Anda di halaman 1dari 8

ASPEK BIOLOGI (PERTUMBUHAN, TINGKAT KEMATANGAN GONAD, DAN

KEBIASAAN MAKAN) IKAN NILA (Oreocromis niloticus)


R. Ahmad S. Fauzi*¹, Nadia Khaerunissa, Ika Metasari.

Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran

*e-mail: ahmadkax@gmail.com

Abstrak

Kata kunci:

Abstract
Keywords:

Pendahuluan

Bahan dan Metode


Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu cawan petri untuk wadah penyimpanan dan pembuatan
kultur media,tusukkan sebagai alat bedah sampel,gunting sebagai alat bedah sampel,pisau
sebagai alat bedah sampel,benang sebagai alat bantu,milimeter blok sebagai alas pengukuran
panjang sampel,jarum sebagai alat bantu mengukur,sterefoam sebagai alas,timbangan analitik
untuk menimbang bahan yang akan digunakan dalam praktikum dengan tingkat ketelitian yang
tinggi, pinset untuk mengambil benda dengan menjepit,mikroskop untuk melihat dan
mengamati benda-benda yang berukuran sangat kecil (mikroskopis) yang tidak mampu dilihat
secara kasat mata dan cover glass untuk menjaga spesimen padat ditekan datar, dan sampel
cair dibentuk menjadi lapisan datar bahkan ketebalan,ikan sebagai sampel dan air.

Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah observasi, yaitu dengan mengamati
morfometrik ikan nila, gonad, hati dan usus dari ikan nila yang diamati. Praktikum ini
menggunakan 37 dan ........ ekor ikan nila yang diambil dari jatigede yang bertujuan untuk
menentukan rasio kelamin, tingkat kematangan gonad untuk ikan jantan dan betina dan
fekunditas untuk ikan betina. Pegamatan usus ikan nila bertujuan untuk mengetahui food and
feeding habits dari ikan nila yang diamati.

Analisis Data
Data yang diperolah pada praktikum kali ini akan dianalisis secara desktiptif kuantitatif, yaitu
menganalisis sifat dari kondisi-kondisi yang tampak. Tujuannya adalah untuk menggambarkan
karakteristik sesuatu sebagaimana adanya. Sedangkan untuk pertumbuhan dianalisis dengan
regresi panjang dan bobot, untuk reproduksi dianalisis dengan chi kuadrat, untuk food and
feeding habits dianalisis dengan indeks preponderan, indeks pilihan, dan tingkat trofik.

Berikut merupakan rumus perhitungan regresi panjang dan bobot, chi kuadrat dan Indeks
preponderan :

Hubungan Panjang dan Berat

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang, dirumuskan sebagai berikut :
W = a . Lb atau Log W = log a + b . Log L
Keterangan :

W = berat
L = Panjang
a dan b = konstanta

b. Regresi Pertumbuhan

ΣlogW×Σ(logL)2−ΣlogL ×Σ(logL×logW)N
𝐥𝐨𝐠 𝐚 =
N x Σ(logL)2− (ΣlogL)2

ΣlogW−(N×loga)
𝐛=
ΣlogL

((N)(Σlog L.log W)−(Σlog L)(Σlog W))2


𝐑𝟐=
[(N(Σ(log L)2)−(Σlog L)2][(N(Σ(log W)2)−(Σlog W)2]

Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan

menggunakan Rumus dibawah ini :

• a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy)


n(Σx²) – (Σx)²

• b = n(Σxy) – (Σx) (Σy)


n(Σx²) – (Σx)

Rumus Chi Square

χ2: Nilai chi-kuadrat


fe: Frekuensi yang diharapkan
fo: Frekuensi yang diperoleh/diamati

Rumus Indeks Preponderan

Keterangan :
IPi = Index of preponderan
Vi = Persentase volume satu macam makanan
Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑(Vi x Oi) = Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan

Hasil Dan Pembahasan


Hasil
Benih Ikan Nila yang diobservasi oleh kelompok 8 memiliki panjang total atau panjang yang di
ukur dari anterior mulut sampai dengan ujung terakhir bagian posterior sirip caudal terpanjang
sebesar 38 mm, sedangkan nilai SL yang didapatkan oleh kelompok kami sebesar 30 mm yang
diukur dari bagian anterior mulut ikan sampai ujung terakhir tulang ekor. dan bobotnya sebesar
0,84 g. ikan nila yang kami teliti memiliki kelamin jantan dengan tingkat TKG I yang berarti
gonad masih berbentuk benang putih dan panjang, berat gonad tersebut sebesar 0,01 g.
Pakan utama dari ikan nila yang saya obserasi adalah fitoplankton, yang menjadikan benih
ikan nila ini omnivora yang cenderung ke herbivora.

50.00% 35% 29%


40.54%

Persentase (%)
30%
40.00% 35.14% 25% 20%
PERSENTASE (%)

30.00% 20%
15%
8%
20.00% 13.51% 10% 5%
2% 3%
5% 0%
10.00% 2.70% 5.41% 0.00% 2.70% 0%
0.00%
158-187 188-217 218-247 248-277 278-307 308-337 338-367
Interval Panjang Total (mm)
Interval Panjang Total (mm)

Gambar 1. Grafik distribusi panjang ikan nila.

Gambar 1. Memperlihatkan grafik distribusi panjang total ikan nila. Dari grafik tersebut dapat
diketahui bahwa panjang rata-rata ikan nila akan diperoleh pada interval 19-49 mm dengan
presentase 29 % dapat di artikan bahwa pada interval 19-49 mm adalah titik maksimal
pertumbuhan panjang ikan nila di Waduk Jatigede. Akan tetapi jika dibandingkan pada ikan nila
yang dipraktikumkan sebelumnya yang berasal dari Waduk Jatigede, panjang rata-rata ikan nila
yang diperoleh pada interval 218-247 mm dengan presentase 40.54% Setelah mencapai
panjang maksimal, hanya terdapat ±10% ikan yang panjangnya dapat bertambah. Hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh makanan. Makan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung
pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruh proses kimiawi tubuh
(Effendie 1979).

50.00% 40.54% 40% 38%


Persentase (%)

40.00% 35.14%
30%
Persentase (%)

30.00% 20% 12% 12% 14% 11%


20.00% 13.51% 7%
10% 1%
10.00% 2.70%5.41%0.00%2.70% 0%
0.00%

Interval Panjang Total (mm)


Interval Bobot Total (gr)

Gambar 2. Grafik distribusi bobot ikan nila.

Gambar 2. Merupakan grafik distribusi bobot ikan nila. Dari grafik tersebut kita dapat melihat
bahwa ikan nila mencapai puncak bobot pada interval 0,13-50,13 g dengan presentase 38 %
dan memiliki presentase terkecil pada interval 51,13-101,13 g yaitu 1%. dari grafik dapat dilihat
bahwa setelah melewati puncak bobot presentase bobot ikan mengalami penurunan secara
drastis kemudian meningkat. Akan tetapi, ikan nila yang diamati pada praktikum sebelumnya
mencapai puncak bobot pada interval 176,6-225,89 g dengan presentase 37.87% dan memiliki
presentase terkecil pada interval 275,2-423,09 g yaitu 2.70%. dari grafik dapat dilihat bahwa
setelah melewati puncak bobot presentase bobot ikan terus menurun. Hal tersebut
menandakan bahwa ikan nila di jatigede memiliki rata-rata bobot maksimal 0,13-50,13 dan
176.6 – 225.89 g sedangkan yang memiliki bobot lebih dari rata-rata maksimal tersebut
termasuk kedalam ikan nila yang memiliki pertumbuhan bobot yang ubnormal. Kebiasaan
makan ikanlah yang mempengaruhi bobot ikan nila yang didapatkan. (Suprijatna 2008)

2.75
3.000

2.25 2.000 y = 3.0641x - 4.9068


Bobot

Bobot (gram)
R² = 0.9749
1.000
1.75 y = 1.8354x - 2.0207
0.000
R² = 0.5985
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
1.25 -1.000
2.10 2.20 2.30 2.40 2.50 2.60 -2.000 Panjang (mm)
Panjang
log L (X) log W (Y) log L (X) log W (Y)
Linear (log L (X) log W (Y))
Linear (log L (X) log W (Y))

Gambar 3. Grafik hubungan panjang dan bobot ikan nila.

Hubungan panjang bobot ikan dalam biologi perikanan merupakan salah satu informasi
pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengolahan sumber daya perikanan, misalnya
dalam penentuan selektivitas alat tangkap agar ikan-ikan yang tertangkap hanya yang
berukuran layak tangkap (Merta 1993). Analisa hubungan panjang-bobot (gambar 3) menujukan
nilai b dari ikan nila yaitu 1.8354 yang artinya nilai b<3 maka dapat dikatakan ikan nila termasuk
kedalam allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan
bobot. Dengan nilai a adalah 2.027 dan nilai r adalah 0.5985. Akan tetapi, ikan nila yang diamati
pada (Gambar 3 grafik 2) nilai b dari ikan nila yaitu 3.0641 yang artinya nilai b>3 maka dapat
dikatakan ikan nila termasuk kedalam allometrik positif yaitu pertumbuhan bobot lebih cepat
dibandingkan pertumbuhan panjangnya. Menurut Blackweel (2000) & Richter (2007),
pengukuran panjang bobot ikan bertujuan untuk mengetahui variasi bobot dan panjang tertentu
dari ikan secara individual atau kelompok-kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang
kegemukan, kesehatan, produktivitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad.

Betina
(♀)
35% Jantan (♂)
Betina (♀) 25.49%
Jantan (♂)
Betina (♀)
74.51%
Jantan
(♂)
65%

Gambar 4. Rasio kelamin jantan dan betina ikan nila.

Berdasarkan grafik diatas, presentasi rasio kelamin jantan dan betina adalah 65% dan 35 %.
dan kemudian dibandingkan dengan (gambar 4 grafik 2) presentasi rasio kelamin jantan dan
betina adalah 74,51% dan 25,49%. Jika melihat dari kedua grafik tersebut dikatakan bahwa
rasio kelamin jantan lebih besar dari pada rasio kelamin betina, sehingga dapat diambil
hipotesa bahwa populasi betina seimbang dengan jantan yaitu H 1. Berdasarkan perhitungan
Chi-Square didapatkan nilai x² hitung sebesar 0,4 dan x² 4onog nya 3.84, dapat dikatakan
bahwa nilai x² hitung lebih kecil dari nilai x² 4onog sehingga hipotesa yang diambil 4ono
diterima dan menolak H0 yang mengatakan bahwa populasi ikan jantan dan betina tidak
seimbang. Nikolsky (1969) berpendapat bahwa perbandingan kelamin dapat berubah
menjelang dan selama musim pemijahan, dalam ruaya ikan untuk memijah ikan jantan lebih
banyak mengalami perubahan nisbah kelamin secara teratur, pada awalnya ikan jantan lebih
banyak dari pada ikan betina, kemudian rasio kelamin berubah menjadi 1:1 yaitu monogami.
Namun pada kenyataannya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, dipengaruhi
oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan
keseimbangan rantai makanan (Effendie, 2009).

6
5
5
4 4
4
3
3
2
2
1 1 1 1 1
1
0000 00 0 0 0 000 0000 00000 000 0
0

TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V

Gambar 5. TKG per interval ikan nila jantan.

Berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad ikan nila jantan di atas, diinterval 188-217
merupakan interval yang tingkat kematangan gonadnya paling banyak diantara interval lainnya.
TKG II pada interval 118-217 terdapat tiga ekor, TKG I terdapat empat ekor, TKG IV tidak ada,
TKG III sebanyak dua ekor, TKG V tidak ada. Interval 308-337 merupakan interval yang sama
sekali tidak memiliki kematangan gonad.

4
3
3
22
2
11 1
1
00000 00 0 0 0 00000 000 0 00000 00000
0

TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V

Gambar 6. TKG per interval ikan nila betina.


Berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad di atas, diinterval 218-247 merupakan puncak
kematangan gonad ikan betina dengan TKG II berjumlah 3 ekor, TKG III berjumlah dua ekor,
dan TKG IV berjumlah dua ekor. Selain dari interval tersebut ikan nila tidak matang gonadnnya
ataupun sedang mempersiapkan gonad.
Dari kedua grafik TKG per interval jantan dan betina, total ikan yang terlihat gonadnya hanya 33
ekor ikan sisanya tidak diketahui keberadaan gonadnya dalam artian gonad tersebut telah
terpisah ataupun masih berbentuk benang halus yang termasuk dalam TKG I.
1.20% 1.03% TKG IV,
2 TKG II, 1.60
1.00%
Persentase

0.80% Jantan 1.5 0.87269


0.58% 433 TKG III,
0.60% 1
0.36% 0.53
0.40% TKG V,
0.140% 0.5
0.20% 0.09% TKG I, 0 0
0.00% 0
TKG I TKG II TKG TKG TKG V TKG I TKG II TKG TKG TKG V
III IV III IV

Gambar 7. TKG per IKG jantan ikan nila

Berdasarkan kedua grafik (gambar 7) diatas, nilai IKG terus meningkat sampai puncaknya yaitu
pada TKG IV sebesar 1,03% dan 1,6% terjadinya peningkatan IKG ini karena proses
pematangan sperma oleh ikan nila jantan. Terjadinya penurunan IKG pada TKG IV karena ikan
nila jantan telah memulai perkawinan dengan ikan nila betina. Indeks Kematangan Gonad (IKG)
diketahui untuk melihat perubahan yang terjadi didalam gonad secara kuantitatif.

8.0% 7.5% TKG II,


1 0.819
Persentase

6.0% TKG III,


Betina 0.8
0.54
4.0% 0.6
2.0% 1% 0.4 TKG V,
0.0% 0.1% 0% TKG IV, 0.10
0.2 TKG I, 0 0.01
0.0%
TKG I TKG II TKG TKG TKG V 0
III IV TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V

Gambar 8. TKG per IKG betina ikan nila


Berdasarkan grafik diatas, nilai IKG ikan nila betina terus meningkat berdasarkan TKGnya dan
mengalami puncak nilai IKG pada TKG IV sebesar 7.5%. Dari TKG I sampai TKG III, ikan nila
betina melakukan proses pematangan telur itu sebabnya IKG terus meningkat dari TKG I
sampai II. Tetapi, dari TKG IV sampai TKG V terjadinya penurunan IKG karena dari TKG IV
sampai V, ikan nila betina melakukan pemijahan telur. Indeks. Akan tetapi, perbedaan pada
grafik kedua (gambar 8) puncak nilai IKG berada pada TKG II sebesar 0, 819% dengan terus
mengalami penurunan pada TKG selanjutnya. Kematangan Gonad (IKG) diketahui untuk
melihat perubahan yang terjadi didalam gonad secara kuantitatif. Effendie (2002). Ikan nila di
alam siap memijah bila sudah berumur 4 bulan dengan panjang sekitar 95 mm, pembiakan bisa
sepanjang tahun tanpa musim. Induk betina bisa menghasilkan 250 sampai 1.000 butir telur
dan akan menetas dalam 3-5 hari di dalam mulut induk betina (tergolong ikan Mouth Breeder).
7.5% 2
8.0%
0.660315
Presentase

6.0% 5.08% 1.5


31 0.319277
1 0.393128 286
4.0% 0.846 14 0.80
1.17% 1% 0.5 0.53
2.0%
0.0% 0.1% 0.22%
0.00% 0.00%
0%
0.0% 0 0 0.05
0
1 2 3 4 5 I II III IV V
Nilai IKG (%) Nilai HSI (%) IKG HIS

Gambar 9. Hubungan IKG dengan HSI


Berdasarkan (gamabar 9), grafik IKG jauh lebih tinggi dari grafik HSI. Data yang didapatkan
tergolong baik karena nilai IKG jauh lebih tinggi dari nilai HSI yang didapatkan, dengan kata lain
senyawa vitelinogen yang dihasilkan telah disalurkan menuju gonad sebagai zat kuning telur.
Akan tetapi, gafik kedua (gambar 9)grafik HSI lebih tinggi dari grafik IKG dengan artian bahwa
tergolong kurang baik karena nilai HSI lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IKG.
Hepatosomatik indeks pada saat perkembangan kematangan gonad menjadi salah satu aspek
penting, karena menggambarkan cadangan energi yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan
mengalamai perkembangan matang gonad.

80.00% 73.50%
70.00%
Presentasi

60.00%
50.00%
40.00%
30.00% 21.20%
20.00%
10.00% 2.61% 0.00% 0.23% 2.46%
0.00%

Jenis Pakan

Gambar10. Indeks Propenderan

Indeks preponderan dapat mengelompokan mana yang termasuk pakan utama, tambahan dan
pelengkap. Dilihat dari grafik dan tabel detritus memiliki nilai IP 73.50%, yang berarti detritus
merupakan pakan utama bagi ikan nila di jatigede. Sementara Fitoplankton sebagai pakan
pelengkap dari ikan nila karena memiliki nilai IP 5% ≤IP≥ 25%. Dan sisanya memiliki nilai
dibawah 5% yang berarti pakan tersebut merupakan pakan tambahan seperti yang dikatakan
Nikolsky (1963). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Ikan Nila merupakan hewan
omnivore cenderung karnivora karena pakan utama yang dikonsumsi berupa detritus. Dilihat
dari pakan tambahannya pun Ikan nila memakan fitoplankton
Detritus sebagai makanan utama ikan lalawak disebabkan karena tingginya kelimpahan detritus
di perairan Waduk Jatigede karena kondisi perairan tersebut merupakan akibat dari luapan
Sungai Cimanuk beberapa waktu lalu yang menyebabkan banjir bandang di Kota Garut
sehingga aliran Sungai Cimanuk terbawa hingga ke hilir sungai, yakni Waduk Jatigede. Tingkat
trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan yang bersifat herbivora, tingkat
2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan tingkat trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat
karnivora (Caddy dan Sharp 1986). Dari hasil pengolahan data didapatkan nilai untuk tingkat
trofik sebesar 2.7634 yang berarti ikan nila yang diamati angkatan termasuk ikan yang bersifat
omnivora dan cenderung memanfaatkan pakan berupa detritus. Ikan nila mempunyai makanan
utama yaitu detritus dengan makanan tambahan berupa fitoplankton, sehingga berdasarkan
kebiasaan makanannya ikan ini termasuk ikan omnivore cenderung karnivor. Ikan nila meiliki
luas relung sebesar 1.7 yang terjadi dengan ikan lalawak yang berada di waduk Jatigede
tersebut.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan

Daftar Pustaka
Caddy, J. F. & G. D. Sharp. 1986. An Ecological Framework for Marine Fishery
Investigations. FAO Fish. Tech. Pap. 283. 152 pp.
Effendi, H. 2009. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Jogjakarta.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta
. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama.
. 1979. Metode Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Dewi Sri, Bogor
Johnson,J.E. 1971. Maturity and Fecundity of Threadfinshad, Dorosona Petenense
(Eunther), In CentralArizona Recervoirs. Trans, Amer.Fish. soc. 100 (1) :74- 85.
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Translated by. L. Birkett. London and
New York. Academic Press : 352 pp.

Anda mungkin juga menyukai