Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS HUBUNGAN BIOAVAILABILITAS

TABLET PREDNISOLONE
DENGAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN RUTE PEMBERIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Biofarmasetika dan Farmakokinetika I

Disusun Oleh :
Muhammad Maftukhin
11161020000094
Kelas VI BD

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
MARET/2019
I. SIFAT FISIKOKIMIA DAN STABILITAS
1.1 Prednisolone
 Nama kimia:
17,21-Dihidroksipregna-1,4-diena-3,11,20-trion
 Sinonim:
Prednisonum

 Struktur kimia:

 Rumus kimia:
C21H26O5
 Berat Molekul:
358,43
 Pemerian:
Serbuk hablur putih atau praktis
putih, tidak berbau;
melebur pada suhu 230°C disertai
peruraian
 Kelarutan:
Sangat sukar larut dalam air,
sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam dioksan dan dalam metanol.
Spektro ultraviolet : Etanol – 240 nm ( A¦ = 420a) Toleransi dalam dalam 30
menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C21H26O5 dari jumlah yang tertera
pada etiket (Dirjen POM, 1995).
 Wadah dan penyimpanan:
Simpan pada suhu 15º - 30ºC

Tentang prednison
Senyawa teroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia
tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu
molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal
dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi
dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan
mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia, glukortikoid alami
yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama
adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis glukokortikoid
sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas digunakan
terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit inflasi. Contoh antara lain adalah
deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan betametason (Ikawati,
2006).
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Molekul
hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di
jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam
sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan komformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan
kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintetis protein spesifik.
Induksi sintetis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid
(Darmansjah, 2005).
Menurut Theodorus (1994) tentang indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek
samping dari penggunaan prednison yaitu:
Indikasi :Insufisiensi adrenal, nefrotik sindrom, penyakit kolagen, asma
bronchial, penyakit jantung, reumatik, leukemia limfositik, limfoma, edema serebral,
konjungtifitis alergika, otitis eksterna, penyakit kulit.

Kontra indikasi :Infeksi jamur sistemik, hipersensitifitas, hati-hati pemberian


pada penderita colitis ulserasif, insufisiensi ginjal, hipertensi, infeksi pirogenik
Interaksi obat :Fenitan, fenobarbital, efedrin, rifampin, meningkatkan bersihan
obat ini. Merubah respon anti koagulan bila diberi bersama, kejadian hiperkakemia
meningkat bila diberi bersama diuretika hemat kalsium.
Efek samping :Mual, penurun berat badan, jerawat, lemah, menipisnya tulang,
retensi cairan, ulkus reptikum, bingung.
Farmakokinetik
Indikasi prednisolon adalah untuk menekan radang dan reaksi alergi. Penggunaan
obat ini harus benar-benar diperhatikan karena dapat terjadi supresi adrenal dan
memberatkan kondisi pasien yang mempunyai riwayat penyakit infeksi. Dosis oral
prednisolon yang dapat diberikan adalah dosis awal 10-20 miligram per hari, kasus
berat sampai 60 miligram perhari dan dosis injeksi intramuscular prednisolon asetat
adalah 25-100 miligram sekali atau 2 kali seminggu. Dosis pemeliharaan 2,5-15
miligram per hari (Anonim, 2000).
Farmakokinetik : Resorbsinya dari usus setelah 1 jam dan bertahan 7 jam. PP
nya lebih dari 99%, plasma t1/2 nya panjang . eksresi terutama melalui urin.

Daftar Pustaka
Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000
Suharti K Suherman. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetik
dan Antagonisnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 4, 2004. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai