Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit gigi dan mulut menjadi alasan utama pasien datang ke klinik gigi

dan mulut. Selain etiologi yang memang disebabkan oleh lesi yang awalnya

terjadi di rongga mulut, terdapat beberapa penyakit yang dapat berinvasi ke

rongga mulut seperti Eritema multiformis ataupun lesi yang awalnya di oral bisa

berinvasi ke kulit seperti pemphigus vulgaris.

Eritema multiforme (EM) adalah penyakit mucocutaneous akut yang telah

dikaitkan dengan hespes simplex virus (HSV) / Infeksi herpes, obat, dan obat-

obatan herbal Cina. Pasien dengan EM mulut tanpa keterlibatan kulit terutama

akan mengunjungi dokter gigi, sehingga sangat penting untuk mengidentifikasi

dan membedakan gangguan untuk manajemen awal dan tindak lanjut yang tepat.

Sedangkan Pemfigus Vulgaris (PV) adalah penyakit mucocutaneous

autoimun kronis yang awalnya bermanifestasi sebagai lesi intraoral, yang

kemudian dapat menyebar ke kulit. Para dokter gigi harus efisien untuk mengenali

klinis fitur vulgaris pemfigus untuk memastikan diagnosis dini dan pengobatan,

sehingga menentukan menguntungkan prognosis dan perjalanan penyakit.

Maka dari itu dalam pembahasan referat ini akan dijabarkan berbagai

macam kasus terkait Eritema multiformis dan pemvigus vulgaris yang dapat

menjadi intervensi dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi yang

tepat.
2

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui penyakit akibat Eritema multiformis dan pemphigus

vulgaris yang bermanifestasi pada rongga mulut.

2. Mengetahui lebih lanjut tentang laporan kasus tentang Eritema multiformis

dan pemphigus vulgaris yang bermanifestasi pada rongga mulut.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah
bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum
(palatumkeras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal,
‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian
tulang yang membatasi rongga mulut (Yousemet al., 1998).
1. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara
anatomisoleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi
membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut.
Pada bagian eksternal dar ipipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada
bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari
epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang
menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun diantara kulit dan
membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir (Tortoraet al., 2009).

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Mulut (Tortoraet al., 2009).


4

2. Bibir dan Palatum


Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot
orbikularis orisdan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran
mukosa pada bagianinternal (Seeleyet al., 2008; Jahan-Parwaret al., 2011).
Secara anatomi,bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian
atasdan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari
hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian
lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir
bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian
komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian
inferior (Jahan-Parwaret al., 2011).
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari
epidermis,jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran
mukosa yang tersusundari bagian superfisial sampai ke bagian paling
dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih
yang tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada bagianini melapisi banyak
pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada bagian
tersebut.Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya
banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga
terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak
ditemukan pada bagian vermilion (Tortorraet al., 2009; Jahan-Parwaret
al.,2011).
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah
berlekatan dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah
lipatan yang berada dibagian tengah dari membran mukosa yang disebut
frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-
otot businator di pipi dan otot-otot orbikularis oris di bibir akan membantu
untuk memosisikan agar makanan berada diantara gigi bagian atas dan gigi
bagian bawah. Otot-otot tersebut jugam emiliki fungsi untuk membantu
proses berbicara. Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang
membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga
5

membentuk atap bagi rongga mulut. Struktur palatum sangat penting untuk
dapat melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama.
Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum durum
(palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak). Palatum durum
terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum
merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara
rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang
maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian
posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum
mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi antara
bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot
yang sama halnya dengan palatum durum, juga dilapisi oleh membran
mukosa (Marieb and Hoehn, 2010; Jahan-Parwaret al., 2011).
3. Lidah
Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem
pencernaan. Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu
kehamilan. Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran
mukosa. Lidah beserta otot-otot yang berhubungan dengan lidah
merupakan bagian yang menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi
menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum median yang berada
di sepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid padabagian
inferior, prosesus styloiddari tulang temporal dan mandibula (Tortorraetal.,
2009; Marieb and Hoehn, 2010 ; Adilet al., 2011).
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot
ekstrinsik dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot
hyoglossus, otot genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut
berasal dari luar lidah (menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian
tersebut) dan masuk kedalam jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot
eksternal lidah berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke
sisi yang berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam.
Pergerakan lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk
memosisikan makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar,
6

dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulutuntuk proses penelanan.


Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan
mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Otot-otot intrisik
lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah.Otot ini
mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot
tersebut terdiri atas : otot longitudinalis superior, otot longitudinalis
inferior, otot transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk
menjaga agar pergerakan lidah terbatas ke arah posterior dan menjaga agar
lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan langsung dengan frenulum
lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang berada pada bagian tengah
sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang
menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga mulut
(Tortorraet al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010).
Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan
lateral lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina
propria yang ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila
memiliki kuncup perasa,reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang
lainnya tidak. Namun,papilla yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki
reseptor untuk sentuhan dan berfungsi untuk menambah gaya gesekan
antara lidah dan makanan, sehingga mempermudah lidah untuk
menggerakkan makanan di dalam rongga mulut. Secara histologi
(Mescher, 2010), terdapat empat jenis papila yang dapat dikenali sampai
saat ini, yaitu :
1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang sangat banyak
dilidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi, hal tersebut
menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah. Papila jenis ini
tidak mengandung kuncup perasa.
2. Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang lebih
sedikit dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit terkeratinasi
dan berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya adalah jaringan ikat.
Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian permukaan
luarnya. Papila ini tersebar di antara papila filiformis.
7

3. Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi
mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepidari lidah dan mengandung
kuncup perasa.
4. Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah
paling sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling besar dan
mengandung lebih dari setengah jumlah keseluruhan papila di lidah
manusia.

Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai
duabelas buah dalam satu lidah, papila ini umumnya membentuk garis berbentuk
menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus terminalis. Pada bagian akhir
dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkusterminalis. Sulkus terminalis
merupakan sebuah lekukan melintang yang membagi lidah menjadi dua bagian,
yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga anterior lidah) dan lidah yang
terletak pada orofaring (satu pertigaposterior lidah).Mukosa dari lidah yang
terletak pada orofaring tidak memiliki papila, namun tetap berstruktur
bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil lingualis yang terletak di dalam
mukosa lidah posterior tersebut (Saladin, 2008; Marieb and Hoehn, 2010).

Gambar 2.2 Penampang Lidah (Marieb and Hoehn, 2010).

4. Gigi
8

Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak


padaperiode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak pertama
pada anak-anak disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat kedua
yang muncul setelah perangkat pertama tanggal dan akan terus digunakan
sepanjang hidup, disebut sebagai gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua
puluh empat buah yaitu : empat buah gigi seri (insisivus), dua buah gigi
taring (caninum) dan empat buah geraham (molar) pada setiap rahang.
Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua buah yaitu :empat buah gigi seri,
dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam buah gigi
geraham pada setiap rahang (Seeleyet al., 2008).Gigi susu mulai tumbuh
pada gusi pada usia sekitar 6 bulan, dan biasanya mencapai satu perangkat
lengkap pada usia sekitar 2 tahun. Gigi susu akan secara bertahap tanggal
selama masa kanak-kanak dan akan digantikan oleh gigi permanen.

Gambar 2.3 Gigi Susu dan Gigi Permanen (Tortoraet al., 2009).

Gigi melekat pada gusi (gingiva), dan yang tampak dari luar adalah bagian
mahkota dari gigi. Menurut Kerret al.(2011), mahkota gigi mempunyai lima buah
permukaan pada setiap gigi. Kelima permukaan tersebut adalah bukal (menghadap
kearah pipi atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap
9

kearah gigi), distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah (oklusal
untuk gigi molar dan premolar, insisal untuk insisivus, dan caninus).

Bagian yang berada dalam gingiva dan tertanam pada rahang dinamakan
bagian akar gigi. Gigi insisivus, caninus, dan premolar masing-masing memiliki
satu buah akar, walaupun gigi premolar pertama bagian atas rahang biasanya
memiliki dua buah akar. Dua buah molar pertama rahang atas memiliki tiga buah
akar, sedangkan molar yang berada dibawahnya hanya memiliki dua buah akar.

Bagian mahkota dan akar dihubungkan oleh leher gigi. Bagian terluar dariakar
dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut cementum, yang melekat langsung dengan
ligamen periodontal. Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebutdentin.
Dentin mengandung banyak material kaya protein yang menyerupai tulang.
Dentin dilapisi oleh enamel pada bagian mahkota, dan mengelilingi sebuahkavitas
pulpa pusat yang mengandung banyak struktur jaringan lunak (jaringan ikat,
pembuluh darah, dan jaringan saraf) yang secara kolektif disebut pulpa.Kavitas
pulpa akan menyebar hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar. Pada
bagian akhir proksimal dari setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang
memberikan jalan bagi pembuluh darah, saraf, dan struktur lainnya masuk ke
dalam kavitas pulpa (Seeleyet al.,2008)

2.2 Pemfigus Vulgaris

2.2.1 Definisi

Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang

kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

terjadinya bula intraepidermal karena proses akantolisis pada lapisan suprabasal

(Jossop & Khumalo, 2008).

2.2.2 Epidemiologi
10

a. Ras
Pemfigus Vulgaris (PV) merupakan bentuk yang tersering dijumpai

(80% dari semua kasus). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat

mengenai semua bangsa dan ras. Ras Yahudi terutama Yahudi Ashkenazi

memiliki peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika Selatan, PV ini

lebih sering terjadi pada bangsa India dibanding pada bangsa berkulit

hitam dan berkulit putih. PV jarang sekali terjadi pada orang barat

(Wojnarowska dkk, 2004).


b. Umur
Umumnya mengenai umur pertengahan (dekade ke-4 dan ke-5),

tetapi dapat juga mengenai semua umur termasuk anak-anak. Di India

penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika dibandingkan di Negara

barat (Wojnarowska dkk, 2004). Rata-rata onset penyakit antara usia 40

sampai 60 tahun, namun penyakit juga bisa terjadi pada anak dan usia

lanjut (Kavusi S dkk, 2008).


c. Jenis Kelamin
Frekuensi kedua jenis kelamin umumnya sama (Wojnarowska dkk,

2004). Namun, dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalensi

pemfigus tidak jauh berbeda antara pria dan wanita, dari laporan lain

menyatakan bahwa penyakit cenderung sedikit lebih banyak menyerang

wanita. Di Afrika Selatan, rasio wanita terkena dibanding pria 1,4:1, di

Mali 4,1:1, di Italia 1,43:1 (Yeh SW dkk, 2003).

2.2.3 Patogenesis

Antibodi IgG mengikat pemphigus vulgaris antigen yaitu desmoglein 3 pada

permukaan sel keratinosit, mengakibatkan terbentuk dan dilepaskannya


11

plasminogen activator sehingga merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin

yang terbentuk menyebabkan kerusakan desmosom sehingga terjadi penarikan

tonofilamen dari sitoplasma keratinosit, akibatnya terjadi pemisahan sel-sel

keratinosit (tidak adanya kohesi antara sel-sel) proses ini disebut akantolisis.

Kemudian terbentuk celah di suprabasal dan akhirnya terbentuk bula yang

sebenarnya (Ramona, 2008).

2.2.4 Gambaran Klinis

Umumnya penyakit PV ditandai dengan lesi awal pada mukosa oral yang

kemudian diikuti dengan timbulnya lesi pada kulit beberapa lama kemudian.Lesi

sangat jarang muncul sebagai erupsi generalisata yang akut. Lesi umumnya

dijumpai dengan bentuk bula dinding kendor yang rapuh dan mudah pecah, jarang

terlihat dalam bentuk yang masih utuh, sehingga seringkali yang terlihat lesi erosi

dan krusta. Lokasi predileksinya meliputi kulit kepala, wajah, dada, umbilikus dan

genitalia (Sharma P dkk, 2007).

Bula pada PV berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah pecah yang timbul

pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematous.

Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik

bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan pecah

sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi

generalisata.Kemudian erosi akan tertutup krusta bila lesi ini sembuh sering

berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut (James WD dkk, 2006).


12

Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan

mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan

meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan

mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Konjungtiva,

mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat (James WD dkk, 2006).

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis pemfigus didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

terperinci dan jelas, didukung dengan pemeriksaan histopatologi dan

imunopatologi. PV secara klinis ditandai dengan lesi primer berupa bula yang

berdinding kendor, mudah pecah, sehingga jarang terlihat dalam bentuk bula yang

utuh. Lesi yang dijumpai seringkali dalam bentuk erosi yang mudah berdarah

diakibatkan bula yang pecah dan sering juga menjadi krusta.Tanda Nikolsky

merupakan petanda khas pada PV.Membran mukosa sering terkena dengan lesi

erosi yang terasa nyeri dan sering timbul sebelum erupsi kulit muncul (Sharma P

dkk, 2007).

Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:

a. Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi


Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang

berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. Gambaran histopatologi

utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan

yang lain (Stanley JR, 2008). Gambaran histopatologi PV pada lesi awal

berupa gambaran edema interseluler dengan spongiosis esosinofilik pada


13

epidermis bagian bawah. Selanjutnya bisa didapatkan gambaran bula

intraepidermal berisi sel-sel akantolitik, sel radang limfosit, eosinofil,

netrofil, kadang-kadang juga didapatkan histiosit dan sel plasma

(Mutasim DF, 2001).


b. Imunofluoresensi
Imunofluoresensi langsung
Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan

fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence

(DIF). DIF menunjukkan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya

secara in vivo, misalnya komplemen. DIF biasanya menunjukkan IgG

yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun

sekitar lesi (Stanley JR, 2008).


Imunofluoresensi tidak langsug
Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien.

Pemeriksaan ini ditegakkan jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung

dinyatakan positif. Serum penderita mengandung autoantibodi IgG yang

menempel pada epidermis dapat dideteksi dengan pemeriksaaan ini

(Stanley JR, 2008).


2.2.6 Pengobatan
Tujuan pemberian terapi pada pemfigus adalah untuk mencegah timbulnya

lesi baru dan menghasilkan proses penyembuhan pada lesi yang telah ada. Terapi

meliputi terapi sistemik dan topikal.Pemilihan terapi berdasarkan derajat

keparahan penyakit dan subtipe pemfigus. Faktor lain yang juga penting adalah

faktor penderita (usia penderita, keadaan umum, riwayat penyakit lain, seperti

diabetes melitus, hipertensi atau tuberkulosis) dan faktor obat (meliputi efikasi,

efek samping dan harga) (Surya N, 2014).


14

Kortikosteroid masih merupakan terapi utama untuk pemfigus, dimana

penggunaannya telah menurunkan angka mortalitas pemfigus menjadi kurang dari

10%.Sebagian besar penderita mengalami remisi dalam waktu 4 sampai 12

minggu.Namun untuk dapat mengontrol penyakit ini diperlukan penggunaan

kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan jangka panjang namun dapat

menimbulkan banyak efek samping.Risiko kematian pada pemfigus karena efek

samping kortikosteroid lebih besar daripada risiko kematian karena penyakitnya

sendiri. Selain itu mekanisme yang unik untuk tiap jenis pemfigus memerlukan

beberapa pilihan untuk rejimen terapi.Berdasarkan alasan tersebut, jika

kortikosteroid gagal menginduksi remisi atau terjadi efek samping berat dari

kortikosteroid, atau untuk kasus-kasus dengan kontraindikasi penggunaan

kortikosteroid maka dapat diberikan terapi ajuvan dengan obat-obatan

imunosupresif, antara lain siklofosfamid, azatioprin, mikofenolat mofetil,

metotreksat dan siklosporin. Terapi awal dapat juga dimulai dengan kombinasi

kortikosteroid dan obat imunosupresif untuk menurunkan dosis total

kortikosteroid yang diperlukan. Terapi topikal sebagai suportif guna mencegah

infeksi sekunder juga diperlukan pada penyakit pemfigus dengan lesi erosi dan

ekskoriasi.Untuk lesi pemfigus yang lokalis, terutama hanya mengenai mukosa

oral, juga dapat digunakan kortikosteroid topikal dan intralesi, namun jarang

sekali efektif.Selain itu, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit juga penting

dalam menentukan keberhasilan terapi pemphigus (Surya N, 2014).


Mortalitas dan lamanya waktu untuk terjadinya remisi klinis pada penyakit

pemfigus merupakan indikator efikasi terbaik dari rejimen terapi. Penyakit ini

sendiri bersifat persisten, biasanya kambuh dan tidak pasti apakah terapi yang
15

diberikan akan menekan manifestasi penyakit, sehingga konsekuensinya terapi

harus tetap dilanjutkan, ataukah terapi akan menginduksi remisi yang lengkap dan

selamanya sehingga terapi dapat dihentikan. Induksi untuk terjadinya remisi

lengkap berhubungan dengan berat dan luasnya penyakit, dan respon awal

terhadap terapi.3 Davatchi dkk dalam penelitiannya mendapatkan angka kematian

pada penderita PV dengan keterlibatan lesi kulit dan mukosa sebesar 8,3%, dan

sekitar 3% pada penderita PV dengan hanya melibatkan lesi kulit (Davatchi CC

dkk, 2005).

2.3 Eritema Multiformis

2.3.1 Definisi

Eritema multiformis adalah suatu penyakit inflamasi akut pada kulit dan

membrana mukosa yang dapat menimbulkan berbagai variasi lesi kulit, erupsi

kulit mendadak dan bersifat rekuren (Greenberg MS, 2003). Eritema multiformis

disebut juga reaksi self-limiting hypersensitivity dengan karakteristik lesi target

pada kulit atau lesi oral ulseratif dan sangat bervariasi seperti terlihat namanya

“multiformis”, merupakan kombinasi dari bulla, papula, macula, dan ulser. Lesi

stomatitis dan kutan merupakan gambaran yang paling mencolok (Regezi JA,

2003).

2.3.2 Etiologi

Penyebab utama dari penyakit Eritema multiformis ini belum diketahui

dengan pasti. Meskipun demikian dicurigai penyakit ini disebabkan dari reaksi

hipersensitifitas dan beberapa faktor predisposisi, antara lain :


16

a. Alergi terhadap obat-obatan (barbiturate, penisilin, AINS seperti

oxicam, sulfonamid, obat-obatan antikonvulsan seperti

carbamazepine, fenitoin, fenobarbital)


b. Infeksi bakteri (Mycoplasma pneumoniae, Corynebacterium

diphtheriae, Niesieria meningitidis, Mycobacterium tuberculosis,

Streptococcus pneumonia, Treponema pallidum)


c. Infeksi jamur (Histoplasmosis, Coccidiodomycosis)
d. Infeksi virus (Virus Herpes Simplex tipe 1 dan 2, Virus Varicella-

Zoster)
e. Penyakit Autoimun/gangguan imunitas
f. Penyakit sistemik atau keganasan (tumor ganas, penyakit Crohn’s,

sarkoidosis, histoplasmosis, infeksi mononukleosis)


g. Vaksinasi
h. Faktor endokrin, seperti pada keadaan hamil atau haid
i. Rangsangan fisik, seperti sinar matahari, hawa dingin, bahan kimia

dan radioterapi
j. Makanan (penyedap makanan, coklat) dan minuman (larutan

penyegar), stress dan emosi


Dari beberapa faktor predisposisi tersebut, hanya 50% kasus faktor

penyebabnya dapat diidentifikasi. Pada umumnya reaksi hipersensitif yang paling

sering menyebabkan penyakit Eritema Multiformis adalah alergi obat-obatan dan

infeksi Virus Herpes Simplex (VHS tipe I dan II) (Greenberg MS, 2003).

2.3.3 Klasifikasi

Berdasarkan keterlibatannya dikulit dan dimukosa mulut, Eritema

Multiformis dapat dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu :

a. Eritema Multiformis Minor


Eritema multiformis minor merupakan bentuk ringan dari Eritema

multiformis dimana keterlibatannya terbatas hanya pada satu permukaan


17

saja di kulit atau di membrana mukosa, dan biasanya sering terjadi di

mukosa mulut (Scully C & Bagan J, 2007). Penyakit ini dapat sembuh

dengan sendirinya tanpa dilakukan perawatan dalam waktu 1-3 minggu

atau sering disebut self-limited disease dan bersifat akut. Eritema

multiformis minor ini dapat terjadi sekali atau berulang dan jarang terjadi

dalam bentuk kronik. Penyebab Eritema multiformis minor biasanya selalu

dihubungkan dengan Virus Herpes Simplex (VHS). Komplikasi dari

Eritema Multiformis minor berkembang ke bentuk mayornya yaitu

Sindroma Stevens-Johnson (Greenberg, 2007).


b. Eritema Multiformis Mayor
Eritema Multiformis mayor atau sering disebut Sindrom Stevens-Johnson

(SJJ) merupakan bentuk parah atau varian mayor dari Eritema multiformis.

Pada tahun 1992 oleh dua dokter Stevens dan Johnson menyelidiki

penyakit yang diderita pada dua pasien anak laki-laki, namun dokter

tersebut tidak menemukan jawabannya. Dari kedua nama dokter

tersebutlah nama penyakit Sindrom Stevens-Johnson berasal (Sonis ST

dkk, 1995). Sindrom Stevens-Johnson (SJJ) merupakan penyakit dengan

luka melepuh seperti terkana luka bakar yang meluas dari kulit dan

mukosa mulut dimana keterlibatannya melibatkan dua atau lebih

permukaan di kulit dan membrane mukosa, dengan keadaan umum

bervariasi dari ringan sampai berat berupa eritema, vesikel, bulla, dan

purpura. Eritema multiformis mayor ini sering mengenai anak-anak dan

orang dewasa muda terutama laki-laki. Penyebab utama SJJ lebih dari
18

50% adalah alergi obat. Sebagian kecil lainnya karena infeksi, vaksinasi,

neoplasma dan radiasi (Scully C dkk, 2007).


2.3.4 Patogenesis
Patogenesis Erita Multiformis sulit diketahui. Diperkirakan disebabkan oleh

reaksi hipersensitivitas tipe II dan III. Pada reaksi hipersensitivitas tipe II (reaksi

sitotoksik) ini disebabkan oleh obat sebagai antigennya yang memerlukan

penggabungan antara IgG dan IgM di permukaan sel. Hal ini menyebabkan efek

sitolitik atau sitotoksik oleh sel efektor yang diperantarai komplemen. Adanya

reaksi imun sitotoksik mengakibatkan apoptosis kreatinosit yang menyebabkan

kerusakan pada jaringan kulit. Gabungan dari obat, antibody dan komplemen ini

terfiksasi pada sel sasaran yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit sehingga yang

mengakibatkan lisis sel. Bila sasarannya adalah trombosit maka akan

menimbulkan pupura dan jika sel sasarannya adalah eritrosit dan leukosit maka

akan menimbulkan agranulosistosis dan anemia hemolitik. Kerusakan ini dapat

terjadi mengkonsumsi obat-obatan seperti Carbamazepine, Penisilin, dan

Sulfonamid. Menurut klasifikasi Coomb dan Gel, Eritema Multiformis mayor atau

SSJ disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (siotlitik), dimana gejala reaksi

tersebut tergantung kepada sel sasaran, dimana sasaran utamanya terdapat pada

kulit berupa destruksi kratinosit.


Terjadinya Eritema Multiformis berawal dari suatu desposis dari kompleks

imun dalam mikrovaskuler dari kulit dan mukosa. Pada reaksi hipersensitivitas

tipe III (reaksi komleks imun) ditandai dengan pembentukan kompleks antigen,

antibody (IgG dan IgM) dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan

komplemen. Komponen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai mediator

diantaranya enzim-enzim yang dapat merusak jaringan. Bila komplemen sudah


19

terfiksasi, komplemen membentuk C3a dan C5a (anafilaktosin) yang merangsang

sek matosit dan basophil melepas granul. Kompleks imun beredar dapat

mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan

akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.

Gambar 2.4 Patogenesis Eritema Multioformis

2.3.5 Gambaran Klinis

Eritema multiformis akan mnyerang tiba-tiba selama 2-6 minggu. Gejala

awal seperti malaise, sakit kepala dan sakit tenggorokan terjadi selama 3-7 hari

mendahului munculnya lesi.

Tanda klinis di kulit adalah macula seperti cincin, berwarna merah-putih,

konsentrik yang disebut dengan “lesi target” atau “iris” atau “Bull’s eye” yang

muncul dengan cepat pada permukaan ekstensor lengan dan kaki, lutut, dan

telapak tangan. Lesi target merupakan lesi kutan yang karakterik, terdiri dari bulla

sentral atau area terbuka yang pucat dikelilingi oleh edema dan pita eritema

(Khoman, 2005).

Pada mulut, Eritema multiformis dapat hadir dalam bentuk macula,

papula, vesikel, atau bulla yang menyebabkan ketidaknyamanan. Vesikel dan


20

bulla pecah menghasilkan lesi erosive atau ulseraif dimana lesi erosive ditutupi

oleh permukaaan fibrinosa berwarna kelabu putih. Lesi-lesi itu terbatas pada

mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, lidah, atau melibatkan semua daerah

tersebut. Gusi jarang terlibat. Krusta perdarahan yang gelap berwarna merah-

cokelat secara khas menutupi bibir. Pasien dengan penyakit ini mengalami

kesulitan dalam hal makan, menelan, dan bicara. Sulitnya menelan mengakibatkan

saliva yang diproduksi terkumpul dalam rongga mulut sehingga saliva akan keluar

dari mulut. Halitosis biasanya terjadi (Khoman, 2005).

2.3.6 Diagnosis

Diagnosis Eritema Multiformis dapat menjadi sulit untuk dideteksi dan

penting dalam membedakan penyakit ini dengan penyakit mulut lainnya.

Pemeriksaan yang akurat perlu dilakukan guna mendapatkan diagnosis yang

tepat. Untuk menegakkan suatu diagnosis Erita Multiformis baik minor maupun

mayor harus dulakukan anamnesis.

a. Diagnosis Eritema Multiformis Minor

Diagnosis Eritema Multiformis minor dapat ditegakkan secara klinis

dengan adanya lesi target, iris, atau mata sapi apada kulit dan

membrane mukosa. Pada kulit terdapat dipunggung tangan, telapak

tangan, bagian ekstensor ekstremitas lengan dan kaki. Diameter kurang

dari 3cm dan simetris, selain itu juga terdapat juga kelainan pada

mukosa biasanya sering ditemui di mukosa mulut.

b. Diagnosis Eritema Multiformis Mayor


21

Diagnosis Eritema Multiformis Mayor atau Sindrom Stevens-Jhonsosn

(SSJ) dapat diketahui melalui gambaran klinis dan menifestasi yang

sesuai dengan trias pada kelainan kulit, mukosa, dan mata serta

terbentuknya lesi pada dua atau lebih permukaan dan melalui anamnesis

dapat diketahui gejala umumnya berupa demam tinggi, malaise, sakit

kepala, batuk dan pilek, nyeri dada, diare, muntah, dan atralgia.

2.3.7 Perawatan

Perawatan yang terpenting pada kasus Eritema multiformis ialah

mengetahui dan menghilangkan faktor penyebabnya terlebih dahulu. Bila obat

sebagai faktor penyebabnya, sebaiknya menghentikan pemakaian obat tersebut

(Hamzah M, 2007).

a. Perawatan Eritema Multiformis Minor


Pada kasus ringan eritema multiformis dirawat dengan tindakan

suportif termasuk menghilangkan simtomnya dengan kortikosteroid

topical, merawat lesi mulut dengan anastesi topical, kumur-kumur

dengan antiseptic, diet lunak atau cair, anti mikroba, dan antihistamin

(Greenberg MS dkk, 2003).


Dapat diberikan pengobatan dengan kortikosteroid per oral,

misalnya berupa prednisone 10 mg 3 kali sehari. Penyakit ini berjalan

ringan dan sembuh dengan sendirinya (self-limited disease) setelah 2-3

minggu. Antimikroba yang digunakan pada pengobatan Eritema

Multiformis misalnya, acyclovir 200 mg atau 400 mg 4-5 kali sehari

dan valacyclovir 500 mg untuk Eritema multiformis yang disebabkan

oleh virus herpes simplex dan penggunaan tetrasiklin 250 mg 4 kali


22

sehari yang disebabkan oleh mycoplasma pneumoniae (Greenberg MS

dkk, 2003).
b. Perawatan Eritema Multformis Mayor

1. Kortikosteroid

 Kortikosteroid sistemik

Pada kasus Eritema Multiformis Mayor (SSJ), terapi suportif

merupakan laksana standar pada pasien SSJ. Bila keadaan umum

pasien sedang dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan

kortokosteroid sistemik berupa prednisone 30-50mg 3 kali sehari

dengan cara tapering off (dimulai dari dosis awal lalu dikurangi

secara perlahan-lahan). Penggunaan obat kortikosteroid sistemik

merupakan tindakan life saving. Pada keadaan umum yang berat

biasanya digunakan deksametason atau metilpredisolon secara

intravena dengan dosis permulaan 5mg 4-6 kali sehari. Pada

umumnya masa kritis dapat diatasi dalam beberapa hari (2-3 hari).

Proses penyembuhan Eritema Multiformis Mayor ini berlangsung

selama 3-6 minggu (Greenberg MS dkk, 2003). .

 Kortikosteroid topikal

Pengobatan topical bergantung pada keadaan kelainan pada kulit,

apakah kering atau basah. Bila keadaan kering dapat diberikan

bedak salisilat 2% dan bila keadaan basah perlu digunakan

kompres laurtan salin 1%. Kortikosteroid topical tidak

diperbolehkan digunakan pada lesi kulit yang basah.

2. Antibiotik
23

Digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Diberikan antibiotika

spectrum luas, biasanya digunakan gentamisin 5mg/kgBB/hari

intamuskular dalam dua dosis. Setelahnya diberikan berdasarkan

hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan

darah.

3. Keseimbangan cairan atau elektrolit dan nutrisi

Pemberian infus, misalnya berupa dextrose 5%, NaCl 9% dan laktat

ringer yang diberikan 8 jam sekali.

4. Antihistamin

Antihistamin diberikan bila perlu saja, bila ada rasa gatal.

Antihistamin yang dapat diberikan adalah Setirizin.

5. Perawatan lainnya dan Edukasi

Dapat diberikan tetes mata dengan antiseptic untuk mencegah

sekuele ocular. Pasien diminta agar menyeimbangkan kebutuhan

nutrisi, memperbanyak minum air mineral dan berolah raga secara

teratur dan menjaga kesehatan tubuh dan rongga mulutnya. Pasien

juga harus mengetahui penyakit ini dapat rekuren, dan sebaiknya

pasien agar kembali ke dokter apabila timbul lesi di kulit setelah

meminum obat (Greenberg MS dkk, 2003).


24

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus Pertama ERITEMA MULTIFORMIS


Kasus Eritema Multiformis Exudatif– Bentukan Ideopathic – Pengatasan
Masalah (Asya Krasteva, Evgeniy Aleksiev, Tzveteliva Gocheva, Angelina
Kisselova)
25

Ringkasan:

Bentukan idiopatik Eritema multiformis eksudatif, ditandai dengan

lokalisasi atipikal dan kurangnya manifestasi kulit pada saat tes klinis adalah

yang ditemukan. Ini didiagnosis agak terlambat, setelah dua biopsi dari kulit

dan salah satu lesi oral. Penulis ingin mengtamakan masalah pengobatan

idiopatik sebagai pencarian mereka untuk solusi yang baru.

Kata kunci: Eritema multiformis eksudatif, bentukan ideoptik, pengatasan

masalah

Kasus Klinis:

1. Wanita tua 28 tahun

2. Riwayat: sebelumnya pernah intervensi bedah karena tumor jinak dalam

tengkorak

Keluhan saat ini:

a. Sebuah. bintik eritema pada kulit

b. Lesi berulang kronis di mulut dan bibir (setiap 30-40 hari) - selama

dua tahun terakhir

c. Sendi bengkak dan nyeri sendi

d. Pasien mengaitan awal penyakit ini tentu ke pemutihan gigi karena

kimia

Objektif:
26

e. Ruam Kecil, eritema wajah

f. Pada pertemuan pertama - hanya temuan oral, tanpa mempengaruhi

bibir

Tinjauan:

1. Dua biopsi kulit - terjawab

2. Pembahasan diagnosis - lupus atau eritema

3. Lesi oral - kegagalan terapi - Elokom, Asiklovir

-Dipilih untuk jangka waktu yang singkat lesi menghilang, tetapi efeknya

sementara.

Pertanyaan:

1. Mengapa kami menyajikan kasus yang sederhana?

Penderitaan pasien, yang tidak didiagnosis dan diperlakukan dengan baik,

bertemu tim medis gigi, setelah beberapa seri konsultasi yang gagal.
27

Peran petugas medis gigi dalam kasus seperti:

1. Mendesak biopsi rongga mulut - untuk membantu diagnosa

2. Harus petugas medis gigi menetapkan pengobatan? - hanya untuk

manifestasi oral

3. Follow up pasien

Apa yang telah dilakukan::

1. Biopsi dari lesi bibir dan mukosa mulut

2. Diagnostik fokus, termasuk. Tes epi untuk gigi bahan dan uji

pathogalvanism

3. Pemeriksaan bakteriologis seluruh air liur dan cairan tenggorokan -

mencari candida, staphylococci dan sterptococci

4. Hitung darah lengkap dan virologi - herpes simplex virus (HSV)

Diagnosa:

1. Oral biopsi - menunjukkan eritema

2. Direvisi dengan biopsi kulit - menunjukkan eritema

3. IgM HSV tinggi

Diagnosis tidaklah cukup!

Rekomendasi Pasien:

1. Kumur mulut dengan KMnO4 01:10 000 – untuk efek antiseptik


28

2. Dentinox gel efek -analgesic - mengandung chamomile, gliserin dan

lidocaine

3. Asiklovir - untuk jangka waktu yang lama - enam bulan

4. Izoprinozin - tablet 3x2 / - Imunomodulator harian-5 hari - dari awal setiap

serangan

5. Lokoid krim topikal

6. Tubotsin - tiga bulan, 300 mg per hari - kapsul

Dibahas dalam hasil yang positif staphylococci

Sekarang mengapa pasien tidak menerima perawatan yang lebih baik?

Karena kurangnya kesabaran;

· Kurangnya hasil dari biopsi;

· Kurangnya tes darah dan HSV-tes

· Pengobatan jangka pendek dengan asiklovir dan Izoprinozin hanya 5 hari.

Sampai saat ini pasien telah remisi untuk selama 95 hari.

3.2 Laporan Kasus Kedua ERITEMA MULTIFORMIS


Eritema Multiformfis ─ Laporan Kasus (Yu-Feng Huang, Hui-Wen Yang,
Jen-Hong Yang)

Eritema multiforme (EM) adalah penyakit mucocutaneous akut yang

telah dikaitkan dengan heepes simplex virus (HSV) / Infeksi herpes, obat, dan

obat-obatan herbal Cina. Laporan ini menyajikan sebuah kasus EM dengan

diagnosis tertunda dan pengobatan yang tidak tepat. Seorang pasien wanita
29

berusia 28 tahun datang ke klinik pengobatan gigi kami dengan keluhan utama

yaitu beberapa ulserasi oral lebih dari 3 bulan. Dia telah diobati dengan

pengobatan infeksi HSV atau kandidiasis, tetapi lesi oral tidak membaik setelah

pengobatan. Pemeriksaan intraoral menunjukkan beberapa luka besar di batas

lateral bilateral dan permukaan ventral lidah, mukosa bukal bilateral, dan

lingual frenum. Tidak ada "target" lesi ditemukan pada kulit permukaan tubuh

atau ekstremitas. Biopsi insisi dari ujung lidah dilakukan. Hematoxylin dan

eosin-stained bagian jaringan menunjukkan ulserasi permukaan fokal,

intraepitel vesikel di lapisan spinosus atas, sel inflamasi kronis yang intens

menyusup di lamina propria, dan inflamasi perivaskular menyusup di

submukosa. Meskipun fitur histopatologi yang tidak patognomonik,

karakteristik tersebut untuk diagnosis EM. Pasien diobati dengan 10 mg

prednisolon 3 kali sehari selama 7 hari. Sebuah tes oral tindak lanjut

mengungkapkan bahwa semua ulkus oral memiliki benar-benar dibersihkan

setelah pengobatan kortikosteroid 7 hari. Satu tahun setelah pengobatan, pasien

tetap bebas penyakit. Kami menyimpulkan bahwa EM adalah penyakit

mucocutaneous yang membutuhkan diagnosis yang cepat dan tepat. Setelah

penyakit ini dikonfirmasi oleh manifestasi klinis atau histopatologis

pemeriksaan spesimen biopsi insisi, biasanya merespon pengobatan dengan

dosis kortikosteroidmenengah atau tinggi.

Kata kunci: eritema multiformis, kortikosteroid.


30

Eritema multiforme (EM) adalah gangguan akut mukokutan yang

diyakini sequela dari serangan imunologi sitotoksik pada keratinosit yang

mengekspresikan non-self-antigen, yang terutama disebabkan oleh mikroba

(virus), obat, atau obat herbal Cina. Beratnya gangguan bervariasi dari self-

limited, keringanan, exan-thematous, varian kulit dengan keterlibatan minimal

oral (EM minor) ke progresif, fulminat-ing, varian berat dengan nekrosis epitel

mucocutaneous luas (sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal

toksik). EM biasanya mempengaruhi dewasa muda yang tampak sehat, dan

beberapa laporan telah diperkirakan bahwa laki-laki lebih sering terpengaruh

daripada perempuan. Puncak usia terjadinya EM adalah antara 20 dan 40

tahun, meskipun 20% kasus terjadi pada anak-anak. Penyakit ini sering

berulang dan diawali oleh herpes sebelumnya, hingga 70% dari kasus.

Secara klinis, EM minor dianggap sebagai bentuk paling ringan dari

EM dan ditandai oleh tanda klasik lesi kulit yang disebut "iris" atau "target"

lesi pada ekstremitas. Lesi mungkin gatal dan disertai dengan gejala sistemik

seperti demam dan malaise. Menurut definisi, keterlibatan membran mukosa

terbatas hanya 1 bagian, dan biasanya hanya mukosa mulut dipengaruhi. Selain

itu, lesi dapat terjadi terutama di rongga mulut sebelum ditampilkan pada kulit.

Lesi intraoral pra-dominan terjadi pada mukosa non-keratin dan yang paling

menonjol di bagian anterior dari mulut, termasuk bibir dan lidah. Lesi intraoral

yang tampak sebagai makula luas yang lepuh dan menyatu untuk membentuk

ulserasi besar. Diagnosis EM seringkali berdasarkan presentasi klinis,

walaupun biopsi insisi dari jaringan perilesional mungkin bermanfaat.


31

Meskipun fitur mikroskopis EM tidak patognomonik, tapi menunjukkan

intraepitel edema dan spongiosis dengan eosinophilic individu keratinosit

nekrotik, degenerasi vacuolar dari zona junctional, edema papiler berat dengan

sub atau vevasikulasi intraepithelial, dan limfoma intens phocytic terdapat

dijaringan ikat subepitel dengan cuffing perivaskular sesekali.

Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk menyajikan sekaligus

melihat kasus jarang dari EM yang tidak benar didiagnosis dan diobati, serta

untuk membahas diagnosis banding penyakit ulseratif ini.

Presentasi Kasus

Pasien wanita berusia 28 tahun ini datang ke klinik pengobatan mulut di

Rumah sakit Chung Shan Medical University dengan keluhan utama dari

beberapa ulserasi oral selama lebih dari 3 bulan. Dia telah mengunjungi

beberapa klinik gigi atau medis dan dirawat untuk infeksi HSV atau

kandidiasis, tetapi lesi oral tidak membaik setelah pengobatan.

Secara umum, dia sehat dan tidak mengambil obat, kecuali yang

diresepkan untuk infeksi HSV dan kandidiasis. Pasien tidak pernah seperti itu

sebelumnya dan demam juga dirasakan. Sebuah pemeriksaan intraoral

menunjukkan beberapa luka besar bilateral di perbatasan lateral dan permukaan

ventral lidah, mukosa bukal bilateral, dan frenum lingual. Ulkus pada mukosa

bukal dengan bentuk teratur dengan cincin yang batas-batasnya berbatas

eritematosa (Gambar 1). Permukaan tidak ditutupi oleh pseudomembran

nekrotik. Bisul ini yang sangat menyakitkan dan mencegahnya dari melakukan
32

rutinitas sehari-hari. Tidak ada "target" lesi ditemukan pada permukaan kulit

tubuh atau ekstremitas.

Biopsi insisi dari ujung lidah dilakukan. Hematoxylin dan esosin-

stained jaringan menunjukkan ulserasi permukaan fokus pada tepi spesimen.

Epitel yang berdekatan adalah hiperplastik dan hiperkeratosis dengan vesikel

intraepithelial di lapisan spinosus atas. Sel radang kronis intens berinfiltrasi

dan ditemukan di lamina propria. Selain itu, sebuah perivaskular infiltrat

inflamasi juga didapatkan dalam submukosa (Gambar 2). Karena tidak ada

fitur karakteristik seperti akantolisis atau pemisahan epitel dari lamina propria

ditemukan, penyakit vesiculobullous seperti pemfigus vulgaris dan pemfigoid

sikatrisial bisa masing-masing didapatkan di luar. Meskipun fitur histopatologis

tidak patognomonik, tetap ada karakteristik dari diagnosis EM. Tidak ada

analisis immunofluorescent atau im-munohistochemical dilakukan karena

memerlukan prosedur khusus yang mungkin akan menghasilkan informasi

yang berguna untuk histopatologi akhir diagnosis EM. Pasien diobati dengan

10 mg prednisolone 3 kali sehari selama 7 hari. Sebuah pemeriksaan oral

lanjutan mengungkapkan bahwa semua ulkus oral yang dimiliki benar-benar

disembuhkan setelah 7 hari kortikosteroid pengobatan (Gambar 3). Satu tahun

setelah pengobatan, pasien tetap bebas penyakit.


33

Gambar 3.1. Foto klinis menunjukkan ulserasi besar dengan cincin dari perbatasan
eritematosa pada mukosa bukal kiri dekat sudut mulut.

Gambar 3.2. Biopsi lesi di ujung lidah mengungkapkan fokus ulserasi permukaan (panah
putih), vesikel intraepitel (hitam panah) di lapisan spinosus atas, sebuah peradangan
kronis yang intens, infiltrasi sel di lamina propria (panah hitam), dan infiltrat inflamasi
perivaskular di submukosa (mata panah putih).
34

Gambar 3.3. Gambaran klinis menunjukkan bagaimana ulserasi oral sudah sembuh
setalah 1 minggu pengobatan kortikosteroid.

Diskusi
Diferensial diagnosis beberapa ulserasi oral seperti yang disajikan

dalam kasus ini mungkin termasuk pemfigus vulgaris, pemfigoid cicatricial,

ulserasi aftosa lisan, infeksi HSV, dan EM. Pemfigus adalah penyakit

mucocutaneous dengan etiologi autoimun. Meskipun berbagai jenis pemfigus

yang hadir, hanya pemfigus vulgaris adalah yang mungkin melibatkan mukosa

mulut. Secara klinis, pemfigus vulgaris dapat melibatkan semua mukosa mulut

menunjukkan vesikel superfisial yang pecah dengan mudah dan menjadi borok.

Histopatologi, penyakit menunjukkan akantolisis yang menghasilkan

perpecahan suprabasal di epitel. Sebuah studi immunofluorescence dapat

menunjukkan deposisi autoantibodi dalam daerah antara sel-sel epitel.

Spesimen biopsi dalam kasus ini tidak menunjukkan akantolisis atau

karakteristik suprabasal split, sehingga diagnosis pemfigus vulgaris bisa

dikesampingkan.

Pemfigoid sikatrisial, atau pemfigoid membran mukosa jinak, juga

penyakit mucocutaneous dengan etiologi autoimun. Penyakit mungkin

melibatkan baik mukosa mulut dan konjungtiva, yang jika tidak diobati, dapat

menyebabkan kebutaan. Secara klinis, gingiva adalah lokasi yang paling umum

untuk pemfigoid sikatrisial. Histopatologi, sebuah pemisahan yang jelas dari

epitel dari dasar lamina propria dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, dan

studi immunofluorescence dapat menunjukkan positif linear sepanjang


35

membran basal. Spesimen biopsi dalam kasus ini tidak menunjukkan jelas

pemisahan jaringan ikat epitel, dengan demikian diagnosis pemfigoid sikatrisial

bisa dikesampingkan.

Akan membingungkan untuk membedakan ulserasi aftosa oral dari EM,

jika lesi EM hanya hadir di mulut, aftosa minor, ulserasi biasanya menunjukkan

ulkus bulat kecil diameter kurang dari 1 cm yang menyakitkan pada mukosa

non-keratin. Borok sering ditutupi oleh pesu-domembrane nekrotik dan

disembuhkan 7-14 hari kemudian. Namun, ulserasi aftosa mayor dapat

menunjukkan satu atau beberapa borok yang menyakitkan lebih besar diameter

dari 1 cm yang berlangsung selama lebih dari 1 bulan sebelum penyembuhan

terjadi. Dalam hal ini, fitur histopatologi menunjukkan vesikel intraepitel dan

inflamasi perivaskular, yang merupakan karakteristik dari EM dan relatif jarang

terlihat di ulserasi aftosa.

. Diagnosis banding dalam hal ini termasuk Infeksi HSV, baik primer

dan sekunder. Pasien membantah serupa dengan pisode sebelumnya, dan tidak

ada tanda-tanda sistemik atau gejala seperti serviks limfadenopati, menggigil,

demam, kelelahan, dan malaise yang merupakan karakteristik dari infeksi HSV

primer hadir dalam kasus ini. Pada herpes sekunder gingivostomatitis, beberapa

vesikel kecil biasanya ditemukan di cluster pada gingiva dan hard palatum.

Pasien memiliki beberapa bisul besar di lateral bilateral perbatasan dan

permukaan ventral lidah, bilateral mukosa bukal, dan lingual frenum.

Mikroskopis, lesi herpes oral dapat menunjukkan vesikel intraepitel, tapi ada

biasanya sel epitel berubah menunjukkan degenerasi balooning, marginasi


36

kromatin, dan multinukleasi dalam cairan vesikel. Karena ini sel epitel diubah

tidak terlihat dalam kasus ini, Infeksi HSV bisa dikesampingkan.

Meskipun penggunaan kortikosteroid untuk mengobati EM masih

kontroversial, tetapi merupakan tetap modalitas pengobatan utama untuk EM

minor seperti dalam kasus ini. Pasien dirawat dengan dosis sedang
,

kortikosteroid selama 1 minggu, dan ulserasi mulut sembuh tanpa kekambuhan

berikutnya selama 1 tahun. Respon pasien terhadap pengobatan steroid baik

dan tidak adanya kekambuhan selama 1 tahun juga mendukung sebuah

diagnosis EM, dan kemungkinan pemfigus vulgaris, pemfigoid sikatrisial, dan

ulserasi aftosa oral dapat membaik dengan pengobatan atau kambuh

dikemudian hari. Sebagai tambahan, pengobatan steroid dikontraindikasikan

untuk infeksi HSV; jika penyakit pasien telah infeksi HSV, dia tidak akan

mengalami respon yang buruk untuk pengobatan steroid.

Kesimpulannya, EM adalah penyakit mucocutaneous yang memerlukan

diagnosis yang cepat dan tepat. Setelah Penyakit ini dikonfirmasi oleh

gambaran klinis atau pemeriksaan histopatologi dari biopsi insisi spesimen,

biasanya secara pasti merespon pengobatan kortikosteroid dengan dosis

menengah atau tinggi.

3.3 Laporan Kasus Ketiga ERITEMA MULTIFORMIS


Manajemen Induksi Antibiotik pada Manifestasi Oral Eritema

Multiformis: Laporan Kasus dan Ringkasan (Anuradha Ganesan dan

Gautham Kumar)
Abstrak
37

Eritema multiforme adalah gangguan inflamasi akut jarang yang

melibatkan kulit dan membran mukosa. Klinis dapat berupa kecil atau besar

atau hanya melibatkan mukosa mulut. Berbagai agen telah dilaporkan memicu

eritema multiforme. Di sini kita melaporkan kasus yang tidak biasa dari

eritema multiforme yang disebabkan oleh obat melibatkan mukosa mulut dan

telah membahas betapa pentingnya untuk membedakan lesi ulseratif lain dari

rongga mulut dari eritema multiforme sebagai dokter mulut kita akan menjadi

yang pertama untuk menghadapi kasus tersebut, sehingga kami juga

menekankan pada diagnosis dini dan manajemen yang tepat.

Pendahuluan

Eritema multiforme (EM) adalah penyakit yang jarang terjadi,

biasanya ringan dan sembuh sendiri, yang merupakan penyakit inflamasi akut

yang mempengaruhi kulit dan / atau mukosa membrane. EM biasanya

mempengaruhi orang dewasa muda yang sehat dan laporan menunjukkan

bahwa laki-laki lebih terpengaruh daripada perempuan. Puncak usia biasanya

antara 20-40 tahun, meskipun 20% kasus adalah anak-anak.

Berdasarkan tingkat keparahan dan jumlah lokasi mukosa yang

terlibat, penyakit telah dikelompokkan menjadi EM minor dan mayor.

Beberapa laporan telah menyatakan tentang EM mulut sebagai varian ketiga

EM. EM hanya melibatkan mukosa mulut yang merupakan entitas yang

terpisah atau merupakan bagian dari bentuk kecil dari EM yang masih belum

jelas. Oral EM, meskipun mungkin terbatas hanya pada mukosa mulut,

mungkin nanti menunjukkan keparahan dari EM dengan keterlibatan kulit dan


38

mukosa. EM telah dilaporkan dipicu oleh berbagai agen, terutama virus, dan

berbagai agen menular lainnya, aditif makanan, bahan kimia dan obat-obatan .

Rongga mulut merupakan sumber penting dari informasi diagnostik.

Pasien dengan EM mulut tanpa keterlibatan kulit terutama akan mengunjungi

dokter gigi, sehingga sangat penting untuk mengidentifikasi dan membedakan

gangguan untuk manajemen awal dan tindak lanjut yang tepat. Berikut ini

kami sajikan kasus eritema multiforme oral pada seorang pasien wanita

berusia 43 tahun yang dipicu karena asupan obat.

Material dan Metode

Laporan Kasus

Pasien wanita berusia 43 tahun dilaporkan OP gigi dengan keluhan

nyeri dan ulserasi di bibir sejak empat hari. Pasien menyampaikan riwayat

tiba-tiba ulserasi dan perdarahan dari ulkus dan mengalami kesulitan dalam

makan dan menelan. Ada riwayat demam dan sakit tenggorokan satu minggu

yang lalu ketika pasien telah mengunjungi seorang dokter umum, dan pasien

memiliki riwayat penggunaan obat cephalosporin. Pemantauan selama

pemakaian obat, dia mengalami beberapa bula dan ulcer yang kecil pada bibir

yang kemudian menjadi luas, dan perdarahan besar pada ulcer. (Gambar 1)

Pasien tidak memiliki penyakit sistemik dan tanda-tanda vital normal.

Pada pemeriksaan klinis, bibir bengkak dan pecah-pecah; ada ulcer

besar di bibir atas dan bawah dengan batas tidak teratur. Ada juga

encrustations hemoragik lebih dari ulkus. Beberapa ulcer berdarah. (Gambar


39

2) Kelenjar getah bening submandibula yang teraba bilateral dan konsistensi

kenyal.
40

Pemeriksaan intra oral menemukan perdarahan ulcer pada mukosa

bukal, labial mukosa, terutama di bagian anterior dari rongga mulut. (Gambar

3) Ulcer yang luas dengan pengelupasan pada tepi eritematosa. Tidak ada lesi

lainnya di tempat lain di tubuh. Riwayat obat yang positif, tiba-tiba, ulserasi

luas dengan perdarahan dan crustations lebih ulkus kuat mengarah pada

diagnosis Eritema multiformis. Pasien pertama kali disarankan untuk

menghentikan asupan sefalosporin dan pasien diobati dengan prednisolon 10

mg tiga kali sehari selama satu minggu, kemudian dua kali sehari selama

minggu kedua dan perlahan dikurangi yaitu sekali sehari pada minggu ketiga.

Juga, topikal clobetasoldipropionate 0,05% diberikan dengan aplikasi topikal

lignocaine gel untuk memfasilitasi asupan cairan. Pasien dievaluasi setelah

empat hari dan kondisi tersebut sudah diketahui telah meningkat secara

signifikan, (Gambar 4, 5, 6) dan setelah sepuluh hari kemudian menunjukkan

perbaikan ulkus tanpa bekas luka apapun. (Gambar 7, 8) pasien juga

disarankan untuk tidak memakai obat apapun dari kelompok cephalosporin.

Pasien kemudian di follow up untuk satu tahun ke depan dengan tidak adanya

bukti kekambuhan apapun.


Gambar 3.5
3.4
41

Gambar 3.6 Gambar 3.7

Gambar 3.9
3.8

Gambar 3.10 Gambar 3.11

Diskusi

EM merupakan penyakit akut yang bisa sembuh sendiri, kadang terjadi

reaksi hipersensitifitas yang berulang. Ini mempengaruhi kulit atau selaput

lendir mulut atau keduanya. EM dapat disebabkan oleh reaksi obat yang

merugikan dengan frekuensi lebih dari 1%. Obat-obatan seperti sulfonamid,

sefalosporin, penisilin amino, kuinolon, klormezanona, barbiturat, obat

oxicamnon-steroidalanti-inflamasi, anti kejang, allopurinol atau bahkan

kortikosteroid mungkin terlibat. Faktor etiologi lainnya termasuk virus, agen


42

menular lainnya, makanan tambahan dan bahan kimia. Patogenesis pastinya

belum diketahui, namun disarankan agar EM hasil dari sel T dimediasi reaksi

imun terhadap agen pencetus yang mengarah ke serangan sitotoksik pada

keratinosit yang mengekspresikan non-self-antigen yang mengarah ke sub

epitel dan vesciculation intraepithelial.

Gambaran klinis EM berkisar dari yang self-limited, varian

exanthematous ringan dengan keterlibatan mulut minimal untuk penyakit yang

parah luas dan mengancam kehidupan. Lesi kulit diklasifikasikan sebagai lesi

target yang khas yang biasanya simetris dan terdiri dari makula atau papula

dengan atau tanpa lecet. Lesi kulit disertai dengan ulserasi dari selaput lendir,

terutama mukosa mulut. Juga mukosa lain seperti mata dan genital juga bisa

terlibat.

Awalnya penyakit ini diklasifikasikan sebagai EM minor atau mayor

dan perbedaan antara keduanya terutama tergantung pada tingkat keterlibatan

mukosa.

Lesi oral biasanya meluas dan parah. Kurang dari 10% luas permukaan

tubuh dengan epidermal detasemen terlihat.

Pada Steven Johnson’s syndrome, ada lesi target atipikal yang datar dan

lesi target makula yang klasik. Ada juga gejala sistemik. Secara umum luasnya

hanya melibatkan daerah acral. Beberapa mukosa terletak dengan jaringan

parut dari lesi mukosa. Sekitar kurang dari 10% luas permukaan tubuh terlihat

dengan epidermal detasemen.


43

Nekrolisis epidermal toksik (TEN) tidak memiliki target yang khas,

target atipikal datar dengan erosi mukosa parah dan kemajuan untuk

meredakan detasemen umum dari epidermis. Permukaan tubuh dengan

epidermal detasemen lebih dari 10%.

Beberapa peneliti telah menyarankan kategori baru dari EM yang

mempengaruhi rongga mulut, yang merupakan EM mulut tanpa lesi kulit. EM

mulut adalah kondisi berulang kronis dengan frekuensi episode bervariasi dari

setiap tiga minggu sekali dalam tahunan. Tapi kasus kami tidak melaporkan

kekambuhan apapun pada tindak lanjut yang rutin selama satu tahun. Dengan

tampilan klinis yang terlihat dalam kasus kami dan juga hubungan positif

antara asupan obat dan terjadinya lesi mukosa mulut, itu didiagnosis sebagai

EM oral. Kasus kami mulai beberapa hari setelah pemberian obat dan benar-

benar diselesaikan setelah penghentian obat. Ini juga merupakan alasan yang

kuat untuk diagnosis.

Diferensial diagnosis pada kasus kami yaitu lesi yang berkaitan dengan

rongga mulut seperti herpes, lesi vesciculobullous seperti pemfigus vulgaris,

pemfigoid bulosa dan reaksi obat lainnya. Lesi herpes yang dikesampingkan

karena lokasi, mukosa keratin dan tidak adanya ulserasi gingiva. Riwayat

pengobatan yang positif terkait dengan timbulnya ulserasi dalam kasus kami

mengesampingkan autoimun vesciculobullous lesions. Bullous lichen planus

juga dapat menunjukkan lesi yang sama, tetapi tidak adanya striae Wickham

dalam kasus kami dikesampingkan dari diagnosis. Reaksi obat lain terhadap

mukosa yang termasuk erupsi obat tetap, reaksi obat lichenoid, pemfigoid
44

seperti erupsi obat, yang semua dikeluarkan tergantung pada penampilan

klinis dalam kasus kami.

Tidak ada tes diagnostik khusus untuk EM dan sebagian besar

didukung klinis. Biopsi jaringan perilesional dengan histologi dan

immunostaining pemeriksaan adalah penting jika diagnosis spesifik

diperlukan. Immunostaining menunjukkan infiltrasi limfositik intens di zona

basement membran dan perivascularlynon-spesifik kekebalan depositsif IgM,

C3 dan fibrin.

Pengobatan EM adalah non-spesifik, tapi perawatan suportif penting.

Agen obat penyebab harus diidentifikasi dan ditarik. Juga perawatan suportif

seperti analgesik topikal, anestesi topikal, larutan kumur sootheniing, diet

lunak dapat diberikan. Jika ada virus herpes diidentifikasi, maka antivirus

ditunjukkan. Acyclovir 200 mg dapat diberikan lima kali sehari, atau 400 mg

empat kali sehari atau valacyclovir 500mg dua kali sehari dapat diberikan

selama lima hari. Juga, steroid sistemik dapat diberikan. Prednison dalam

dosis upto 1mg / kg setiap hari, selama 2-3 minggu. Juga, obat imunosupresif

seperti dapson, azathioprine, mycophenolate, dan siklosporin dapat diberikan .

pasien dengan Steven Johnson’s syndrome dapat dirawat di unit luka bakar

dengan xenografts porcine.

EM Minor EM Mayor
1. Paling ringan 1. lesi kutaneus dengan beberapa
2. Lesi kulit simetris didistribusikan membran mukosa, biasanya
pada permukaan ekstensor lesi mukosa mulut, tetapi juga genital,
target mata, laring dan mukosa esofagus
3. Keterlibatan membrane mukosa dapat dipengaruhi.
hanya pada satu mukosa, biasanya 2. Lesi kulit dengan karakteristik
mukosa mulut lesi target yang simetris atau lesi
45

4. Lesi oral anterior bagian dari target yang atipikal


mulut yang sering terkena adalah 3. Lesi mulut biasanya meluas dan
bibir parah. Kurang dari 10% luas
5. Ulserasi, lecet, eritema ringan permukaan tubuh dengan
sampai berat terlihat di rongga epidermal detasemen.
mulut. <10% dari luas permukaan
tubuh dengan epidermal
detasemen.
Kesimpulan

Sejak Eritema multiformis tidak memiliki tes diagnostik yang tepat,

pengenalan awal dan diagnosis penyakit memainkan peran yang sangat

penting. Dengan demikian, sebagai dokter mulut, kita mungkin menjadi yang

pertama untuk menghadapi penyakit tersebut, dan mendiagnosis dengan cepat,

penarikan agen penyebab dan pencegahan terulangnya penyakit menjadi peran

penting kami.

3.4 Laporan Kasus Kempat PEMFIGUS VULGARIS


Evaluasi Kasus Pemfigus Yang Melibatkan Mukosa Oral (Gizem

Karagöz, Kıvanç Bektaş-Kayhan, Meral Ünür)

Abstrak
Tujuan: Pemfigus, mendefinisikan sekelompok gangguan di etiologi

autoimun yang bisa mengancam jiwa dan manifestasi klinisterutama

kekeringan epitel mempengaruhi permukaan kulit dan / atau mukosa termasuk

mukosa mulut. Tujuan dari penelitian kami adalah untuk mengevaluasi

penampilan klinis pemfigus yang melibatan oral dengan melaporkan 15 kasus

pemfigus.
Bahan dan Metode: Penelitian ini adalah retrospektif dari 15 kasus pemfigus

diperoleh selama 7 tahun 2006-2013 di Universitas Istanbul, Fakultas

Kedokteran Gigi, Departemen Kedokteran Gigi dan Bedah yang sudah

dirancang.
46

Hasil: Distribusi Umur dari pemfigus adalah 15-59 tahun dengan rata-rata

usia 41,3 tahun. Dari 15 pasien, laki-laki:perempuan rasio adalah 1: 2,75 (4

laki-laki, 11 perempuan). Berbagai varian klinis yang paling umum dari

pemfigus adalah pemfigus vulgaris, didiagnosis pada semua pasien. Mukosa

bukal (34,3%) adalah bagian yang paling sering terkena diikuti oleh lidah

(20%), gingiva (17,1%), langit-langit (11,4%), bibir (11,4%) dan dasar mulut

(5,7%).
Kesimpulan: Penjelasan kami pada kesimpulan ini, sementara spekulatif,

bahwa situasi sosial ekonomi terkait stres pada laki-laki dan perubahan

hormonal seperti kehamilan dan menostasis pada wanita; penyakit sistemik

dan menggunakan narkoba; trauma gigi dan bruxism bisa bertanggung jawab

untuk flare di penyakit.


Kata kunci: Pemfigus,Lesi oral, Diagnosis, Trauma gigi

Pendahuluan

Pemfigus, mendefinisikan sekelompok gangguan di etiologi autoimun

yang bisa mengancam jiwa dan klinis manifestasi terutama epitel terik

mempengaruhi permukaan kulit dan / atau mukosa termasuk mukosa mulut,

hidung, konjungtiva, alat kelamin, kerongkongan, faring dan laring.

Penyakit ini menunjukkan variabel kejadian, prevalensi, seks dan

distribusi umur dan onset musim. Pemfigus mempengaruhi 0,1-0,5 / 100.000

pasien per tahun. Hal ini tidak signifikan dominan pada wanita dan umumnya

muncul pada orang dewasa selama tahun hidup kelima puluh dan enam puluh.

Kasus remaja yang memiliki juga telah jarang dilaporkan. Meskipun


47

patogenesis tertentu pemfigus tidak benar-benar dimengerti, tingginya

frekuensi pemfigus di beberapa daerah, terutama Yahudi Ashkenazi dan

Mediterania dan Asia Selatan, telah terbukti sebenarnya terkait dengan HLA-

gen II.

Selain latar belakang genetik, lingkungan faktor, seperti obat-obatan,

makanan, bahan kimia, virus, fisik agen dan stres, telah mengakui sebagai

pemicu pemfigus. Pada lesi kulit dan sel mononuklear darah perifer pasien

dengan pemfigus, virus Herpes DNA terdeteksi oleh PCR. Jumlah yang lebih

tinggi dimiliki oleh pasien hamil, oleh karena estrogen memicu proses

penyakit.

Dalam beberapa kasus, pemfigus dapat disebabkan oleh obat-obatan

tertentu. Berbagai macam obat telah terlibat dalam awal yang pemfigus akibat

obat, seperti obat thiol (captopril, penicillamine, enalapril) dan non-thiol obat

(sefalosporin, penisilin, piroksikam). Klinis, histologis dan temuan

imunofluoresensi yang sama pemfigus idiopatik.

Pemfigus mungkin varian penyakit autoimun lainnya gangguan seperti

rheumatoid arthritis, lupus eritematosus, myasthenia gravis atau anemia

pernisiosa. Beberapa varian pemfigus didefinisikan dengan berbeda profil

autoantibodi dan presentasi klinis. bentuk umum yang palingsering adalah

Pemfigus Vulgaris (PV) dan sering melibatkan mulut yang sekitar 75% dari

kasus pemfigus. Pemfigus vegetans, pemfigus foliaseus / seborrhoicus

(pemfigus superficialis), pemfigus erythematosus, pemfigus paraneoplasticus

dan pemfigus juvenilis adalah varian lain dari pemfigus.


48

Pentingnya PV biasanya perjalannya kronis, hampir terus-

menerusmenyebabkan lecet, bisul dan erosi pada mukosa mulut dan kulit. PV,

varian yang paling umum, menunjukkan lesi oral sebagai gejala awal pada

50% dari kasus. Melepuh, yang cepat menyebabkan erosi kronis menyakitkan

danbisul, biasanya terlihat pada mukosa bukal, palatum, ventrum lidah dan

bibir. Lesi kulit mulai lepuh lalu lembek pada kulit. Di PV, Ig G antibodi

serum diarahkan terhadap molekul adhesi sel cadherin-jenis yang disebut

desmoglein 3 (Dsg 3) dan terletak di stratified epitel skuamosa yang mengikat

keratinosit satu sama lain. Mukosa mulut mengekspresikan konsentrasi tinggi

antigen yang terpengaruh keratinosit PV-oral mengungkapkan terutama Dsg 3,

dan sehingga lesi oral terjadi pada tahap awal tapi setelah Dsg 1 antibodi yang

jelas, lesi menyebar untuk melibatkan mukosa dan kulit lainnya. Selain PV,

varian penting lainnya yang melibatkan mulut adalah Paraneoplastik Pemfigus

(PNP), umumnya berhubungan dengan penyakit limfoproliferatif, meskipun

satu kasus dengan karsinoma sel skuamosa mulut telah dilaporkan. Pemfigus

vegetans (P sayuran) jarang terlihat varian klinis 1-2% dari semua kasus

pemfigus. Tterutama plak lokal di daerah-daerah lentur yang dicirikan P veg.

Diagnosis pemfigus adalah bergantung pada fitur klinis, temuan

histologis dan tes imunologi. sebuah intraepidermal blister terlihat dalam

pemeriksaan histopatologi dari lesi, hilangnya antar epitel mengakibatkan

akantolisis, dan juga infiltrasi inflamasi dermal secara ringan bisa terdeteksi.

Direct Imunofluoresensi (DIF) dari perilesional biopsi kulit mengungkapkan

(Ig G) deposisi antibodi dalam ruang antar sel dari keratinosit. Dalam semua
49

bentuk pemfigus, pap sitologi diperoleh dari kerokan dasar dan atas lesi

mengungkapkan adanya acantholytic sel epidermis, yaitu, sel Tzanck.

Pengobatan saat ini untuk pemfigus adalah topikal dan kortikosteroid sistemik,

obat imunosupresif, anti- inflamasi, prosedur imunomodulator dan terapi

biologi.

Sebenarnya lecet pada mukosa mulut di 87% dari kasus gejala awal

dari penyakit dan profesional gigi mungkin memainkan peran penting dalam

mendiagnosis penyakit ini. Tujuan dari studi kami adalah untuk mengevaluasi

penampilan klinis pemfigus dengan keterlibatan mulut dengan melaporkan 15

kasus pemfigus.

Bahan dan Metode

Penelitian ini adalah retrospektif dari 15 kasus pemfigus diperoleh

selama 7 tahun 2006-2013 di Universitas Istanbul, Fakultas Kedokteran Gigi,

Kedokteran Oral dan Bedah Departemen.

Data pasien; usia dan jenis kelamin, klinis dan sejarah pengobatan

farmakologis, presentasi klinis (ada atau tidak adanya ulserasi), gejala, lokasi

lesi dalam rongga mulut, durasi dan tingkat dalam mulut didokumentasikan

dalam semua kasus. Keterlibatan membran mukosa dan / atau kulit lainnya

juga didokumentasikan.

Pemeriksaan histopatologi dengan atau tanpa langsung

immunofluorescence adalah metode diagnosis dalam semua kasus. Bagian

spesimen diwarnai dengan hematoxylin-eosin, dan karakteristik histologis


50

dievaluasi. Direct Imunofluoresensi (DIF) penelitian dilakukan di sembilan

kasus.

Akhirnya, perawatan yang diberikan pada setiap pasien telah dicatat,

bersama dengan efeknya dalam mengurangi lesi.

Hasil

Selama masa penelitian (2006-2013), keseluruhan, hanya 15 kasus

didiagnosis pemfigus yang dievaluasi.

Distribusi usia dari pemfigus adalah 15-59 tahun dengan rata-rata usia

41,3 tahun. Usia rata-rata presentasi pada pria adalah 42,7 tahun dan pada

wanita adalah 40,81 tahun. Mayoritas kasus berada di grup tahun usia 31-50

(66,6%). Dari 15 pasien, laki-laki: perempuan rasio 1: 2,75 (4 laki-laki, 11

perempuan). Pemfigus vulgaris, yang merupakan paling umum varian dari

penyakit, didiagnosis pada semua pasien.

Durasi lesi oral diambil sebagai periode antara saat ketika pasien

pertama kali melihat lesi dan datang ke klinik kami. Durasi rata-rata pemfigus

adalah 5.83 (kisaran antara 10 hari-36 bulan) bulan. Dalam kasus kami seri,

pemfigus dimulai dengan lesi umum (73,3%) daripada lesi terlokalisasi

(26,7%). Sebagai onset pertama penyakit, di sekitar 86,6% dari kasus, rongga

mulut adalah keterlibatan bagian yang utama. dua kasus yang memperlihatkan

awalnya lesi pada kulit. Semua kasus memperlihatkan sebagai ulkus atau erosi
51

dengan rasa sakit dan sensasi terbakar sebagai gejala lisan menyajikan (Tabel

1).

Bagian yang paling sering terkena adalah mukosa bukal (34,3 %),

Diikuti oleh lidah (20%), gingiva (17,1%) (Gambar 1), langit-langit (11,4%),

bibir (11,4%) (Gambar 2) dan dasar mulut (5,7%) (Gambar 3).

Pemeriksaan histopatologi dengan atau tanpa langsung

immunofluorescence adalah metode diagnosis dalam semua kasus. DIF

dilakukan di 9 kasus yang tidak terdiagnosis pasti dengan pemeriksaan

histopatologi. Semua kasus DIF menunjukkan fluoresensi dengan Ig G dan C.

kami menerima secara terperinci riwayat kesehatan dan penyakit sistemik,

obat yang digunakan telah dicatat. Pada semua pasien, instruksi kebersihan

oral diinfokan dan situasi yang menciptakan trauma lokal (menunjuk

tuberkulum, gigi palsu tajam, tambalan dll) telah dieliminasi dan diperiksa di

setiap recall. Semua pasien diberi resep clobetasol propionat% 0,05,

dexpanthenol % 5 dan solusio bilas antijamur untuk topikal yang digunakan

melawan infeksi jamur sebagai profilaksis. Semua pasien yang disebut

adalahpasien Istanbul University, Fakultas Kedokteran, Departemen of

Dermatology untuk konsultasi dermatologis dan 4 pasien dirawat di rumah

sakit dan 11 pasien rawat jalan telah diobati dengan kortikosteroid sistemik.

Tabel 1. Distribusi Jenis kelamin, umur dan gambaran klinis pemfigus.


52

B: Buccal mucosa, T: Tongue, G: Gingiva, L: Lips, P: Palate, F:


Floor of mounth
*Memperlihatkan lesi kulit yang utama
d: days, m: mounth, y: years

Diskusi

Makalah ini melaporkan perjalanan klinis 15 pasien dengan

pemfigus vulgaris yang mengeluh adanya lesi oral dan ketidaknyamanan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, di Turki, ada kejadian cukup

tinggi pemfigus dibandingkan dengan di negara-negara lain. Rata-ra

kejadian tahunan pemfigus 100.000 penduduk berkisar 0,08-1,62 di awal

laporan epidemiologi dari Turki yang sesuai dengan seri ini.

Dalam literatur dari sepuluh tahun terakhir, ada sedikitnya

perempuan yang lebih dominan yang sudah diteliti berbeda dari Negara-

negara besar didunia seperti Afrika Utara, Eropa dan di beberapa negara

Asia Timur. Tidak ada satupun dari seri ini wanita / rasio laki-laki lebih

2,25. Rasio dihitung sebagai 2,75 / 1 dalam makalah ini yang sedikit lebih

tinggi dari karya-karya sebelumnya di seluruh dunia dan dari penelitian


53

Turki oleh Uzun et al. Sejak angka pasien yang terbatas dievaluasi

hasilnya mungkin tidak dapat dibandingkan dengan data epidemiologi.

Kami menyarankan bahwa kejadian tersebut penyakit lebih tinggi pada

wanita terjadi karena hormonal perbedaan seperti yang disarankan oleh

penelitian sebelumnya.

Mayoritas pasien yang terkena berusia antara 40 an 60 tahun di

awal, dan kondisi telah jarang dicatat pada individu yang lebih muda dari

30 atau setelah 60 tahun. Rata-rata onset usia adalah 41,3 tahun pada

kelompok pasien kami. Di antara 15 kasus pemfigus, 6 (40%) lebih muda

dari 40 tahun. Meskipun hanya 15 pasien dilibatkan dalam penelitian ini,

kelompok kami tampaknya lebih muda dari hasil studi epidemiologi. Ada

beberapa laporan di populasi muda yang sama dengan kelompok kami dan

terutama penelitian Turki termasuk 148 pasien menunjukkan usia rata

sebagai 43, sedangkan laporan dari Kuwait dan Pakistan tidak mendukung

temuan ini.

Itu dicatat bahwa jumlah pasien wanita lebih muda dari 40 tahun (5

oang). Dua pasien ini melaporkan bahwa lesi awal muncul selama mereka

kehamilan. Ini mendukung literatur tentang memulai atau bertahannya lesi

pemfigus pada kehamilan.Lesi gingiva lainnya terlihat pada kehamilan

juga dikenal dan berhubungan perubahan hormonal.

PV adalah subtipe yang paling umum seperti ditegaskan oleh

laporan sebelumnya. Juga P. erythematosus dan P.foliaceus ditemukan

pada insiden yang lebih tinggi dalam kelompok studi dengan jumlah
54

pasien terbatas. Kelompok yang terdiri hanya dari pasien PV. Hal ini

terkait bahwa pemfigus vulgaris adalah varian yang paling umum dari

pemfigus dan gejala biasanya terlihat pada mukosa mulut. Histopatologi,

lesi menunjukkan intraepidermal blister, hilangnya lapisan antar epitel

mengakibatkan akantolisis, dan infiltrasi inflamasi dermal. Direct

Imunofluoresensi (DIF) pada mukosa mulut pasien mengungkapkan (Ig G)

deposisi antibodi dalam ruang-ruang antar dari keratinosit. Hasil ini

konsisten dengan literatur.

Lesi di mulut umumnya multipel, seperti di masa pemblajaran

sekarang. Bagian yang paling sering terkena adalah mukosa bukal (34,3%)

diikuti oleh lidah (20%), gingiva (17,1%), langit-langit (11,4%), bibir

(11,4%) dan dasar mulut (5,7%). Apa saja lokalisasi mukosa mulut

mungkin akan terpengaruh, namun, bagian trauma seperti mukosa bukal,

gingiva dan langit-langit yang terutama yang dipengaruhi. Dalam seri ini,

lesi di mukosa bukal biasanya pada garis linea alba adalah daerah yang

paling sering di mana trauma gigi terdeteksi.

Lesi yang disebabkan trauma gigi yang terdeteksi pada 13 pasien

dan baik lokal di mukosa bukal dan / atau di lidah. Lesi oral pemfigus

awalnya vesiculobullous, tetapi mudah pecah membentuk ulkus, bula baru

berkembang menjadi yang lebih tua lalu pecah dan memborok. Bisul yang

awalnya merah dengan dikelilingi keputihan tapi, sebagai supervenes

infeksi maka kekuningan dan penyembuhannya perlahan tapi jarang


55

dengan jaringan parut. Lesi gingiva biasanya lebih parah deskuamatif atau

erosif gingivitis.

Singkatnya, dalam studi sebelumnya faktor etiologi yang terutama

disebabkan gangguan hormonal dan dalam hubungannya dengan

pandangan ini efek dari cuaca panas di Thailand, dan periode menostasis

perempuan dan dalam beberapa efek genetik yang disarankan.

Turki adalah bagian sangat penting untuk lebih lanjut penyelidikan

epidemiologi, termasuk analisis HLA, karena populasi heterogen yang

terdiri dari berbagai kelompok etnis. Penjelasan kami dari kesimpulan ini,

sementara spekulatif, adalah bahwa situasi sosial ekonomi terkait stres di

laki-laki dan perubahan hormonal seperti kehamilan dan menostasis pada

wanita; penyakit sistemik dan menggunakan narkoba; trauma gigi dan

bruxism bisa bertanggung jawab untuk flare di penyakit.

Gambar 3.12. Lesi pemfigus tersebar di gingiva.


56

Gambar 3.13. Pemfugus di mukosa labia

Gambar 3.14. Bagian yang terkena di mukosa oral.

3.5 Laporan Kasus Kelima PEMFIGUS VULGARIS


Oral Pemfigus Vulgaris: Laporan Kasus dan Ulasan (Bharathi U, Naresh

Lingaraju, Srisha Basappa, Mahesh M S)

Abstrak:

Pemfigus Vulgaris (PV) adalah penyakit mucocutaneous autoimun

kronis yang awalnya bermanifestasi sebagai lesi intraoral, yang kemudian

dapat menyebar ke kulit. Para dokter gigi harus efisien untuk mengenali klinis

fitur vulgaris pemfigus untuk memastikan diagnosis dini dan pengobatan,


57

sehingga menentukan menguntungkan prognosis dan perjalanan penyakit.

Makalah ini melaporkan kasus pemfigus vulgaris dan kajian literatur.

Kata kunci: Pemfigus Vulgaris, tanda Nikolsky ini.

Kata pengantar

Pemfigus Vulgaris adalah penyakit mucocutaneous kronis yang

biasanya bermanifestasi pertama di rongga mulut, yang kemudian dapat

menyebar ke kulit atau selaput lendir lainnya. Karena merupakan penyakit

yang mengancam kehidupan maka penting bagi dokter gigi untuk mengenali

manifestasi oral dari PV dan mengobati serta merujuk dengan tepat.1

Pemfigus Vulgaris adalah penyakit dermatologi immunopathologic yang

biasanya terjadi pada pasien antara usia 30 dan 60. Hal ini ditandai dengan

perkembangan yang lembek, mudah pecahnya bula intraepitelial pada kulit

normal dan membran mukosa. Rongga mulut sering terpengaruh dalam

perjalanan penyakit. Lesi intraoral mungkin muncul sebanyak 50% dari pasien

tanpa afeksi simultan dari kulit. Meskipun setiap bagian dari mukosa mulut

mungkin akan terkena, daerah yang terkena iritasi mekanis yang paling sering

terlibat. Lesi cenderung terjadi paling sering pada bukal dan palatal mukosa

dan pada gingiva. Lesi mulut dimulai dengan lepuh seperti lecet atau plak

gelatin yang difus. Pecahnya bula terjadi di tahap awal dan mungkin

disebabkan oleh menggosok ringan atau trauma mukosa minimal. Lesi

biasanya menyakitkan. Pemfigus Vulgaris jika tidak diobati mungkin

berakibat fatal. Oleh karena itu, dengan mengenali lesi oral Pemfigus Vulgaris,
58

dokter memiliki tanggung jawab dalam diagnosis awal penyakit ini, yang

merupakan satu prognostik penting.

Laporan Kasus

Seorang pasien perempuan berusia 31 tahun mengunjungi departemen

kedokteran gigi dan radiologi dari Farooqia Gigi College & Hospital, Mysore

dengan keluhan ulserasi dan sensasi terbakar pada bibir bawah, lidah dan pipi

mukosa sejak 2 tahun. Pasien mengeluhkan kesulitan dalam makan dan

menelan. Riwayat kekambuhan juga didapatkan. Tidak ada lesi kulit yang

jelas. Pada pemeriksaan klinis, beberapa ulserasi terlihat pada mukosa bukal

kanan, bibir bawah di sisi mukosa, permukaan ventral & perbatasan lateral

lidah. Ulserasi dengan berbagai ukuran dan bentuk yang tidak teratur

didefinisikan sebagai penyakit eritematosa marginalis yang memiliki dasar

kekuningan. Sekitar mukosa tampak normal. Selain dari mengkonfirmasi

semua temuan pemeriksaan, pada palpasi dapat ditemukan borok yang lembut.

Tidak ada cairan yang ditimbulkan dari ulkus. Dasar ulkus tidak indurasi.

Tidak ada ketetapan untuk struktur yang mendasari. Nikolsky’s sign positif.

Alasan untuk diagnosis sementara sebagai pemfigus vulgaris adalah, riwayat

seringnya ulserasi luas yang didahului dengan pecahnya vesikel & kehadiran

positif Nikolsky’s sign. Differenential diagnosis meliputi; A) Aphthous

Stomatitis yang berulang (lesi dapat parah, tetapi lesi individu dapat sembuh

dan kambuh dan dalam kasus pemfigus lesi yang sama terus memperluas ke

perifer selama beberapa minggu atau bulan). B) Herpes


59

Gingivostomatitis Primer (terjadi pada mukosa yang erat terikat pada

periosteum dari gingiva bagian palatal dan alveolar ridge). C) Pemfigoid

Bulosa (Nikolsky’s sign negatif & lesi oral jarang terjadi). D) Eritema

Multiformis ( terdapat lesi target & Nikolsky’s sign negatif). E) Mukosa

Membran Pemfigoid (80% dari kasus menunjukkan keterlibatan mata & tidak

mungkin terjadi pergeseran lepuh ke lateral). Biopsi insisi dilakukan.Smear

khas menunjukkan keratinosit terpisah (disebut sel acantholytic dalam blister

tepat di atas lapisan basal epidermis suprabasal clefting dapat dilaporkan).

Foto Pre-Treatment

Gambar 3.15. Lesi di perbatasan lateral kiri lidah

Gambar 3.16. Lesi pada permukaan ventral lidah


60

Gambar 3.17. Lesi pada mukosa labial bawah

Gambar Histopatologi

Gambar 3.18. Gambar 3.19

Diskusi

"Pemphix" di bahasa Yunani berarti "gelembung atau lecet" dan

vulgaris berarti "umum". Meskipun pemfigus adalah penyakit langka,

pemfigus vulgaris adalah penyakit yang paling umum dari semua penyakit,

yang terdiri dari entitas penyakit. Pemfigus vulgaris adalah penyakit blister

intraepithelial autoimun kronis. Selalu mempengaruhi mulut dan bisa

menjadi tempat awal dalam 50% kasus sebelum kulit dan mukosa lainnya
61

(esophagus, faring, laring, hidung dan genital). Kejadian yang dilaporkan

adalah 0,1-0,5 kasus per 100.000 orang di seluruh dunia per tahun.

Distribusi jenis kelamin yang umumnya dilaporkan sama namun beberapa

penelitian telah menunjukkan untuk menjadi sedikit dominan pada wanita.

PV ditandai dengan pembentukan blister intraepithelial yang dihasilkan

dari pemecahan adhesi selular antara sel-sel epitel. Dalam kebanyakan

kasus (70- 90%), gejala awal penyakit muncul pada mukosa mulut. Lesi

oral mungkin menyakitkan dan dapat mengganggu makan atau fungsi

mulut lainnya. Tempat yang paling umum dari mulut termasuk mukosa

bukal, palatum lunak, mukosa labial, dan gingiva, meskipun mulut

mungkin akan terpengaruh. Etiologi Pemfigus Vulgaris masih belum

diketahui meskipun penyakit ini telah menimbulkan banyak kekhawatiran.

Penyakit kelompok pemfigus ditandai oleh produksi autoantibodi terhadap

zat interseluler dan, karena itu, diklasifikasikan sebagai penyakit

autoimun. Kehadiran infeksi virus mungkin juga terlibat dalam produksi

autoantibodi. Ketika penyakit ini dimulai oleh zat-zat eksogen, seperti

obat-obatan, yang disebut pemfigus diinduksi. Tsankov et al.

menggambarkan pengembangan pemfigus intra-oral setelah paparan

phosphamide pestisida di aerosol. Pada PV, autoantibodi diproduksi

terhadap desmosom 8 9. Antigen utama di PV desmoglein (DSG) 3,

protein konstituen dari desmosom. Kebanyakan pasien dengan PV telah

beredar autoantibodi IgG terhadap DSG 3. Antibodi ini berikatan dengan

DSG 3 pada membran sel epitel dan mungkin menimbulkan akantolisis.


62

Sebagian pasien dengan lesi oral awalnya bisa salah didiagnosis, biasanya

sebagai Apthous stomatitis, gingivostomatitis, eritema multiforme, erosif

lichen planus, atau kandidiasis oral, dan mungkin dirawat secara tidak

benar selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Diferensial Diagnosis meliputi dermatitis herpetiform dan

pemfigoid sikatrisial. Selama tahap aktif dari lesi, ketika tekanan lateral

yang diterapkan pada melepuh atau kulit perilesional atau kulit muncul

normal, itu menghasilkan penghapusan lapisan atas epidermis dikenal

sebagai tanda Nikolsky. Dua jenis Nikolsky’s sign dijelaskan - wet

Nikolsky’s sign di mana setelah pemisahan epidermis dasar kulit lembab,

berkilau, dan eksudatif, dan dry Nikolsky’s sign, jika dasar kulit terkikis

relatif kering. Penyakit aktif mudah diapresiasi oleh adanya wet

Nikolsky’s sign, sementara dry Nikolsky’s sign mengindikasikan re-

epitelisasi sisa atas bawah blister. Fenomena yang sama juga dapat

diapresiasi dalam selaput lendir. Pada pasien berisiko tinggi dengan

beberapa lesi oral, penyebaran penyakit cepat ke membran mukosa lain

seperti mata, genital, esofagus atau zona nasofaring. Kehamilan dapat

memicu atau memperburuk PV, seperti yang dilaporkan dalam penyakit

autoimun yang lebih dikenal seperti lupus eritematosus sistemik. Untuk

diagnosis definitif PV, kriteria berikut harus dipenuhi: 1) adanya lesi klinis

yang tepat, 2) konfirmasi akantolisis dalam spesimen biopsi, dan 3)

konfirmasi autoantibodi dalam jaringan atau serum, atau keduanya 0,9

meskipun PV adalah penyakit melepuhnya intraepithelial, pembentukan


63

bula utuh dari gingiva yang jarang ditemukan dan manifestasi penyakit

dengan gejala nonspesifik. Oleh karena itu, diagnosis PV cenderung

tertunda. Klinis, histopatologi, dan pemeriksaan imunologi harus

dilakukan untuk mendapatkan diagnosis definitif PV. Meskipun ada obat

nyata untuk pemfigus vulgaris, penyakit ini biasanya dapat berhasil

dikendalikan dengan obat imunosupresif, seperti azathioprine dan

prednison. Aplikasi topikal kortikosteroid efektif jika daerah terisolaso

kecil dari mukosa mulut yang terlibat. Fase akut pemfigus dikaitkan

dengan perubahan mukosa lambung dan kondisi ini diperparah oleh

konsumsi kortikosteroid. Saat ini, pemberian azathioprin (azamun atau

Imuran), yang ditambahkan untuk mencapai penurunan produksi antibodi,

memungkinkan penggunaan kortikosteroid dosis rendah. Penggunaan

kombinasi obat baru-baru ini telah meningkatkan prognosis dari pemfigus;

di beberapa pasien bahkan mungkin untuk menghentikan terapi

kortikosteroid. Obat yang dilaporkan paling signifikan dalam hubungan

dengan PV termasuk Penisilamin, Captopril, Cephalosporin, Pyrazolones,

nonsteroid Anti Obat inflamasi (OAINS), dan senyawa yang mengandung

tiol lainnya. Rifampisin, stres emosional, termal luka bakar, sinar

ultraviolet, dan infeksi (Misalnya, coxsackievirus, Herpesviridae keluarga)

juga telah dilaporkan sebagai pemicu untuk Pemfigus Vulgaris. Dalam hal

apapun, dengan tidak adanya pengobatan sistemik, lesi oral PV yang

hampir selalu diikuti dengan keterlibatan kulit atau epitel sesekali seperti

esofagus saat imunosupresi sistemik hampir selalu diperlukan. Prognosis


64

tergantung pada usia pasien, tingkat awal keparahan, tingkat lesi, interval

antara onset gejala dan awal pengobatan, dan dosis obat yang diperlukan

untuk mengendalikan penyakit ini.

Kesimpulan

Semakin cepat diagnosis Pemfigus Vulgaris dibuat dan pengobatan

dimulai, semakin sedikit penderitaan pasien dan semakin baik

prognosisnya. Perawatan gigi pasien dengan pemvigus vulgaris harus

dilakukan dengan sangat hati-hati. Harus dikonsultasikan ke dokter kulit

ketika diindikasikan prosedur bedah, karena adanya terapi prednison.


65

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Eritema multiformis dapat menimbulkan manifestasi klinis pada rongga


mulut:

a.

4.2 Saran

Perlu perhatian yang lebih untuk penanganan penyakit kelainan perdarahan ini
karena kelainan-kelainan ini meupakan kelainan yang bisa menyebabkan
kematian jika penananganannya tidak tepat dan perlu adanya kerjasama
multidisiplin yang baik antara dokter umum maupun dokter gigi mengingat gejala
klinis kelainan ini juga mencakup kelainan pada gigi.
Literatur dan penelitian yang kurang tentang manifestasi kelainan perdarahan
pada rongga mulut juga perlu untuk diperhatikan mengingat banyak kelainan ini
pada fase awal tidak terlihat secara klinis sehingga dapat kita ketahui melalui
kelainannya pada rongga mulut.
66

DAFTAR PUSTAKA

Bharathi, U. Lingaraju, N. Basappa, S.Mahesh, M S. 2014. Oral Pemphigus


Vulgaris: A Case Report and Review. Department of oral medicine &
radiology,Farooqia Dental College & Hospital, Mysore, Karnataka.

Davatchi CC, Valikhani M, Daneshpazhooh M, Esmaili N, Balighi K, Hallaji Z,


Barzegari M, Akhiani M, Ghodsi Z, Mortazavi H, Naraghi Z.
Pemphigus : Analysis of 1209 cases. International Journal of
Dermatology. 2005;44:470-6.

Ganesan, A. Kumar, G. 2014. Management of Antibiotic Induced Oral


Manifestation of Erythema Multiforme: A Case Report and Concise
Review. Department of Oral Medicine and Radiology, Madha Dental
College and Hospital, Madha Nagar, Somangalam Road, Kundrathur,
Chennai - 600 069,Tamilnadu, India.

Huang, Y. Yang, H.W. Yang, J.H. 2006. Erythema multiforme - case report. Oral
Medicine Center, Department of Dentistry, Department of Dermatology,
College of Oral Medicine, Chung Shan Medical University Hospital,
Taichung, Taiwan, ROC.

James WD, Berger TG, Elston DM. Chronic Blistering Dermatoses. Dalam :
Andrew’s Disease of the skin Clinical Dermatology. Edisi ke-10.
Canada: WB Saunders Company. 2006.h.459-62

Jessop S, Khumalo NP. Pemphigus, a treatment update. Am J Clin Dermatol.


2008;9:147-54
67

Karagoz, G. Kayhan, K. Unur, M. 2014. Evaluation of Pemphigus Cases


Involving Oral Mucosa. Department of Oral Surgery and Medicine,
Faculty of Dentistry, Istanbul University, Istanbul, Turkey.

Kavusi S, Daneshpazhooh M, Farahani F, Abedini R, Lajevardi V, Davatchi CC.


Outcome of pemphigus vulgaris. European Academy of Dermatology
and Venereology. 2008;22:580-4.

Khoman, J. 2005. Eritema Multiformis yang Dipicu oleh Virus Herpes Simpleks.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Krasteva, A. Aleksiev, E. Gocheva, T. Kisselova. 2010. A Case of Erythema


Exudativum Multiforme - Idiopathic Form – Treatment Problems.
Department of Imaging and Oral Diagnostic, Faculty of Dental
Medicine, Medical University of Sofia, Bulgaria.

Mutasim DF, Adams BB. Immunofluorescence in dermatology. Journal of the


American Academy of Dermatology. 2001;45:803-22.

Ramona D. 2008. Gambaran Histopatologis Pemfigus Vulgaris. Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Sharma P, Mao X, Payne AS. Beyond steric hindrance : The role of adhesion
signaling pathways in the pathogenesis of pemphigus. Journal of Derm
Science. 2007;48:1-14.

Stanley JR. Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general
medicine. Edisi ke-7. New york. McGraw-Hill; 2008.h.459-68.

Surya N. 2014. Karakteristik Pasien Pemfigus Vulgaris di RSUP H. Adam Malik


Medan Periode Tahun 2009-2013. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Wojnarowska F, Venning VA, Burge SM. Immunobullous diseases. Dalam : Burns


T, Breathnatch S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology.
Edisi ke-7. USA:Blackwell; 2004.h. 41.1-59

Yeh SW, Ahmed B, Sami N, Ahmed AR. Blistering disorders: diagnosis and
treatment. Dermatologic therapy. 2003;16:214-33

Anda mungkin juga menyukai