LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan B
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN MAS (Cyprinus carpio)
LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Biologi Perikanan
Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan B
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
PJ Asisten Laboraturium
Nabila Bestari
NPM 230110180096
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
20.83%
20.00%
15.00%
10.42%
10.00% 8.33%
4.17%
5.00% 2.08%
0.00%
190-217 218-245 246-273 274-301 302-329 330-357 358-385
Interval Panjang Ikan (mm)
Dapat kita lihat pada grafik distribusi panjang dapat dilihat bahwa panjang
ikan Mas terbagi dalam tujuh kelas. Distribusi panjang ikan Mas tertinggi berada
pada kelas ke-3 dengan interval 246 sampai 273 mm sebesar 31,25% dengan ikan
Mas yang berjumlah 15 ekor, sedangkan distribusi terendah berada pada kelas ke-
7 dengan interval 358 sampai 385 dengan ikan mas yang berjumlah 1 ekor. Laju
pertumbuhan ikan bergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan dan
interaksinya, pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Walaupun faktor genetis berperan penting namun ikan Nila dapat
tumbuh dengan baik jika tidak stress, kualitas air, pH, suhu, pakan dan faktor
-faktor lainnya berada pada keadaan yang baik.
Distribusi
11 22
Bobot
33
Ikan5 Mas
44 5 66 77
50.00% 43.75%
40.00%
30.00%
Persentase (%)
20.83%
20.00% 14.58% 16.67%
10.00%
2.08% 2.08%
0.00%
99
99
99
99
99
99
99
6.
5.
4.
3.
2.
1.
0.
22
34
46
58
70
82
94
8-
7-
6-
5-
4-
3-
2-
10
22
34
46
58
70
82
Interval Bobot Ikan (g)
Dalam grafik distribusi bobot dapat dilihat bahwa bobot ikan mas terbagi
dalam tujuh kelas. Distribusi bobot ikan mas tertinggi berada pada kelas ke-2
dengan interval 108 sampai 226,99 dengan ikan mas yang berjumlah 21 ekor,
sedangkan distribusi bobot terendah berada pada kelas ke-6 dengan interval 703
sampai 821,99 dengan tidak adanya ikan mas pada interval tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot dan panjang tubuh Ikan mas
dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor dalam dan faktor luar, terdapat faktor yang
dapat dikontrol dan ada juga yang tidak dapat dikontrol. Faktor dalam umumnya
adalah faktor yang sukar dikontrol yaitu keturunan, sex, umur, parasit, penyakit,
dan faktor genetik. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu
kondisi lingkungan berupa suhu, kedalaman dan pH. Selain itu makanan yang
masuk kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Namun,
belum diketahui secara pasti faktor mana yang memberikan dampak lebih besar
terhadap pertumbuhan (Effendie 1997). Selain itu juga faktor yang dapat
mempengaruhi distribusi panjang dan bobot adalah kadar DO, ammonia, dan H2S
di perairan.
4.1.2 Regresi Hubungan Panjang Bobot
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil pola pertumbuhan dalam
berntuk grafik, yang terlihat pada gambar.
3.00
f(x) = 2.57 x − 3.72
2.50 R² = 0.78
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
2.25 2.30 2.35 2.40 2.45 2.50 2.55 2.60
Gambar 3. Regresi Hubungan Panjang dan Bobot ikan Mas
Berdasarkan gafik diatas dengan Ikan mas yang diamati sebanyak 48 ekor,
didapatkan nilai R2= 0,7772, nilai korelasi r= 0,8, dan nilai b= 2,5694.
Didapatkan nilai b sebesar 2,569, dapat diartikan bahwa pola pertumbuhan
ikan mas bersifat allometric negatif atau pertambahan panjang lebih dominan
daripada pertambahan bobot. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Effendie (1997) yaitu apabila nilai b < 3 bahwa pertambahan panjang lebih
dominan daripada pertambahan bobot.
4.1.3 Faktor Kondisi
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil faktor kondisi dalam bentuk
grafik, yang terlihat pada gambar.
Faktor Kondisi
1000
900
800
f(x) = 0 x^2.57
700 R² = 0.78
600
500
400
300
200
100
0
150 200 250 300 350 400
Gambar 4. Faktor kondisi Ikan Mas
Berdasarkan grafik faktor kondisi diatas dapat diketahui bahwa nilai faktor
kondisi tertinggi sebesar 1.27 berada pada interval 246-273 mm dan faktor kondisi
terendah sebesar 0.98 berada pada interval 190-217mm. Ikan yang diteliti
dominan pada TKGii, III dan IV, pada grafik faktor kondisi Ikan mas
menunjukkan bahwa faktor kondisi naik sejalan dengan panjang tubuh Ikan
Makarel. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh King (1995) bahwa faktor
kondisi yang tinggi pada ikan menunjukkan bahwa ikan dalam perkembangan
gonad, sedangkan faktor kondisi rendah menunjukkan ikan kurang mendapatkan
asupan makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan,
musim atau lokasi penangkapan serta tingkat kematangan gonad dan kelimpahan
makanan.
Effendie (1979) mengemukakan bahwa variasi nilai faktor kondisi
tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan tingkat kematangan
gonadnya. Dalam penelitian ini tidak nampak adanya perbedaan faktor kondisi
antara kelompok ikan kecil dan yang besar. Hal ini mungkin disebabkan kedua
kelompok ukuran ikan tersebut dipelihara dalam kondisi lingkungan yang sama
dan terkontrol.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh King (1995) bahwa faktor
kondisi yang tinggi pada ikan menunjukkan bahwa ikan dalam perkembangan
gonad, sedangkan faktor kondisi rendah menunjukkan ikan kurang mendapatkan
asupan makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan,
musim atau lokasi penangkapan serta tingkat kematangan gonad dan kelimpahan
makanan. Semakin tinggi nilai faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan
antara ikan dengan lingkungannya. Besarnya faktor kondisi tergantung pada
banyak hal, antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme,
ketersediaan makanan, dan kondisi lingkungan perairan (Effendie 2002).
4.2 Analisis Aspek Reproduksi
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan berikut ini adalah hal-
hal yang termasuk kedalam aspek reproduksi yaitu rasio kelamin, tingkat
kematangan gonad, indeks kematangan gonad, hepatosomatik indeks, diameter
telur, fekunditas, dan tingkat kematangan telur.
4.2.1 Rasio Kelamin
Berikut ini adalah hasil yang didapatkan setelah melakukan praktikum,
yang tersaji dalam bentuk grafik.
Rasio Kelamin
27%
73%
Jumlah ikan jantan yang menjadi sampel praktikum sebanyak 35 ekor ikan
jantan dan 13 ekor ikan betina, dengan perbandingan persentase jantan dan betina
sebesar 73% berbanding 27%. Perbedaan rasio jenis kelamin ini dipengaruhi dari
faktor internal maupun eksternal. Berdasarkan data rasio kelamin yang telah
didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa ikan mas jantan lebih mendominasi
daripada ikan mas betina.
Perhitungan rasio kelamin juga dapat dilakukan dengan pengujian chi
kuadrat, yaitu uji statistik untuk menentukan keseuaian antara rasio kelamin jantan
dan betina dengan frekuensi harapan pada sebaran yang akan dihipotesiskan (Sri
1990).
Nikolsky (1969) dalam Azizah, Muchisin dan Musman (2010) yang
melaporkan bahwa rasio jenis kelamin dari satu spesies ikan dapat bervariasi dari
tahun ke tahun dalam populasi yang sama. Selanjutnya Nikolsky (1969) dalam
Hardjamulia (1987) mengatakan bahwa apabila dalam suatu perairan terdapat
perbedaan ukuran dan perbedaan jumlah dari salah satu jenis kelamin hal ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan pola pertumbuhan dari ikan itu sendiri dan
perbedaan umur ikan kematangan gonad ikan pertama kalinya.
4.2.2 Tingkat Kematangan Gonad
Berikut ini adalah hasil yang didapatkan setelah praktikum yang disajikan
dalam grafik.
6
6 5
4 4
4 3
22 2
2 11 1 11 1 1
0
1 2 3 4 5 6 7
Interval Bobot (g)
3
3
2 2
2
1 1 1 1 1 1
1
0
1 2 3 4 5 6 7
Interval Bobot (g)
10.00% 8.20%
8.00% 7% 6.33%
6%
5.21% 5.60%
6.00%
4.00% 2%
2.00%
0.00%
1 2 3 4 5
Tingkat Kematangan Gonad
Berdasarkan data di atas nilai IKG ikan mas angkatan beragam, IKG
betina paling rendah adalah 2% pada TKG I, sedangkan IKG betina paling tinggi
mencapai 12,65% pada TKG III dan IKG jantan paling rendah adalah 5,21 %
pada TKG II dan IKG jantan paling tinggi mencapai 8,20 % pada TKG I. Serta
tidak ada IKG jantan dan betina pada TKG V.
Dapat dikatakan bahwa ikan yang digunakan sebagai sampel masih dalam
tahap berkembang dan belum siap memijah karena nilai IKG masih dibawah 19%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (1982) bahwa Ikan dikatakan matang
gonad dan siap memijah bilamana IKG > 19 %. Dan indeks tersebut semakin
bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat
akan terjadi pemijahan.
4.2.4 Hepato Somatik Indek (HSI)
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, didapatkan data Hepato
Somatik Indeks pada ikan mas yang disajikan pada gambar sebagai berikut.
1.20%
0.91%
0.80%
HSI (%)
Gambar 9. Hepato Somatik Indeks
Berdasarkan pengamatan dari grafik diatas bahwa nilai HSI terendah pada
TKG II yaitu sebesar 0,17% dan nilai HSI tertinggi pada TKG I sebesar 1,36%.
Hepatosomatik indeks merupakan perbandingan antara berat tubuh dan berat hati
pada ikan betina. Hepatosomatik pada perkembangan kematangan gonad
menggambarkan cadangan energi (kuning telur) yang ada pada tubuh ikan
sewaktu ikan mengalami perkembangan kematangan gonad. Nilai HSI biasanya
dipengaruhi oleh TKG, semakin tinggi TKG nya maka HSI nya semakin tinggi
karena di hati terdapat aktivitas vitelogenesis dimana aktivitas vitelogenesis akan
meningkatkan hepato somatik indeks.
Namun, pada grafik di atas menandakan bahwa nilai HSI fluktuasi.
Fluktuasi tersebut kemungkinan karena ketersediaan makanan diperairan serta
bobot tubuh ikan karena selain TKG yang mempengaruhi nilai HSI, makanan
serta bobot pun ikut berpengaruh. Pada TKG II nilai HSI adalah yang terkecil
yaitu 0,98%, menuju pada TKG III nilai HIS naik, lalu menuju TKG IV terjadi
penurunan nilai HSI. Hal ini dikarenakan adanya penurunan bobot testis dan ovari
karena isinya telah dikeluarkan ketika memijah.
4.2.5 Fekunditas
Berdasarkan data hasil praktikum, tidak didapatkan nilai fekunditas karena
perlatan yang terbatas. Menurut Oymak et al. (2000) fekunditas sangat berkaitan
dengan panjang ikan, berat ikan, dan gonad ikan. Menurut (Nilolsky, 1963)
mengatakan bahwa persediaan makanan di perairan akan mempercepat
pertumbuhan dan fekunditas semakin tinggi. Besarnya nilai fekunditas seiring
dengan peningkatan ukuran ikan betina. Nilai fekunditas hanya ada pada ikan
betina, karena hanya ikan betina yang memiliki ovari untuk reproduksi.
4.2.6 Diameter Telur
Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu
telur
yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Pengukuran
mengenai diameter telur digunakan sebagai pertimbangan penentuan tingkat
kematangan gonad. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad, garis tengah
telur dalam ovarium akan semakin besar. Perkembangan diameter telur semakin
meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad [CITATION
Placeholder1 \l 1033 ].
4.2.7 Tingkat Kematangan Telur
Tingkat kematangan telur (TKT) ditentukan berdasarkan kriteria
pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal (germinal vesicle migration).
Pada tahap pertama vitelogenesis sejumlah butiran kuning telur menuju
sitoplasma, kemudian terjadi pengendapan kuning telur di sisi oosit yang sudah
matang. Selama sitoplasma berkembang, butiran kuning telur ini akan mencair.
Setelah mencairnya butiran kuning telur akan memasuki tahap matang [ CITATION
Ari17 \l 1033 ].
4.3 Kebiasaan Makan
Kebiasaan makanan (food habits) mencakup jenis, kualitas dan
kuantitas makanan yang di makan oleh ikan. kebiasaan makanan ikan
dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan persentase bagian terbesar
(indeks of propenderance), terdiri dari makanan utama, makanan pelengkap
dan makanan pengganti (Nikolsky, 1963).
4.3.1 Indeks Propenderan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, didapatkan data grafik indeks
bagian terbesar (indeks propenderan) pada ikan mas yang disajikan pada
Gambar 10 sebagai berikut :
Indeks Propenderan
30% 26% 27%
25% 21%
20%
15%
Persentase (%)
10% 6% 7% 7%
5% 4% 2%
1%
0%
on on n ts os s a ta m sh
kt kt c ti o l an th t ritu lusc sec or Fi
n n P n W
la pl
a
lF
ra Be De M
o In
t op o a
y Zo nim
Ph A
Jenis Pakan
Caddy J.F., and G.D. Sharp. 1986. An Ecological Framework for Marine Fishery
In Effendi, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nustama.
Yogyakarta. vestigations. FAO Fish. Tech. Pap. 283.
Effendie MI. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.112
hlm.
Effendi, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor. Yayasan Dewi Sri. 111
Novri F. 2006. Analisis Hasil Tangkapan Dan Pola Musim Penangkapan Ikan
Tenggiri (Scomberomorus spp) Di Perairan Laut Jawa Bagian Barat
Berdasarkan Hasil Tangkapan Yang Didartkan Di PPI Muara Angke.
Oymak, S.A., Solak, V., Unlu, E., 2000. Some biological characteristics of
Silurus triostegus Heckel, 1843. From Ataturk Dame Lakey (Turkey).