SINDROM NEFROTIK
Oleh:
Zulfahmi Muslim
NIM 142011101064
Dokter Pembimbing:
dr. Atika Purnamasari, Sp.PD
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2019REFERAT
SINDROM NEFROTIK
Oleh:
Zulfahmi Muslim
NIM 142011101064
Dokter Pembimbing:
dr. Atika Purnamasari, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................2
2.1.......................................................................................................Anatomi
2
2.2.......................................................................................................Fisiologi
.........................................................................................................................4
2.3...........................................................................Definisi Sindrom Nefrotik
8
2.4........................................................................................................Etiologi
8
2.5..................................................................................................Patogenesis
9
2.6........................................................................................Manifestasi Klinis
11
2.7.....................................................................................................Diagnosis
12
2.8............................................................................................................Terapi
12
2.9...................................................................................................Komplikasi
14
2.10..................................................................................................Prognosis
15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Sindroma Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
> 3,5 g/hari, hipoalbuminemia, edema sampai anasarka, hiperlipidemia, lipiduria
(Irwanadi dan Mardiana, 2015). Pasien dengan SN mengalami gangguan pada membran
basal glomerulus yang mengakibatkan timbulnya kebocoran protein plasma ke urin
(Behrman dkk., 2012). Umumnya fungsi ginjal pada penderita SN adalah normal, tetapi
pada sebagian kasus bisa berkembang menjadi gagal ginjal yang progresif (Lydia dan
Marbun, 2015)
Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang
berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN
sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu, di antaranya penyakit infeksi,
keganasan, obat - obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit
metabolik, penyakit herediter - familial, toksin, dll.
Kasus SN yang paling banyak ditemukan adalah SN primer (idiopatik) (75%-
80%). Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus / 100.000 anak per tahun sedangkan pada
dewasa 1-2 kasus / 100.000 orang per tahun (Floege dan Amann, 2016). Pada anak-anak
(< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur
rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih
banyak daripada wanita. Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar
(74%) dijumpai pada usia 30-50 tahun. Rasio laki-laki ; perempuan= 2:1 (Gunawan,
2006).
BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem kemih terdiri dari dua ginjal yang terletak pada dinding dasar abdomen, dua
ureter yang berjalan ke bawah pada dinding posterior abdomen dan masuk pelvis, satu
vesica urinaria yang terletak di dalam cavitas pelvis, dan satu urethra yang berjalan
melalui perineum.
2.1 Anatomi
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang dan terletak
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (± 1 cm) dibanding ginjal kiri
karena terdapat hepar yang mendesak ginjal sebelah kanan (Snell, 2012). Setiap ginjal
terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di
bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang
berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut
disebut pyramides renalis, dan puncak kerucut yang menghadap kaliks terdiri dari
lubang- lubang kecil disebut papilla renalis (Price, 2006).
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal. Nefron dimulai dari
kapiler yang bersifat sebagai saringan disebut glomerulus. Darah melewati glomerulus
dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin encer) berjumlah kira-kira 170 liter per hari,
kemudian dialirkan melalui saluran yang disebut tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke
saluran ureter, kandung kemih, kemudian ke luar melalui uretra (Price, 2006).
Glomeruli bersatu membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan
ke vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan
vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior (Price, 2006).
2.2 Fisiologi
Fungsi utama ginjal adalah menjaga keseimbangan internal (melieu interieur)
dengan jalan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk melaksanakan hal itu,
sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan disekresi
di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan sisa-sisa
metabolisme dikeluarkan sebagai urin. Sedangkan air ditahan sesuaidengan kebutuhan
tubuh kita.
Proses dasar di ginjal dalam pembentukan urin terdiri dari 3 proses yaitu filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus menurut Sherwood (2014).
- Filtrasi glomerulus
Proses ini merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Ketika
darah mengalir ke glomerulus, plasma bebas protein tersaring melalui kapiler
glomerulus ke kapsul bowmann. Kapsul bowmann merupakan komponen
tubular nefron yang berfungsi untuk menyaring cairan dari kapiler glomerulus.
Rata-rata terdapat 125 ml fitrat atau setara dengan 180 liter filtrat glomerulus (
hasil filtrasi
) yang terbentuk secara kolektif dari setiap glomerulus tiap menit. H2O, nutrien,
elektrolit, zat sisa, dan sebagainya secara nonselektif masuk ke lumen tubulus
dalam jumlah yang besar selama filtrasi. (Sherwood, 2014)
- Reabsorpsi tubulus
Reabsorpsi tubulus adalah proses perpindahan selektif bahan-bahan dari
bagian dalam tubulus ke dalam darah.
Tabel 2.1 Bahan yang tersaring oleh ginjal
Bahan Bahan reabsorpsi Bahan eksresi
yang yang
terfiltrasi terfiltrasi
Air 99 1
Natrium 99,5 0,5
Glukosa 100 0
Urea 50 50
Fenol 0 100
2.4 Etiologi
Sindrom nefrotik disebabkan oleh glomerulonephritis primer dan sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat (connective tissue disease), obat atau toksin,
dan akibat penyakit sistemik. Berikut etiologi sindrom nefrotik menurut Irwanadi dan
Mardiana (2015).
Tabel 2.2 Etiologi Sindrom Nefrotik
1 Penyakit glomerular primer a. Minimal Change Disease (pada anak 70%, orang
dewasa hanya 20%)
b. Membranous nephropathy
c. Focal and Segmental Glomerulosclerosis
2 SN sekunder a. Penyakit sistemik:
- SLE
- Amyloidosis
- DM
- Henoch Schonlein Purpura
- Sindrom TAFRO
b. Obat dan toksin
- Garam emas
- Phenytoin
- Penicillamine
- Lithium
- Kaptopril
- Heroin
- GAINS
- Serum sickness
- Interferon
- Sengatan serangga
c. Keganasan
- Karsinoma
- Limfoma
- Leukemia
d. Infeksi
- Malaria
- Sifilis
- Poststreptococcal
- Skistosomiasis
- Hepatitis B
- AIDS
e. Preeklamsia dan Eklamsia
- Vaskuler
- Hipertensi maligna
- Stenosis arteri renalis
- Genetik: Sindroma Alport
2.5 Patogenesis
- Proteinuria
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-
selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti
immunoglobulin. Pada SN, ditemukan proteinuria selektif. Ada tiga jenis
proteinuria lain yaitu glomerular, tubular dan overflow. Kehilangan protein pada
SN termasuk ke dalam proteinuria glomerular. Proteinuria glomerular
disebabkan oleh meningkatnya filtrasi makromolekul pada dinding kapiler
glomerulus. Hal tersebut sering diakibatkan oleh kelainan pada podosit
glomerular (retraksi dari
foot process dan/atau reorganisasi dari slit diaphragm . Podosit merupakan
lapisan barrier terluar dari sistem filtrasi glomerulus. Pada kondisi patologis,
podosit mengalami berbagai perubahan bentuk struktural salah satunya seperti
foot process effacement yang sering dijumpai pada SN dan penyakit glomerular
lainnya yang disertai proteinuria. Pada SN, mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein juga terganggu (Lydia dan Marbun, 2014).
- Hipoalbuminuria
Pada SN, hipoalbuminuria disebabkan oleh proteinuria masif dengan
akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma, hati berusaha meningkatkan sintesis albumin namun
peningkatan ini tidak berhasil mengkompensasi hipoalbuminuria.
Hipoalbuminuria dapat juga terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan
katabolisme albumin oleh tubulus proksimal (Lydia dan Marbun, 2014).
- Edema
Edema pada SN dapat dikaitkan dengan teori edema underfill dan
overfill. Teori underfill merupakan faktor terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminuria menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium sehingga akhirnya
terjadi edema dan hipovolemia. Ginjal melakukan kompensasi dengan
merangsang sistem Renin- angiotensin (RAA) sehingga terjadi retensi natrium
dan air di tubulus distal. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi matrium
adalah defek utama renal. Terjadi defek primer pada kemampuan nefron distal
untuk mengekskresikan natrium yang sehingga terjadi peningkatan volume
plasma meningkat, penekanan RAA dan vasopressin, dan kecenderungan untuk
terjadinya hipertensi (Lydia dan Marbun, 2014).
Gambar 2.5 Mekanisme edema pada Sindrom Nefrotik
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis : bengkak pada kaki dan periorbital, badan lemah dan mudah
lelah, anoreksia
b. Pemeriksaan fisik : edema (sampai anasarka)
c. Laboratorium : proteinuria ++++ (dengan
dipstick) atau > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas
d. Pemeriksaan penunjang : urinalisis, pemeriksaan faal hati, biopsi ginjal
Pada pemeriksaan darah, hasil BUN dan kreatinin mungkin tidak naik. Jika BUN
dan kreatinin naik maka pasien mempunyai penyakit gagal ginjal dan prognosisnya
buruk (Mansjoer A., dkk., 2001). Diagnosis penyebab SN bisa dimulai dengan mencari
kemungkinan penyebab SN sekunder (DM, SLE, dll) dan biopsi ginjal pada penderita
SN dewasa (Irwanadi dan Mardiana, 2015).
2.8 Terapi
Terapi pada SN terdiri dari terapi umum dan terapi spesifik (Irwanadi dan
Mardiana, 2015).
- Terapi umum
1. Pengobatan untuk edema
a. Diberikan diuretik loop (Furosemide) oral, bila belum ada
respons dosis ditingkatkan sampai terjadi diuresis;
b. Kombinasi dengan hidroklorotiasid oral;
c. Furosemid IV bila perlu disertai dengan infus albumin;
d. Ultrafiltrasi mekanik
e. Pembatasan diet garam 1-2 g/hr dan pembatasan cairan.
f. Tirah baring
g. Pengukuran berat badan (BB) setiap hari untuk evaluasi
edema dan keseimbangan cairan.
2. Pengobatan untuk proteinuria
a. ACE inhibitor; cara kerjanya menghambat terjadinya vaskontriksi
pada arteriol eferen.
b. Angiotensin II Receptor Antagonis (ARB); mempunyai efektivitas
yang sama dengan Ace-Inh namun tidak memiliki efek samping
batuk.
3. Koreksi hipoproteinemia
Pada penderita SN diberikan diet tingi kalori/karbohidrat dan cukup
protein (0,8-1 mg/kgBB/hari).
4. Terapi hiperlipidemia
Dapat digunakan golongan HMG-Co A reductase inhibitor (Statin).
5. Hiperkoagulabilitas
Pada penderita SN bila sudah terjadi trombosis atau emboli paru, maka
perlu dipertimbangkan penggunaan antikoagulan jangka panjang seperti
warfarin.
6. Pemberian antibiotik untuk pengobatan infeksi.
7. Pengobatan hipertensi
Bila didapatkan hipertensi, bisa diberikan ACE inhibitor, ARB, Non-
dihydropyridinca Channel Blocker (CCB). Pemberian diuretika dan
pembatasan diet garam pun ikut berperan dalam pengelolaan hipertensi.
- Terapi spesifik
Patogenesis sebagian besar penyakit glomerular dikaitkan dengan
gangguan imun, dengan demikian terapi spesifiknya adalah pemberian
imunosupresif. Untuk penderita SN dewasa dianjurkan untuk melakukan biopsi
ginjal sebelum memulai terapi spesifik. Penggunaan, kombinasi obat, dosis, dan
lama pemberian imunosupresif bervariasi, tergantung pada diagnosis
histologinya. Obat-obat yang lebih baru adalah FK 506 atau Takrolimus, dan
Mycophenolate Mofetil (MMF).
1. Steroid
Prednisolon 1 mg/kgBB/hr atau 60 mg/hr dapat diberikan antara 4-12
minggu, selanjutnya diturunkan secara bertahap dalam 2-3 bulan. Steroid
memberi respons yang baik untuk minimal change, walaupun pada orang
dewasa responsnya lebih lambat dibandingkan pada anak.
2. Cyclophospamide
Untuk penderita yang mengalami relaps setelah steroid dihentikan atau
mengalami relaps > 3 kali dalam setahun bisa diberikan
cyclophosphamide 2mg/kgBU/hr selama 8-12 minggu. Pada penggunaan
obat ini perlu diwaspadai efek samping berupa infertilitas, cystitis,
alopecia, infeksi malignansi.
3. Chlorambucil
Dosis 0,1-0,2/kgUB/hr selama 8-12 minggu dengan indikasi yang sama
dengan penggunaan obat cyclophosphamide.
4. Cyclosponne A (CyA)
Diberikan pada penderita yang mengalami relaps setelah pemberian
cyclophosphamide dengan dosis awal 4-5 mg/kgBD/hr dan dosis
selanjutnya disesuaikan dengan kadar CyA dalam darah sampai 1 tahun
kemudian dosisnya diturunkan perlahan. Obat CyA memiliki efek
nefrotoksik sehingga perlu memonitor faal ginjal.
5. Azathioprine
Dosis 2-2,5 gr/kgBB/hr .
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya (Lydia dan Marbun, 2014):
- Keseimbangan nitrogen negatif
Proteinuria masif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi
negatif, secara klinis diukur dengan menggunakan kadar albumin plasma.
Turnover albumin meningkat bukan hanya sebagai respon terhadap kehilangan
protein dalam urin namun juga akibat katabolisme protein terfiltrasi di tubulus.
Selain itu, diet rendah protein akan menurunkan kecepatan sintesis albumin, dan
dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko memburuknya keseimbangan
nitrogen negatif.
- Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan
koagulasi intravaskular. Kadar berbagai protein dalam kaskade koagulasi
terganggu pada SN dan agregrasi platelet juga meningkat. Selain itu terjadi
peningkatan fibrinogen dan penurunan fibrinolysis. Gangguan koagulasi tersebut
disebabkan oleh peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein
melalui urin. Sebesar 10-40% penderita SN mengalami thrombosis arteri dan
vena dalam karena disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas faktor
koagulasi intrinsik dan ekstrinsik.
- Hiperlipidemia dan lipiduria
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN.
Hiperlipidemia disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik plasma yang
secara langsung menstimulasi transkripsi gen apoprotein B di hepar. Kondisi
tersebut bersifat reversibel seiring dengan resolusi SN yang terjadi baik secara
spontan maupun diinduksi obat. Banyak pasien yang menderita SN selama lebih
dari 5-10 tahun akan memiliki risiko cardiovascular lain termasuk hipertensi dan
uremia.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada penderita SN dengan kadar
albumin yang mendekati normal dan sebaliknya pada pasien dengan
hipoalbumin kadar kolesterolnya dapat normal.
- Metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D adalah unsur penting dalam metabolisme kalsium dan tulang.
Vitamin D yang terikat protein (cholecalciferol binding protein) akan
diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma.
Hipokalsemia sering ditemukan pada SN karena berkurangnya kalsium yang
terikat albumin akibat hipoalbuminemia.
2.10 Prognosis
Terdapat prognosis yang baik apabila pasien menerima perawatan yang tepat.
Hasil bergantung pada karakteristik pasien, usia, penyakit yang mendasari, dan respons
terhadap pengobatan. Anak dengan SN memiliki respon yang baik terhadap obat steroid
sehingga prognosisnya baik dan jarang menyebabkan gagal ginjal kronis. Bila SN ini
tidak diobati, prognosisnya tidak baik dan biasanya menyebabkan gagal ginjal akut
(Smith, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Floege, J dan Amann, K. 2016. Primary Glomerulonephritis. The Lancet. 387 (10032):
2036-2048.
Lydia A dan Marbun M B. Sindrom Nefrotik. Dalam: Sudoyo Aru, Alwi Idrus dkk
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi VI. Jakarta: Internal
Publishing; 2014. Hal 2080-2087.
Mansjoer A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 8. Jakarta: EGC; 2014.
Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh Sugarto L..
Jakarta:EGC.