Anda di halaman 1dari 30

REFLEKSI KASUS Febuari 2019

MOLA HIDATIDOSA

Disusun Oleh:
Lilis Endah Sulistiyawati Paneo
N 111 17 044

Pembimbing Klinik:
dr. Syahrir Abdulrasyid, Sp.OG

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana


terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan
tanpa perkembangan janin. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan
bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada
teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari
kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan yang
berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease.1
Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi
ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai
variasi. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan
1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia
lebihtinggisekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi
mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan
kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia
reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas
kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi pada 1-3
dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung
mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational
trophoblastic neoplasma.1,2
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada,
mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat
mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis.1,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik,
mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih,
tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 cm.1 Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-
villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast
pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa.1,2

2.2. Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1


per 120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000
kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang
penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40
persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar
data masihberupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat
pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat
obstetri, etnis dan genetik.2
Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok
etnis dan biasanya tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur
Tengah, dan Asia Timur. Mola hidatidosa biasanya lebih sering dijumpai
pada wanita usia reproduksi, yakni usia 15 hingga 45 tahun, di mana wanita
pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita
dengan umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat.

2
Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7
kali lipat jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Peran
graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral,
dan faktor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih
belum jelas.Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 – 2%
kasus. Dalam suatu kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup
hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola rekuren adalah 1,3%.2

2.3. Etiologi
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan
yang membentuk plasenta.Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta
berfungsi memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola
hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang abnormal
sehingga tidak dapat berfungsi secara normal.3,4
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan
genetik dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada
lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10
persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri
dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai
penyebab.5
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan
baik sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas
terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu.
Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi
hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena
sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada.
Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein
di dalam ovarium.1

3
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun
faktor penyebabnya yang kini telah diakui adalah :1
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
b. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50%
terkena penyakit ini.
c. Imunoselektif dari sel trofoblast
d. Keadaan sosioekonomi yang rendah
e. Paritas tinggi
f. Defisiensi vitamin A
g. Kekurangan protein
h. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

2.4. Klasifikasi.5,6
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak
disertai janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole,
sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis
atau Parsials mole.6
Tabel 1. Perbandingan bentuk mola hidatidosa 3

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal


Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis

Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa

4
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pasca mola 20% <5-10%
Kadar Hcg Tinggi Rendah – tinggi

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak
sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik
yaitu: hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 –
5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi
penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.1,2
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis
dari penyakit trofoblas :1
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa janin mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam
jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung. Menurut Reynolds, kematian janin itu disebabkan
karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada
kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya
gangguan angiogenesis.7
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit
trofoblas, yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya
juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi
cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan
gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian janin.7

5
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan.Karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm.
Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2)
Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3)
Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak
seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial
giantik (syncytial giant cells).Pada kasus mola banyak dijumpai
ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih
(25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh1,3

2.6. Manifestasi Klinis.7,8


1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang
paling umum ditemui.Mulai dari sekedar spotting hingga
perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan
pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14.
Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat
muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada
wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering
ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis
megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena
adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam
folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering

6
disertai pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna
kecoklatan. 7,8
2. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia
kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih
cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah
dari semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya
lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan normal,
walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini
perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu
dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit
untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada
wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang
lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus
karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan
dengan pembesaran uterus biasa.1,2
3. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas
simfisis, tidak ditemukan adanya denyut jantung janin.Meskipun
jarang, mungkin terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola
komplet yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu
dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat
mola inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup.2
4. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester
ke 2. Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang
terlihat sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya
preeklamsia yang terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai
mola hidatidosa.1,2

7
5. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai
salah satu gejala molahidatidosa.4

Mola hidatidosa komplit3


a) Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet. Jaringan
mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan.
b) Uterus mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan
masuk ke dalam vagina. Gejalainimunculpada 97% kasus.
c) Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG
d) Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan
kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial3


a) Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion.
b) Perdarahan pervaginam
c) Adanya denyut jantung janin

2.7. Diagnosis.7,8
1) Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang
berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna
coklat dan kadang bergelembung seperti busa.
a) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola
komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi)
oleh karena jumlah darah yang banyak dan cairan gelap bisa
mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus. 7,8

8
b) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon β-HCG.7,8
c) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti
takikardi, tremor dan kulit yang hangat.
d) Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27%
kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
b) Palpasi :
1. Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
2. Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
c) Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
d) Pemeriksaan dalam :
1. Memastikan besarnya uterus
2. Uterus terasa lembek
3. Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan kadar β-Hcg
Beta HCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurvaregresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

9
Gambar 1. Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang
menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
β pasca mola. 1

b) Pemeriksaan kadar T3 /T4


B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4)
meningkat.Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi,
takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah,
nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan
sebagainya.Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang
disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia,
penurunan kesadaran sampai delirium-koma. 8
4) Pemeriksaan Imaging

a) Ultrasonografi
1. Gambaran seperti sarang tawon / honey comb tanpa disertai adanya
janin
2. Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai
salju.
b) Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

10
2.8. PENATALAKSANAAN. 8
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfuse darah pada anemia berat
dan syok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan
penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati
seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati
sesuai protocol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.1
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri.
Ada dua cara evakuasi, yaitu:1
a. Vakum Kuretase
Vakum kuretase merupakan tindakan pilihan untuk
mengevakuasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau
RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk
menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan
Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20
minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira
10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah
mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-
betul menghasilkan uterus yang bersih.Sebelum kuret sebaiknya
disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi
perdarahan masif selama kuretase berlangsung.1
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai
untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. 1
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur
tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi

11
timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun
dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan
histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah
tampak adanya tanda-tanda mola invasif.1,3
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan
paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus
dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan
Methotrexate atau Actinomycin D. Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari.3
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu
setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar 1 tahun. Untuk tidak
mengacaukan evaluasi selama periode ini pasien dianjurkan untuk
tidak hamil.1

2.9. Komplikasi.1
1. Perdarahan yang hebat sampai syok
2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena tindakan atau keganasan

2.10. Prognosis
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada,
mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis
yang lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang
kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan
5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.1,2

12
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi
keganasan trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap
dilakukan pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien
mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional. 1,
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasif,
dimana akan masuk ke dalam dinding uterus lebih dalam lagi dan
menimbulkan perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada
akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat
berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat
menyebar dan membesar. 1

13
BAB II
LAPORAN KASUS

Ruangan :IGD Kebidanan


Tanggal/ Jam :29/11/2018 16.35 WITA

I. IDENTITAS
Nama : Ny. ZN
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Padat karya kel tondo
Pekerjaan : IRT
Agama : islam
Pendidikan : SMA

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Perdarahan dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD kebidanan Rumah Sakit Undata dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir, dialami sejak kurang lebih 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengaku darah yang keluar banyak, saat ia takar,
sebanyak kurang lebih ¼ gelas air mineral. Darah tidak bercampur lendir, dan
tidak meggumpal Pasien juga mengeluh nyeri perut terutama bagian
bawah. Pasien sudah 3 bulan tidak menstruasi kemudian pasien periksa ke
bidan dan dinyatakan positif hamil namun gerakan janin belum pernah
dirasakan oleh pasien. Keluhan disertai dengan adanya mual dan muntah.
Pusing (+), sakit kepala (+), BAK biasa dan BAB lancar.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa.
Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi,
diabetes mellitus, dan asma.

14
Riwayat alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan
makanan
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan
seperti pasien. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus,
dan asma disangkal dalam keluarga disangkal.

Riwayat Haid :
1. Haid pertama kali usia 13 tahun
2. Menstruasi teratur
3. Lama menstruasi 7 hari
4. Haid terakhir tanggal :6 – 09 - 2018
5. Jumlah darah haid 2 kali mengganti pembalut setiap hari

Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, usia pernikahan ± 4 tahun

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Tempat Jenis
N Tahu Penyuli
Persalinan Kehamilan Persalina anak
o n t
– Penolong n
JK BBL Keadaan
Di RS
Normal + Panggul
1 Undata – 2015 Aterm P 2800 Hidup
Vakum kecil
Dokter
Di RS –
2 2016 Aterm SC - P 2900 Hidup
Dokter

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)


( -) Pil KB ( + ) Suntik KB, 3 Bulan
( - ) IUD

15
III. STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Fisik Umum
1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk normochepal dan simetris, rambut warna hitam, tidak mudah
dicabut, tidak mudah rontok, tidak ada nyeri tekan.
2. Pemeriksaan Mata
Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, edema palpebra -/-
3. Pemeriksaan Telinga
Deformitas (-), nyeri tekan (-), otore (-), discharge (-).
4. Pemeriksaan Hidung
Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), epistasis (-), discharge (-).
5. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Sianosis (-), bibir pecah-pecah (-), stomatitis (-), hiperemis (-).
6. Pemeriksaan Thorak
a. Inspeksi : Bentuk dada simetris,pergerakan simetris
b. Palpasi : Pergerakan simetris,nyeri (-)
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Paru : vesikuler +/+, rhonki (-/-),wheezing(-/-)
jantung : S1/S2 tunggal

7. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : Abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak
ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (+).
b. Perkusi : Redup abdomen kuadran bawah,lainnya timpani

16
c. Palpasi : Teraba tinggi fundus uteri berada setinggi 2 jari di
bawah umbilikus, balotement (-), tidak teraba bagian janin, nyeri
tekan (+) kuadran kanan bawah
d. Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, Aorta abdominalis
(+), DJJ (-)
8. Pemeriksaan Ekstremitas
a. Superior : deformitas (-), akral dingin (-/-)edema (-/-)
b. Inferior : deformitas (-), akral dingin (-/-)edema (-/-)

9. Pemeriksaan Genitalia
VT : Dinding vagina normal, massa (-), portio tebal (+) Lunak (+), Ø(-)

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap :


Leukosit 20,5x103/μL
Eritrosit 3,39 x106/μL
Hemoglobin 9,6 g/dL
Platelet 484 x103/μL
HbSAg : (-)
Rapid HIV : (-)
Test kehamilan : (+)

Ultrasonografi (USG) :

Gambaran : honey comb atau sarang lebah. Kesan : Jaringan Mola


hidatidosa.

17
11. RESUME
G3P2A0 datang ke IGD kebidanan Rumah Sakit Undata Palu dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir, dialami sejak 1 minggu SMRS. Pasien
mengaku darah yang keluar banyak, saat ia takar ¼ gelas air mineral. Pasien
juga mengeluh nyeri perut terutama bagian bawah terutama sebelah
kanan. Pasien sudah 3 bulan tidak menstruasi kemudian pasien periksa ke
bidan dan dinyatakan positif hamil. Gerakan janin belum dirasakan oleh
pasien. Keluhan disertai dengan adanya nausea, vomitus, dan vertigo,
cephalgia.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, compos mentis.
Tanda vital; TD 100/70 mmHg, N 87 x/menit, R 19x/menit, S 36,6oC.
Konjungtiva; anemis +/+.
Pada pemeriksaan abdomen , abdomen tampak mengalami pembesaran,
perkusi redup pada abdomen kuadran bawah, teraba tinggi fundus uteri
berada 2 jari dibawah umbilikus, balotement (-), tidak teraba bagian janin,
nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan dinding vagina
normal, massa (-), portio tebal (+) lunak (+) Ø (-).
Pemeriksaan laboratorium; Leukosit 20,5 x103/μL, Eritrosit 3,39
x106/μL, Hemoglobin 9,6 g/dL, Platelet 484 x103/μL, HbSAg (-), Rapid HIV
(-), Test kehamilan(+)
Pemeriksaan USG menunjukkan gambaran honey comb atau sarang
lebah yang memberikan kesan mola hidatidosa.

12. DIAGNOSIS
G3P2A0 gravid 16 minggu dengan Mola hidatidosa

13. PENATALAKSANAAN
1. Rencana Diagnosis
a. Pemeriksaan β-HCG
b. USG

18
2. Rencana Terapi
a. Infus RL : Dex 5% 28 tpm
b. Inj Asam Traneksamat250 mg /8 jam/IV
c. Inj. Farbion 1 amp/hari
d. Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam
e. Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam
f. Pro Kuretase
3. Rencana Monitoring
a. Observasi keadaan umum dan vital sign
b. Observasi perdarahan

FOLLOW UP
H1 PERAWATAN (29/11/2018)
S : Nyeri perut (+), mual (+) muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-) perdarahan
pervaginam (+) sedikit, BAK biasa, dan BAB lancar
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD: 110/60 mmHg
N: 84 x/m
P: 22 x/m
S : 36,5 °C
 Konjungtiva anemis -/-
A : susp. Mola hidatidosa
P :
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Asam traneksamat 250 mg/ 8 jam/ iv
- Rencana USG

H2 PERAWATAN (30/11/2018)
S : Nyeri perut (+), mual (+) muntah (-), pusing (+), sakit kepala (-) perdarahan
pervaginam (+) sedikit-sedikit , BAK biasa, dan BAB lancar

19
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD: 110/70 mmHg
N: 88 x/m
P: 22x/m
S : 36,5 °C
Konjungtiva anemis -/-

Hasil USG : gambaran honey comb, kesan jaringan molahidatidosa


A : Mola hidatidosa
P : IVFD RL 28 tpm
Inj Asam Traneksamat 1 ampul/8 jam
Pro Kuretase
Periksa titer B HCG

H3 PERAWATAN(1/12/2018)
S : Nyeri perut (+), mual (+) muntah (+), nafsu makan menurun, pusing (-),
sakit kepala (-),perdarahan pervaginam (+) , BAK biasa, dan BAB lancar
O : Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD: 110/70 mmHg

20
N: 80 x/m
P: 20 x/m
S : 36,7 °C
Konjungtiva anemis -/-
A : Mola hidatidosa
P : IVFD RL 28 tpm
Inj Asam Traneksamat 1 ampul/8 jam
Pro Kuretase

H4 PERAWATAN (2/12/2018)
S : Nyeri perut (+), mual (-) muntah (-), nafsu makan baik,pusing (-), sakit kepala
(-) perdarahan pervaginam (-) , BAK biasa, dan BAB lancar
O : Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD: 90/60 mmHg
N: 76 x/m
P: 20 x/m
S : 36,5 °C
Konjungtiva anemis -/-
A : Mola hidatidosa
P : IVFD RL 20 tpm
Inj Asam Traneksamat 1 ampul/8 jam
Drips Oxytocin 1 amp/IV
Siapkan darah WB2 kantong
Pro kuretase (3/12/2018)

H5 PERAWATAN (3/12/2018)
Dilakukan kuretase pada tanggal 3/12/2018 pukul 12.00 WITA.
Operator : dr. Ni Made Astijani, Sp.OG
Laporan Operasi :
1. Pasien diposisikan secara litotomi dibawah pengaruh anestesi

21
2. Desinfeksi daerah kerja menggunakan kasa steril dan betadine
3. Memasang duk steril untuk batasi area kerja
4. Memasang speculum anterior dan posterior pada mulut Rahim
5. Menjepit serviks dengan tenaculum pada arah jam 11
6. Melepaskan speculum anterior
7. Mengukur panjang uterus dengan sonde
8. Melakukan kuretase mola hingga dipastikan tidak ada mola yang tersisa,
dikeluarkan sisa mola sedikit
9. Melepas tenaculum dan speculum posterior
10. Membersihkan area kerja dengan kasa steril dan betadine
11. Memasang tampon vagina 1 buah
12. Membersihkan area luar vagina
13. Operasi selesai

Terdapat jaringan bulat yang menyerupai gelembung-gelembung putih,


homogen, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi.

22
Pemeriksaan post kuret
TD : 130/90 mmHg R : 25x/mnt
N : 88 x/mnt S :36,7oC
TFU :4 jari dibawah umbilikus
A : Post kuret 4 jam yang lalu atas indikasi molahidatidosa
P : Instruksi post kuretase :
IVFD RL + oksitosin 1 amp 28 tpm
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Cefadroxyl 2 x 500 mg
Observasi TTV dan perdarahan
Bed rest
H6 PERAWATAN(4/1/2018)
S : Nyeri perut post kuretase (+),perdarahan pervaginam (+) sedikit-sedikit, mual
(-) muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), BAK biasa, dan BAB lancar
O : Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD: 120/70 mmHg
N: 84 x/m
P: 20 x/m
S : 36,5 °C
 Konjungtiva anemis -/-
 TFU : 4 jari dibawah umbilikus
 Nyeri tekan suprapubik (+)
 Lab : Hb : 9,4 g/dl
HCT : 28,5 %
PLT : 141 ribu/uL WBC : 18,2ribu/uL
A : Post Kuret hari I atas indikasi mola hidatidosa
P : IVFD RL 20 tpm
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Cefadroxyl 2 x 500 mg

23
H7 PERAWATAN
S : Nyeri perut (-),perdarahan pervaginam (+) sedikit , mual (-) muntah (-),
pusing (-), sakit kepala (-), BAK biasa, dan BAB lancar
O : Ku : Baik
Kesadaran : komposmentis
TD: 110/80 mmHg
N: 80 x/m
P: 20 x/m
Konjungtiva anemis -/-
 TFU : tidak teraba
 Nyeri tekan suprapubik (-)
A : Post kuretase hari ke II a/i molahidatidosa
P : Cefadroxil 500mg 2x1
Pasien boleh pulang
Kontrol poli

24
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien wanita usia 25 tahun datang ke IGD kebidanan Rumah Sakit


Anutapura Palu dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir, dialami sejak 1
minggu SMRS. Pasien mengaku darah yang keluar banyak, saat ia takar ¼ gelas
air mineral. Pasien juga mengeluh nyeri perut terutama bagian bawah terutama
sebelah kanan. Pasien sudah 3 bulan tidak menstruasi kemudian pasien periksa
ke bidan dan dinyatakan positif hamil. Gerakan janin belum dirasakan oleh
pasien. Keluhan disertai dengan adanya nausea, vomitus, dan vertigo, cephalgia.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, compos mentis.
Tanda vital; TD 100/70 mmHg, N 87 x/menit, R 19x/menit, S 36,6oC.
Konjungtiva; anemis +/+. Pada pemeriksaan abdomen , abdomen tampak
mengalami pembesaran, perkusi redup pada abdomen kuadran bawah, teraba
tinggi fundus uteri berada 2 jari dibawah umbilikus, balotement (-), tidak teraba
bagian janin, nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan
dinding vagina normal, massa (-), portio tebal (+) lunak (+) Ø (-).
Pemeriksaan laboratorium; Leukosit 20,5 x103/μL, Eritrosit 3,39 x106/μL,
Hemoglobin 9,6 g/dL, Platelet 484 x103/μL, HbSAg (-,) Rapid HIV (-), Test
kehamilan(+). Pemeriksaan USG menunjukkan gambaran honey combatau sarang
lebah yang memberikan kesan mola hidatidosa.
Berdasarkan teori, Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Janin biasanya
meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan
tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. 3
Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di
dalamnya (mola komplit). Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor–
faktor yang dapat menyebabkan antara lain, faktor ovum, imunoselektif dari
tropoblast, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan protein,
infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas. Pada kasus ini, faktor resiko

25
terjadinya kehamilan mola kemungkinan dikarenakan keadaan sosioekonomi yang
rendah, sehingga kekurangan asupan protein dan asam folat.
Berdasarkan teori, pada anamnesis pasien dengan molahidatidosa dapat
didapatkan adanya hasil tes kehamilan positif disertai gejala dan tanda kehamilan
muda yang berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna
coklat dan kadang bergelembung seperti busa.4
Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain perdarahan
uterus yang merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Pasien juga mengeluh merasa mual dan
muntah, hal ini merupakan salah satu manifestasi klinis yang ditimbulkan mola
akibat peningkatan kadar beta HCG. Gerakan janin juga tidak pernah dirasakan
pasien selama hamil, dimana pada kehamilan normal gerakan janin sudah mulai
bisa dirasakan pada minggu ke 18-201,4.
Hasil pemeriksaan didapatkan pemeriksaan abdomen didapatkan TFU 3
jari dibawah umbilikus, DJJ tidak dinilai, balotement (-), dan tidak teraba bagian
janin, uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan,tidak teraba bagian
janin dan ballotemen juga gerakan janin . Berdasarkan taksiran hari pertama haid
terakhir pasien usia kehamilan pasien adalah sekitar 12 minggu, sedangkan TFU
pasien setara dengan usia kehamilan 16 minggu. Pada kasus mola hidatidosa
temuan klinis yang dapat ditemukan untuk menentukan diagnosis pasti antara lain
adalah uterus yang membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan serta tidak
teraba bagian janin dan ballotemen juga gerakan janin5,6.
Pada pemeriksaan pasien dengan molahidatidosa dengan USG Gambaran
seperti sarang tawon/honey comb tanpa disertai adanya janin. Pada pemeriksaan
USG ditemukan adanya gambaran honey comb atau sarang lebah yang memberi
kesan molahidatidosa. Menurut teori diagnosis pasti dari mola hidatidosa
biasanya dapat dibuat dengan ultrasonografi dengan menunjukkan gambaran yang
khas berupa “vesikel-vesikel” (gelembung mola) dalam kavum uteri atau “badai
salju” (snow flake pattern/snow storm). Bila dilakukan foto abdomen-pelvis: tidak
ditemukan tulang janin. Pada pasien ini tidak dilakukan foto abdomen pelvis7

26
Penanganan pasien dengan kasus molahidatidosa adalah dengan
melakukan evakuasi jaringan, pengawasan lanjutan, serta dapat diberikan
sitostatika profilaksis. Evakuasi jaringan berupa tindakan kuretase, namun
awalnya dilakukan perbaikan keadaan umum pasien, Bila mola sudah keluar
spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka
dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret. Pemberian obat-obatan
Antibiotik, uterotonika juga diberikan. 7-10 hari setelah kuretase pertama, dapat
dilakukan kerokan ke dua untukmembersihkan jika masih ada sisa-sisa
jaringan.Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari
30tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggipusat atau
lebih.8
Pada pasien ini dilakukan kuretase dan didapatkan darah keluar bersama
cairan putih dan coklat dan banyak jaringan mola. Ada tidaknya janin tidak dapat
diketahui dari temuan intra kuretase karena sebagian besar jaringan mola sudah
sudah dikeluarkan melalui tindakan kuretase. Tindakan curetase pada pasien ini
sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10 hari berikutnya) untuk
memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. 9
Pasien dianjurkan untuk melakukan kontrol kembali pada hari ke 10 untuk
menilai titer β-hCG, jika titer β-hCG masih terlampau tinggi maka dapat
direncanakan untuk melakukan tindakan kuretase kembali. Pada pasien ini
dilakukan pemeriksaan B-hCG namun sampai pasien keluar hasil tidak
terlampirkan. Seharusnya hasil titer B-hCG dilampirkan agar dapat menjadi tolak
ukur untuk memonitoring terapi yang telah dilakukan, Sebagai penatalaksanaan
lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan dengan
menggunakan kontrasepsi.
Komplikasi yang dapat diakibatkan bila penanganan molahidatidosa tidak
secepatnya dan dengan tepat, dapat mengakibatkan perdarahan yang hebat sampai
syok. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia, Infeksi
sekunder, atau perforasi karena tindakan atau keganasan. Pada kasus ini,
didapatkan adanya komplikasi berupa infeksi sekunder , dapat dilihat saat masuk

27
setelah diperiksa lab, didaptkan jumlah leukosit yang meningkat hingga 20.,3 x
103/mm3. 9
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada,
mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat
mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis.1,9
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan
trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan
pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa
berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional. 1,9
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasif, dimana
akan masuk ke dalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan
perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan
memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi
korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan membesar.9

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F. Gary, Leveno, J, Kenneth,dkk. 2014. Williams Obstetrics


24th Ed. McGraw-Hill Education. Halaman. 488 – 491.
2. Paputungan TV, Wagey FW, Lengkong RA. 2016. Profil penderita mola
hidatidosa di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.Jurnal e-Clinic. Jan-Jun
2016; 4(1): 215-218
3. Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam:
Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Jakarta : Hipokrates.
4. Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam:
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
5. Deep JP, Sedhai LB, Napit J, Pariyar J. 2013. Gestasional Trophoblastic
Disease. Journal of Chitwan Medical College. 3(4): 4-11.
6. Silfiah. N. 2014. Tesis : Penilaian ekspresi protein p57Kip2 dengan pengecatan
imunohistokimia valid dalam membedakan mola hidatidosa tipe komplit dan
parsial. Denpasar : Program magister Program studi ilmu biomedik Program
pascasarjana Universitas udayana Denpasar.
7. Pereira G.D.C.M. 2011. Molahidatidosa. Probolinggo : SMF obstetri dan
ginekologi RSUD dr. Muhammad Saleh Probolinggo.
8. Harjito VN, Hidayat YM, Amelia I. 2017. Hubungan antara Karakteristik
Klinis Pasien Mola Hidatidosa dengan Performa Reproduksi Pascaevakuasi di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Fakultas kedokteran Unniversitas
Padjajaran. JSK Vol 3, No. 1.
9. Kusuma AI, Pramono BA. 2017. Karakteristik Mola Hidatidosa di RSUP DR.
Kariadi Semarang. Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro. Vol. 6, No.
2, April 2017: 319-327.

29

Anda mungkin juga menyukai