Anda di halaman 1dari 11

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RS Anutapura Palu
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFLEKSI KASUS

DISUSUN OLEH :
FRILIA ELRI BOTILANGI
N 111 17 137

PEMBIMBING KLINIK

dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes, Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSU ANUTAPURA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
REFLEKSI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. Imam Wahyudi


Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 21-12-1988 / 29 tahun
Alamat : Bente, Kab. Morowali
Status pernikahan : Belum menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Driver
Tanggal pemeriksaan : 3 Desember 2018
Tempat Pemeriksaan : Paviliun Pipit RS Anutapura Palu

1. DESKRIPSI

Pasien laki-laki berusia 29 tahun dikonsul ke bagian Jiwa RS


Anutapura Palu dengan keluhan sulit tidur serta merasa gelisah yang
dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini mulai dirasakan bersamaan
dengan sakit kepala dan pusing yang juga dirasakan oleh pasien. Pasien
mengatakan bahwa pasien juga merasakan kram diseluruh badan.
Pasien mengaku sejak dirawat dan minum obat antiretroviral dari
dokter spesialis penyakit dalam, pasien sering susah tidur. Tetapi saat
pasien tidak minum obat, pasien bisa tidur. Pasien mengaku tidak merasa
cemas tentang penyakit yang dideritanya sekarang. Pasien hanya merasa
gelisah karena pasien tidak dapat tidur. Menurut ibu pasien, ketika pasien
sakit tidak pernah mengeluhkan sakitnya, tetapi memiliki keinginan untuk
sembuh lewat pengobatan di rumah sakit sehingga dapat bekerja kembali
sebagai driver.

2
2. STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : Tampak seorang laki-laki memakai baju kaos
berwarna hitam dan celana pendek berwarna abu-abu. Tinggi
badan sekitar 160 cm, rambut bergelombang, cukup rapi,
perawatan diri baik.
b. Kesadaran : compos mentis
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor : tenang saat pemeriksaan dan
bersedia diwawancara
d. Pembicaraan : spontan, intonasi jelas, artikulasi baik. jawaban
sesuai dengan pertanyaan.
e. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

2. Keadaan Afektif, Perasaan dan Empati:


1. Afek : luas
2. Mood : eutimik
3. Keserasian : serasi
4. Empati : tidak dapat dirabarasakan

3. Fungsi Intelektual (Kognitif)


a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan :Sesuai
dengan pendidikannya
b. Daya konsentrasi : Baik
c. Orientasi :
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
d. Daya ingat:
- Segera : Baik
- Jangka pendek : Baik

3
- Jangka panjang : Baik
e. Pikiran abstrak : Baik
f. Bakat kreatif : Tidak ada
g. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
5. Proses Berpikir
1. Arus pikiran:
a. Produktivitas : baik, menjawab spontan tentang dirinya
b. Kontiniuitas : relevan
c. Hendaya berbahasa: tidak ada
2. Isi pikiran :
a. Preokupasi : Pasien memikirkan sakitnya dan tidak
bisa tidur karena minum obat
antiretroviral.
b. Gangguan isi pikiran : tidak ada
6. Pengendalian Impuls
Baik, pasien tampak tenang pada saat proses tanya jawab yang
dilakukan dan tidak terdapat gerakan-gerakan involunter.
7. Daya Nilai
a. Norma sosial : Baik
b. Uji daya nilai : Baik
c. Penilaian realitas : Baik
8. Tilikan (insight)
Derajat 6: Pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.

4
9. Taraf dapat dipercaya :
Dapat dipercaya.

I. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik, composmentis
Tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 37,5
Nadi 80x/menit, Respirasi 20x/menit
Sistem kardiovaskular : Dalam batas normal
Sistem respiratorik : Terdapat rhonki terutama diapeks paru.
Sistem endokrin : Dalam batas normal
Sistem gastrointestinal: Dalam batas normal
Sistem urogenital : Dalam batas normal
b. Status Neurologis
Saraf kranial : Dalam batas normal
Saraf motorik : Dalam batas normal
Sensibilitas : Dalam batas normal
Fungsi luhur : Dalam batas normal

II. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


- Pasien masuk dengan keadaan sulit tidur, gelisah, pusing dan sakit
kepala.
- Keluhan pasien dialami semenjak kurang lebih 6 bulan lalu.
- Pasien mengaku sejak dirawat dan minum obat antiretroviral dari
dokter spesialis penyakit dalam, pasien sering susah tidur.
- Saat pemeriksaan status mental, terlihat pasien dapat berkomunikasi
dan kooperatif terhadap pertanyaan pemeriksa.

5
III. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

AXIS I :

1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak terdapat


gangguan fisik yang menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat
dinilai dari tingkat kesadaran, daya ingat atau daya konsentrasi,
orientasi yang masih baik, sehingga pasien ini bukan penderita
Gangguan Mental Organik
2. Berdasarkan anamnesis tidak ada riwayat penggunaan zat-zat
psikoaktif (NAPZA) dan alkohol sehingga pasien ini bukan
penderita Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat
Psikoaktif atau Alkohol
3. Berdasarkan anamnesis pada pasien ini tidak ditemukan adanya
gangguan dalam menilai realita yang ditandai dengan waham dan
halusinasi, sehingga pasien bukan penderita Gangguan Psikotik
4. Berdasarkan pemeriksaan pada pasien ini tidak ditemukan adanya
afek depresi, kehilangan minat, kehilangan energi, maka pasien
bukan penderita Depresi. Pada pasien ini tidak didapatkan afek
elevasi, tidak adanya peningkatan aktivitas baik mental ataupun
psikomotor, maka pasien ini bukan penderita Manik. Karena
tidak terdapat gangguan depresi dan manik, maka pasien ini bukan
penderita Gangguan Mood
5. Berdasarkan pemeriksaan pada pasien ini tidak ditemukan adanya
rasa cemas, ketegangan motorik serta peningkatan aktivitas otonom
oleh karena itu pasien ini bukan penderita Gangguan Cemas.
Pasien ini juga tidak ditemukan reaksi stres akibat dari suatu
trauma atau perubahan penting dalam kehidupan. Maka pasien ini
bukan penderita Gangguan Terkait Stres. Selain itu, pada
pasien ini tidak ditemukan adanya keluhan-keluhan fisik yang
berulang maka pasien ini bukan penderita Gangguan
Somatoform. Karena tidak terdapat gangguan cemas, gangguan

6
stres ataupun gangguan somatoform, maka pasien ini bukan
penderita Gangguan Neurotik, Gangguan Stres, dan Gangguan
Somatoform.
6. Berdasarkan kriteria diagnostik DSM IV, pasien memiliki kriteria
diagnostik yaitu gangguan tidur menonjol, terdapat bukti dari
anamnesis, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa
gangguan tidur merupakan akibat fisiologis langsung suatu
keadaan medis umum, sehingga pasien didiagnosis Gangguan
Insomnia Akibat Kondisi Medis Umum

AXIS II

Tidak ada

AXIS III

B20 + TB Paru

AXIS IV

Tidak ada

AXIS V

Gaf scale 60-51. Gejala sedang, disabilitas sedang

Diagnosis Banding :
Episode Depresif Sedang

7
IV. RENCANA TERAPI :
A. Perencanaan Terapi Farmakologis
Valisanbe 2 mg
Amitriptyline 6,5 mg
B6 1/2

m.f.l.a dtd in caps


S 0-1-1

B. Perencanaan Terapi Supportif


a) Psikoterapi Suportif
 Pasien dimotivasi untuk tetap patuh mengkonsumsi obat secara
rutin meskipun tidak diawasi.
 Pasien diedukasi untuk rajin kontrol sehingga dapat membantu
mengurangi bahkan menghilangkan keluhan-keluhan yang ada.

3. EMOSI TERLIBAT
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien sudah berulang kali
dirawat selama kurang lebih 2 tahun terakhir, namun keluhan pasien masih
saja muncul, sehingga hal ini menjadi hal yang menarik untuk di pelajari
lebih lanjut.

4. EVALUASI
d. Pengalaman baik
Pasien cukup kooperatif saat pemeriksaan, dimana pasien menjawab
pertanyaan yang diberikan, serta memiliki sikap terbuka terhadap
pemeriksa.
e. Pengalaman buruk
Tidak ada pengalaman buruk yang dialami selama wawancara.

8
5. ANALISIS
Berdasarkan deskripsi keseluruhan kasus diatas, kasus ini merupakan
pasien dengan gangguan insomnia yang diakibatkan oleh kondisi medis
umum. Pasien dirawat di paviliun Pipit RS Anutapura dan terdiagnosis
B20 + Tuberkulosis Paru. Kemudian pasien dikonsul ke bagian Jiwa RS
Anutapura. Pada anamnesis, pasien mengatakan bahwa pasien merasakan
gelisah dan susah tidur. Keluhan ini dirasakan bersamaan dengan rasa
pusing dan sakit kepala. Pasien mengaku tidak bisa tidur karena meminum
obat antiretroviral.
Pengobatan antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV dan
AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan
infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan
menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.
Pengobatan antiretroviral diberikan kepada penderita HIV dengan
tuberkulosis.
Terapi ARV harus dijalani seumur hidup oleh pasien HIV/AIDS untuk
tetap mempertahankan imunitas pasien. Oleh karena itu penggunaan ARV
memerlukan kepatuhan yang tinggi untuk mencapai keberhasilan terapi
dan mencegah resistensi. Efavirenz (EFV) termasuk ke dalam golongan
Nonnucleoside-Based Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI), yang
menghambat kerja enzim reverse transcriptase. Kombinasi antara
efavirenz dengan zidovudine, didanosine, atau indinavir menghasilkan
efek inhibisi yang sinergis terhadap HIV-1. Efek samping yang sering
dirasakan oleh pasien HIV antara lain pusing, mengantuk, susah
konsentrasi, insomnia, dan depresi.
Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti
tidur, jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Masalah tidur
ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya karena hormonal,
obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya tekanan
batin, suasana kamar tidur yang tidak nyaman atau perubahan waktu karena
harus kerja malam.

9
Kriteria Diagnostik DSM IV. Gangguan Tidur Akbiat Kondisi
Medis Umum :

a. Gangguan tidur menonjol yang cukup berat sehingga memerlukan


perhatian klinis tersendiri.
b. Terdapat bukti dari anamnesis, permeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan tidur merupakan akibat fisiologis
langsung suatu keadaan medis umum.
c. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain
(cth., gangguan penyesuaian stresornya adalah penyakit medis serius).
d. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama onset delirium.
e. Gangguan ini tidak memenuhi kriteria gangguan tidur terkait
pernapasan atau narkolepsi.
f. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna
atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.

Berdasarkan kriteria diagnostik DSM IV diatas, pasien memiliki


kriteria diagnostik yaitu gangguan tidur menonjol, terdapat bukti dari
anamnesis, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan
tidur merupakan akibat fisiologis langsung suatu keadaan medis umum,
sehingga pasien didiagnosis Gangguan Insomnia Akibat Kondisi Medis
Umum

6. KESIMPULAN
Setiap gangguan tidur dapat disebabkan oleh keadaan medis umum.
Hampir setiap keadaan medis yang disertai rasa nyeri atau tidak nyaman
dapat menimbulkan insomnia. Beberapa keadaan disertai insomnia bahkan
ketika rasa nyeri dan tidak nyaman tidak khas muncul. Keadaan-keadaan
ini mencakup neoplasma, lesi vaskular, dan keadaan degeneratif serta

10
traumatik. Keadaan lain terutama penyakit endokrin dan metabolik, sering
meliputi beberapa gangguan tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2013. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan


Jiwa (PPDGJ III) Cetakan kedua. Direktorat Kesehatan Jiwa
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penrbit FKUI:
Jakarta

Kaplan Dan Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. EGC:Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai