Anda di halaman 1dari 9

26

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuang Kecamatan Taliwang pada
bulan Juni hingga Juli 2018. Responden pada penelitian ini adalah ibu yang
bertempat tinggal di Kelurahan Kuang. Penelitian ini diikuti oleh 32 orang ibu yang
telah bersedia mengikuti penelitian dan menjawab dengan lengkap seluruh
pertanyaan dan pernyataan yang tertuang di kuesioner. Penelitian ini menggunakan
desain cross-sectional dengan jenis penelitian deskriptif. Proses pengambilan data
untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diisi oleh
responden di tempat, tanpa dibawa pulang ke rumah. Kemudian kuesioner
dikumpulkan dan selanjutnya dianalisa, sehingga dapat disimpulkan hasil
penelitian dalam paparan di bawah ini.

4.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden


Karakteristik dapat dibagi menurut usia, pendidikan, dan pekerjaan ibu.
Data lengkap mengenai karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel-
tabel yang ada di bawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi Responden berdasarkan Umur


Umur Responden (tahun) Frekuensi (orang) %
<21 7 21,8
21-25 3 9,3
26-30 10 31,2
31-35 4 12,5
>35 8 25
Total 32 100

Dari tabel 4.1. tentang distribusi responden berdasarkan umur diketahui


bahwa responden dengan kelompok usia <21 tahun adalah sebanyak 7 orang
(21,8%), kelompok usia 21-25 tahun adalah sebanyak 3 orang (9,3%), kelompok
usia 26-30 tahun sebanyak 10 orang (31,2%), kelompok usia 31-35 tahun sebanyak
4 orang (12,5%), dan kelompok usia >35 tahun adalah sebanyak 8 orang (25%).
27

Dari data ini didapati mayoritas kelompok usia pada penelitian ini adalah kelompok
usia 26-30 tahun dan minoritas adalah kelompok usia 21-25 tahun.

Tabel 4.2. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi (orang) %


Tidak sekolah 2 6,2
SD 10 31,2
SMP 13 40,6
SMA 6 18,7
Perguruan Tinggi 1 3,1
Total 32 100

Dari tabel 4.2. tentang distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan


diketahui bahwa responden dengan pendidikan SD adalah sebanyak 10 orang
(31,2%), pendidikan SMP adalah sebanyak 13 orang (40,6%), pendidikan SMA
adalah sebanyak 6 orang (18,7%), dan pendidikan Perguruan Tinggi adalah
sebanyak 1 orang (3,1%). Dari data ini didapati mayoritas tingkat pendidikan
responden pada penelitian ini adalah SMP dan minoritas adalah tingkat pendidikan
Perguruan Tinggi.

Tabel 4.3. Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan n (orang) %
IRT 25 78,1
Petani 6 18,7
PNS 1 3,1
Total 32 100

Dari tabel 4.3. tentang distribusi responden berdasarkan pekerjaan diketahui


sebanyak 25 orang (78,1%) responden adalah ibu rumah tangga. Responden yang
bekerja sebagai petani sebanyak 6 orang (18,7%). Responden yang bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 1 orang (3,1%).
28

4.1.2. Pengetahuan Responden


Pada penelitian ini, pengetahuan ibu dinilai berdasarkan 12 pertanyaan yang
mencakup pengetahuan mengenai diare pada balita penatalaksanaannya.

Tabel 4.4. Distribusi Gambaran Pengetahuan Responden – Pretest

Pengetahuan n (orang) %
Baik 4 12,5
Sedang 24 75
Kurang 4 12,5
Total 32 100

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa pengetahuan responden


mengenai diare pada balita (pretest) sebagian besar memiliki pengetahuan sedang
dengan jumlah responden 24 orang (75%), lalu diikuti pengetahuan baik sebanyak
4 orang (12,5%), dan pengetahuan kurang yaitu 4 orang (12,5%).

Tabel 4.5. Distribusi Gambaran Pengetahuan Responden – Posttest

Pengetahuan n (orang) %
Baik 26 81,2
Sedang 6 18,8
Kurang 0 0
Total 32 100

Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa pengetahuan responden


mengenai diare pada balita (posttest) sebagian besar memiliki pengetahuan baik
dengan jumlah responden 26 orang (81,2%), lalu diikuti pengetahuan sedang
sebanyak 6 orang (18,8%), dan tidak ada responden dengan pengetahuan kurang.
29

4.1.3. Perilaku Responden


Pada penelitian ini, perilaku ibu dinilai berdasarkan 10 pertanyaan yang
mencakup perilaku mengenai diare pada balita dan penatalaksanaannya.

Tabel 4.6. Distribusi Gambaran Perilaku Responden – Pretest

Perilaku n (orang) %
Baik 18 56,2
Buruk 14 43,8
Total 32 100

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa perilaku responden mengenai


diare pada balita (pretest) sebagian besar memiliki perilaku baik dengan jumlah
responden 18 orang (56,2%), lalu diikuti perilaku buruk sebanyak 14 orang
(43,8%).

Tabel 4.7. Distribusi Gambaran Perilaku Responden – Posttest

Perilaku n (orang) %
Baik 32 100
Buruk 0 0
Total 32 100

Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa perilaku responden mengenai


diare pada balita (posttest) seluruhnya memiliki perilaku baik dengan jumlah
responden 32 orang (100%).

4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.1. diketahui
bahwa responden yang mengikuti penelitian ini mayoritas berusia 26-30 tahun,
yaitu sebanyak 31,2%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Assiddiqi (2009) mengenai tingkat pengetahuan ibu terhadap penanganan awal
diare di Kelurahan Padang Bulan, dimana mayoritas respondennya adalah
kelompok usia 21-25 (47.9%). Dari tabel 4.2. terlihat bahwa sebagian besar
30

responden memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (78,1%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Assiddiqi (2009) dimana mayoritas respondennya bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Namun hal ini berbeda dengan penelitian Pujiastuti
(2003) di Kabupaten Karanganyar, dimana 62.7% responden bekerja sebagai buruh
tani. Menurut asumsi peneliti, hal ini terjadi karena perbedaan letak geografis dan
perbedaan budaya di masing-masing daerah.
Untuk karakteristik pendidikan responden, pada penelitian ini didapati
mayoritas ibu berpendidikan SMP. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurrokhim
(2007) di kabupaten Sukoharjo dimana sebanyak 63.7% respondennya
berpendidikan SMP.
Adapun pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku
kesehatan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam
pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang akan
mereka dapatkan (Notoatmodjo, 2007).

4.2.2. Pengetahuan Responden


Dari hasil deskripsi pengetahuan responden - pretest diperoleh sebanyak 25
responden (78,1%) telah memiliki pengetahuan yang baik bahwa pengertian diare
adalah pengeluaran tinja dengan konsistensi yang lebih cair dari biasanya dan
terjadi lebih dari 3 kali dalam 24 jam (Juffrie, 2010). Dari 32 responden, didapati
22 responden (68,7%) yang mengetahui etiologi diare secara tepat, dimana diare
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasit yang didapatkan dari buruknya
higienitas makanan, diri sendiri, maupun lingkungan dan penyebab non infeksi
seperti alergi, makanan yang mengiritasi usus, dan imunodefisiensi (Simadibrata,
2006). Sementara 31,3% sisanya menjawab tidak tepat mengenai etiologi diare,
antara lain masuk angin dan terlambat makan.
Faktor resiko penularan diare diantaranya adalah melalui fluid atau
kontaminasi mikroorganisme dalam air minum yang tidak bersih/tidak dimasak,
dan melalui finger atau jari tangan dan kuku yang kotor (Depkes RI, 2011).
31

Sebanyak 78,1% responden mengetahui faktor resiko diare dengan baik. Disamping
itu 96,8% responden mengetahui gejala awal balita yang menderita diare dengan
benar. Adapun gejala awal diare adalah rasa sakit di bagian perut, kadang-kadang
mual atau muntah, dan tinjanya lebih cair dari biasa (Juffrie, 2010).
Penanganan awal diare terdiri dari Lintas Diare, dimana langkah pertama
adalah melakukan rehidrasi dengan oralit atau cairan tambahan (Depkes RI, 2011).
Dari 32 responden, hanya 2 responden (6,2%) yang mengetahui penanganan awal
dengan benar. Selain itu langkah ketiga pada Lintas Diare adalah melanjutkan ASI
dan makanan pada balita yang diare. Beri makanan yang lebih lunak secara perlahan
dengan frekuensi yang lebih sering (Depkes RI, 2011). Sebanyak 31 responden
(96,8%) mengetahui cara pemberian makanan dengan baik.
Sebanyak 30 responden (93,7%) mengetahui cairan yang paling baik
digunakan adalah oralit. Disamping itu 28 responden (87,5%) mengetahui bahwa
cara pemberian cairan oralit pada balita yang muntah adalah dihentikan sejenak,
kemudian pemberian dilanjutkan secara perlahan (Depkes RI, 2006).
Dari hasil pengetahuan didapati 16 responden (50%) mengetahui bahwa
pemberian ASI dapat mencegah terjadinya diare. Sebanyak 9 responden (28,2%)
mengatakan tidak perlu dilakukan pemberian obat anti diare pada balita. Obat-
obatan anti diare tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang
berbahaya dan bisa berakibat fatal (Depkes RI, 2011). Sebanyak 4 responden
(12,5%) memahami lama pemberian suplemen zinc, yaitu selama 10-14 hari
berturut-turut. Disamping itu meskipun angka kematian akibat diare makin
menurun, namun komplikasi diare yang dapat menimbulkan kematian masih sering
terjadi. Adapun komplikasi yang berbahaya bagi balita adalah dehidrasi. Dehidrasi
yang berat merupakan penyebab utama kematian pada balita penderita diare
(Depkes RI, 2006). Sebanyak 19 responden (59,4%) mengetahui komplikasi diare
adalah dehidrasi/kekurangan cairan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu mengenai diare
pada balita sebelum dilakukan penyuluhan di Kelurahan Kuang sebagian besar
memiliki pengetahuan sedang sebanyak 24 orang (75%). Hal ini sesuai dengan
32

penelitian yang dilakukan oleh Assiddiqi (2009) di Kelurahan Padang Bulan


Kecamatan Medan Baru tentang penanganan awal diare pada balita yang
menyatakan bahwa pengetahuan ibu mayoritas berpengetahuan sedang. Hal ini juga
sesuai dengan penelitian Nurrokhim (2007) di Kabupaten Sukoharjo dimana 73%
respondennya berpengetahuan cukup. Menurut Notoadmodjo (2003), bahwa
pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi berbagai faktor, antara lain
pengalaman, pendidikan, keyakinan, dan penghasilan. Menurut asumsi peneliti,
pengetahuan ibu dalam penelitian ini dikategorikan cukup salah satunya
dipengaruhi faktor pendidikan, dimana sebagian besar responden adalah
berpendidikan SMP.
Berdasarkan tabel deskripsi pengetahuan responden - posttest, didapatkan
data bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik 26 orang (81,2%), yang
memiliki pengetahuan sedang 6 orang (18,8%), dan tidak ada yang memiliki
pengetahuan kurang. Dari hasil ini menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan
yang bermakna setelah dilakukan penyuluhan.

4.2.3. Perilaku Responden


Dari hasil penelitian, sebanyak 32 responden (100%) melakukan pemberian
oralit pada balita yang sedang diare. Oralit merupakan cairan terbaik bagi penderita
diare untuk mengganti cairan yang hilang (Depkes RI, 2011). Adapun 27 responden
(84,3)% melakukan pemberian cairan tambahan lainnya jika oralit tidak tersedia,
antara lain larutan gula-garam, air tajin, dan kuah sayur.
Perilaku yang masih salah dalam masyarakat salah satunya adalah
pemberian obat-obatan anti diare. Pemberian obat anti diare tidak dianjurkan,
karena terbukti tidak bermanfaat bahkan memiliki efek samping yang berbahaya
(Depkes RI, 2011). Dalam penelitian ini sebanyak 8 responden (25%) tidak
memberikan obat anti diare pada balita, sementara sebagian lainnya 75%
memberikan obat anti diare.
Sebagian besar responden melakukan perilaku yang benar mengenai
pemberian makanan dan minuman pada balita yang mengalami diare. Pemberian
makanan selama diare tidak boleh dikurangi, bahkan diberi lebih banyak dalam
33

porsi yang kecil namun sering, yang bertujuan mempercepat penyembuhan (D,
2011). Sebanyak 20 responden (62,5%) tidak mengurangi porsi makanan pada
balita. Adapun pemberian cairan termasuk air putih yang telah dimasak diperlukan
dalam jumlah yang banyak untuk mengganti cairan yang hilang. Sebanyak 24
responden (75%) melakukan perilaku yang benar mengenai pemberian suplemen
zinc.
Langkah keempat dalam program Lintas Diare adalah pemberian antibiotika
hanya atas indikasi. Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (Depkes RI, 2011). Sebanyak 26
responden (81,3%) melakukan perilaku yang benar, yaitu tidak memberikan
antibiotik tanpa resep dokter.
Sebanyak 31 responden (96,8%) melakukan perilaku yang benar yaitu
mendatangi pusat kesehatan jika anak menunjukkan gejala dehidrasi antara lain
terlihat lesu dan tidak mau minum. Bila balita tidak bisa minum, harus segera
dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infuse
(Depkes RI, 2011). Sementara itu sebanyak 100% responden melakukan perilaku
pencegahan diare, yaitu mencuci botol susu/dot dengan air sabun sebelum
digunakan, dan 100% responden mencuci tangan sebelum memberi makan balita.
Kebiasaan mencuci tangan memiliki peranan penting dalam pemutusan penularan
diare (Depkes RI, 2006).
Pemberian makanan kaya kalium misalnya pisang, buah segar, atau air
kelapa hijau dapat membantu mempercepat proses penyembuhan balita saat diare.
Sebanyak 20 responden (62,5%) melakukan perilaku yang benar dalam
memberikan makanan kaya kalium pada balita yang mengalami diare.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu mengenai diare pada
balita di Kelurahan Kuang sebelum dilakukan penyuluhan sebagian besar memiliki
perilaku baik. Hal ini dapat dilihat di tabel 4.6. dimana jumlah responden dengan
kategori perilaku baik sebanyak 18 orang (56,2%). Hal ini berbeda dengan
penelitian Pujiastuti (2003) dimana mayoritas perilaku responden pada penelitian
tersebut adalah kurang yaitu sebanyak 49.8%.
34

Berdasarkan tabel deskripsi perilaku responden – posttest, didapatkan data


bahwa seluruh responden sudah memiliki perilaku baik, yaitu sebanyak 32 orang
(100%) dan tidak ada responden yang memiliki perilaku buruk (0%). Hasil ini
menunjukkan terjadi peningkatan perilaku yang bermakna setelah dilakukan
penyuluhan. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya pengetahuan responden
maka akan mempengaruhi perilaku responden tersebut.
Hasil ini sejalan dengan yang dikemukakan Notoatmodjo (2003) dimana
pengetahuan merupakan komponen penting yang menentukan perilaku seseorang.
Pengetahuan dapat terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Hal ini juga sesuai dengan teori Lawrence
Green dalam Notoadmodjo (2007) dimana ada 3 faktor yang mempengaruhi
perubahan perilaku individu maupun kelompok. Adapun pengetahuan termasuk
dalam faktor yang mempermudah (predisposing factor).

Anda mungkin juga menyukai