Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS Mei 2018

“ TONSILOFARINGITIS ”

Nama : Azizah Azhmi Aulia


No. Stambuk : N 111 17 021
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Faringitis merupakan salah satu Infeksi Respirasi Akut (IRA) atas yang
banyak terjadi pada anak. Istilah faringitis digunakan untuk menunjukkan semua
infeksi akut pada faring dengan struktur disekitarnya, termasuk tonsilitis
(tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Tonsilofaringitis biasa terjadi
pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di bawah 1 tahun. Insidens
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, mencapai puncaknya pada usia 4-7
tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insidens Tonsilofaringitis streptokokus
tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia di bawah 3 tahun dan sebanding
antara laki-laki dan perempuan.(1)
Kasus IRA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia di
bawah 5 tahun, dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Puncak insidens biasanya
terjadi pada 2-3 tahun. Insidens IRA di negara berkembang adalah 2 kali lebih
banyak daripada negara maju. Perbedaan tersebut berhubungan dengan etiologi
dan faktor risiko. Di negara maju, IRA didominasi oleh virus, sedangkan negara
berkembang didominasi oleh bakteri seperti S. preumoniae dan H. influenzae
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Gejala yang didapat berupa demam, nyeri tenggorokan,
sakit saat menelan. Pada pemeriksaan bagian tonsil didapatkan pembesaran tonsil
dan hiperemis. Pemeriksaan penunjang sebagai baku emas adalah pemeriksaan
kultur dengan spesimen apusan tenggorokan. Selain itu, dapat pula dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah. (2,3)
Tatalaksana tonsilofaringitis meliputi terapi non-farmakoterapi dan
farmakoterapi. Non-farmakoterapi diberikan edukasi menjaga kesehatan utamanya
rongga mulut, mempertahankan hidrasi, istirahat yang cukup dan perlu
pertimbangan tonsilektomi sebagai tindakan bedah dengan memperhatikan
indikasi bedah. Farmakoterapi berupa pemberian antibiotik yang sesuai, analgesik
dan antipiretik. (2,3)

2
Perlu mempertimbangkan infeksi bakteri Streptococcus beta hemolitikus
grup A yang dapat menyebabkan komplikasi meningitis, osteomielitis, demam
reumatik, atau glomerulonefritis. Komplikasi lain berupa rhinosinusitis, otitis
media, mastoiditis dan pneumonia. (1,3)
Prognosis baik dengan pemberian terapi yang tepat. Sangat penting
memperhatikan pencegahan penyebaran hematogen yang dapat menimbulkan
komplikasi di organ dan lain dan menyebabkan prognosis buruk. (3)
Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk melakukan diagnosis dan
memberikan tatalaksana, agar dapat menurunkan mortalitas anak.
Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai tonsilofaringitis pada pasien
anak yang dirawat di ruang anak kaswari RS WIRABUANA.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Identitas penderita
Nama penderita : An. IB
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tanggal lahir/Umur : 30 mei 2010 (9 tahun)
Tanggal/jam masuk : 8 Mei 2018

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, demam dirasakan naik turun dan tidak menggigil. Pasien
mengeluh nyeri saat menelan (+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak
ada riwayat batuk, flu (-) ada riwayat mual dan muntah (+) 3 kali sebelum masuk
rumah sakit , sesak (-), sakit kepala(-), kejang (-),mimisan (-) gusi berdarah (-),
BAB dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah dirawat dirumah sakit 6 bulan yang lalu dengan riwayat
penyakit yang sama.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit yang sama dengan pasien tidak ada, Hipertensi (-), asma (-),
Diabetes Mellitus (-), Riwayat alergi (-).

Riwayat Sosial-ekonomi
Menengah-keatas, ayah tamatan S1 bekerja sebagai PNS, ibu tamatan SMA, URT.

4
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien tinggal di daerah Towaya, tinggal berempat dalam 1 rumah, dirumah tidak
ada yang sakit. Keseharian pasien aktif, suka bermain, suka jajan es.

Kemampuan dan Kepandaian Anak:


Pasien mulai membalikkan badannya sejak umur 6 bulan, duduk saat berusia 7
bulan, merangkak saat berusia 8 bulan, berdiri saat berusia 10 bulan, berjalan saat
berusia 11 bulan, dan mulai mengucapkan kata dengan jelas saat berusia 12 bulan.
Anak tidak mengalami keterlambatan perkembangan saat ini.

Anamnesis Makanan:
ASI eksklusif diberikan sampai usia 1 tahun, bubur saring diberikan saat usia
6 bulan sampai 11 bulan, diberikan makanan keluarga saat berusia 1 tahun.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien dilahirkan
dengan di salah satu rumah bersalin di Palu dengan bantuan bidan. Anak lahir
spontan, langsung menangis dengan berat lahir 3000 gram dan PBL :50 cm. Bayi
cukup bulan.

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi lengkap

Riwayat Alergi :
Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital : TD : 100/70 mmHg
5
Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 38,8° C
Respirasi : 26 kali/menit
Berat badan : 36 kg
Tinggi badan : 120 cm
Z score : +2 s/d +3
Status gizi : Over Weight
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Pigmentasi : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Lapisan lemak : Cukup
Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Exophthalmus : (-/-)
Cekung : (-/-)
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis
6
Gigi : Tidak ada karies
Gusi : tidak hiperemis
Lidah : Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : hiperemis
Tonsil : T3-T3 hiperemis
4. Leher :
 Pembesaran kelenjar leher : +/+
 Trakea : Di tengah
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Dispnea : tidak ada
Retraksi : Tidak ada
Palpasi : vokal fremitus : kanan=kiri, kesan normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara Napas Dasar : vesikuler +/+
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar : BJ 1 dan BJ 2 murni, regular
Bising : tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : bising usus (+) kesan meningkat
Perkusi : Bunyi : timpani seluruh quadran
Asites : (-)
7
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada.
8. Rumple leed : (-)
9. Genitalia : Tidak ada kelainan

Skor Validasi Streptococcus pada Dewasa Atau Anak :


Manifestasi Klinis Skor
Demam 1
Tidak Batuk 1
Adenopati Cervical anterior lunak 1
Pembengkakan tonsil atau eksudat 1
Usia :
3-14 tahun 1
15-45 tahun -
>45 tahun -

Total skor 5

Interpretasi

0-1 : penyebab steptococcus dapat disingkirkan

2-3 : lakukan RADT (Rapid Antigen Diagnostic Test)

4 : Antibiotik
Skor validasi streptococcus pada pasien adalah 5, sehingga pasien pada
kasus ini diberikan antibiotik

8
Pemeriksaan laboratorium
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Leukosit 14,8 11,7-15,5 g/dl
Eritrosit 4,77 3,6-11,0 103/ul
Hemoglobin 8,2 3,8-5,2 106/ul
Hematokrit 29,4 35-47 %
Trombosit 299 150-440 103/ul

RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, demam dirasakan naik turun dan tidak menggigil. Pasien
mengeluh nyeri saat menelan (+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak
ada riwayat batuk, flu (-) ada riwayat mual dan muntah (+) 3 kali sebelum masuk
rumah sakit , sesak (-), sakit kepala(-), kejang (-),mimisan (-) gusi berdarah (-),
BAB dan BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak
sakit sedang, gizi Over Weight. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi
100x/menit, reguler, kuat angkat, respirasi 26x/menit, suhu 38,8o C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan faring hiperemis dan tonsil T3-T3 hiperemis,
adenopati servical anterior lunak (+).

DIAGNOSA
Tonsilofaringitis

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Kultur apusan tenggorokan
- RADT (Rapid Antigen Diagnostic Test)

9
TERAPI
Medikamentosa :
- IVFD Ringer Laktat 10 tetes per menit
- Injeksi Dexamethason 4 mg/8jam/iv
- Cefixim tablet 2 x 100
- Paracetamol tablet 4 x 500 mg

Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Anak dianjurkan cukup minum
- Menghindari makanan yang manis-manis, gorengan dan dingin.

FOLLOW UP
Tanggal 9/5/2018
S : Demam (+) 3 hari , muntah (-), mual(-), BAB dan BAK lancar
O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,6° C
Respirasi : 26 kali/menit

Kepala : Tidak ada kelainan


Leher : Faring hiperemis (+), Tonsil T3-T3
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Dalam batas normal
Genitalia : Tidak ada kelainan
Punggung, otot, reflex : Tidak ada kelainan

A: Tonsilofaringitis
P: IVFD Ringer Laktat 10 tetes per menit
Injeksi Dexamethason 4 mg/8jam/iv
10
Cefixim tablet 2 x 100
Paracetamol tablet 4 x 500 mg
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Anak dianjurkan cukup minum
- Menghindari makanan yang manis-manis, gorengan dan dingin.

FOLLOW UP
Tanggal 10/5/2018
S : Demam (-) 3 hari bebas demam 1 hari , batuk (-), beringus (-),muntah (-)
O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/70
Nadi : 94 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36, 7 ° C
Respirasi : 20 kali/menit

Kepala : Tidak ada kelainan


Leher : Tonsil T3-T3 faring hiperemis (-)
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
Genitalia : Tidak ada kelainan
Punggung, otot, reflex : Tidak ada kelainan

A: Tonsilofaringitis Akut
P: IVFD Ringer Laktat 10 tetes per menit
Injeksi Dexamethason 4 mg/8jam/iv
Cefixim tablet 2 x 100
Paracetamol tablet 4 x 500 mg
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Anak dianjurkan cukup minum
11
- Menghindari makanan yang manis-manis, gorengan dan dingin.

FOLLOW UP
Tanggal 11/5/2018
S : Demam (-)3 hari bebas demam 2 hari, batuk (-), beringus (-),muntah (-)
O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/70
Nadi : 94 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36, 5 ° C
Respirasi : 20 kali/menit
Kepala : Tidak ada kelainan
Leher : Faring hiperemis (-), Tonsil T3-T3
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
Genitalia : Tidak ada kelainan
Punggung, otot, reflex : Tidak ada kelainan

A: Tonsilofaringitis Akut
P: IVFD Ringer Laktat 10 tetes per menit
Injeksi Dexamethason 4 mg/8jam/iv
Cefixim tablet 2 x 100
Paracetamol tablet 4 x 500 mg

Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Anak dianjurkan cukup minum
- Menghindari makanan yang manis-manis, gorengan dan dingin

12
BAB III
DISKUSI KASUS

Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis
sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus
merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia 3 tahun
(prasekolah). Virus penyebab penyakit respiratori seperti Rhinovirus, dan virus
Parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr dapat
menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi mononukleosis
seperti splenomlegali dan limfadenopati generalisata. Infeksi sistemik seperti
infeksi virus campak, ovimus (CMV), virus Rubella, dan berbagai virus lainnya
juga dapat menunjukkan gejala faringitis akut. 1,2
Faringitis akibat bakteri disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus
grup A adalah bakteri penyebab terbanyak faringitis akut. Bakteri tersebut
mencakup 15-30% (di luar kejadian epidemik) dari penyebab faringitis akut pada
anak, sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10% kasus. Infeksi akibat bakteri
ini dengan menggunaan Centor Score yaitu :
- Demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Eksudat tonsil
- Tidak adanya batuk
Selain bakteri tersebut Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhallis, Bacteroides fragilis, Bacteroides oralis, Bacteroides
melaninogenicus, spesies fusobacterium dan spesies peptostreptococcus. 1
Bakteri lainnya yang lebih jarang menyebabkan faringitis adalah
Streptococcus group C (juga B hemolitikus), Arcarnobacterium haemolyticum (B
hemolitikus, bakteri batang gram positif), dan Francisella tularensis bakteri gram
negatif kokobasilus, dan menyebabkan tularemia).. 5
Berbagai virus juga dapat menyebabkan faringitis akut. Beberapa virus,
seperti adenovirus, lebih sering dibandingkan virus lain menyebabkan faringitis
sebagai gejala yang dominan. Sedangkan virus lainnya, seperti rhinovirus.
13
Manifestasi faringitis merupakan gejala yang ringan, sedangkan gejala rinorea
atau batuk lebih dominan, virus lainnya yang memiliki faringitis sebagai salah
satu manifestasi klinis adalah virus Epstein Barr, enterovirus herpangina), virus
herpes simplex, dan infeksi HIV (human immunodeficiency virus).
Untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini, maka harus dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan naik turun dan tidak
menggigil. Pasien mengeluh nyeri saat menelan (+) sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, tidak ada riwayat batuk, flu (-) ada riwayat mual dan muntah (+) 3
kali sebelum masuk rumah sakit , sesak (-), sakit kepala(-), kejang (-),mimisan (-)
gusi berdarah (-), BAB dan BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak
sakit sedang, gizi Over Weight. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi
100x/menit, reguler, kuat angkat, respirasi 26x/menit, suhu 38,8o C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan faring hiperemis dan tonsil T3-T3 hiperemis,
adenopati servical anterior lunak (+). Faringitis Streptococcus sangat mungkin
jika dijumpai tanda berikut:(2)
- Awitan akut, disertai mual dan muntah
- Faring hiperemis
- Demam
- Nyeri tenggorokan
- Tonsil bengkak dengan eksudasi
- Kelenjar getah bening anterior bengkak dan nyeri
- Uvula bengkak dan merah
- Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
- Ruam skarlatina
- Petekia palatum mole
Bila dijumpai gejala dan tanda berikut, maka kemungkinan besar bukan faringitis
Streptococcus (disebabkan oleh infeksi virus):(2)
- Usia dibawah 3 tahun
14
- Awitan bertahap
- Kelainan melibatkan beberapa mukosa
- Konjungtivitis, diare, batuk, pilek, suara serak
- Mengi, ronki di paru
- Eksantemulseratif
Tanda khas faringitis difteri adalah membrane asimetris, mudah berdarah,
dan berwarna kelabu pada faring. Membrane tersebut dapat meluas dari batas
anterior tonsil hingga palatum mole dan/ atau ke uvula. Pada anak diatas umur 2
tahun mulai dengan keluhan nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Gejala-gejala
ini dapat disertai dengan demam setinggi 400C. Beberapa jam sesudah keluhan
awal, tenggorokan dapat menjadi nyeri.(1,2,4)
Sulit untuk membedakan antara faringitis Streptococcus dan virus hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Gejala faringitis yang khas akibat bakteri streptokokus berupa nyeri
tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang
biasanya dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri
perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai suhu
40°C, beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok. Gejala seperti rinorea,
suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus.
Kontak dengan pasien rinitis juga dapat ditemukan pada anamnesis
Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak
langsung dengan mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau
dengan benda yang terkontaminasi seperti sikat gigi merupakan cara
penularan yang kurang berperan, demikian juga dengan penularan melalui
makanan. 1
Penyebaran SBHGA memerlukan pejamu yg rentan dan difasilitasi
dengan bawah kontak yang erat. Infeksi jarang terjadi pada anak berusia
dibawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya SBHGA melekat pada sel-
sel epitel. Infeksi pada toddlers paling sering melibatkan nasofaring atau kulit
(impetigo). Remaja biasanya telah mengalami kontak dengan organisme

15
beberapa kali sehingga terbentuk kekebalan, oleh karena itu infeksi
SBHGA lebih jarang pada kelompok ini. 1
Kontak erat dengan sekumpulan besar anak, misalnya pada kelompok
anak sekolah , akan mempertinggi penyebaran penyakit. Rata-rata anak
prasekolah sekolah mengalami 4-8 episode infeksi saluran respiratori atas
setiap tahunnya, sedangkan anak usia sekolah mengalami 2-6 episode setiap
tahunnya. 1
Faringitis akut jarang disebabkan oleh bakteri, diantara penyebab
bakteri tersebut, SBHGA merupakan penyebab terbanyak. Streptokokus grup
C dan D telah terbukti dapat menyebabkan epidemi faringitis akut, sering
berkaitan dengan makanan (foodborne) dan air (waterborne) yang
terkontaminasi. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan glomerulonefritis
akut (GNA). Organisme ini mungkin juga dapat menyebabkan kasus-kasus
faringitis sporadik yang menyerupai faringitis SBHGA, tetapi kurang berat.
Streptokokus grup C dan D lebih sering terjadi pada dewasa. 1
Arcanobacterium hemolyticum relatif jarang menyebabkan faringitis
dan tonsilitis akut, tetapi sering menyerupai faringitis Streptokokus. Penyakit
ini cenderung terjadi pada remaja dan dewasa muda. 1
Saat ini faringitis difteri jarang ditemukan dinegara maju. Penyakit ini
terutama terjadi pada anak yang tidak diimunisasi dan yang berasal dari
kelompok sosial ekonomi yang rendah. Infeksi mononukleosis disebabkan
oleh EBV, anggota dari famili Herpesviridae, dan sebagian besar terjadi pada
anak berusia 15-24 tahun. Frekuensi kejadian faringitis mycoplasma
pneumonia masih belum jelas. Chlamydia pmewmoniae menyebabkan
faringitis baik sebagai suatu sindrom tersendiri, bersamaan dengan
pneumonia, atau mendahului pneumonia. Apabila tidak terdapat penyakit
saluran respiratori bawah, biasanya tidak teridentifikasi. 1
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring
yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan
iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan
melibatkan nasofaring, uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah
16
terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan
lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi
Streptokokus ditandai dengan invasi lokal serta penglepasan toksin ekstraselular
dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi
akibat kontak tangan dengan sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral.
Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.
Baku emas penegakkan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui
pemeriksaan kultur dari pemeriksaan apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang
adekuat pada area tonsil diperlukan untuk menegakan adanya S.pyrogenes. Untuk
memaksimalkan akurasi, maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan
regio tonsil, lalu diinokulasikan pada media agar darah domba 5% dan piringan
basitrasin diaplikasikan, kemudian ditunggu selama 24 jam. Pada saat ini terdapat
metode yang cepat untuk mendeteksi antigen Streptococcus grup A (rapid antigen
detection test). Metode uji cepat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
cukup tinggi (90-95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga
metode ini setidaknya dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur.(1,2)
Test laboratorium lain yang dapat digunakan ialah dengan Rapid Antigen
Detection Test (RADT). Hasil dari pemeriksaan dengan RADT dapat dilihat
setelah 5-10 menit. Metode uji cepat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
yang cukup tinggi (sekitar 90% dan 95%) sehingga metode ini setidaknya dapat
digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur. 1,2
Secara umum, bila uji tersebut negatif, maka apusan tenggorok seharusnya
dikultur pada dua cawan agar darah untuk mendapatkan hasil yang terbaik untuk S
pyogenes. Pemeriksaan kultur dapat membantu mengurangi pemberian antibiotik
yang tidak perlu pada pasien faringitis. 1
Metode lain yang dapat digunakan dalam menentukan penyebab dari
terjadinya faringitis yaitu dengan Centor Score yang merupakan suatu kriteria
penilaian awal yang dibuat dengan tujuan membantu dokter dalam
mengidentifikasi bakteri Streptococcus group A sebagai penyebab terjadinya
faringitis berdasarkan gejala klinis dari pasien. Namun karena Centor Score

17
merupakan kriteria penilaian yang dibuat untuk dewasa, maka digunakanlah
McIsaac Score. McIsaac Score
Pada pasien ini, pemeriksaan kultur tidak dilakukan. Sehingga penyebab
pasti tonsilofaringitis pada pasien ini belum dapat ditentukan, namun dari hasil
pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan adanya leukositosis 14,8 x
103/mm3, sehingga dapat dicurigai mengarah ke infeksi bakteri.
Tatalaksana tonsilofaringitis akut meliputi terapi non-farmakologis dan
farmakologis. Untuk terapi non-farmakologis pada pasien diberikan edukasi untuk
istirahat yang cukup, mempertahankan hidrasi yang cukup, dan menjaga
kebersihan rongga mulut agar tidak terjadi infeksi sekunder yang dapat terjadi
akibat menurunnya sistem imun lokal. Selain itu, apabila pasien mengeluhkan
asupan makanan yang berkurang akibat keluhan nyeri menelan, pasien dapat
diedukasi untuk tetap makan makanan dengan konsistensi lunak.
Terapi farmakologis pada pasien ini adalah:
1. Pemberian antibiotik. Pada kasus ini, diberikan antibiotik karena
kemungkinan penyebabnya adalah bakteri karena terjadi peningkatan
leukosit. Menurut IDAI penyebab terbanyak tonsilofaringitis akut pada
anak adalah infeksi Streptococcus  hemolyticus grup A. Antibiotik
pilihan pada terapi faringitis akut Streptococcus β-hemolitikus grup A
adalah penisilin V oral 15-30 mg/kg/ hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
atau benzatin penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB
<30 kg) dan 1.200.000 IU (BB >30 kg). Amoksisilin dapat digunakan
sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil, dengan dosis 50
mg/kg/hari dibagai 2 selama 6 hari. Pada anak yang alergi penisilin dapat
diberikan eritromisin suksinat 40 mg/kgBB/hari, eritromisin estolat 20-40
mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2, 3, atau 4 kali perhari selam 10 hari.
Pada infeksi berulang perlu dilakukan kultur kembali. Apabila hasil kultur
kembali positif, beberapa kepustakaan menyarankan terapi kedua, dengan
pilihan obat oral klindamisin 20-30 mg/kg/hari selama 10 hari,
amoksisilin klavulanat 40 mg/kg/hari terbagi menjadi 3 dosis selama 10
hari. Atau injeksi benzathine penisilin G intramuscular, dosis tunggal
18
600.000IU (BB <30 kg) dan 1.200.000 IU (BB >30 kg). Bila setelah
terapi kedua kultur tetap positif, kemungkinan pasien merupakan pasien
karier, yang memiliki risiko ringan terkena demam reumatik. Golongan
tersebut tidak memerlukan terapi tambahan.(2)
2. Pemberian gargles (obat kumur) dan lozengen (obat hisap), pada anak
dapat diberikan untuk meringankan keluhan nyeri tenggorokan.(2)
3. Apabila terdapat nyeri yang berlebih dan demam dapat diberikan
analgesik dan antipiretik, pada pasien dapat diberikan parasetamol dengan
dosis 10–15 mg/kgBB/kali.(2)
4. Pemberian edukasi. Edukasi yang harus dilakukan meliputi berbagai
aspek dari penyakit tonsilofaringitis itu sendiri. Dari segi penyebab ada
baiknya diberikan penjelasan secara singkat dan jelas mengenai bakteri
penyebab, pola dan mekanisme penularan, dan bagaimana cara mencegah
penularan. Edukasi juga perlu dilakukan mengenai pengobatan pasien
baik yang berupa kausatif dan simptomatik. Antibiotik yang diberikan
oleh dokter harus diminum sesuai dengan dosis dan waktu yang telah
ditentukan (biasanya habis dalam 7-10 hari). Kemungkinan terjadinya
resistensi obat akibat penggunaan antibiotik yang tidak teratur juga harus
dijelaskan kepada pasien. Pengobatan yang bersifat simptomatis juga
harus dijelaskan cara pemakaiannya yaitu dapat dihentikan ketika gejala-
gejala simptomatis sudah hilang atau membaik. Efek samping dari obat
yang diberikan juga harus dijelaskan agar pasien dapat segera kontrol ke
dokter apabila terjadi hal tersebut.
Untuk penanganan tonsilitis, selain pengobatan secara medikamentosa perlu
juga dipertimbangkan untuk dilakukan tonsilektomi jika terjadi tonsilitis rekuren.
Terdapat beberapa indikator klinis yang digunakan, salah satunya adalah kriteria
yang digunakan Children’s Hospital of Pittsburgh study, yaitu :
 Ada 7 atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik
pada tahun sebelumnya.
 Ada 5 atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik
setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya
19
 Ada 3 atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik
setiap tahun selama 3 tahun sebelumnya.(2,3)
American Academy Otolaryngology and Head and Neck Surgery,
menetapkan terdapatnya tiga atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi
dalam setahun sebagai bukti yang cukup untuk melakukan tindakan pembedahan.
Keputusan untuk tonsilektomi harus didasarkan pada gejala dan tanda yang terkait
secara langsung terhadap hipertrofi, obstruksi dan infeksi kronis pada tonsil dan
struktur terkait.
Tonsilektomi seharusnya dihindari pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bila
ada infeksi aktif, tonsilektomi harus ditunda hingga 2-3 minggu. Indikasi lainnya
adalah bila terjadi obstructive sleep apnea.(2) Pada pasien ini, tindakan
pembedahan tonsilektomi belum perlu dilakukan, dikarenakan gejala baru
pertama 2 kali dalam setahun dan bersifat akut serta belum menimbulkan efek
obstruksi pada saluran pernafasan.
Selain hal diatas, perlu di edukasikan kepada orang tua mengenai waktu
untuk kontrol kembali jika setelah obat habis, namun keluhan belum membaik
atau memburuk. Komplikasi tonsillitis yang dapat terjadi terkait dengan
Streptococcus β-hemolitikus grup A adalah demam rematik akut dan
glomerulonephritis akut, dan komplikasi yang lain ialah infeksi peritonsilar,
infeksi retrofaring, infeksi parafaring, sindrom lemierre, obstruksi saluran
pernapasan atas. Komplikasi lainnya adalah demam scarlet, yaitu sekunder
terhadap tonsillitis Streptococcus akut atau faringitis dengan produksi endotoksin
oleh bakteri. Manifestasi termasuk ruam eritematosa, limfadenopati berat dengan
sakit tenggorokan, muntah, sakit kepala, demam, eritema tonsil dan faring,
takikardia, dan eksudat kuning pada tonsil dan faring.(2,5)
Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang karena bersifat
self limiting. Beberapa kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri.
Pada faringitis bakteri dan virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang
cukup luas. Komplikasi faringitis bakteri terjadi akibat perluasan langsung atau
secara hematogen. Akibat perluasan langsung, faringitis dapat berlanjut menjadi
rinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal atau
20
parafaringeal, atau pneumonia. Penyebaran hematogen Streptokokus hemolitikus
grup A dapat mengakibatkan meningitis, osteomielitis atau artritis septik,
sedangkan komplikasi nonsupuratif berupa demam reumatik dan
glomerulonephritis. Komplikasi pendukung dari faringitis yaitu abses
peritonsilitis, abses ruang faring, limfadenitis, sinusitis, otitis media, mastoiditis
dan
Pada pasien ini, prognosisnya baik bila komplikasi tidak muncul. Namun,
risiko komplikasi pada pasien ini muncul tergolong besar karena pada pasien ini
dicurigai infeksi bakteri sebagai penyebab tonsilofaringitis yang memiliki lebih
banyak komplikasi dibandingkan virus sebagai penyebabnya.
Pemberian profilaksis antimikrobial dengan penisilin V oral mencegah
infeksi streptokokus berulang dan direkomendasikan hanya untuk mencegah
terjadinya demam rematik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Naning, R, Triasih, R, Setyati, A. Faringitis, Tonsilitis, dan Tonsilofaringitis


Akut, in: Rahajoe, NN, Supriyatno, B, Setyanto, DB (Eds.), 2012. Buku Ajar
Respirologi Anak Edisi Pertama. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. pg: 288-295.
2. Cummings, CW, Flent, PW, Barker, LA (Eds), 2005. Cummings
Otolaryngology Head & Neck Surgery Fourth Edition. Elsevier. Philadelphia.
3. Nelson, WE (Ed.), 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 3.
EGC. Jakarta.
4. WHO & DEPKES RI, 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. WHO Indonesia. Jakarta
5. Mansjoer A, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid 2. Jakarta.
Media Aesculapius FKUI.

22
23

Anda mungkin juga menyukai