Anda di halaman 1dari 24

BAB V.

PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA ANAK DENGAN MASALAH PADA SISTEM
PENCERNAAN

5.1 Pendahuluan
5.1.1 Deskripsi Bab
Bab ini menjelaskan tentang proses terjadinya beberapa penyakit yang mengenai organ
dan sistem pencernaan pada anak. Penyakit yang dibahas pada Bab ini di antaranya
gastroenteritis, demam tifoid, dan malnutrisi. Selanjutnya Bab ini juga menguraikan
asuhan keperawatan untuk mengatasi respon yang dimunculkan oleh anak dan keluarga
akibat dari proses penyakit dan pengobatan yang diperoleh.

5.1.2 Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa mampu untuk
memahami konsep proses terjadinya penyakit gastroenteritis, demam tifoid dan
malnutrisi. Setelah itu mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menganalisis
asuhan keperawatan terkait penyakit tersebut meliputi identifikasi pengkajian,
penetapan diagnosis keperawatan, tujuan dan kriteria evaluasi, perencanaan tindakan
keperawatan serta evaluasi tindakan keperawatan.

5.1.3 Kaitan Bab 5 dan Bab 4


Pada pertemuan sebelumnya mahasiswa telah mempelajari konsep imunitas tubuh dan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan imunitas. Imunitas merupakan salah satu
aspek yang dapat mempengaruhi gangguan pada sistem pencernaan.

5.1.4 Kompetensi Khusus


Setelah mengikuti pembelajaran diharapkan mahasiswa dapat
1. Melakukan simulasi asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pada sistem
pencernaan dengan mengembangkan pola pikir kritis, logis dan etis, menggunakan
komunikasi terapeutik dan memperhatikan aspek budaya, menghargai
sumber-sumber etnik, agama atau faktor lain dari setiap pasien yang unik.

1
2. Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan baik mandiri maupun kolaborasi
pada anak dengan masalah pada sistem pencernaan dengan menerapkan konsep ilmu
dasar keperawatan dan ilmu keperawatan dasar sesuai SOP serta menerapkan prinsip
atrauma care, legal dan etis.
3. Mampu memberikan simulasi pendidikan kesehatan kepada keluarga sebagai upaya
pencegahan primer, sekunder dan tersier.
4. Mampu menjalankan fungsi advokasi bagi anak/keluarga untuk mempertahankan hak
klien agar dapat mengambil keputusan untuk dirinya.

5.2 Penyajian
5.2.1 Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare
1. Definisi
Gastroenteritis adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai
bakteri, virus, dan patogen parasit. Gastroenteritis didefinisikan sebagai peningkatan
frekuensi defekasi dan kandungan air pada tinja yang berlangsung selama 5-7 hari.

2. Etiologi
Penyebab dari gastroenteritis sangat beragam, antara lain :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan
maupun air minum (Enteropathogenic, Escherichia coli, Salmonella, shigella,
V. Cholera, dan Clostridium).
2) Infeksi berbagai macam virus : enterovirus, echoviruses, adenovirus, dan
rotavirus. Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus Rotavirus.
a) Jamur : candida
b) Parasit (giardia clamblia, amebiasis, crytosporidium dan
cyclospora)
b. Faktor non infeksi
1) Alergi makanan, misal susu, protein
2) Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit
3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
4) Obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.

2
5) Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
6) Emosional atau stress
7) Obstruksi usus

3. Tanda dan Gejala


a. Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, dan kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir dan
darah, warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu.
b. Anus dan daerah sekitar timbul lecet kerena sering defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak diabsorbasi oleh usus selama diare
c. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit.
d. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tanpak
kering.

4. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotikdalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus

3
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesemptan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare
pula.

5. Klasifikasi diare
a. Diare dehidrasi berat: anak letargis/ tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum
atau malas minum, cubitan kulit kembali sangat lambat.
b. Diare dehidrasi ringan/ sedang: anak gelisah, rewel, mudah marah, mata cekung,
haus minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembali lama.
c. Diare tanpa dehidrasi: tidak ada tanda-tanda diklasifikasikan sebagai diare
dehidrasi berat, sedang atau ringan.
d. Diare persisten berat: diare lebih dari 14 hari, dengan tanda dehidrasi
e. Diare persisten: diaren > 14 hari tanpa tanda dehidrasi
f. Disentri: Ada darah dalam tinja

6. Pemeriksaan Diagnostik (tambahkan)


a. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
b. Kultur tinja
c. Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa
d. Pemeriksaan tinja; pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah

7. Penatalaksanaan Medis
Depkes RI tahun 2010, mencanangkan suatu program untuk pengobatan dan
perawatan diare dengan istilah LINTAS DIARE
Lima langkah tuntaskan diare (LINTAS DIARE)
a. Berikan oralit
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),
kalium korida (KCl) dan trisodium sitrat hidrat serta glukosa anhidrat. Oralit
diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang
selama diare. Oralit diberikan segera setelah anak mengalami diare. Cara
membuat larutan oralit adalah:

4
 Satu bungkus oralit dimasukan kedalam satu gelas air matang ,
 anak kurang dari 1 tahun beri 50 – 100 cc cairan oralit setiap kali
buang air besar
 Anal lebih dari 1 tahun diberi 100 – 200 cc cairang elektrolit setiap
kali buang air besar.
Penelitian menunjukkan bahwa oralit terbukti dapat mengurangi volume tinja
hingga 25%, mengurangi mual muntah hingga 30% dan mengurangi pemberian
secara bermakna pemberian cairan melalui intravena.
b. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar
ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare,
anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga
agar anak tetap sehat.

Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam
hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan zinc selama 10 – 14 hari. Hal ini
didasarkan pada penelitian 20 tahun (1980 – 2003) yang menunjukkan bahwa
pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan terbukti menurunkan angka
kematian akibat diare pada anak sampai 40%.

Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Dengan dosis sebagai
berikut:
a. Balita umur < 6 bulan: ½ tablet (10mg)/hari
b. Balita umur ≥ 6 bulan 1 tablet (20mg)/hari

Cara pemberian zinc adalah dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air
matang atau ASI. Untuk anak yang lebih besar, zinc dapat di kunyah. Pemberian
zinc harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare
pada 2 – 3 bulan ke depan.
c. Teruskan ASI pada bayi yang masih menyusu dan makan

5
ASI bukan penyebab diare, namun dapat mencegah diare. Bayi dibawah umur 6
bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan
sistem imunitas tubuh bayi. Apabila anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan
pemberian ASI sebanyak dia mau. Jika anak mau lebih banyak dari biasanya itu
lebih baik. Anak juga harus diberikan makan seperti biasa dengan frekuensi lebih
sering. Makanan anak tidak boleh dibatasi, karena lebih banyak makan akan
membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi.
Susu formula dapat diberikan pada anak yang berusia lebih dari 2 tahun, untuk
anak yang berusia kurang dari 2 tahun dianjurkan mulai mengurangi susu formula
dan menggantinya dengan ASI.
d. Berikan antibiotik secara selektif
Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan jika
ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera atau diare disertai
penyakit lain. Pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi
kuman terhadap antibiotik jika tidak dihabiskan sesuai dengan dosis. Selain tiu
pemberian yang tidak tepat dapat membunuh flora normal yang justru dibutuhkan
tubuh. Efek samping dari penggunaan antibiotic yang tidak rasional adalah
timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik.
Hal ini juga akan mengeluarkan biaya pengobatan yang seharusnya tidak
diperlukan. Saat ini obat anti diare tidak dianjurkan lagi Karena ketika terkena
diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan motilitas atau
pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan terasa banyak
gerakan dan berbunyi. Anti diare akan menghambat gerakan itu sehingga kotoran
yang seharusnya dikeluarkan, justru sihambat keluar. Selain itu anti diare dapat
menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus (terlipat/terjepit).
Kondisi ini berbahaya karena memerlukan tindakan operasi.
e. Berikan nasehat pada ibu dan keluarga
Berikan nasehat dan cek pemahaman ibu/ pengasuh tentang cara pemberian oralit,
zinc. ASI/ makanan dan tanda-tanda segera membawa anaknya ke petugas
kesehatan jika anak:
1) Buang air besar cair dan sering
2) Muntah berulang-ulang

6
3) Mengalami rasa haus yang nyata
4) Makan / minum sedikit
5) Demam
6) Tinjanya berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari

8. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi sebagai berikut :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemia (dengan gejala miteorismus, hipotoni otot, lemak, bradikardia,
perubahan elektrokardiagram).
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktasi.
f. Kejang-kejang pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)
h. Cardiac dysrhythmias akibat hipokalsemi dan hipokalsemi.
i. Intoleransi laktosa, pada penderita intoleransi laktosa, pemberian susu formula
pada penderita diare dapat menimbulkan volume tinja bertambah, BB tidak
bertambah, tanda dan gejala dehidarasi memburuk dan tinja terdapat reduksi
dalam jumlah cukup banyak.
j. Ileus paralitik, komplikasi yang sering dan fatal terutama pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat anti motilitas.

9. Prognosis
Prognosis diare sangat tergantung pada penyebabnya. Pada penyebab obat-obatan,
tergantung pada kemampuan untuk menghindari pemakaian obat-obatan tersebut.

7
Pada pasca bedah prognosis tergantung pada sejarah mana akibat tindakan operasi
pada penderita di samping faktor penyakit dasarnya sendiri.

10. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
 Kemungkinan memakan makanan atau air yang terkontaminasi.
 Kemungkinan infeksi ditempat lain (mis, pernapasan, infeksi saluran
kemih).
 Lakukan pengkajian fisik rutin.
 Observasi adanya menifestasi gastroenteritis akut.
 Kaji status dehidrasi.
 Catat keluaran fekal – jumlah, volume, karakteristik.
 Observasi dan catat adanya tanda-tanda yang berkaitan – tenesmus, kram,
muntah.
 Bantu dengan prosedur diagnostik, mis, tampung spesimen sesuai
kebutuhan, feses untuk pH, berat jenis, frekuensi; HDL, elektrolit serum,
kreatinin, BUN
 Deteksi sumber infeksi mis, periksa anggota rumah tangga lain dan rujuk
pad pengobatan bila diindikasikan

b. Diagnosis Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare.
2) Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan GI berlebihan
melalui feses atau emesis.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui diare, masukan yang tidak adekuat.

c. Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa 1

8
 Ganti popok dengan sering untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan
kering.
 Bersihkan bokong perlahan-lahan dengan sabun lunak, non-alkalin dan air
atau celupkan anak dalam bak untuk pembersihan yang lembut karna feses
diare sangat mengiritasi kulit.
 Beri salep seperti seng oksida untuk melindungi kulit dari iritasi (tipe salep
dapat bervariasi untuk setiap anak dan memerlukan periode percobaan).
 Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara jika
mungkin untuk meningkatkan penyembuhan; berikan salep pelindung pada
kulit yang sangat teriritasi atau kulit terekskoriasi untuk memudahkan
penyembuhan.
 Hindari menggunakan tissue basah yang dijual bebas yang mengandung
alkohol pada kulit yang tersekskoriasi karena akan menyebabkan rasa
menyengat.
 Observasi bokong dan perineum akan adanya infeksi, seperti kandida,
sehingga terapi yang tepat dapat dimulai.
 Berikan obat anti jamur yang tepat untuk mengobati infeksi jamur kulit.

2) Diagnosa 2
 Beri larutan dehidrasi oral (LRO) untuk rehidrasi dan penggantian
kehilangan cairan melalui feses. Beri LRO sedikit tapi sering kecuali anak
muntah karena muntah, kecuali muntah itu hebat, bukanlah kontraindikasi
untuk penggunaan LRO.
 Beri dan pantau cairan IV sesuai ketentuan untuk dehidrasi hebat dan
muntah.
 Beri agens antimikroba sesuai ketentuan untuk mengobati patogen khusus
yang menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan.
 Setelah rehidrasi, berikan diet reguler pada anak sesuai toleransi karena
penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini bersifat
menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan berat
badan serta pemendekan durasi penyakit.

9
 Ganti LRO dengan cairan rendah natrium seperti air ASI, formula bebas
laktosa, atau formula yang mengandung setengah laktosa untuk
mempertahakan terapi cairan.
 Pertahankan pencatatan yang ketat terhadap masukan dan keluaran ( urine,
feses, dan emesis) untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.
 Pantau berat jenis urine setiap 8 jam atau sesuai indikasi untuk mengkaji
dehidrasi.
 Timbang BB anak untuk mengkaji dehidrasi.
 Kaji TTV, turgor kulit, membran mukosa, dan status mental setiap 4 jam
atau sesuai indikasi untuk mengkaji hidrasi.
 Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkerbonat, dan
gelatin kerna cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolalitas tinggi.
 Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantuan
masukan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi untuk hasil
optimun dan memperbaiki kepatuhan terhadap aturan terapeutik.

3) Diagnosa 3
 Setelah rehidrasi instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian
asi karena hal ini cenderung mengurangi kehebatan dan durasi penyakit.
 Hindari pemberian diet dengan pisang, beras, apel, dan roti panggang atau
teh karena diet ini rendah dalam energi dan protein, terlalu tinggi dalam
karbohidrat, dan rendah elektrolit.
 Observasi dan catat respons terhadap pemberian makan untuk mengkaji
toleransi pemberian makan.
 Instrusikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
 Gali masalah dan prioritas anggota keluarga untuk memperbaiki kepatuhan
terhadap program terapeutik.

5.2.2 Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam Thypoid
1. Pengertian

10
Demam tifoid merupakan suatu penyakit inflamasi usus yang disebabkan oleh
bakteri atau kuman gram negatif salmonela thypi yang sering dihubungkan dengan
status sosial ekonomi rendah dan kurangnya kebersihan (Mweu & English, 2008).

2. Penyebab
Penyebab demam thypoid adalah salmonella thypi atau Paratyphi A, Paratyphi B.
Karakteristik S.typhi
 Basil gram (-).
 Memfermentasi laktosa.
 Bergerak dengan rambut getar.

3. Patogenesis
Kuman masuk kedalam saluran pencernaan melalui makanan/minuman yang
mengandung salmonella thypi. Kuman masuk melewati lambung dan mencapai usus
halus (ileum). Kuman kemudian menembus dinding usus halus dan masuk ke folikel
limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman ikut dalam aliran limfe mesenterial ke
dalam sirkulasi darah (bakterimia primer) dan mencapai jaringan RES (hepar, lien,
sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakterimia kedua, kuman
menyebar ke organ lain (intra dan ekstra intestinal) melalui sirkulasi darah. Masa
inkubasi adalah 10-14 hari (Sastroasmoro. dkk, 2007).

4. Tanda dan gejala


a. Masa inkubasi 10-12 hari; mungkin ditemukan gejala prodromal tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat.
b. Demam berlangsung selama 3minggu, febris remitten, suhu tidak terlalu tinggi
1) Minggu I, suhu tubuh biasanya meningkat pada sore/malam hari dan
menurun di pagi hari.
2) Minggu II, demam persisten/menetap.
3) Minggu III, suhu berangsur turun, dan mendekati normal.
c. Gangguan pada saluran cerna

11
1) Pada mulut: bibir pecah-pecah, bau mulut, lidah kotor/tertutup selaput
putih, ujung dan tepi lidah kemerahan, kehilangan nafsu makan, dan diare
2) Pada abdomen: distensi abdomen, nyeri tekan, hepatomegali, dan
kadang-kadang ditemui splenomegali
d. Ganggun kesadaran pada keadaan yang berat
1) Kesadaran menurun, mengantuk, bingung, dan apatis
2) Disorientasi, menggigau
e. Gangguan lain: nafas cepat dangkal, muncul bintik merah (rose spot) di kulit.

5. Pemeriksaan diagnostik
Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui
pemeriksaan laboratorium. Penegakan diagnosis demam tifoid berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan anamnesis belum tepat, karena bisa saja ditemukan gejala
yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak. Oleh karena itu, selain menilai
gejala spefisik juga diperlukan pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya
untuk konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan laboratorium
untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok,
yaitu:
a) Pemeriksaan darah tepi.
 Anemia, pada umumnya terjadi krena supresi sumsum tulang, defisiensi besi
dan perdarahan usus.
 Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/μl.
 Limfosistosis relatif.
 Trombositopenia terutama pada demam tifoid berat.
b) Pemeriksaan bakteriogis dengan isolasi dan biakan kuman.
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.
Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah
ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada
stadium berikutnya dapat ditemukan juga dalam urine dan feses.
c) Uji serologis

12
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1)
uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3) metode enzyme immunoassay (EIA); (4) metode
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
a. Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak
tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi
aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran
berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan
dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Kenaikan titer S.typhi
titer O ≥ 1:120 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesen.
b. Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel
yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan
dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya
ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam
diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan
tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
c. Enzyme immunoassay (EIA)
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM
dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM
menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi
terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan
infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam
tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi
tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi.
Menurut Narayanappa, et al (2010) Typhidot-M memiliki sensitivitas 92,6%
untuk diagnosis awal demam tifoid dan metoda ini lebih sederhana jika
dibandingkan dengan tes widal.
d. Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak
antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap
antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. Typhi.
d) Pemeriksaan kuman secara molekuler

13
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi
DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik
hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain
reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi.

6. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
1) Antipiretik bila suhu tubuh > 38,3°C. kartikosteroid dianjurkan pada demam
tifoid berat.
2) Antibiotik (berturut-turut sesuai lini pengobatan).
 Kloramfenikol : 50-100mg/kg BB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis
selama 10-14 hari, tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/μl, dosis
maksimal 2g/hari.
 Amoksisilin 150-200mg/kgBB/hari, oral atau IV selama 14 hari.
 Sefriakson 20-80mg/kgBB/hari selama 5-10 hari.

b. Tindakan bedah
Tindakan bedah perlu dilakukan segera bila terdapat perforasi usus.
c. Pencegahan
1) Higiene perorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan hygiene perorangan dan
lingkungan seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih,
dan pengamanan pembuangan limbah feses.
2) Imunisasi
Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam
tifoid, terjadi kejadian luar biasa, dan untuk turis yang berpergian ke daerah
endemic.
 Vaksin polisakarida (cospular Vi polysaccharide), pada usia 2 tahun atau
lebih diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 bulan.
 Vaksin tifoid oral (Ty21-a), diberikan pada usia > 6 tahun dengan
interval selang sehari (hari 1, 3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin

14
ini belum beredar di Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis
yang berpergian ke daerah endemik.

7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
 RKS; klien mengeluh tidak enak badan, letih, nyeri kepala, bibir pecah-pecah,
tidak nafsu makan, nyeri kepala, demam terutama sore/ malam hari.
 RKD; riwayat sakit saluran cerna, riwayat peny kandung empedu
 RKK; riwayat klg menderita typoid, higiene keluarga jelek
 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
 Tingkat kesdaran: menurun
 TTV: suhu meningkat, nafas cepat dangkal, nadi bradikardi relatif, TD
normal/menurun
 Pengkajian sistem tubuh
 Mata cekung
 Mulut; bibir kering dan pecah-pecah, lidah berselapu/kotor
 Abdomen ; distensi abdomen, nyeri tekan, splenomegali, hepatomegali
 Integumen ; rose spot
 Ekstremitas; kekuatan otot menurun, kelemahan

b. Diagnosa Keperawatan
 Peningkatan suhu tubuh(hipertermi) b/d efek sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, peningkatan metabolisme
 Pemenuhan nutrsi: <kebutuhsn tubuh b/d intake tidak adekuat, gangguan
absorbsi, peningkatan kebutusn metabolik(infeksi)
 Intoleransi aktivitas b/d penurunan kekuatan
 Perubahan persepsi sensori
 Resiko kekurangan volume cairan

c. Intervensi
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d ↑metabolisme, efek sirkulsi endotoksin

15
Tujuan: suhu tubuh normal
Kriteria hasil: suhu dalam rentang normal, tidak ada komplikasi sehubungan
dengan peningkatan suhu
Intervensi
 Pantau suhu klien (derajat dan pola)
 Pantau suhu ligkungan
 Beri kompres hangat
 Kolaborasi utk pemberian antipiretik dan antibiotik

5.2.3 Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Nutrisi
A. Malnutrisi
1. Definisi
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup,
malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak seimbangan
di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan
kesehatan.

2. Etiologi
Malnutrisi pada anak dapat merupakan kelanjutan keadaan kurang gizi yang
dimulai pada masa bayi, atau ia dapat timbul dari faktor-faktor yang menjadi
berlaku selama masa anak. Pada umumnya penyebabnya adalah sama seperti
penyebab yang menyebabkan malnutrisi pada bayi. Masalahnya mungkin kompleks.
Kebiasaan diet yang jelek dapat disertai dengan keadaan higienik yang pada
umumnya jelek, disertai dengan penyakit kronik, disertai dengan kebiasaan makan
yang rewel dari anggota keluarga yang lain, atau disertai dengan gangguan
hubungan tua-anak.

3. Patofisiologi
Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan terjadi deplesi
cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah akan
menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di tingkat

16
seluler sehingga fungsi sel terganggu misalnya sintesis protein, pembentukan dan
penggunaan energi, proteksi terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan
fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus maka gangguan fungsi sel ini akan
menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang bermanifestasi secara
fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan tanda dan gejala klinis
spesifik yang berkaitan dengan nutrien tertentu misal edema, xeroftalmia,
dermatosis, dan lain-lain yang kadang-kadang ireversibel.

4. Tanda dan Gejala


a. Pertumbuhan terganggu, Berat badan menurun
b. Perubahan mental, biasanya apatis dan anak cengeng
c. Edema ringan atau berat
d. Gejala gastrointestinal: Anoreksia dan diare
e. Perubahan rambut, bentuk dan warna rambut, rambut kepala mudah dicabut.
Pada tahap lanjut rambut kepala terlihat kusam dan berubah menjadi putih
f. Kulit kering dan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih dalam dan lebar,
sering ditemukan hiperpigmentasi dan bersisik. Kelainan kulit: Crazy Pavement
dermatosis yaitu berupa bercak-bercak putih dan merah muda dengan tepi hitam
ditemukan pada bagian tubuh yang sering tertekan seperti bokong, fossa poplitea,
lutut, paha dan lipat paha.
g. Pembesaran hati karena perlemakan pada hati
h. Anemia: jumlah sel sistem eritropoitik berkurang dalam tulang karena aplasia/
hipoplasia sumsum tulang akibat defesiensi protein dan infeksi menahun

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kelainan kimia darah; kadar albumin serum menurun, globulin normal atau
meningkat.
b. Pada biopsi hati; hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak besar dan
adanya tanda nekrosis, infiltrasi sel mononukleus yang menandakan adanya
perlemakan hati.
c. Hasil Autopsi organ; hampir semua organ mengalami perubahan seperti
degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang dan sebagainya.

17
6. Penatalaksanaan Medis
Prinsip pengobatan kwasiokor adalah memberikan makanan yang mengandung
banyak protein bernilai tinggi, banyak kalori, cukup cairan, cukup vitamin, dan
mineral, masing-masing dalam bentuk yang mudah diserap. Oleh karena toleransi
akan makanan dari penderita pada hari pertama pengobatan masih rendah,
hendaknya makanan jangan diberikan sekaligus dan terlalu banyak, tetapi dinaikkan
hari demi hari. Hasil yang paling baik diperoleh dengan pemberian makanan yang
mengandung protein 3-4 gram/kgbb/hari dan 160 – 175 Kalori/kgbb/ hari.
Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi sebagai penyakit penyerta.

B. OBESITAS
1. Defenisi
Obesitas ialah akumulasi jaringan lemak dibawah kulit yang berlebihan dan terdapat
di seluruh tubuh. Sering dihubungkan dengan overweigh (kelebihan berat badan),
walaupun tidak selalu identik, oleh karena obesitas mempunyai ciri-ciri tersendiri.

2. Etiologi
Umumnya disebabkan oleh masukan energi yang lebih dari dibutuhkan oleh tubuh
untuk metabolism basal, specific dynamic action terhadap berbagai makanan yang
dimakan, pengeluaran ekskreta, pertumbuhan dan perkembangan dan berbagai
kegiatan jasmani. Bila kelebihan energy tersebut berlangsung terus- menerus,
misalnya 500 kalori setiap hari, maka dalam waktu seminggu akan terjadi kenaikan
berat badan kira-kira 500 gram.

3. Patofisiologi
Secara umum, obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori yang
diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi,
penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu
dini, terutama apabila makanan ini memiliki kandungan karbohidrat, lemak dan
protein yang tinggi. Pada masa anak- anak dan dewasa, asupan energi bergantung
pada diet seseorang.

18
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan metabolik atau endorin
Dapat menyatakan ketidak normalan misalnya hipotiroidisme, hipogonadisme,
peningkatan pada insulin, hiperglikemi. Dapat juga menyebabkan gangguan
neuroendokrin dalam hipotalamus yang mengakibatkan berbagai gangguan kimia.
b. Pemeriksaan antropometrik
Dapat memperkirakan rasio lemak dan otot.

5. Penatalaksanaanmedis
Penatalaksanaan Obesitas dianjurkan agar melalui banyak cara secara bersama-sama.
Terdapat banyak pilihan antara lain:
a. Gaya hidup
Perubahan perilaku dan pengaturan makan.Prinsipnya mengurangi asupan kalori
dan meningkatkan keaktifan fisik, dikombinasikan dengan perubahan
perilaku.Kata pepatah Cina kuno “makan malam sedikit akan membuat Anda
hidup sampai sembilan puluh sembilan tahun”.Pertama usahakan mencapai dan
mempertahankan BB yang sehat.

Konsumsi kalori kurang adalah faktor penting untuk keberhasilan penurunan BB.
Pengaturan makan disesuaikan dengan banyak faktor antara lain usia, keaktifan
fisik. Makan jumlah sedang makanan kaya nutrien, lemak rendah dan kalori
rendah.Pilih jenis makanan dengan kepadatan energi rendah seperti sayur-sayuran
dan buah-buahan, jenis makanan sehat, jenis karbohidrat yang berserat tinggi,
hindari manis-manisan, kurangi lemak. Awasi ukuran porsi, dan hitung kalori
misalnya makanan yang diproses mengandung lebih banyak kalori daripada yang
segar. Perbanyak kerja fisik, olahraga teratur, dan kurangi waktu nonton TV.

b. Bedah bariatrik
Di Amerika Serikat cara ini dianjurkan bagi mereka dengan IMT 40 kg/m2 atau
IMT 35,0-39,9 kg/m2 disertai penyakit kardiopulmonar, DM t2, atau gangguan
gaya hidup dan telah gagal mencapai penurunan BB yang cukup dengan cara
non-bedah. (NIH Consensus Development Panel pada tahun 1991). Kemudian

19
pada tahun 2004 ASBS Consensus menganjurkan juga cara ini untuk mereka
dengan IMT 30,0–34,9 kg/m2 dengan keadaan komorbid yang dapat disembuhkan
atau diperbaiki secara nyata. Dapat diharapkan penurunan BB maksimal 21–38%.

c. Obat-obat anti obesitas


Ada obat yang mempunyai kerja anoreksian (meningkatkan satiation, menurunkan
selera makan, atau satiety, meningkatkan rasa kenyang, atau keduanya),
contohnya Phentermin.Obat ini hanya dibolehkan untuk jangka pendek.Orlistat
menghambat enzim lipase usus sehingga menurunkan pencernaan lemak makanan
dan meningkatkan ekskresi lemak dalam tinja dengan sedikit kalori yang diserap.
Sibutramine meningkatkan statiation dengan cara menghambat ambilan kembali
monoamine neurotransmitters (serotonin, noradrenalin dan sedikit dopamin),
menyebabkan peningkatan senyawa-senyawa tersebut di hipotalamus.
Rimonabant termasuk kelompok antagonuis CB1, yang menghambat ikatan
cannabinoid endogen pada reseptor CB1 neuronal, sehingga menurunkan selera
makan dan menurunkan BB.Orlistat, sibutramin dan rimonabant dapat
dipergunakan untuk jangka lama dengan memperhatikan efek sampingnya;
rimonabant masih ditunda di Amerika Serikat.Sayangnya obat-obatan tersebut
tiada yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan orang.Oleh karena itu industri
farmasi masih mengembangkan banyak calon obat baru.

d. Balon Intragastrik
Balon Intragastrik adalah kantung poliuretan lunak yang dipasang ke dalam
lambung untuk mengurangi ruang yang tersedia untuk makanan.

e. Pintasan Usus
Pintasan usus meliputi penurunan berat badan dengan cara malabsorbsi. Tindakan
ini kadang-kadang dilakukan dengan diversi biliopankreatik, yang memerlukan
reseksi parsial lambung dan eksisi kandung empedu dengan transeksi
jejunum .jejunum proksimal dianastomosiskan (dihubungkan melalui pembedahan)
ke ilium distal, dan jejunum distal dianastomosiskan ke bagian sisa dari lambung.

20
C. ASUHAN KEPEWATAN PADA PASIEN MALNUTRISI
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas klien seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang : keluhan pasien pada saat ini
Riwayat kesehatan masalalu : kaji apakah ada keluarga dari pasien yang
pernah menderita malnutrisi
Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada diantara keluarga yang
mengalami penyakit serupa atau memicu
Riwayat psikososial, spiritual : kaji kemampuan interaksi sosial, ketaatan
beribadah, kepercayaan.
c. Riwayat status sosial
d. Riwayat pola makan
e. Pengkajian antropometri
f. Kaji manifestasi klinis
g. Monitor hasil laboratorim
h. Timbang berat badan
i. Kaji tanda-tanda vital

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake nutrisi
b. Kurangnya volume cairan dan konstipasi berhubungan kurangnya intake
cairan
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tidak adanya kandungan
makanan yang cukup

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa 1

21
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan tidak
adekuatnya intake nutrisi
 Mengatasi masalah kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) agar proses
metabolisme dalam tubuh kembali normal. Anak akan memperlihatkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi secara adekuat yang ditandai dengan berat
badan normal sesuai dengan usia, nafsu makan meningkat, dan tidak
ditemukan manifestasi malnutrisi.
b. Diagnosa 2
Kurangnya volume cairan dan konstipasi berhubungan kurangnya intake
cairan
 Mengatasi kekurangan volume cairan melalui peningkatan hidrasi. Anak
tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan
ubun-ubun tidak cekung , turgor kulit normal, membran mukosa lembab,
output urine sesuai, berat jenis urine normal, dan anak menunjukkan
kebiasaaan buang air besar dengan konsistensi lembek
c. Diagnosa 3
Gangguan integritas kulit behubungan dengan tidak adanya kandungan
makanan yang cukup
 Meningkatkan integritas kulit. Anak menunjukkan keutuhan integritas
kulit yang ditandai dengan kulit tidak bersisik, tidak kering dan elastisitas
kulit normal.

Daftar Pustaka
1. Hockenberry. (2013). Essential of Pediatric Nursing, St. Louis: Mosby Year
Book.
2. Ley, et al. (2011). Assessment and comparative analysis of a rapid diagnostic
test (Tubex®) for the diagnosis of typhoid fever among hospitalized children in
rural Tanzania. BMC Infectious Diseases, 11 (147) : 1-6.
3. Long K Z et al. (2006). A double-blind, randomized, clinical trial of the effect of
vitamin A and zinc supplementation on diarrheal disease and respiratory tract
infections in children in Mexico City, Mexico. The American Journal of Clinical
Nutrition: 83:693–700

22
4. Muscari, Mary E (2010), Panduan belajar: keperawatan pediatrik, Jakarta: EGC
5. Mweu, E., & English, M. (2008). Typhoid fever in children in Africa. Tropical
Medicine and international Health, 13 (4), 532-540.
6. Narayanappa, D., Sripathi, R., Jagdishkumar, K., & Rajani, H.S. (2010).
Comparative study of dot enzyme immunoassay (typhidot-M) and widal test in
the diagnosis of typhoid fever. Indian Pediatrics, 47, 331-334.
7. Prasetyo, R.V., & Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak.
Diakses dari /6t
8. pada tanggal 11 Novermber 2011, pukul 10.00 WIB.
9. Rafiq, H., Zia, R., & Naeem, S. (2009). Typhoid fever-continues as a major
threat in children. Biomedica, 25(15), 1-2.
10. Sastroasmoro, S. dkk. (2007). Panduan pelayanan medis RSCM tahun
2005-2007. RSCM, Jakarta.
11. WHO. (2003). Backround document: The diagnosis, treatment and prevention of
typhoid fever. World Health Organization, Switzlan

23
24

Anda mungkin juga menyukai