Membuang urine (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap
manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam
gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi,
diare dan kembung.
Eliminasi urin adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan menentukan kelangsungan
hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah
kanan dan kiri tulang panggul. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam
tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron yang merupakan unit dari struktur ginjal
yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron .Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal,
angsa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian
pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter menuju kandung kemih.
Fungsi ginjal
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
2. Ureter
Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang menghantarkan urine dari ginjal menuju
kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20 – 30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm
didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari
mukosa yang dilapisi oleh sel – sel transisional, otot polossirkuler, dan longitudinal yang dapat
melakukan kontraksi guna mengeluarkan urine menuju kandung kemih.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang berfungsi sebagai tempat
penampungan air seni (urine). Di dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang memanjang
ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada dasar
kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut
sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih keluar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam diatur
oleh system saraf simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan terjadi kontraksi
sphinoter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal di dalam kandung kemih. System para simpatis
menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot
lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya shinoter.
4. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Saluran perkemihan
dilapisi membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal, mikroorganisme
tidak ada yang bias melewati uretra bagian bawah, namun membrane mukosa ini pada keadaan patologis
yang terus – menerus akan menjadikannya media baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.
C. Proses Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat
menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-400 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc
(pada anak – anak).
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida,
fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di
tubulus proximal.
Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila
diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar.
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan
pada saraf – saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medulla
spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya, otak memberikan
impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kmudian terjadi kontraksi otot detrusor
dan relaksasi otot sphincter internal. Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan oleh
spincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi spincter eksternal
dan urine dikeluarkan (berkemih).
Jumlah dan tipe makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah urine).
Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, minum kopi juga dapat
meningkatkan pembentukan urine.
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebakan urine banyak tertahan di
dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan
tersedianya fasilitas toilet.
4. Stres psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya
sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan
tonus otot didapatkan dengan braktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat
ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun,
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat seiring dengan pertambahan usia.
7. Kondisi Penyakit
8. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot
abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran
urine.
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi
sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses
perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur –
prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram
(IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asuan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu,
tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema local pada uretra sehingga pengeluaran urine terganggu.
1. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya terjadi
pada cystitis, stres dan wanita hamil.
2. Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena kemampuan
spinter untuk mengontrol berkurang.
3. Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma dan
striktur uretra.
4. Polyuria (diuresis) : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya pada
pasien DM.
5. Urinary suppression : keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba. Anuria (urine
kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500 ml/jam).
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung
kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine. Tanda
klinis retensi:
• sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
Penyebab:
2. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses penuaan,
pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik. Inkotinensia
terdiri atas:
a. Inkotinensia Dorongan : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa
sadar,terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.
Kemungkinan penyebab
• Peningkatan cairan
b. Inkontinensia total : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang terus-
menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:
• Dispungsi neurologis
• Fistula
• Neuropati
• Nocturia
• Pengobatan inkontinensia tidak berhasil
c. Inkontinensia stress : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine kurang dari 50
ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
Kemungkinan penyebab:
• Perubahan degeneratif pada otot pelfis dan struktur penunjang yang berhubungan dengan penuaan.
d. Inkotinensia Refleks : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang tidak
dirasakan<terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah
tertentu. Kemungkinan penyebab:
• Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak di hambat pada interval teratur.
e. Inkontinensial fugsional : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine secara
tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu mengontrol
sphincter eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau otang jompo. Umumnya enuresis terjadi
pada malam hari.
Faktor penyebab:
• Vesika urinaria peka ransang, dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi
urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola
eliminasi terdiri atas:
a. Frekuensi : merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih
dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan
cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau
hamil.
b. Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya,
anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, perasaan
segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada sphincter.
c. Disuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi
saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d. Poliuria : merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan
penyakit ginjal kronis.
e. Urinaria Supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh
ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus – menerus.