi empat percobaan yang berbeda. Langkah-
langkah untuk masing-masing percobaan adalah:
A. Kerja steady-state:
1. Menyusun alat dan bahan sesuai dengan instruksi.
2. Sambil dicatat lakukan satu tarikan tiap 4 detik menurut irama alat yang
diperdengarkan di ruang praktikum sampai 1/3 putaran tromol.
3. Setiap kali setelah melakukan tarikan, jari pasien harus segera dilepas
sehingga kembali ke tempat semula.
4. Mengulangi langkah a dan b hingga mendapat grafik yang cukup.
B. Pengaruh gangguan peredaran darah:
1. Menyusun alat dan bahan sesuai dengan instruksi.
2. Memasang manset sfigmomanometer pada lengan atas kanan pasien simulasi
yang sama dengan percobaan A.
3. Memompa manset dengan tujuan mengoklusi pembuluh darah lengan atas
hingga denyut arteri radialis tidak terasa lagi, kemudian mencatat ukuran yang
terbaca pada sfigmomanometer.
4. Dengan manset tetap terpasang, tetapi tanpa oklusi, lakukan 12 kali tarikan
dengan frekuensi satu tarikan tiap 4 detik sambil dicatat pada kimograf.
2
5. Tanpa menghentikan tromol pada tarikan ke-13, mulailah memompa manset
dengan cepat sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba lagi. Selama
pemompaan pasien simulasi tetap melakukan latihan.
6. Memberi tanda kurve pada saat denyut nadi arteri radialis tidak teraba lagi.
7. Saat terjadi kelelahan total, menghentikan oklusi pembuluh darah lengan atas
sehingga peredaran darah pulih kembali.
8. Melanjutkan tarikan pada pelatuk dengan frekuensi yang sama hingga faktor
oklusi pembuluh darah tidak terlihat lagi pada grafik.
C. Pengaruh istirahat dan massage
1. Menyusun alat dan bahan sesuai dengan instruksi dan mengatur beban
ergograf hingga hampir maksimal.
2. Pasien simulasi melakukan satu tarikan pada pelatuk setiap satu ketukan
metronom hingga terjadi kelelahan total, kemudian menghentikan tromol.
3. Memutar tromol dengan tangan sejauh ± 2 𝑐𝑚, kemudian menunggu selama
dua menit untuk mengistirahatkan pasien simulasi dengan tangan tetap dalam
posisi siap menarik pelatuk.
4. Menjalankan kembali kimograf dan melanjutkan penarikan pada pelatuk tanpa
mengubah frekuensi ataupun beban pada ergograf hingga kembali terjadi
kelelahan total, kemudian menghentikan tromol.
5. Memutar tromol dengan tangan sejauh ± 2 𝑐𝑚, kemudian menunggu selama
dua menit untuk mengistirahatkan pasien simulasi sambil memberikan pijatan
pada pasien simulasi (dari fossa cubiti hingga ujung jari, tekanan kuat ke arah
distal dan tekanan ringan ke arah proksimal).
6. Menjalankan kembali tromol dan melanjutkan penarikan pada pelatuk tanpa
mengubah frekuensi ataupun beban pada ergograf hingga kembali terjadi
kelelahan total.
D. Rasa nyeri, perubahan warna kulit, dan perubahan suhu kulit akibat iskemia:
1. Memasang manset sfigmomanometer pada lengan atas kanan pasien simulasi
dan mengatur beban yang cukup berat pada ergograf sehingga penarikan
hanya akan memperlihatkan penyimpangan ujung pencatat yang kecil.
2. Memperhatikan suhu dan warna kulit lengan bawah kanan pasien simulasi.
3. Memompa manset dengan tujuan mengoklusi pembuluh darah lengan atas
hingga denyut arteri radialis tidak terasa lagi.

3
4. Pasien simulasi melakukan satu tarikan pada pelatuk setiap satu ketukan
metronom hingga terjadi kelelahan total atau rasa sakit yang tidak tertahan.
5. Menghentikan oklusi pembuluh darah lengan atas sehingga peredaran darah
pulih kembali, kemudian memperhatikan suhu dan warna kulit lengan bawah
kanan pasien simulasi.

Hasil percobaan
Setelah melakukan percobaan pada beberapa pasien simulasi, demikian adalah hasil
percobaan kami:
A. Kerja steady-state
(grafik terlampir)
B. Pengaruh gangguan peredaran darah
(grafik terlampir)
C. Pengaruh istirahat dan massage
(grafik terlampir)
D. Rasa nyeri, perubahan warna kulit, dan perubahan suhu kulit akibat iskemia
KARAKTER PERUBAHAN
Warna kulit Lebih pucat
Suhu kulit Meningkat (hangat)

Landasan teori
Otot dalam tubuh secara umum dibagi menjadi tiga jenis otot yaitu otot rangka, otot
jantung, dan otot polos. Otot rangka merupakan massa besar yang menyusun jaringan otot
somatic dan melekat pada tulang-tulang rangka.1 Kontraksi dari otot rangka menggerakkan
tulang yang ditempelinya, membuat tubuh dapat melakukan berbagai variasi aktivitas
motorik.2
Tiap otot dilapisi oleh jaringan penyambung yang terbentang dari permukaan otot ke
dalam ototnya sendiri untuk menyelimuti tiap serat individual dan membagi otot menjadi
kelompok-kelompok. Jaringan penyambung terbentang sampai bagian akhir dari otot untuk
membentuk tendon yang berkolagen dan kokoh. Tendon inilah yang menjadi penghubung
antara otot dan tulang.

4
Bila suatu otot berkontraksi, salah satu ujungnya biasanya diam sedangkan ujung
yang lain bergerak ke arah yang ujungnya diam tersebut.3 Bagian ujung otot (tendo) yang
melekat pada bagian tulang yang lebih statis (relative tidak bergerak) disebut origo,
sedangkan bagian tendo yang melekat di tulang yang relative bergerak disebut insertio.2
Alat gerak manusia merupakan sebuah gelendong otot yang terdiri dari banyak sel
otot yang biasa disebut serat otot. Serat-serat otot ini mengandung miofibril yang tersusun
atas banyak protein, diantaranya protein aktin dan miosin. Aktin dan miosin memiliki peran
utama dalam kegiatan otot, yaitu kontraksi dan relaksasi. Pada saat aktin berikatan dengan
miosin, terjadilan kontraksi yang membutuhkan energi dalam bentuk ATP (Adenosine
Triphosphate) dan menghasilkan ADP (Adenosine Diphosphate).Selain ATP, proses
kontraksi diregulasikan oleh ion yang penting, yaitu ion kalsium (Ca2+). Energi-energi yang
digunakan untuk proses kontraksi tidak sepenuhnya diubah menjadi energi gerak, tetapi
sebagian diubah menjadi energi panas yang menyebabkan suhu tubuh kita meningkat saat
berolahraga.4
Molekul energi seperti ATP pada otot didapat sebagian besar dengan memecahkan
molekul glukosa melalui proses respirasi aerob, dengan bantuan oksigen. Namun apabila
peredaran darah terganggu, sel-sel otot akan kekurangan oksigen dan tidak mampu
melaksanakan respirasi aerob, sehingga dilakukan respirasi anaerob yang tidak mengambil
energi secara sempurna dari glukosa. Respirasi anaerob menghasilkan energi yang jauh lebih
kecil dan memiliki hasil sampingan berupa asam laktat.5-6
Asam laktat bersifat inhibitor terhadap kerja otot, karena keberadaannya mengganggu
kerja otot. Keberadaan asam laktat membuat individu merasa lelah dan pegal pada ototnya
sehingga kerja otot berkurang. Asam laktat yang menumpuk di otot dapat “didaur ulang” di
hati dan dikembalikan sebagai molekul glukosa, namun prosesnya membutuhkan oksigen.4
Perlu kita pahami bahwa peran oksigen dan nutrisi sangat penting untuk kerja otot,
oleh karena itu kita harus menghindari terjadinya oklusi pada pembuluh darah kita. Oklusi
adalah terperangkapnya cairan (dalam hal ini darah) dalam suatu rongga benda padat. Jika
terjadi oklusi pembuluh darah, maka dapat dibayangkan dampak yang dapat terjadi pada
bagian tubuh yang tidak mendapat darah.7
Pijatan mempunya efek yang signifikan terhadap sistem kardiovaskuler. Secara lokal,
pijatan membuat vasodilatasi yang mempercepat aliran darah dan pembuangan zat-zat
beracun. Dengan mempercepat aliran darah, pijatan juga membantu pengaliran nutrisi dan
oksigen ke seluruh tubuh.8

5
Pembahasan
A. Kerja steady-state
Percobaan ini menghasilkan grafik dengan ketinggian seluruh puncak yang
hampir sama. Hal ini terjadi karena kerja otot yang stabil dan adanya jeda waktu
selama empat detik antar tarikan, yang memungkinkan terjadinya pemulihan. Pasokan
oksigen yang ada memenuhi kebutuhan oksigen untuk melakukan kegiatan tersebut.
Tetapi memang aktifitas kontraktil tidak dapat dipertahankan terus menerus, tegangan
dapat berkurang seiring munculnya kelelahan, ada dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan
otot dan kelelahan sentral :2
1. Kelelahan otot, terjadi jika otot yang beraktivitas tidak lagi dapat berespons
terhadap rangsangan dengan derajat kontraksi yang sama. Kelelahan otot
merupakan suatu mekanisme pertahanan yang melindungi otot agar tidak
mencapai titik dimana ATP tidak dapat lagi diproduksi. Faktor-faktor yang
berperan penting adalah :
a) Meningkatnya ADP dan fosfat inorganik lokal dari penguraian ATP
yang menghambat pelepasan dan penyerapan kembali ion Ca2+ oleh
retikulum sarkoplasma
b) Penimbunan asam laktat yang menghambat dalam menghasilkan
energi atau proses penggabungan eksitasi-kontraksi
c) Akumulasi ion K+ ekstrasel yang terjadi di otot ketika pompa natrium
kalium tidak dapat secara aktif memindahkan kembali ion K+ ke dalam
sel otot saat potensial aksi menurun.
d) Terkurasnya cadangan energi glikogen sehingga menyebabkan
kelelahan otot pada kerja berat.
Waktu timbulnya kelelahan bervariasi sesuai dengan jenis serat otot,
sebagian serat lebih resisten terhadap kelelahan dibandingkan serat lain, dan
dengan intensitas latihan; kelelahan muncul lebih cepat pada aktivitas dengan
intensitas tinggi.
2. Kelelahan sentral, terjadi ketika sistem syaraf pusat tidak lagi secara adekuat
mengaktifkan neuron motorik yang menyarafi otot yang bersangkutan
sehingga seseorang dapat memperlambat atau menghentikan latihan meskipun
otot-ototnya masih mampu bekerja. Adapun kelelahan neuromuskular dalam
olahraga menyebabkan ketidakmampuan neuron-neuron motorik akftif untuk

6
membentuk asetilkolin dalam kecepatan yang cukup untuk mempertahankan
transmisi kimiawi potensial aksi.

B. Pengaruh gangguan peredaran darah


Sama dengan percobaan A, pada awalnya grafik percobaan ini menunjukkan
suatu kestabilan kerja otot jari. Namun setelah dilakukan oklusi pada pembuluh darah
lengan atas, grafik menurun secara perlahan hingga mencapai tahap lelah total.
Setelah oklusi dihentikan, kekuatan otot berangsur-angsur pulih. Hal ini dapat terjadi
karena pada saat dilakukan oklusi pembuluh darah tidak dapat mengalirkan oksigen
ataupun nutrisi apapun pada jari, yang menyebabkan otot jari kehilangan
kekuatannya. Kemudian setelah oklusi dihentikan, darah kembali mengalir dengan
normal dan memberikan pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup pada otot jari,
sehingga otot jari pulih.
C. Pengaruh istirahat dan pijatan
Percobaan ini menghasilkan tiga buah grafik, yang akan kita bahas satu-
persatu. Pada grafik yang pertama dapat dilihat bahwa seiring waktu grafik semakin
menurun hingga mencapai kelelahan total meskipun tidak dilakukan oklusi pembuluh
darah lengan atas, sama seperti percobaan A. Hal ini dapat terjadi karena jeda waktu
satu detik yang diberikan antar tarikan tidak cukup untuk melakukan pemulihan. Oleh
karena itu, meskipun peredaran darah tetap berjalan lancar, kerja otot jari menurun.
Grafik yang kedua merupakan hasil istirahat selama dua menit setelah
mengalami kelelahan total. Jika dibandingkan dengan grafik sebelumnya pada
percobaan ini, dapat diamati bahwa otot jari tidak pulih secara sempurna karena lebih
cepat mencapai tahap kelelahan total. Hal ini dapat terjadi karena waktu dua menit
tidaklah cukup untuk otot jari pasien simulasi untuk secara sempurna pulih.
Grafik yang terakhir merupakan hasil pemijatan selama dua menit setelah
terjadi kelelahan total. Melalui grafik ini dapat dikatakan bahwa otot jari telah pulih
sempurna karena hasil grafik relatif sama dengan grafik pertama pada percobaan ini.
Hal ini dapat terjadi karena pemijatan yang dilakukan selama dua menit membantu
aliran darah dan mempercepat pemulihan dari otot jari yang lelah total.

D. Rasa nyeri, perubahan warna kulit, dan perubahan suhu kulit akibat iskemia
Setelah terjadi kelelahan total pasien simulasi merasakan nyeri yang hebat,
suhu kulit lengan bawah meningkat, serta warna kulit lengan bawah menjadi pucat.
7
Hal ini dapat terjadi karena adanya oklusi pada pembuluh darah lengan atas yang
menyebabkan tidak adanya darah yang mengalir dilengan bawah pasien simulasi,
sehingga warna kulit lengan bawah menjadi pucat. Oklusi pada pembuluh darah
lengan atas juga menyebabkan tidak adanya pasokan oksigen, yang menyebabkan
terjadinya respirasi anaerob yang menghasilkan asam laktat dan membuat otot jari
menjadi kaku dan nyeri. Banyaknya reaksi yang menghasilkan energi untuk kontraksi
juga terjadi pada daerah lengan bawah yang menyebabkan suhu kulit lengan bawah
meningkat.

Kesimpulan
Kerja otot membutuhkan energi, namun untuk mendapatkannya dibutuhkan oksigen
yang dibawa melalui darah. Semakin berat kerja otot, semakin banyak pula energi yang
digunakan dan panas yang dihasilkan. Apabila oksigen tidak mencukupi, maka akan
terbentuk asam laktat yang mengganggu kerja otot dan membuat lelah. Otot yang lelah dapat
pulih apabila diberi pasokan nutrisi dan oksigen yang cukup melalui aliran darah, yang dapat
juga dipercepat dengan pijatan. Kurangnya aliran darah membuat bagian tubuh menjadi
pucat.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2002.h.62.
2. Sherwood L. Introduction to human physiology. 8th ed. International: Cengage
Learning; 2010.p.272-94.
3. Watson R. Anatomi dan Fisiologi. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2012.h.194-8.
4. Sherwood L. Human physiology. From cells to systems. 8th edition. China:
Brooks/Cole, Cengage Learning; 2013: p.273-9, 294-5.
5. Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. Harper’s
illustrated biochemistry. 29th edition. New York: McGraw Hill; 2012: p.170-6.
6. Campbell NA, Reece JB, Urry LA, Cain ML, Wasserman SA, Minorsky PV, et.al.
Biology. 8th edition. San Francisco:Pearson Benjamin Cummings; 2008: p.162-82.
7. Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et.al.,
penyunting. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi ke-28. Jakarta: EGC; 2011: h.774.
8. Braun MB, Simonson SJ. Introduction to massage therapy. 3rd edition.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2014: p.89, 119.

Anda mungkin juga menyukai