Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mungkin kita jarang mendengar nama penyakit ini, Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) atau Lupus. Nama penyakit ini kurang populer dibandingkan HIV/AIDS ataupun
demam berdarah Dengue, namun akhir-akhir ini jumlah penderita penyakit ini mengalami
peningkatan. Penderitanya, yang disebut odipus atau odapus (Orang dengan Lupus)
mengalami gangguan yang cukup mempengaruhi kualitas hidup bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Selain itu, penyakit lupus ini memiliki gejala yang tidak spesifik,
sehingga para penderitanya sering berganti-ganti dokter karena diagnosa yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, penyakit ini sering disebut penyakit seribu wajah, karena gejala yang
ditunjukkannya menyerupai gejala penyakit lain.

Penyakit Systemic Lupus Erythethematosus adalah suatu penyakit yang menyerang


seluruh organ tubuh mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut, yang disebabkan oleh
penurunan kekebalan tubuh manusia, dan lebih dikenal penyakit sebagai autoimun. Penyakit
ini sebenarnya telah dikenal sejak jaman Yunani kuno oleh Hipokrates, namun pengobatan
yang tepat belum diketahui. Penyakit ini tidak menular, tetapi didapatkan hampir seluruh
penderita Systemic Lupus Erythematosus adalah perempuan (80%-89%).

Mengingat sedikit sekali informasi yang beredar di masyarakat mengenai tanda-


tanda gejala, penyebab dan pengobatan penyakit ini, maka sedikit pula masyarakat yang
mengenal penyakit ini. Ternyata para ahli medis dan peneliti pun masih menganggap
penyakit ini misterius karena hanya sedikit diketahui sifat-sifatnya saat menyerang
tubuh.

2. Rumusan Masalah
a. Apa itu Systemic lupus Eritmatosus?
b. Apa Asuhan Keperawatan dengan masalah SLE?
c. Bagaimana cara perawatan dan pengobatan dari SLE?
d. Bagaimana penyelesaian masalah dari kasus tersebut?

1
3. Tujuan
a. Dapat mengetahui pengertian serta patofisiologi dari SLE
b. Dapat mengetahui Asuhan Keperawatan dengan masalah SLE
c. Dapat mengetahui cara perawatan dan pengobatan dari SLE
d. Dapat mengetahui penyelesaian masalah dari kasus yang diberikan

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. KONSEP DASAR
A. Defenisi

SLE merupakan suatu penyakit auotoimun kronik yang melibatkan berbagai organ
dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat. (kapita selekta 2000).
Sistemik lupus erytematosus adalah penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan berbagai
antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi pada berbagai organ.

SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya
belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik
remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, dimana tubuh
pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal,
hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk
melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.( Smeltzer. Suzanne C. 2002). SLE
(Sistemisc lupus erythematosus)adalah suatu penyakit komplek yang bersifat genetis dan di duga
lebih dari satu gen menentukan seseorang akan terkena atau tidak (Sharon moore, 2008)

Penyakit sistemik ini secara khas mengenai banyak sistem organ dan disertai dengan
berbagai fenomena imun. Riwayat alamiahnya tidak dapat diramalkan; sering progresif, berakhir
dengan kematian jika tidak diobati, tetapi dapat mereda secara spontan atau tetap membara
selama bertahun-tahun. Lupus eritematosus sistemik (SLE) pada anak umumnya lebih akut dan
lebih berat daripada SLE pada orang dewasa.

B. Etiologi
Penyebab pasti dari SLE ini belum diketahui, tetapi banyak pengamatan mendukung
hipotesis bahwa SLE merupakan penyakit dari pengaturan imun yang berubah. Berikut beberapa
factor penyebab nya

3
 Faktor Genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE.
Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang
menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi
daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3,
komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu
C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T,
imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) . Faktor genetik mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien
SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka
kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara
kembarn non-identik (2-9%).

 Faktor Lingkungan
 Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes zoster
(shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela, virus yang
juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela atau chiken pox).
 Antibiotik

Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan
hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi latar belakang timbulnya lupus.

 Sinar Matahari
Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus. Diduga oleh para
dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga mempermudah
terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar
pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah
pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari.
Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus
kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat menimbulkan

4
bercak-bercak kemerahan di bagian muka.kepekaan terhadap sinar matahari
(photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari.

C. Patofisiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan


peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan
penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari,
luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah
alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada
SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.

Lesi dapat terjadi pada banyak tempat dan melibatkan banyak sistem organ. Massanya
yang khas amorf, dan bahan ekstra-seluler yang tercat ungu ditemukan dengan pengecatan
hematoksilin. Benda-benda hematoksilin ini mungkin menggambarkan sel nukleus yang
mengalami degenerasi yang serupa dengan inklusi sel LE. Fibrinoid, bahan asluler yang
sangat aosinofilik, ditemukan pada jaringan ikat longgar atau pada dinding pembuluh
darah dan jaringan yang terkena. Radang pembuluh darah (vaskulitis) sering dijumpai.
Pada limpa, fibrosis perivaskuler menghasilkan lesi “cincin bawang” yang khas
mengelilingi pembuluh darah yang terkena. Granuloma kadang-kadang terdapat pada
jaringan yang terkena. Pengendapan kompleks imun, imunoglobin, dan komplemen dapat
dilihat pada jaringan, termasuk ginjal, kulit dan pembuluh darah.

D. Manifestasi Klinik

SLE dapat mulai secara tersembunyi atau secara akut. Kadang-kadang gejalanya telah
timbul bertahun-tahun mendahului diagnosis SLE. Gejala awal yang paling sering pada anak

5
adalah demam, malaise, artritis atau artralgia, dan ruam. Kadang-kadang pada kebanyakan anak
yang terkena terjadi demam; mungkin sebentar-sebentar dan terus-menerus. Malaise, anoreksia,
kehilangan berat badan dan kelemahan sering dijumpai.

Kadang-kadang, pada kebanyakan anak yang terkena, timbul manifestasi kulit. Ruam
“kupu-kupu”, terdiri atas tambalan eritematosa yang bersisik atau kebiru-biruan, melibatkan
daerah pipi dan biasanya meluas di atas jembatan hidung. Ruam dapat fotosensitif dan dapat
meluas ke muka, kulit kepala, leher, dada, da tungkai; ruam ini dapat terjadi Bullosa dan
mengalami infeksi sekunder. Lupus discoid murni (hanya manisfestas ikulit ) tidak lazim pada
anak. Erupsi kulit lainnya adalah mauklaeri tematosa atau lesi pungtata pada telapak tangan,
telapak kaki, ujung jari ekstremitas atau batang tubuh ;ruam vasculitis ; livedo retikularis
(tambalananyamanhitam); dan perubahan bantalan kuku. Lesi-lesiulseratif yang macular dan
sering kali tidak nyeri dapat terjadi pada palatum dan membrane mukosa mulut danh idung.
Purpura, kadang-kadang disertai dengan trombosi topenia, dapat tampak pada daerah yang
menggantung atau yang terkena trauma. Kadang-kadangdisertai dengan eritemanodosum dan
eritemamultiforme. Alopesia yang diakibatkan peradangan di sekitar folikel rambut dapat berupa
tambahan atau menyeluruh, dan rambut dapat menjadi kasar, kering dan rapuh.

Artalgia dan kekakuan sendi biasa dijumpai dansering terjadi tanpa perubahan objektif.
Kadang-kadang sendi yang terkena panas dan bengkak, rasa nyerinya mungkin lebih berat dari
pada yang diharapkan untuk tanda-tanda klinis tersebut, tetapi perubahan bentuk karena atritis
jarang. Nekrosis aseptic dapat mengenai tulang pada sejumlah tempat, terutama pada dapat
mengenai tulang pada sejumlah tempat, terutama pada kapus femoris. Tenosisnovitis dan
myositis dapat juga terjadi, sepertihalnya fenomena Raynaud. Poliserositis (pleuritic, pericarditis
dan peritonitis) adalah khas dan menimbulkan nyeri dada, precordial, atau perut.
Hepatosplenomegaly dan limfa denopati generalisata sering dijumpai. Keterlibatan jantung dapat
dimanifestasikan dengan berbagai macam vising, bisinggesek, kardiomegali, perubahan elektro
kardiografi, atau gagal jantung kongestif, dengan miokarditis, pericarditis, atau endocarditis
verukosa (endocarditis Libman Sacks, dikenali melalu iekokardiagram atau pada pemeriksaan
otopsi). Infarkmiokardium dapat menyebabkan kematian pada pnderita yang relative muda,
termasuk anak-anak. Infiltrate parenkim paru dapat terjadi; tetapi infeksi harus dikesampingkan,
sebelum pneumonia dapat dianggap berasaldari SLE. Pneumonia akut, peradarahan paru-paru,

6
atau fibrosis paru yang kronis dapat terjadi. Keterlibatan system saraf dapat menyebabkan
perubahan kepribadian, kejang-kejang, kecelakaan serebro vaskuler, khoreadan neuritisperifer.
Manifestasi gastrointestinal meliputi nyeri perut, muntah, diare, melena dan bahkan
infarkususakibat vasculitis. Perubahan okuler dapat meliputi episkleritis, iritis, atau perubahan
vaskuler retina dengan perdarahan atau eksudat (benda-bendasitoid). Kejadian-kejadian
trombotik yang mengenai arteria tau vena dapat terjadi, terutama pada penderita dengan antibodi
anti fosfolipid. Keterlibatan ginjal secra klinis sering dijumpai pada anak-anak.

E. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada
hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada penyakit lain.
Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk
antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik
untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk
mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk
menemukan antibody lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan
lamanya penyakit.
b. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
c. Radiology : Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.

F. Penatalaksanaan Medis

Tujuan dari pengobatan SLE adalah untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah
terjadinya inflamasi dan kerusakan jaringan, memperbaiki kualitas hidup pasien, memperpanjang
ketahanan pasien, memonitor manifestasi penyakit, menghindari penyebaran penyakit, serta
memberikan edukasi kepada pasien tentang manifestasi dan efek samping dari terapi obat yang
diberikan. Karena banyaknya variasi dalam manifestasi klinik setiap individu maka pengobatan
yang dilakukan juga sangat individual tergantung dari manifestasi klinik yang muncul.
Pengobatan SLE meliputi terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi (Herfindal et al., 2000).

7
a. Terapi Nonfarmakologi
Pada sinar matahari ketika akan beraktivitas di luar rumah (Delafuente, 2002).
Gejala yang sering muncul pada penderita SLE adalah lemah sehingga diperlukan
keseimbangan antara istirahat dan kerja, dan hindari kerja yang terlalu berlebihan.
Penderita SLE sebaiknya menghindari merokok karena hidrasin dalam tembakau diduga
juga merupakan factor lingkungan yang dapat memicu terjadinya SLE. Tidak ada diet
yang spesifik untuk penderita SLE (Delafuente, 2002). Tetapi penggunaan minyak ikan
pada pasien SLE yang mengandung vitamin E 75 IU and 500 IU/kg diet dapat
menurunkan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-4, IL-6, TNF-a, IL-10, dan
menurunkan kadar antibodi anti-DNA (Venkatraman et al., 1999). Penggunaan sunblock
(SPF 15) dan menggunakan pakaian tertutup untuk penderita SLE sangat disarankan
untuk mengurangi paparan sinar UV.
- Diet Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-
hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
- Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olahraga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan
karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan
krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga
dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk SLE ditujukan untuk menekan sistem imun dan
mengatasi inflamasi. Umumnya pengobatan SLE tergantung dari tingkat keparahan dan
lamanya pasien menderita SLE serta manifestasi yang timbul pada setiap pasien.
- NSAID
Merupakan terapi utama untuk manifestasi SLE yang ringan termasuk salisilat dan
NSAID yang lain (Delafuente, 2002). NSAID memiliki efek antipiretik, antiinflamasi,
dan analgesic (Neal, 2002). NSAID dapat dibedakan menjadi nonselektif COX inhibitor

8
dan selektif COX- 2 inhibitor. Nonselektif COX inhibitor menghambat enzim COX-1 dan
COX-2 serta memblok asam arakidonat. COX-2 muncul ketika terdapat rangsangan dari
mediator inflamasi termasuk interleukin, interferon, serta tumor necrosing factor
sedangkan COX-1 merupakan enzim yang berperan pada fungsi homeostasis tubuh
seperti produksi prostaglandin untuk melindungi lambung serta keseimbangan
hemodinamik dari ginjal. COX-1 terdapat pada mukosa lambung, sel endotelial vaskular,
platelet, dan tubulus collecting renal (Katzung, 2002). Efek samping penggunaan NSAID
adalah perdarahan saluran cerna, ulser, nefrotoksik, kulit kemerahan, dan alergi.

- Obat lain

Obat-obat lain yang digunakan pada terapi penyakit SLE antara lain adalah
azatioprin, intravena gamma globulin, monoklonal antibodi, terapi hormon, mikofenolat
mofetil dan pemberian antiinfeksi.

G. Komplikasi

Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit. Namun jika tidak
segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi kehidupan Anda. Berikut ini adalah beberapa
komplikasi yang bisa terjadi jika penyakit lupus tidak ditangani dengan cepat dan tepat:

 Peyakit Ginjal

Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah Anda divonis
mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi cairan pada tubuh Anda sudah
tidak normal. Ada yang salah pada ginjal Anda. Pada kasus yang lebih parah, gejalanya
sampai urin bercampur darah hingga pasien mengalami gagal ginjal.

 Penyakit jantung

Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus adalah terjadinya
infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan pembuluh darah, dan melemahnya
otot-otot jantung.

 Penyakit paru-paru

9
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput pembungkus paru-
paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan sakit saat bernapas hingga batuk
berdarah.

 Gangguan peredaran darah darah

Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak ditemukan gejala yang
dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya antara lain seperti terganggunya distribusi
oksigen dalam darah atau berkurangnya produksi sel darah putih, dan anemia.

 Gangguan saraf dan menta

Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat lupa, sakit kepala
yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu gelisah. Hal ini dikarenakan penyakit
lupus lama-kelamaan akan melemahkan kerja saraf dan menyebabkan stres pada pasien.

H. Prognosis

SLE sebelumnya di pandang berkemungkinan atau secara seragam merupakan penyakit masa
kanak-kanak yang mematikan , sekarang, anak-anak yang menderita penyakit yang lebih ringan
dapat dikenali , dan tampak bahwa tidak semua anak mengalami keterlibatan organ utama yang
berat. Walaupun terjadi eksaserbasi dan penyembuhan yang spontan , penyembuhan spontn
yang lama jarang di jumpai pada anak-anak . penyebab utama kematian pada penderita SLE
adalah nefritis , komplikasi sistem saraf sentral , infeksi , lupus paru , dan infark miokardium .
prognosis akhir untuk lupus berat yang mulai timbul pada masa kanak –kanak tetap harus
dipastikan.

2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang wanita, bila
dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit ini lebih sering
dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih.

10
b. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema malar ( pipi ) ras
seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh, sebelumnya pasien mengeluh
demam dan kelelahan.

e. Riwayat penyakit sekarang


Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik,
trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses pembekuan darah (
kemungkinan sindroma, antibody, antikardiolipin ).

f. Riwayat penyakit keluarga


Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga cenderung
memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga mempunyai resiko tinggi
terjadinya lupus eritematosus.

e. Pola – pola fungsi kesehatan


 Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa kg,
penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga mengakibatkan
penderita nafsu makannya menurun.

 Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.

 Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif mesangial,
namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.

11
 Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada jari –
jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.

 Pola persepsi dan konsep diri


Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang menimbulkan bekas
seperti luka dan warna yang buruk pada kulit penderita SLE akan membuat
penderita merasa malu dengan adanya lesi kulit yang ada.

f. Pemeriksaan fisik
o Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang bersifat
irreversibel.

o Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan yang sifatnya
reversible dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.

o Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah

o Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.

o Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.

o Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan jari jari-jari
kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.

12
o Paru – paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis, interstilsiel fibrosis.

o Leher Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme, intolerance


glukosa.

o Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis, vaskulitis.

o Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada perut.

o Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan joint swelling13

B. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan S LE adalah:


a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit, kerusakan
jaringan, keterbatasan mobolitas atau tingkat toleransi yang rendah.
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, tidur/aktivitas
yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan depresi/stres emosional.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot,
rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik, kurangnya atau tidak tepatnya
pemakaian alat-alat ambulasi.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang diakibatkan oleh penyakit kronik.

C. Perencanaan

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional

13
kriteria hasil
Nyeri akut Setelah Kolaborasi Menggunakan
berhubungan dilakukan pemberian agens
dengan inflamasi tindakkan analgetik dan kaji farmakologi
dan peningkatan keperawatan skala nyeri untuk meredakan
aktivitas selama ... x 24 atau
penyakit, jam diharapkan Ukur TTV pasien menghilangkan
kerusakan nyeri berkurang Observasi respon nyeri
jaringan, dengan criteria nonverbal dari Mengetahui perubahan
keterbatasan hasil: ketidaknyamanan TTV
mobolitas atau Skala nyeri pasien
tingkat toleransi berkurang Mengetahui
yang rendah TTV dalam respon pasien
batas normal terhadap nyeri
Kegelisahan
berkurang
Keletihan Setelah Monitor nutrisi Mengontrol
berhubungan dilakukan dan sumber asupan nutrisi
dengan tindakkan energi yang pasien untuk
peningkatan keperawatan adekuat mengurangi
aktivitas selama ... x 24 keletihan
penyakit, rasa jam diharapkan Kaji tingkat . Mengetahui
nyeri, keletihan teratasi kecemasan pasien apakah pasien
tidur/aktivitas dengan kriteria cemas untuk
yang tidak hasil: Monitoring pola mengurangi
memadai, nutrisi Glukosa darah tidur dan lamanya keletihan
yang tidak adekuat tidur/ istirahat . Mengetahui
memadai dan Kecemasan pasien apakah istirahat/
depresi/stres menurun tidur pasien
emosional. Istirahat cukup cukup
Hambatan Setelah Latih pasien Melatih pasien

14
mobilitas fisik dilakukan berpindah dari untuk berpindah
berhubungan tindakkan tempat tidur ke untuk
dengan keperawatan kursi menghindari
penurunan selama ... x 24 dissus atrofi.
rentang gerak, jam Ukur TTV pasien Mengetahui
kelemahan otot, diharapkan pasien saat dan setelah perubahan TTV
rasa nyeri pada menunjukkan beraktivitas pasien saat dan
saat bergerak, mobilitas fisik setelah pasien
keterbatasan dengan kriteria Latih pasien beraktivitas
daya tahan fisik, hasil: dalam pemenuhan Memandirikan
kurangnya atau Mampu kebutuhan ADL pasien dalam
tidak tepatnya berpindah dari secara mandiri memenuhi
pemakaian alatalat tempat duduk ke kebutuhan ADL
ambulasi. kursi
TTV normal saat
dan setelah
beraktivitas
Mampu
melakukan
kebutuhan ADL
secara mandiri
Gangguan citra Setelah Kaji secara verbal Mengetahui
tubuh dilakukan dan nonverbal apakah body
berhubungan tindakkan respon klien image pasien
dengan keperawatan terhadap positif atau tidak
perubahan dan selama ... x 24 tubuhnya Membantu
ketergantungan jam pasien untuk
fisik serta diharapkanpasien Fasilitasi kontak mempertahankan
psikologis yang dapat menerima dengan individu interaksi
diakibatkan oleh keadaan lain dalam sosialnya
penyakit kronik. tubuhnya dengan kelompok kecil Mendorong

15
kriteria hasil: Dorong klien pasien untuk
Body image mengungkapkan mengungkapkan
positif perasaannya secara faktual
Mempertahanka tentang
n interaksi sosial perasaannya
Mendeskripsikan terhadap
secara faktual perubahan fungsi
perubahan fungsi tubuh
tubuh

D. Evaluasi
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Nyeri akut berhubungan Dengan inflamasi Pasien mengatakan skala nyeri
dan peningkatan aktivitas penyakit, berkurang
kerusakan jaringan, keterbatasan mobolitas TTV dalam batas normal
atau tingkat toleransi yang rendah Kegelisahan berkurang
Keletihan berhubungan dengan peningkatan Glukosa darah adekuat
aktivitas penyakit, rasa nyeri, tidur/aktivitas Kecemasan menurun
yang tidak memadai, nutrisi yang tidak Istirahat cukup
memadai dan depresi/stress emosional.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan Mampu berpindah dari tempat
dengan penurunan rentang gerak, kelemahan duduk ke kursi
otot, rasa nyeri pada saat bergerak, TTV normal saat dan setelah
keterbatasan daya tahan fisik, kurangnya atau beraktivitas
tidak tepatnya pemakaian alat-alat ambulasi. Mampu melakukan kebutuhan ADL
secara mandiri

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Body image pasien terlihat positif Pasien
perubahan dan ketergantungan fisik serta mampu mempertahankan
psikologis yang diakibatkan oleh penyakit interaksi sosial
kronik. Pasien mampu mendeskripsikan

16
secara faktual perubahan fungsi
tubuh

3. PERAWATAN DAN PENGOBATAN

SLE belum diketahui pengobatanuya sehingga perawatan yang dilakukan hanya sebatas
mengatasi gejala atau shymptom yang timbul, termasuk upaya menekan gejala yang timbul
(pada kadar yang dapat diterima ) dan mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Upaya
mencegah dapat dilakukan dengan penggunaan obat-obatan, seperti corticosteroid dan
immunosuppressant. Pengobatan alternative serta mengubah gaya hidup. Mengenali geja dini
seperti kelelahan, rasa nyeri, timbuk ruam , demam, perut tidak nyaman, sakit kepala dan
pusing , komunikasi yang baik dengan dokter ahli dpat menvega aktifnya penyakit ini.

Odopus harus menghindari hal hal yang dapat membuat penyakitna kambuh antara lain
dengan cara menghindari stress, menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahri,
mengurangi beban kerja yang berlebihan, menghinari pemakaian obat tertentu dan nutrisi
yang baik. Gaya hidup harus diubah, misalnya dengan memakai pakaian yang tertutup dan
menggunakan sunscreen, payung untuk menghindari paparan sinar matahari. Odapus yang
mengalami kelebihan berat badan atau obesitas harus mengurangi berat baddan untuk
meringankan efek penyakit ini.

Mengembangkan sikap mental positif, mengkonsumsi makanan bergizi dan control ke


dokter secara tertatur adalah langkah yang perlu dilakukan oleh penderita sle agar tetap sehat.
Menu makanan sehari-hari dengan asupan gizi yang kaya mineral seperti kalsium, kalium,
vitamin A, B, C, dan D yang banyak mengandung zat antioksidan , seperti yang terdapat
pada buah dan sayur.

4. PENYELESAIAN KASUS

Kasus:

Seorang anak perempuan usia 14 tahun dibawa kerumah sakit oleh keluarga karena keluhan
demam dan nyeri pada sendi. Menurut ibu, anak sudah mengalami hal ini sejak 1 bulan yang
lalu. Anak mengkonsumi kartokostiroid sejak umur 10 tahun. Ibu mengatakan bahwa badan

17
anak lemah dan berat badan menurun menjadi 8 kg sejak sakit (berat badan sebelumnya
30kg). hasil pemeriksaan fisik ditemukan adamya ruam kulit (skin rush) pada lengan, kaki,
dam punggu. Pada daerah pipi terdapat bercak mAlar atau butterfly Rush yang berwarna pink
sampai ke daerah lasolabial. Ada pembengkakan pada sendi dan anak mengeluh nyeri ketika
digerakan (skala nyeri 6)

a.Apakah masalah yang terjadi pada anak tersebut diatas?

b. Jelaskan apakah saja kemungkinan penyebab masalah yang dialami anak?

c. Jelaskan patofisiologi dari penyakit pada anak disertai dengan WOC

d.Apakah tanda dan gejala khas yang tampak pada anak?

e.Bagaimana pengobatan dan penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak?

f.Jelaskan Tentang komplikasi yang mungkin terjadi pada anak?

g.Jelaskan apa saja hal yang perlu dikaji pada anak?

h.Apakah masalah keperawatan yang muncul pada anak?

i.Buatlah rencana intervensi sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul pada anak

Pembahasan:

a. Masalah anak tersebut adalah Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


b. Penyebab anak mengalami SLE
Faktor Lingkungan
 Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes zoster
(shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela, virus yang
juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela atau chiken pox).
 Antibiotik

Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan
hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi latar belakang timbulnya lupus.

18
 Sinar Matahari
Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus. Diduga oleh para
dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga mempermudah
terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar
pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah
pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari.
Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus
kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat menimbulkan
bercak-bercak kemerahan di bagian muka.kepekaan terhadap sinar matahari
(photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari.

c. Patofisiologi dari SLE

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang


menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (
sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE,
peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang
antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

19
Lingkungan (Cahaya Matahari, Obat obatan
Genetic luka bakar Internal0 (Kartokasteroid)

Sistem regulasi dan kekebalan tubuh terganggu

Mengaktifasi sel T dan Sel B

Fungsi sel T suressor abnormal

Peningkatan produksi autoantibodi

Penumpukan kompleks imun Kerusakan jaringan

muskuloskeletal Integumen

Pembengkakan sendi Ruam kulit (skin rush) pada lengan, kakin dan
punggung. Bercak malar warna pink pada pipi
sampai nasolabial
Nyeri saat digerakkan

Hambatan Nyeri Keletihan Resiko Risiko


mobilitas akut kerusakan gangguan
fisik integritas citra tubuh
kulit

20
d. Tanda dan gejala yang khas dapat dilihat:
 Demam dan nyeri pada sendi
 Badan anak lemah an berat badan menurun menjadi 8kg saat sakit
 Skin rush (ruam kulit) pada lengan, kaki dan punggung.
 Bercak malar pada pipi (butterflu rush) warna pink sampai nasolabia
 Pembengkakan sendi dan nyeri saat di gerakkan
 Skala nyeri 6

e. Pengobatan dan penatalaksaan medis yang dapat dilakukan


Tujuan dari pengobatan SLE adalah untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah
terjadinya inflamasi dan kerusakan jaringan, memperbaiki kualitas hidup pasien,
memperpanjang ketahanan pasien, memonitor manifestasi penyakit, menghindari
penyebaran penyakit, serta memberikan edukasi kepada pasien tentang manifestasi dan
efek samping dari terapi obat yang diberikan. Karena banyaknya variasi dalam
manifestasi klinik setiap individu maka pengobatan yang dilakukan juga sangat
individual tergantung dari manifestasi klinik yang muncul. Pengobatan SLE meliputi
terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi (Herfindal et al., 2000).

f. Komplikasi yang mungkin terjadi


o Peyakit Ginjal
o Penyakit jantung
o Penyakit paru-paru
o Gangguan peredaran darah darah
o Gangguan saraf dan menta
g. Hal yang perlu dikaji
 Riwayat Kesehatan
Adanya riwayat keletihan, demam, perubahan berat badan, nyeri, pembengkakan
pada sendi.
 Faktor reisko
Meliputi wanita, riwayat keluarga, paparan sinar matahari berlebihan

21
 Pemeriksaan fisik
Ukur dan dokumentasikn adanya demam, observasi kulit terhadapat adanya ruam
malar atau ruam seperti kupu kupu pada pipi.
Ukur tekanan darah, auskultasi bunyi paru, palpasi sendi observasi nyeri tekan.

h. Masalah keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit,
kerusakanjaringan, keterbatasan mobolitas atau tingkat toleransi yang rendah.
2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,
tidur/aktivitasyang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan depresi/stres
emosional.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan
otot,rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik, kurangnya atau
tidak tepatnyapemakaian alat-alat ambulasi.
4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
5. Risiko gangguan body image berhubungan dengan efek samping pengobatan.

i. Intervensi keperawatan

1. Kolaborasipemberiananalgetik dan kajiskala nyeri, ukur TTV pasien dan observasi


responnonverbal dariketidaknyamanan
2. Memepertahankan keseimbangan cairan
Tindakan yang dilakukan monitor intake dan output, evaluasi status cairan dan elektrolit
anak, perhatikan adanya manifestasi gangguan ginjal seperti edema, kram otot, diare,
tegang dan kejang.
3. Meningkatkan istirahat dan rasa nyaman
Tindakan anjurkan periode istirahat dan diet bernutrisi untuk meningkatkan penyimpanan
energi, fisioterapis dapat memberikan program untuk membantu mobilitas dan
meningkatkan kekuatan otot.
4. Meningkatkan integritas kulit

22
Gunakan sabun yang lembut, anjurkan remaja untuk membatasi penggunaan kosmetik,
dorong untuk menghindari cahaya matahari, dan gunakan krim pelindung matahar seperti
sun protection factor (SPF).
5. Pengelolaam efek samping pengobatan
Observasi terhadap efek samping pengobatan dan ajarkan anak dan keluarga tentang efek
samping tersebut.
6. Memberikan dukungan emosional
Remaja dapat menunjukan perubahan body image akibat ruam, alopesia, atritis,
perubahan sendi dan penyakit kronik. Rujuk pada support group, layanan sosial atau
konseling.

23
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

SLE merupakan suatu penyakit auotoimun kronik yang melibatkan berbagai organ dengan
manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat. (kapita selekta 2000). Sistemik
lupus erytematosus adalah penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan berbagai antibodi
yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi pada berbagai organ. SLE hingga
saat ini belum diketahui penyebab pastinya termasuk pengobatan nya juga belum diketahui
dengan pasti.

2. Saran

Dalam makalah ini penulis berharap dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Dan untuk
makalah ini layak dimohonkan kritik dan saran yang membangun.

24
DAFTAR PUSTAKA

Burn, Catherine E, et all. (2004). Pediatric Primary Care : A Handbook for Nurse
Practitioner. USA : Saunders

Sutarna, Agus, dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Wong’s Essentials of
Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &


Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley & Sons Ltd

Hellen Amalia. 2009. Peningkatan daya tahan tubuh anak dengan SLE. Jurnal fakultas
kedokteran. 11(1) : 33

25

Anda mungkin juga menyukai