Anda di halaman 1dari 20

REFERAT BEDAH

PERFORASI GASTER

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANG
BOYOLALI
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab


perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor
ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung
dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi
kantung buatan (perforatio tecta).5

Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun
baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka
bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan
bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah
dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer
sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala
setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah
diketahui sejak awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus
duodenum pada tahun 1940.5

Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi


selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti
berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi,
telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi
gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.5

Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga
menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau
perforasi duodenum.5

Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan berkembang


menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis
umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu hampir 20 – 40 %. Kebanyakkan
disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ.6
Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel
injuries) jarang menyebabkan terjadinya perforasi. Contohnya, perforasi yang berkaitan
dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) terjadi pada 1 % pasien.6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI LAMBUNG
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara
esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum
dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan
mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ
di dekatnya, bergantung pada letak tukak.2

Gambar 1.

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat


proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan
yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding
korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat lapisan ototnya.2
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya
yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di
pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan
tepi madial duodenum, juga ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan
hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau
duodenum.2
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini
kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional
dengan lambung dan duodenum. Saluran limf dari lambung juga cukup rumit.
Semuanya akan berakhir di kelenjar paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium
embrional. Antara lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limfe yang

letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran embrional.2

Gambar 2.

Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang


menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis.
Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan
korpus lambung. Nervus vagus anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung
empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior
(dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut kan ke
antrum sebagai saraf Laterjet posterior.2
B. FISIOLOGI LAMBUNG

Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan


oleh fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja
dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.3
Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan
pencampuran makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung
menampung makanan mencapai 1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya
dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi reseptif).
Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang
mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita tumor lambung lanjut
sehingga cepat kenyang.
Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan
minuman. Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan
mencampur makanan dengan enzim lambung, kemudian mengosongkannya ke
duodenum secara bertahap. Daging tidak berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan
lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di
lambung 6-12 jam.3
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari
mengandung lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl.
Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan
hal yang kompleks, namun secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan.
Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik, dan fase intestinal ini saling
mempengaruhi dan berhubungan.3
(a) Fase sefalik
Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan
berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui
aktivitas n.vagus.3
(b) Fase gastrik
Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium,
asam amino, dan peptida dalam makanan akan merangsang produksi
gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik intramural. Semua itu akan
merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung.3
(c) Fase intestinal
Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah
makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh,
cairan lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri
berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum
akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik
akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.3

C. PERFORASI GASTER
Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari
morbiditas dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian
menurun secara paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus
duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga
perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.1
(a) Etiologi
Perforasi non-trauma, misalnya:
 akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia
 spontan pada bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.
 Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada
pasien usia lanjut.
 Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik
 Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
 Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
esofagus, gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan
sepsis.
Perforasi trauma (tajam atau tumpul) misalnya:
 Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.
 Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan
pisau)
 Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak
daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan
pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk
pengaman.
Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam
peritoneum. pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis.
Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan
ligamentum falsiparum tampak dikelilingi udara.4

(b) Patofisiologi

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan


mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan
orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan
tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster.4

Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko


terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam
lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal,
peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis
bakterial kemudian.4

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.


Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,
membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia
yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan
menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada
peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan
membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses,
dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,
kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.4

(c) Tanda Dan Gejala

Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang


mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri
ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang
peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan
lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut
kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh
perut.4

Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase
peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa
pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk
sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.4

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak


hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus
menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan
peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan
pergeseran peritoneum dengan peritoneum.4

Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas,


menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika
digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas,
dan tes obturator.4

(d) Pemeriksaan Penunjang

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan


adalah foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika
urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras.

Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan
ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat
mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak
terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya.

Radiologi

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang
keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum,
empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk
jika udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi
lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar.4

Gambar 3. Gambaran udara bebas pada foto toraks.

Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas
terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.4

Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena
keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran
nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk
memutuskan apakah pasien perlu dioperasi.4

Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen


karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status
kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan
menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml.
dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi
berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.4

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat


dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap
pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto,
maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di
abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat
pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus
lateral kiri.4

Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup
oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum
pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di
abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di
sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear.4

Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan
usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk
bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign
menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah
abdomen.4

Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.


Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai
densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat
kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi
cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh.
Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

CT Scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi
udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat
pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat
efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita
perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara,
karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif.
Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini.
Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan
terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung
udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan
juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan
retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan
berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.

Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak
terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras
nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning.

Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral
minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan
kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan
ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi
peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi
ketepatan sampai 95%.

(e) Penatalaksanaan

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan


umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan.4

Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif
mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-
negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah:

• Koreksi masalah anatomi yang mendasari

• Koreksi penyebab peritonitis


• Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah,
makanan, sekresi lambung).

Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah


hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan
perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi
konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis
keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,
aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja


setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi
tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut,
dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan
tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat


darurat dalam kasus perforasi gastrointestinal adalah:


Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada
pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.8


Jangan berikan apapun secara oral.8


Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala
septicemia. Berikan antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian
antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi dan mengurangkan
komplikasi post operasi.8

Antibiotik

Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan
dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan
septikemia.8 Contoh antibiotik yang diberikan adalah seperti:
-
Metronidazol

Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB).
Biasa diberikan sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam
kehamilan (pregnancy category B drug).8

-
Gentamisin

Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah


berbeda yaitu tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi
volume. Dapat diberikan secara intravena atau intra muskular. Pada
dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi adalah 2 mg/kg secara
intravena. Merupakan obat kategori C dalam kehamilan (pregnancy
category C drug).8

-
Cefoprazone

Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri


dengan berikatan pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis
dewasa adalah 2 – 4 d per hari. Juga merupakan sejenis obat kategori B
dalam kehamilan (pregnancy category B drug).8

(f) Terapi Bedah

Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:

-
Koreksi masalah dasar secara anatomis.9

-
Koreksi penyebab peritonitis.9

-
Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat
menginhibisi fungsi sel darah putih dan menggalakkan pertumbuhan
bakteri. Contohnya feses, sekresi gaster dan darah.9

Preoperatif


Koreksi sebarang ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti
kehilangan cairan ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann
(Hartmann solution) atau sebarang cairan yang mempunyai komposisi
elektrolit sama seperti plasma.9

Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan
metronidazol.9


Pasang kateter urin untuk menghitung output cairan.9


Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan
secara infus kontinu (continuous infusion).9

Intraoperatif

Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi


nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan
lavase dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi
dikompres dengan nasogastric tube.10

Post operatif

 Menggantikan cairan secara intravena

Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi


pasien. Dimonitor dengan peritungan menggunakan CVP dan output
urin.11

 Drainase nasogastric

Lakukan drainase nasogastric secara kontinu sehinggalah drainase


minimal.11

 Antibiotik

Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai


kadar antibiotik pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi
minimum pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen, fungsi
gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic
secara oral tidak efektif dan dianjurkan pemberian secara intravena.11

 Analgesik

Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada


dosis kecil dengan interval yang sering.11
(g) Prognosis

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat


dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya
menjadi dubia ad malam.12

Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. 12 Faktor-


faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian:

 Usia lanjut

 Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya

 Malnutrisi

 Timbulnya komplikasi

(h) Komplikasi

Kegagalan luka operasi

Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.13 Faktor-faktor berikut ini dihubungkan
dengan kegagalan luka operasi:

 Malnutrisi

 Sepsis

 Uremia

 Diabetes mellitus

 Terapi kortikosteroid

 Obesitas

 Batuk yang berat

 Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

 Abses abdominal terlokalisasi


 Kegagalan multiorgan dan syok septik

Syok septic

Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan


manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram
negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia
berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.13

Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:

 Hilangnya tonus vasomotor

 Peningkatan permeabilitas kapiler

 Depresi myokardial

 Pemakaian leukosit dan trombosit

 Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan


prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

 Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler


BAB III

KESIMPULAN

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari


dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga
perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi
bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).

Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus
gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri mesenterika
superior, trauma.

Penatalaksanan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir


selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada
kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya
diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Perforasi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2. 2003.
Jakarta. 245.

2. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Anatomi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke – 2. 2003. Jakarta. 643 – 644.

3. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Fisiologi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke – 2. 2003. Jakarta. 644 – 645.

4. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke – 2. 2003. Jakarta. 642 - 705.

5. Intestinal perforation. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/195537-


overview#a0103 pada 25 April 2013.

6. Epidemiology. Intestinal Perforation. Diunduh


http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview#a0199 pada 25 April 2013.

7. Oxford Textbook Of Surgery, 2nd Edition. The Acute Abdomen.

8. Medical Therapy. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-


treatment#a1127 pada 25 April 2013.

9. Preoperative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-


treatment#a1132 pada 25 April 2013.

10. Intra Operative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-


treatment#a1133 pada 25 April 2013.

11. Post Operative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-


treatment#a1134 pada 25 April 2013.

12. Outcome and Prognosis. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-


treatment#a25 pada 25 April 2013.
13. Complications. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-
treatment#a17 pada 25 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai