Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN MAS (Cyprinus carpio)

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan B

Fis’ari Damayanti 230110200071


Edward Alvonco Marpaung 230110200079
Muhammad Fariz Ramadhan 230110200096
Dicky Extrada Surbakti 230110200097
Zidan Fachriza Adya Nugraha 230110200138

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2021
ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN MAS (Cyprinus carpio)

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Biologi Perikanan

Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan B

Fis’ari Damayanti 230110200071


Edward Alvonco Marpaung 230110200079
Muhammad Fariz Ramadhan 230110200096
Dicky Extrada Surbakti 230110200097
Zidan Fachriza Adya Nugraha 230110200138

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

2021
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Analisis Aspek Biologi Ikan Mas (Cyprinus


carpio)
PENYUSUN : Kelompok 9 / Perikanan B
Nama NPM

Fis’ari Damayanti 230110200071

Edward Alvonco Marpaung 230110200079

Muhammad Fariz Ramadhan 230110200096

Dicky Extrada Surbakti 230110200097

Zidan Fachriza Adya Nugraha 230110200138

Jatinangor, April 2021

Menyetujui,
PJ Asisten Laboraturium

Nabila Bestari
NPM 230110180096
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Aspek Pertumbuhan


Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan berikut ini adalah hal-
hal yang termasuk kedalam aspek pertumbuhan yaitu pengelompokkan distribusi
ukuran, pola pertumbuhan dan faktor kondisi.
4.1.1 Distribusi Ukuran
Pengelompokkan distribusi ukuran berdasarkan panjang tubuh ikan Mas
dan berdasarkan bobot ikan Mas. Berdasarkan hasil praktikum didapatkan
distribusi panjang dan distribusi bobot dalam bentuk grafik, yang terlihat pada
gambar.

Distribusi Panjang Ikan Mas


11 22 33 44 55 66 77
35.00% 31.25%
30.00%
25.00% 22.92%
Persentase (%)

20.83%
20.00%
15.00%
10.42%
10.00% 8.33%
4.17%
5.00% 2.08%
0.00%
190-217 218-245 246-273 274-301 302-329 330-357 358-385
Interval Panjang Ikan (mm)

Gambar 1. Grafik Interval Panjang Ikan Mas

Dapat kita lihat pada grafik distribusi panjang dapat dilihat bahwa panjang
ikan Mas terbagi dalam tujuh kelas. Distribusi panjang ikan Mas tertinggi berada
pada kelas ke-3 dengan interval 246 sampai 273 mm sebesar 31,25% dengan ikan
Mas yang berjumlah 15 ekor, sedangkan distribusi terendah berada pada kelas ke-
7 dengan interval 358 sampai 385 dengan ikan mas yang berjumlah 1 ekor. Laju
pertumbuhan ikan bergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan dan
interaksinya, pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Walaupun faktor genetis berperan penting namun ikan Nila dapat
tumbuh dengan baik jika tidak stress, kualitas air, pH, suhu, pakan dan faktor
-faktor lainnya berada pada keadaan yang baik.

Distribusi
11 22
Bobot
33
Ikan5 Mas
44 5 66 77
50.00% 43.75%
40.00%
30.00%
Persentase (%)

20.83%
20.00% 14.58% 16.67%

10.00%
2.08% 2.08%
0.00%
99

99

99

99

99

99

99
6.

5.

4.

3.

2.

1.

0.
22

34

46

58

70

82

94
8-

7-

6-

5-

4-

3-

2-
10

22

34

46

58

70

82
Interval Bobot Ikan (g)

Gambar 2. Interval Bobot Ikan Mas

Dalam grafik distribusi bobot dapat dilihat bahwa bobot ikan mas terbagi
dalam tujuh kelas. Distribusi bobot ikan mas tertinggi berada pada kelas ke-2
dengan interval 108 sampai 226,99 dengan ikan mas yang berjumlah 21 ekor,
sedangkan distribusi bobot terendah berada pada kelas ke-6 dengan interval 703
sampai 821,99 dengan tidak adanya ikan mas pada interval tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot dan panjang tubuh Ikan mas
dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor dalam dan faktor luar, terdapat faktor yang
dapat dikontrol dan ada juga yang tidak dapat dikontrol. Faktor dalam umumnya
adalah faktor yang sukar dikontrol yaitu keturunan, sex, umur, parasit, penyakit,
dan faktor genetik. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu
kondisi lingkungan berupa suhu, kedalaman dan pH. Selain itu makanan yang
masuk kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Namun,
belum diketahui secara pasti faktor mana yang memberikan dampak lebih besar
terhadap pertumbuhan (Effendie 1997). Selain itu juga faktor yang dapat
mempengaruhi distribusi panjang dan bobot adalah kadar DO, ammonia, dan H2S
di perairan.
4.1.2 Regresi Hubungan Panjang Bobot
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil pola pertumbuhan dalam
berntuk grafik, yang terlihat pada gambar.

Regresi Hubungan Panjang Bobot


3.50

3.00
f(x) = 2.57 x − 3.72
2.50 R² = 0.78
2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
2.25 2.30 2.35 2.40 2.45 2.50 2.55 2.60
Gambar 3. Regresi Hubungan Panjang dan Bobot ikan Mas

Berdasarkan gafik diatas dengan Ikan mas yang diamati sebanyak 48 ekor,
didapatkan nilai R2= 0,7772, nilai korelasi r= 0,8, dan nilai b= 2,5694.
Didapatkan nilai b sebesar 2,569, dapat diartikan bahwa pola pertumbuhan
ikan mas bersifat allometric negatif atau pertambahan panjang lebih dominan
daripada pertambahan bobot. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Effendie (1997) yaitu apabila nilai b < 3 bahwa pertambahan panjang lebih
dominan daripada pertambahan bobot.
4.1.3 Faktor Kondisi
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil faktor kondisi dalam bentuk
grafik, yang terlihat pada gambar.
Faktor Kondisi
1000
900
800
f(x) = 0 x^2.57
700 R² = 0.78
600
500
400
300
200
100
0
150 200 250 300 350 400
Gambar 4. Faktor kondisi Ikan Mas

Berdasarkan grafik faktor kondisi diatas dapat diketahui bahwa nilai faktor
kondisi tertinggi sebesar 1.27 berada pada interval 246-273 mm dan faktor kondisi
terendah sebesar 0.98 berada pada interval 190-217mm. Ikan yang diteliti
dominan pada TKGii, III dan IV, pada grafik faktor kondisi Ikan mas
menunjukkan bahwa faktor kondisi naik sejalan dengan panjang tubuh Ikan
Makarel. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh King (1995) bahwa faktor
kondisi yang tinggi pada ikan menunjukkan bahwa ikan dalam perkembangan
gonad, sedangkan faktor kondisi rendah menunjukkan ikan kurang mendapatkan
asupan makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan,
musim atau lokasi penangkapan serta tingkat kematangan gonad dan kelimpahan
makanan.
Effendie (1979) mengemukakan bahwa variasi nilai faktor kondisi
tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan tingkat kematangan
gonadnya. Dalam penelitian ini tidak nampak adanya perbedaan faktor kondisi
antara kelompok ikan kecil dan yang besar. Hal ini mungkin disebabkan kedua
kelompok ukuran ikan tersebut dipelihara dalam kondisi lingkungan yang sama
dan terkontrol.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh King (1995) bahwa faktor
kondisi yang tinggi pada ikan menunjukkan bahwa ikan dalam perkembangan
gonad, sedangkan faktor kondisi rendah menunjukkan ikan kurang mendapatkan
asupan makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan,
musim atau lokasi penangkapan serta tingkat kematangan gonad dan kelimpahan
makanan. Semakin tinggi nilai faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan
antara ikan dengan lingkungannya. Besarnya faktor kondisi tergantung pada
banyak hal, antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme,
ketersediaan makanan, dan kondisi lingkungan perairan (Effendie 2002).
4.2 Analisis Aspek Reproduksi
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan berikut ini adalah hal-
hal yang termasuk kedalam aspek reproduksi yaitu rasio kelamin, tingkat
kematangan gonad, indeks kematangan gonad, hepatosomatik indeks, diameter
telur, fekunditas, dan tingkat kematangan telur.
4.2.1 Rasio Kelamin
Berikut ini adalah hasil yang didapatkan setelah melakukan praktikum,
yang tersaji dalam bentuk grafik.

Rasio Kelamin

27%

73%

Jantan (♂) Betina (♀)


Gambar 5. Rasio Kelamin Ikan Mas

Jumlah ikan jantan yang menjadi sampel praktikum sebanyak 35 ekor ikan
jantan dan 13 ekor ikan betina, dengan perbandingan persentase jantan dan betina
sebesar 73% berbanding 27%. Perbedaan rasio jenis kelamin ini dipengaruhi dari
faktor internal maupun eksternal. Berdasarkan data rasio kelamin yang telah
didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa ikan mas jantan lebih mendominasi
daripada ikan mas betina.
Perhitungan rasio kelamin juga dapat dilakukan dengan pengujian chi
kuadrat, yaitu uji statistik untuk menentukan keseuaian antara rasio kelamin jantan
dan betina dengan frekuensi harapan pada sebaran yang akan dihipotesiskan (Sri
1990).
Nikolsky (1969) dalam Azizah, Muchisin dan Musman (2010) yang
melaporkan bahwa rasio jenis kelamin dari satu spesies ikan dapat bervariasi dari
tahun ke tahun dalam populasi yang sama. Selanjutnya Nikolsky (1969) dalam
Hardjamulia (1987) mengatakan bahwa apabila dalam suatu perairan terdapat
perbedaan ukuran dan perbedaan jumlah dari salah satu jenis kelamin hal ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan pola pertumbuhan dari ikan itu sendiri dan
perbedaan umur ikan kematangan gonad ikan pertama kalinya.
4.2.2 Tingkat Kematangan Gonad
Berikut ini adalah hasil yang didapatkan setelah praktikum yang disajikan
dalam grafik.

Tingkat Kematangan Gonad Jantan


8
Jumlah Ikan (Ekor)

6
6 5
4 4
4 3
22 2
2 11 1 11 1 1
0
1 2 3 4 5 6 7
Interval Bobot (g)

TKG I TKG II TKG III


TKG IV TKG V 108-226.99
Gambar 6. Distribusi TKG Ikan Mas Jantan

Berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad jantan di atas, interval 227-


345.99 gram (Interval 2) merupakan tingkat kematangan gonadnya paling banyak
diantara lainnya yaitu terdapat 6 ekor dan berkondisi TKG IV. Pada interval bobot
108-226.99 gram (Interval 1) terdapat 1 ekor ikan dengan TKG I, 1 ekor di TKG
II dan 3 ekor di TKG III. Interval 346-464.99 gram (Interval 3) terdapat 1 ekor
ikan yang berkondisi pada TKG I dan TKG 2, lalu 2 ekor pada TKG III dan TKG
IV. Pada interval bobot 465-583.99 gram (Interval 4) terdapat 1 ekor pada TKG
II, 4 ekor pada TKG II dan 2 ekor pada TKG IV. Pada interval 822-940.99 gram
(Intervl 7) terdapat 1 ekor ikan mas pada TKG II. Sisanya tidak ditemukan ikan
mas pada interval 5 dan 6.
Penentuan TKG dapat dilakukan secara morfologi dan histologi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad yaitu faktor dari
dalam dan luar. Faktor dalam antara lain adalah perbedaan spesies, umur, ukuran,
serta sifat fisiologi ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungan. Faktor luar yang mempengaruhi adalah makanan, suhu dan arus
(Effendie 1997).

Tingkat Kematangan Gonad Betina


4
Jumlah Ikan (Ekor)

3
3
2 2
2
1 1 1 1 1 1
1
0
1 2 3 4 5 6 7
Interval Bobot (g)

TKG I TKG II TKG III


TKG IV TKG V 108-226.99
Gambar 7. Distribusi TKG Ikan Betina

Berdasarkan grafik tingkat kematangan gonad betina diatas menunjukkan


bahwa tingkat kematangan gonad terbanyak pada TKG II sebanyak 3 ekor pada
interval 227-345.99 gram. Interval 108-226.99 gram (Interval 1) memiliki TKG I
sebanyak 10 ekor, dan TKG II sebanyak 7 ekor. Interval 322-377 gram memiliki
TKG I dan TKG III sebanyak 1 ekor. Pada interval 346-464.99 gram (Interval 3)
terdapat masing-masing 2 ekor ikan pada TKG II dan TKG IV. Pada interval 465-
583.99 gram (Interval 4) dan 584-702.99 gram (Interval 5) terdapat masing-
masing ekor 1 ekor ikan mas pada TKG IV. Dapat disimpulkan bahwa sebagian
ikan betina belum siap untuk memijah dan sebagian lain sudah siap untuk
memijah. secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata. Bobot
testis dan ovari ikan jantan dan betina meningkat seiring dengan bertambahnya
tingkat kematangan gonad.
4.2.3 Indeks Kematangan Gonad
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh grafik indeks kematangan gonad
(IKG) sebagai berikut.

Indeks Kematangan Gonad


14.00% 13%
12.00%
Persentase (%)

10.00% 8.20%
8.00% 7% 6.33%
6%
5.21% 5.60%
6.00%
4.00% 2%
2.00%
0.00%
1 2 3 4 5
Tingkat Kematangan Gonad

Nilai IKG (%) (♂) Nilai IKG (%) (♀) I II

Gambar 8. Indeks Kematangan Gonad

Berdasarkan data di atas nilai IKG ikan mas angkatan beragam, IKG
betina paling rendah adalah 2% pada TKG I, sedangkan IKG betina paling tinggi
mencapai 12,65% pada TKG III dan IKG jantan paling rendah adalah 5,21 %
pada TKG II dan IKG jantan paling tinggi mencapai 8,20 % pada TKG I. Serta
tidak ada IKG jantan dan betina pada TKG V.
Dapat dikatakan bahwa ikan yang digunakan sebagai sampel masih dalam
tahap berkembang dan belum siap memijah karena nilai IKG masih dibawah 19%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (1982) bahwa Ikan dikatakan matang
gonad dan siap memijah bilamana IKG > 19 %. Dan indeks tersebut semakin
bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat
akan terjadi pemijahan.
4.2.4 Hepato Somatik Indek (HSI)
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, didapatkan data Hepato
Somatik Indeks pada ikan mas yang disajikan pada gambar sebagai berikut.

Hepato Somatik Indeks


1.60% 1.36%
Persentase (%)

1.20%
0.91%
0.80%

0.40% 0.17% 0.25%


0.00%
0.00%
I II III IV V
Tingkat Kematangan Gonad

HSI (%)
Gambar 9. Hepato Somatik Indeks

Berdasarkan pengamatan dari grafik diatas bahwa nilai HSI terendah pada
TKG II yaitu sebesar 0,17% dan nilai HSI tertinggi pada TKG I sebesar 1,36%.
Hepatosomatik indeks merupakan perbandingan antara berat tubuh dan berat hati
pada ikan betina. Hepatosomatik pada perkembangan kematangan gonad
menggambarkan cadangan energi (kuning telur) yang ada pada tubuh ikan
sewaktu ikan mengalami perkembangan kematangan gonad. Nilai HSI biasanya
dipengaruhi oleh TKG, semakin tinggi TKG nya maka HSI nya semakin tinggi
karena di hati terdapat aktivitas vitelogenesis dimana aktivitas vitelogenesis akan
meningkatkan hepato somatik indeks.
Namun, pada grafik di atas menandakan bahwa nilai HSI fluktuasi.
Fluktuasi tersebut kemungkinan karena ketersediaan makanan diperairan serta
bobot tubuh ikan karena selain TKG yang mempengaruhi nilai HSI, makanan
serta bobot pun ikut berpengaruh. Pada TKG II nilai HSI adalah yang terkecil
yaitu 0,98%, menuju pada TKG III nilai HIS naik, lalu menuju TKG IV terjadi
penurunan nilai HSI. Hal ini dikarenakan adanya penurunan bobot testis dan ovari
karena isinya telah dikeluarkan ketika memijah.
4.2.5 Fekunditas
Berdasarkan data hasil praktikum, tidak didapatkan nilai fekunditas karena
perlatan yang terbatas. Menurut Oymak et al. (2000) fekunditas sangat berkaitan
dengan panjang ikan, berat ikan, dan gonad ikan. Menurut (Nilolsky, 1963)
mengatakan bahwa persediaan makanan di perairan akan mempercepat
pertumbuhan dan fekunditas semakin tinggi. Besarnya nilai fekunditas seiring
dengan peningkatan ukuran ikan betina. Nilai fekunditas hanya ada pada ikan
betina, karena hanya ikan betina yang memiliki ovari untuk reproduksi.
4.2.6 Diameter Telur
Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu
telur
yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Pengukuran
mengenai diameter telur digunakan sebagai pertimbangan penentuan tingkat
kematangan gonad. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad, garis tengah
telur dalam ovarium akan semakin besar. Perkembangan diameter telur semakin
meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad [CITATION
Placeholder1 \l 1033 ].
4.2.7 Tingkat Kematangan Telur
Tingkat kematangan telur (TKT) ditentukan berdasarkan kriteria
pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal (germinal vesicle migration).
Pada tahap pertama vitelogenesis sejumlah butiran kuning telur menuju
sitoplasma, kemudian terjadi pengendapan kuning telur di sisi oosit yang sudah
matang. Selama sitoplasma berkembang, butiran kuning telur ini akan mencair.
Setelah mencairnya butiran kuning telur akan memasuki tahap matang [ CITATION
Ari17 \l 1033 ].
4.3 Kebiasaan Makan
Kebiasaan makanan (food habits) mencakup jenis, kualitas dan
kuantitas makanan yang di makan oleh ikan. kebiasaan makanan ikan
dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan persentase bagian terbesar
(indeks of propenderance), terdiri dari makanan utama, makanan pelengkap
dan makanan pengganti (Nikolsky, 1963).
4.3.1 Indeks Propenderan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, didapatkan data grafik indeks
bagian terbesar (indeks propenderan) pada ikan mas yang disajikan pada
Gambar 10 sebagai berikut :

Indeks Propenderan
30% 26% 27%
25% 21%
20%
15%
Persentase (%)

10% 6% 7% 7%
5% 4% 2%
1%
0%
on on n ts os s a ta m sh
kt kt c ti o l an th t ritu lusc sec or Fi
n n P n W
la pl
a
lF
ra Be De M
o In
t op o a
y Zo nim
Ph A

Jenis Pakan

Gambar 10. Indeks Propenderan


Dari grafik di atas nilai IP yang paling tinggi adalah jenis zooplankton
sebesar 27%, sedangkan yang paling rendah merupakan jenis I ANIMAL
FRACTION dengan nilai 1 %. Dilihat pada grafik ikan mas hampir memakan
seluruh jenis mekanan kecuali ikan, ini dikarenakan bukaan mulut ikan mas yang
kecil. Sukamto et al., (2003) menyebutkan bahwa kuantitas konsumsi pakan
bahwa suatu jenis pakan dapat dikatakan sebagai pakan utama apabila dikonsumsi
lebih dari 25%, dan dapat dikatakan sebagai pakan pelengkap apabila jumlah
konsumsinya berada pada kisaran 5 – 25%, serta dikatakan sebagai pakan
tambahan apabila jumlah konsumsinya kurang dari 5%.
4.3.2 Indeks Ivlev
Indeks ivlev atau indeks pilihan merupakan perbandingan antara
organisme pakan yang terdapat di dalam lambung dengan organisme pakan ikan
yang terdapat dalam perairan. Nilai dari indeks ivlev atau indeks pilihan ini
berkisar antara –1 sampai +1. Apabila 0 < E < 1 berarti pakan digemari, dan jika
nilai –1 < E < 0 berarti pakan tersebut tidak digemari oleh ikan. Jika nilai E = 0
berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya (Herawati 2017).
4.3.3 Tingkat Trofik
Menurut Caddy dan Sharp (1986) dalam Herawati (2017) tingkat trofik
ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan yang bersifat
herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan tingkat trofik 3 atau
lebih untuk ikan yang bersifat karnivora. Berikut ini hasil pratikum kelompok
kami didapatkan pada tingkat trofik sebesar 2,54 sehingga ikan mas dapat
disimpulkan bersifat omnivora.
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, N. D. (2017). Perkembangan Sel Telur Ikan Seriding, Ambassis nalua


(Hamilton 1822). Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 17 (1), 115-123.

Caddy J.F., and G.D. Sharp. 1986. An Ecological Framework for Marine Fishery
In Effendi, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nustama.
Yogyakarta. vestigations. FAO Fish. Tech. Pap. 283.

Effendi, M.I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Tama. Yogyakarta.

Effendie MI. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.112
hlm.

Effendi, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor. Yayasan Dewi Sri. 111

Effendi, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusantara.


163 hal.

Nikolsky, G. (1963). The Ecology of Fishes. New York: Academi Press.

Nikolsky, G. V. 1969. The Theory of Fish Population Dynamics As The


Biological Background for Rational Exploitation And Management of Fish
Fishery Resources. Oliver and Boyd Publisher United Kingdom. London.
322 hal.

Novri F. 2006. Analisis Hasil Tangkapan Dan Pola Musim Penangkapan Ikan
Tenggiri (Scomberomorus spp) Di Perairan Laut Jawa Bagian Barat
Berdasarkan Hasil Tangkapan Yang Didartkan Di PPI Muara Angke.

Oymak, S.A., Solak, V., Unlu, E., 2000. Some biological characteristics of
Silurus triostegus Heckel, 1843. From Ataturk Dame Lakey (Turkey).

Anda mungkin juga menyukai