Anda di halaman 1dari 14

19

3.6 Tugas Khusus


Latar belakang
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan
tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat
merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia
untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya
pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda,
pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Namun, dalam
kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja dan generasi
muda pada umumnya. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan
pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Penggolongan Narkotika pada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
mengalami perubahan. Perubahan penggolongan Narkotika adalah penyesuaian
penggolongan Narkotika berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan
kepentingan nasional. Daftar Golongan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran N.
Adanya perbedaan penyimpanan dan pelaporan pada morfin dan petidin
serta garam-garamnya disebabkan morfin merupakan agonis murni dari narkotika
dan untuk memudahkan dokter memberikan obat Narkotika tersebut kepada
pasien yang mengidap penyakit kanker stadium yang tidak dapat disembuhkan
20

dan hanya morfin satu-satunya obat yang dapat menghilangkan rasa sakit yang
tidak terhingga dari penderita kanker tersebut

Perbedaan antara UU no.22/1997 dan UU no. 35/2009 tentang Narkotika


Undang-Undang No. 22 tahun 1997 Undang-Undang No. 35 tahun 2009
1. Pengaturan narkotika bertujuan 1. Undang-Undang tentang
untuk: Narkotika bertujuan:
a. menjamin ketersediaan narkotika a. menjamin ketersediaan
untuk kepentingan Narkotika untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan; pengembangan ilmu
b. mencegah terjadinya penyalahgunaan pengetahuan dan teknologi;
narkotika; dan b. mencegah, melindungi, dan
c.memberantas peredaran gelap menyelamatkan bangsa
narkotika. Indonesia dari penyalahgunaan
Narkotika;
c. memberantas peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor
Narkotika; dan
d. menjamin pengaturan upaya
rehabilitasi medis dan sosial
bagi Penyalah Guna dan
pecandu Narkotika.
.1 Narkotika Golongan I hanya dapat 2. Adanya perluasan:
digunakan untuk kepentingan Dalam jumlah terbatas,
pengembangan ilmu pengetahuan dan Narkotika Golongan I dapat
dilarang digunakan untuk kepentingan digunakan untuk kepentingan
lainnya. pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan
untuk reagensia diagnostik,
serta reagensia laboratorium
setelah mendapatkan
persetujuan Menteri atas
rekomendasi
Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
.2 Tidak adanya pengawasan dengan 3. Ketentuan lebih lanjut
peraturan Kepala Badan Pengawas mengenai tata cara pengawasan
Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
(pasal 11)
21

4. Narkotika Golongan I dilarang 4.Adanya perluasan:


diproduksi dan/atau digunakan dalam Pengawasan produksi Narkotika
proses produksi, kecuali dalam jumlah Golongan I untuk kepentingan
yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengembangan ilmu pengetahuan dan pengetahuan dan
dilakukan dengan pengawasan yang teknologi sebagaimana
ketat dari Menteri Kesehatan. dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara ketat oleh
Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
5.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata 5. Ketentuan lebih lanjut
cara penyimpanan secara khusus mengenai tata cara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyimpanan secara khusus
dan jangka waktu, bentuk, isi dan tata sebagaimana dimaksud pada
cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan jangka waktu,
dalam ayat (2) diatur dengan bentuk, isi, dan tata cara
Keputusan Menteri Kesehatan. pelaporan sebagaimana
(Pasal 11) dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
.
6. Tidak ada hasil audit Kepala Badan 6. Surat Persetujuan Impor
Pengawas Obat dan Makanan Narkotika sebagaimana
(Pasal 13) dimaksud pada ayat (1)
diberikan berdasarkan hasil
audit Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan terhadap
rencana kebutuhan dan
realisasi produksi dan/atau
penggunaan Narkotika. (Pasal
16)
7. Pengemasan kembali narkotika pada 7. Pengemasan kembali
transito narkotika, hanya dapat Narkotika pada Transito
dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika hanya dapat
narkotika yang mengalami kerusakan dilakukan terhadap kemasan
dan harus dilakukan di bawah tanggung asli Narkotika yang mengalami
jawab pengawasan Pejabat Bea dan kerusakan dan harus dilakukan
Cukai. (Pasal 28) di bawah tanggung
jawab pengawasan pejabat Bea
dan Cukai dan petugas Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
(Pasal 30)
8. Importir narkotika memeriksa 8. Importir Narkotika dalam
narkotika yang diimpornya dan wajib memeriksa Narkotika yang
melaporkan hasilnya kepada Menteri diimpornya disaksikan oleh
Kesehatan selambat-lambatnya 7 Badan Pengawas Obat dan
22

(tujuh) hari sejak tanggal diterimanya Makanan dan wajib melaporkan


narkotika di perusahaan. (Pasal 31) hasilnya kepada Menteri paling
lambat 3 (tiga) hari kerja sejak
tanggal diterimanya impor
Narkotika di perusahaan. (pasal
34)
9.Narkotika dalam bentuk obat jadi 9. Narkotika dalam bentuk obat
hanya dapat diedarkan setelah terdaftar jadi hanya dapat diedarkan
pada Departemen Kesehatan. setelah mendapatkan izin edar
(Pasal 33) dari Menteri. (Pasal 36 ayat 1)
10.Ketentuan lebih lanjut mengenai 10.Ketentuan lebih lanjut
persyaratan dan tata cara pendaftaran mengenai syarat dan tata cara
narkotika dalam bentuk obat jadi dan pendaftaran Narkotika dalam
peredaran narkotika yang berupa bahan bentuk obat jadi
baku diatur dengan Keputusan sebagaimana dimaksud pada
Menteri Kesehatan. (Pasal 33 ayat 3) ayat (3) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
(Pasal 36 ayat 4)
11. Pabrik obat tertentu hanya dapat 11. Industri Farmasi tertentu
menyalurkan narkotika kepada: hanya dapat menyalurkan
a. eksportir; Narkotika kepada:
b. pedagang besar farmasi tertentu; a. pedagang besar farmasi
c. apotek; tertentu;
d. sarana penyimpanan sediaan farmasi b. apotek;
pemerintah tertentu; c. sarana penyimpanan sediaan
e. rumah sakit; dan farmasi pemerintah tertentu;
f. lembaga ilmu pengetahuan tertentu. dan
d. rumah sakit.
12. Pedagang besar farmasi tertentu 12. Pedagang besar farmasi
hanya dapat menyalurkan narkotika tertentu hanya dapat
kepada : menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu a. pedagang besar farmasi
lainnya; tertentu lainnya;
b. sarana penyimpanan sediaan farmasi b. apotek;
pemerintah tertentu; c. sarana penyimpanan sediaan
c. rumah sakit; dan farmasi pemerintahtertentu;
d. lembaga ilmu pengetahuan tertentu. d. rumah sakit; dan
f. eksportir. e. lembaga ilmu pengetahuan
13.tidak tercantum undang-undang 13.terdapat undang-undang
mengenai prekusor narkotika yang mengatur mengenai
prekusor narkotika yang
meliputi tujuan pengaturan,
penggolongan dan lain-lain pada
pasal 48 – pasal 52
23

14. Untuk kepentingan pengobatan 14. Untuk kepentingan


dan/atau perawatan, pengguna pengobatan dan berdasarkan
narkotika dapat memiliki, menyimpan, indikasi medis, dokter dapat
dan/atau membawa narkotika. Tidak memberikan Narkotika
adanya kejelasan mengenai golongan Golongan II atau Golongan III
narkotika dalam jumlah terbatas dan
sediaan tertentu kepada pasien
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
15. Pecandu narkotika wajib menjalani 15. Pecandu Narkotika dan
pengobatan dan/atau perawatan. korban penyalahgunaan
(Pasal 45) Narkotika
16.Orang tua atau wali dari pecandu wajib menjalani rehabilitasi
narkotika yang belum cukup umur medis dan rehabilitasi sosial.
wajib melaporkannya kepada pejabat (Pasal 54)
yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk 16.Orang tua atau wali dari
mendapatkan pengobatan dan/atau Pecandu Narkotika yang belum
perawatan. (Pasal 46) cukup umur wajib melaporkan
kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial
yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk mendapatkan
pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
(Pasal 55)
17. Pemerintah mengupayakan kerja 17. Pemerintah melakukan
sama bilateral, regional, multilateral pengawasan terhadap
dengan negara lain dan/atau badan segalakegiatan yang berkaitan
internasional guna mencegah dan dengan Narkotika. (Pasal 61
memberantas penyalahgunaan dan ayat 1)
peredaran gelap narkotika sesuai Pengawasan sebagaimana
dengan kepentingan nasional. dimaksud pada ayat (1)
(Pasal 53) meliputi:
Pasal 54 a. Narkotika dan Prekursor
(1) Pemerintah membentuk sebuah Narkotika untuk kepentingan
badan koordinasi narkotika tingkat pelayanan kesehatan dan/atau
nasional yang bertanggung jawab pengembangan ilmu
langsung kepada Presiden. pengetahuan dan teknologi;
(2) Badan sebagaimana dimaksud b. alat-alat potensial yang dapat
dalam ayat (1) mempunyai tugas disalahgunakan untuk
melakukan koordinasi dalam rangka melakukan tindak pidana
24

ketersediaan, pencegahan dan Narkotika dan Prekursor


pemberantasan penyalahgunaan dan Narkotika;
peredaran gelap narkotika. c. evaluasi keamanan, khasiat,
(3) Ketentuan mengenai susunan, dan mutu produk sebelum
kedudukan organisasi dan tata diedarkan;
kerja badan kerja badan narkotika d. produksi;
nasional sebagaimana dimaksud dalam e. impor dan ekspor;
ayat (1) diatur dengan Keputusan f. peredaran;
Presiden. g. pelabelan;
h. informasi; dan
i. penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan
teknologi. (Pasal 61)
18. Pemusnahan narkotika dilakukan 18.Tidak ada undang-undang
dalam hal : yang mengatur tentang
a. diproduksi tanpa memenuhi standar pemusnahan narkotika
dan persyaratan dan/atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi;
b. kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk
digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk perkembangan ilmu
pengetahuan; atau
d. berkaitan dengan tindak pidana.
19.Penyidik : 19.Penyidik :
1. POLRI 1. POLRI
.1 PENYIDIK : 2. PENYIDIK BNN
PPNS TERTENTU 3. PPNS TERTENTU

PASAL 81 :” Penyidik Polri dan


Penyidik BNN berwenang melakukan
penyidikan terhadap lahgun dan edar
gelap Narkotika dan Prekursor
narkotika ”

PASAL 82 (1) :” PPNS tertentu


sebagaimana dimaksud dlm UU
tentang KUHAP berwenang melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana
penyalahgunaan narkotika dan
prekursor narkotika ”

20.KEWENANGAN PENYIDIK : 20.KEWENANGAN PENYIDIK :


1. POLRI 1. POLRI
2. PPNS TERTENTU 2. PENYIDIK BNN = POLRI
25

(KAP DAN HAN) 3. PPNS TERTENTU ( KAP SAJA)

PASAL 82 (2) huruf h :” Menangkap


orang yg diduga melakukan
penyalahgunaan narkotika dan
prekursor narkotika ”

21.LAMA PENANGKAPAN : 21.LAMA PENANGKAPAN :

1X24 jam dan dapat diperpanjang 2 x 3 X 24 jam dan dapat diperpanjang


24 jam paling lama 3 x 24 jam

PASAL 76 :

Ayat (1) :” Pelaksanaan kewenangan


penangkapan dilakukan paling lama
3X24 jam terhitung sejak surat
penangkapan diterima penyidik ”

Ayat (2) : ” Penangkapan dapat


diperpanjang paling lama 3X24 jam ”
22.LAMA PENYADAPAN: 22.LAMA PENYADAPAN :

3 bulan dan dapat diperpanjang


maksimal 3 bulan atas ijin ketua
pengadilan.

PASAL 77 :

Ayat (1) :” Penyadapan dilaksanakan


setelah terdapat bukti permulaan yg
cukup dan dilakukan max 3 bulan ”

Ayat (2) : ” Penyadapan hanya


dilaksanakan atas ijin tertulis dari
Ketua Pengadilan”

Ayat (3) : ” Penyadapan dapat


diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu
yg sama ”

PASAL 78 :

Ayat (1) :” Dlm keadaan mendesak dan


Penyidik hrs lakukan sadap, sadap dpt
26

dilakukan tanpa ijin tertulis dari Ketua


PN ”

Ayat (2) :” Dlm wkt max 24 jam


Penyidik wajib minta ijin tertulis kpd
Ketua PN mengenai sadap ”
23.Ancaman pidana maksimal umum Contoh PASAL 111 Ayat (1): ” Setiap
kecuali untuk golongan I yang org yg tanpa hak atau melawan hukum
didahului dengan permufakatan jahat menanam, memelihara, memiliki,
dan terorganisir ada minimal umum dan
menyimpan, menguasai atau
maksimal
menyediakan narkotika Gol I dlm btk
tanaman dipidana dg pidana penjara
min 4 th dan max 12 th dan denda min
Rp.800 juta max Rp. 8 M ”
24. Pemberatan ancaman pidana dari 24. Contoh PASAL 111 :
jumlah barang bukti dimana untuk
tanaman lebih dari 1 Kg atau lebih dari Ayat (1) : ” Setiap org yg tanpa hak
5 batang atau bukan tanaman lebih dari atau melawan hukum tanam, pelihara,
5 gram ancaman pidana diperberat dan miliki, simpan, kuasai atau sediakan
denda ditambah 1/3nya. narkotika Gol I dlm btk tanaman
dipidana dg pidana penjara min 4 th
dan max 12 th dan denda min Rp.800
juta max Rp. 8 M ”

Ayat (2) :” Dlm hal perbuatan sebgm


ayat (1) beratnya melebihi 1 KG atau
lebih dr 5 batang dipidana seumur
hidup atau min 5 th dan max 20 th dan
denda max ditambah dr ayat (1) 1/3
nya ”
25. Prekusor yang potensial dapat 25. PASAL 129 : Dipidana penjara min
disalahgunakan untuk melakukan 4 th dan max 20 th dan denda max Rp 5
tindak pidana narkotika ditetapkan M setiap org yg tanpa hak atau
sebagai barang dibawah pengawasan melawan hkm :
pemerintah (tidak ada tindak
pidananya)  Huruf a : ” miliki, simpan, kuasai
atau sediakan prekursor narkotika
utk buat narkotika ”
 Huruf b :” prod, impor, ekspor, atau
salurkan prekursor narkotika utk
pembuatan narkotika ”
 Huruf c : ” tawarkan utk dijual,
jual, beli, terima, jadi perantara
dlm jual beli, tukar,atau serahkan
27

prekursor narkotika utk pembuatan


narkotika ”

 Huruf d :” bawa, kirim, angkut,


atau transito prekursor narkotika
utk pembuatan narkotika ”
26. Alat bukti sesuai KUHAP 26. Adanya perluasan barang bukti

PASAL 86 :

 Ayat (1) :” Penyidik dpt peroleh alat


bukti selain sebgm dimaksud dlm
UU ttg HAP”
 Ayat (2) :” Alat bukti sebgm
dimaksud ayat (1) berupa:

1. a. Info yg diucapkan, dikirimkan,


diterima, atau disimpan scr
elektronik dg alat optic / yg serupa
dg itu
2. b. Data rekaman/info yg dpt dilihat,
dibaca dan atau didengar yg dpt
dikeluarkan dg atau tanpa bantuan
suatu sarana baik yg tertuang diatas
kertas, benda fisik apapun selain
kertas maupun yg terekam scr
elektronik termasuk tetapi tdk
terbatas pada:

1. tulisan, suara dan atau gambar

2. peta, ranc, foto atau sejenisnya

3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi


atau perforasi yg miliki makna dpt
dipahami oleh org yg mampu membaca
/ pahami
PSIKOTROPIKA GOL I DAN II DARI
UU NO. 5/1997 TTG PSIKOTROPIKA
MASUK GOL I NARKOTIKA
DALAM UU INI

PASAL 153 huruf b :

” Dengan berlakunya Undang-undang


ini Lampiran mengenai Psikotropika
28

Gol I dan II sebgm tercantum dalam


Lampiran UU No. 5/1997 ttg
Psikotropika yg tlh dipindahkan
menjadi Narkotika Gol I menurut
Undang-undang ini”

Farmakologi Beberapa Obat Golongan Narkotika


1. MST (Morphine Sulphate B.P Controlled Release)
Komposisi: Morfin sulfat
Farmakologi
Zat ini berkhasiat analgetik kuat dan memiliki banyak kerja sentral lainnya, antara
lain sedatif dan hipnotis, menimbulkan euforia, menekan pernafasan, dan
menghilangkan refleks batuk dimana semua efekt tersebut didasarkan atas supresi
susunan saraf pusat (SSP). Efek analgetik morfin timbul berdasarkan 3
mekanisme:
1. Morfin meninggikan ambang rangsangan nyeri. Mekanisme ini berperan
penting jika morfin diberikan sebelum terjadi stimulasi nyeri. Bila morfin
diberikan setelah timbul nyeri, mekanisme lain lebih penting.
2. Morfin dapat mempengaruhi emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi
yang timbul di korteks serebri pada waktu persepdi nyeri diterima oleh korteks
serebri dari talamus. Setelah pemberian morfin penderita masih tetap
merasakan nyeri, tetapi reaksi terhadap nyeri itu dalam bentuk khawatir, takit,
reaksi menarik diri (withdrawal) tidak timbul.
2. Morfin memudahkan tidur dan padda waktu tidur ambang rangsangan nyeri
meningkat.
Morfin juga menimbulkan efek stimulasi SSP, misalnya miosis (penciutan
pupil mata), mual, muntah-muntah, eksitasi, dan konvulsi. Efek perifernya yang
penting adalah obstipasi, retensi kemih, dan vasodilatasi pembuluh kulit.
Penggunannya khusus pad anyeri hebat akut dan kronis, seperti pasca bedah dan
setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker. Banyak digunakan
sebagai tablet retard untuk memperpanjang kerjanya.
29

Efek samping:
Depresi sistem pernafasan, mual, muntah, konstipasi, halusinasi, euforia.
Kontra indikasi dan perhatian:
.1 Penggunaan agonis murni dengan agonis parsial lemah
saat suatu agonis lemah seperti pentazocine diberikan pada pasien yang juga
mendapatkan suatu agonis murni (contohnya morfin), kemungkinan
menurunkan efek analgesi atau mungkin menginduksi terjadinya gejala putus
obat; mengkombinasikan opioid agonis murni dengan agonis parsial harus
dihindari.
.2 Penggunaan pada paien-pasien cedera kepala
Retensi karbondioksida yang desebabkan oleh depresi nafas mengakibatkan
pelebaran pembuluh darah otak; pada pasien dengan tekanan intrakranial
tinggi dapat mengakibatkan perubahan mematikan pada fungsi otak.
.3 Penggunaan selama kehamilan
Wanita hamil yang menggunakan opioid secara kronis, janinnya mungkin
akan menjadi tergantung secara fisik dan memanisfestasikan gejala-gejala
putus obat pada hari-hari awal pasca partus.
.4 Penggunaan pada pasien dengan gangguan paru
Pada pasien dengan cadangan respirasi perbatasan (borderline), sifat-sifat
depresan dalam analgesik akan mengakibatkan gagal nafas akut.
.5 Penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
Pasien-pasien dengan gangguan fungsi ginjal mempunyai waktu paruh lebih
panjang, morfin dan metabolit aktifnya mungkin terakumulasi.
.6 Penggunaan pada pasien dengan penyakit endokrin
Pasien dengan insufisiensi adrenal dan pasien dengan hipotiroidisme dapat
memperpanjang dan meningkatkan respons terhadap opioid.
Interaksi Obat
Kelompok Obat Interaksi dengan Opioid
Sedatif-hipnotika Meningkatkan depresi sitem saraf pusat, khususnya
depresi nafas
Antipsikosis penenang Meningkatkan sedasi. Penonjolan efek-efek
30

(tranquilizer) kardiovaskular
Inhibitor MAO Kontraindikasi relatif terhadap semua analgesik
opioid karena tingginya insiden koma hiperpireksia,
hipertensi juga dilaporkan

KIE
Hindari pemakaian alkohol. Menyebabkan ngantuk (hati-hati mengendarai mobil
atau menjalankan mesin), gangguan koordinasi, pada penggunaan jangka panjang
menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologi. Anjurkan kepada pasien untuk
menggunakan obat ini secata teratur dan tetap berkonsultasi kepada dokter apabila
terjadi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan.
2. Codein
Farmakologi:
Alkaloid candu ini memiliki sifat yang menyerupai morfin, tetapi efek analgetik
dan meredakan batuknya jauh lebih lemah, begitu pula efek depresinya terhadap
pernafasan. Obat ini banyak digunakan sebagai pereda batuk dan penghilang rasa
sakit, biasanya dikombinasikan dengan asetosal yang memberikan efek potensiasi.
Dosis analgetik yang efektif terletak antara 15 mg – 60 mg.

3. Codipront
Komposisi
KAPSUL
Tiap kapsul mengandung:
Kodein anhidrat 30 mg
Fenitoloksamin 10 mg
(keduanya dalam bentuk resinat terikat dengan ion-exchanger)
SIRUP
31

Tiap 5 ml mengandung:
Kodein anhidrat 11,11 mg
Fenitoloksamin 3,67 mg
(keduanya dalam bentuk resinat terikat dengan ion-exchanger)
Farmakologi
Codipront mengandung 2 zat aktif dengan tempat kerja yang berbeda. Kodein
akan mengurangi batuk dengan penekanan sentral pada pusat batuk.
Fenitoloksamin merupakan antihistamin yang mempunyai efek pada alergi. Zat
aktif codipront terikat dengan ion-exchanger yang memungkinkan pelepasan
lambat dan seragam dalam saluran cerna. Untuk mencapai efek antitusif yang
lama dengan dosis 2 kali sehari.
Kontra indikasi
- Pasien hipersensitif terhadap bahan aktif dan bahan pembantu
- Gangguan pernafasan
- Serangan asma akut
- Koma
- Glaucoma sudut sempit
- Hipertrof prostat dengan pembentukan residu resin
- Penyakit saluran pencernaan
- Wanita hamil dan menyusui
- Anak dibawah 2 tahun karena beresiko meningkatkan efek depresi pernafasan

Efek samping
Mual, muntah, ketergantungan, reaksi kulit, pada beberapa orang dapat menaikkan
berat badan, konstipasi.
Interaksi obat
- Pemberian codipront bersama dengan obat sentral depresan (psikofarmaka,
barbiturat, beberapa analgesik dan antihistamin) akan menimbulkan
potensiasi sedasi dan mendepresi pernafasan.
32

- Kombinasi codipront dengan alkohol akan mengurangi kemampuan


psikomotor (kemampuan berkonsentrasi dan memecahkan masalah yang
kompleks) lebih kuat dibandingkan masing-maisng komponen oleh karena itu
kombinasi ini tidak diperbolehkan.
KIE
Informasikan cara penggunaan obat ini sesuai dengan signa yang dokter berikan,
sertakan pula informasi mengenai efek samping yang mungkin akan timbul
selama penggunaan obat ini dan interaksi obat yang mungkin terjadi. Apabila
batuk masih tetap berlangsung lebih dari 1 minggu atau kemudian disertai demam,
rash atau sakit kepala, segera konsultasikan kepada dokter. Hati-hati penggunaan
pada penderita dengan kelainan convulsive, gangguan fungsi hati dan ginjal.

Anda mungkin juga menyukai