Anda di halaman 1dari 8

1.

Gangguan Somatisasi
a. Definisi
Gangguan somatoform yang meliputi banyaknya keluhan dan melibatkan
sistem organ multipel, bersifat kronis dan disertai distres psikologis bermakna,
gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang
berlebihan.
b. Epidemiologi
- Wanita : pria = 10 : 1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
- Rasio tertinggi usia 20 – 30
- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform
berisiko 10-20 kali leebih besar dibandingkan yang tidak ada riwayat
(Nurapriyanti, 2013).
c. Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu
belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan
kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain
Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi banyak teori
telah diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu:
a. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Secara psikososial gejala
gangguan ini merupakan bentuk komunikasi sosial yang bertujuan untuk
menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau menyimpulkan perasaan.
Pengajaran orang tua, contoh orang tua, dan budaya dapat mengakibatkan pasien
terbiasa menggunakan somatisasi.
b. Faktor Biologis
Transmisi genetik yang berperan dalam gangguan somatisasi terjadi pada 10-
20% wanita turunan pertama sedangkan saudara laki-lakinya cenderung menjadi
penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Pada kembar monozigot
transmisi terjadi 29% sedangkan dizigot 10% (Nurapriyanti, 2013; Cipta, 2011).
d. Manifestasi Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya
bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga
menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan
fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan
meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi (Nurapriyanti, 2013).
e. Diagnosis Menurut PPDGJ III
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
1. Banyak keluhan fisik yangbermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas
dasar adanya kelainan fisik yang sudah berlangung sedikitnya 2 tahun
2. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya
3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
f. Diagnosis Banding
a. Gangguan medis dengan ciri gejala kronis yang multipel dan samar. Biasanya
penyakit-penyakit tersebut masuk dalam golongan infeksi kronis, neoplasma,
endokrin, reumatologik, dan neurologik. Macam-macam kemungkinan yang
dapat ditemukan :
1. Penyakit tiroid dan paratiroid
2. Penyakit adrenal
3. Porfiria
4. Multipel Sklerosis
5. Lupus Eritematosus Sistemik dan bentuk vaskulitis lainnya
6. Myasthenia gravis
7. Endometriosis
8. Fibromyalgia
9. Gejala awal dari keganasan
10. Sifilis
11. Penyakit Lyme
12. Infeksi HIV
13. Sindroma Temporomandibular
14. Irritable bowel disease atau Inflammatory bowel disease
15. Sindroma lelah kronik
b. Gangguan Psikiatrik relevan yang mungkin menjadi diagnosa diferensial utama
ataupun ko-morbid :
1. Schizophrenia dengan waham somatik multipel dan gangguan delusional
tipe somatik
- Pada schizophrenia keluhan umumnya bersifat aneh-aneh, serta disertai
gejala khas psikotik seperti halusinasi dan gangguan berpikir yang jelas.
- Pada gangguan delusional tidak terdapat gejala psikotik. Preokupasi
somatik yang spesifik ada tanpa gangguan berpikir serta lebih terkesan
masuk akal
2. Gangguan panik : gejala fisik hanya saat episode serangan
3. Malingering : terjadi ketika pasien hendak mendapatkan secondary gain
4. Gangguan Factitius : pasien tidak memiliki motif mendapatkan secondary
gain, namun menikmati menjadi orang sakit. Ia mengarang gejala dan
riwayat penyakit yang dideritanya
5. Depresi kronik
6. Gangguan cemas umum dengan manifestasi somatik multipel
7. Penyalahgunaan zat (Cipta, 2011).
g. Terapi
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi) (Fitrisyah, 2010).
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial (Fitrisyah, 2010).
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepresan (Fitrisyah, 2010).
h. Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman
pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri
(Fitrisyah, 2010).
.
2. Gangguan Somatoform Tak Terinci
a. Definisi
Pasien yang memiliki riwayat gangguan somatisasi dan pada kunjungan tidak
memenuhi kriteria lengkap (jumlah dan lokasi spesifik) dari gangguan somatisasi
(Cipta, 2011).
b. Epidemiologi
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang
wanita (Fitrisyah, 2010).
c. Etiologi
Masih belum diketetahui (Fitrisyah, 2010).
d. Diagnosis Menurut PPDGJ III
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
1. Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak
terpenuhi
2. Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya
e. Terapi
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu) (Fitrisyah, 2010).
f. Prognosis
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang
lebih dominan (Wibowo, 2010).

3. Gangguan Hipokondrik
a. Definisi
Gangguan hipokondrik merupakan suatu preokupasi yang tidak disertai dengan
waham dan terjadi selama minimal 6 bulan disertai dengan perasaan takut
terhadap suatu penyakit serius (Setiawan, 2015).
b. Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa. Rasio pria dan wanita sama (Wibowo,
2010).
c. Etiologi
1. Proteksi yang berlebihan dari orang tua pada masa anak-anak
2. Penyakit yang pernah diderita juga memunculkan kecemasan yang berlebihan
terhadap kekambuhan
3. Hipokondriasis juga disebabkan karena pasien memiliki skema kognitif yang
salah. Pasien menginterpretasikan sensasi fisik yang mereka rasakan secara
berlebihan. Menurut teori psikodinamik hipokondriasis terjadi karena
permusuhan dan agresi dipindahkan ke dalam bentuk somatik melalui
mekanisme repression dan displacement. Kemarahan yang dimaksud berasal
dari kejadian penolakan dan ketidakpuasan di masa lalu. Selain kemarahan,
dapat juga penyebabnya adalah rasa bersalah dan gejala timbul karena pasien
ingin menebus kesalahannya melalui penderitaan somatik (Cipta, 2011).
d. Manifestasi Klinis
Pasien terus merasa dirinya menderita penyakit serius yang belum bisa
dideteksi walaupun hasil laboratorium sudah menyatakan negatif dan dokter
sudah meyakinkan bahwa pasien tidak mengidap sakityang serius (Cipta, 2011).
e. Diagnosis Menurut PPDG III
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
1. Keyakinan yang menetap terhadap adanya paling tidak satu penyakit fisik
serius yang mendasari keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang
berulang-ulang tidak menunjang adanya gejala fisik yang memadai, ataupun
adanya preokupasi yang menetap terhadap kemungkinan deformitas atau
perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi
keluhan-keluhannya.
f. Diagnosis Banding
a. Gangguan Medis
1. Gangguan reumatologik, endokrinologik, infeksi, neoplasma, neurologik
harus disingkirkan sebelum mendapatkan diagnosis hipokondriasis
2. Komorbid yang sering adalah fibromyalgia, irritable bowel syndrome,
chronic fatigue syndrome, dan TMJ syndrome
b. Gangguan Psikiatrik
1. Skizofrenia
2. Gangguan delusional tipe somatik
3. Body Dysmorphic Disorder
4. Malingering
5. Gangguan Somatoform lain (Cipta,2011).
g. Terapi
1. Pemeriksaan fisik secara komprehensif
2. Pendekatan fungsional
3. Terapi farmakologis (anti-depresan)
4. Psikoterapi
h. Prognosis
Hipokondriasis cenderung menjadi kronis dengan periode remisi dan
eksaserbasi yang dipicu stres. Prognosis yang baik berkaitan dengan status sosial
ekonomi yang tinggi, pengobatan terhadap cemas dan depresi yang responsif,
onset gejala mendadak, tidak ada gangguan kepribadian, dan tidak ada gangguan
medis non-psikiatrik yang terkait. Bila yang menderita hipokondriasis adalah
anak-anak maka akan membaik saat remaja atau dewasa awal (Cipta, 2011).
i. Komplikasi
Pasien enggan melakukan aktivitas atau bepergian jauh
DAFTAR PUSTAKA

Cipta, D. A. 2011. Gangguan Somatoform. Tidak diterbitkan. Refrat. Jakarta:


Rumah Sakit Kepolisian Pusat raden Said Sukanto Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan.

Fitrisyah, A. 2010. Gangguan Somatoform. Tidak diterbitkan. Refrat. Jambi:


Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Daerah Jambi.

Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III
dan DSM – 5. Cetakan kedua. Jakarta: PT Nuh Jaya.

Nurapriyanti, R. 2013. Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik. Tidak diterbitkan.


Laporan Kasus. Tasikmalaya: Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

Setiawan, I. M. A. 2015. Gangguan Hipokondrik: Sebuah Laporan Kasus. Tidak


diterbitkan. Laporan kasus. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Wibowo, N. R. 2010. Gangguan Somatoform. Tidak diterbitkan. Makalah.


Pontianak: Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Tanjungpura.

Anda mungkin juga menyukai