Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI 2

SUPPOSITORIA

Disusun Oleh :

Kelompok 4 Kelas D

Nadhilah Oktafiani 11161020000078

Siti Khadijah Kartini 11161020000087

Siti Istiqlalia 11161020000092

Muhammad Maftukhin 11161020000094

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DESEMBER 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan ini.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya
dalam menyelesaikan laporan ini.

Meski demikian, penyusun menyadari masih banyak sekali kekurangan dan


kekeliruan di dalam penulisan laporan ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi. Sehingga penyusun secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif
dari pembaca.

Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat untuk masyarakat umumnya, dan untuk kami khususnya sebagai penulis
serta penyusun laporan ini.

Jakarta, 16 Desember 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................

LATAR BELAKANG .................................................................................

TUJUAN ......................................................................................................

BAB II ........................................................................................................................

LANDASAN TEORI ...................................................................................

PREFORMULASI .......................................................................................

EVALUASI SEDIAAN ..............................................................................

BAB III ......................................................................................................................

ALAT DAN BAHAN ..................................................................................

CARA KERJA .............................................................................................

BAB IV ......................................................................................................................

HASIL PERHITUNGAN ............................................................................

HASIL EVALUASI .....................................................................................

BAB V........................................................................................................................

PEMBAHASAN ..........................................................................................

BAB VI ......................................................................................................................

KESIMPULAN ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

LAMPIRAN ...............................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya
berbentuk torpedo,dapat melunak, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (FI ed
3). Menurut FI edisi IV, supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bentuk
dan bobot, yang diberikan melalui rektum, vagina, dan uretra ; umumnya meleleh,
melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai
pelindung jaringan setempat dan sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat
lokal taupun sistemik.
Penggunaan supositoria pada umumnya adalah dengan cara dimasukkan
melalui rectum, vagina, kadang-kadang melalui saluran urin dan jarang sekali
digunakan melalui telinga dan hidung. Supositoria untuk hidung dan telinga disebut
juga kerucut telinga. Pada zaman dahulu, supositoria digunakan untuk pengobatan
lokal dan efek purgative pada bahan dasar sabun. Bentuk dan ukuran dari
supositoria harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke
dalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa menimbulkan kejanggalan dan
penggelembungan begitu masuk, harus dapat bertahan untuk waktu tertentu.
Supositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan , tetapi untuk
vagina khususnya vaginal insert/ atau tablet vagina yang diolah dengan cara
kompresi dapat dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan
alat khusus.
Di kalangan umum biasanya supositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1.5
inchi), berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam . Beberapa supositoria untuk
rektum di antaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari kecil,
tergantung pada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan, beratnya pun
berbeda- beda. Sebelum abad 18 bahan dasar Oleum Cacao mulai dikembangkan
untuk tujuan sistemik. USP menetapkan beratnya 2 g unruk orang dewasa bila basis
yang digunakan oleum cacao. Sedangkan supositoria untuk bayi dan anak-anak
beratnya ½ dari berat dan ukuran supositoria orang dewasa, bentuknya kira-kira
seperti pensil.
Pada praktikum kali ini dibuat supositoria teofilin dengan kandungan tiap
supositorianya 1 gram.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memformulasi supositoria
2. Mahasiswa mampu menghitung rancangaan formula pada pembuatan
supositoria

3
BAB II

2.1 Landasan Teori


Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau
melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung
jaringan setempat atau sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal atau
sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat,
gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol,
dan esterasam lemak polietilen glikol. (Depkes RI, 1995)
Bahan dasar suppositoria mempengaruhi pada pelepasan zat terapeutiknya.
Lemak coklat capat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan
cairan tubuh, sehingga menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada
tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai dengan
beberapa antiseptik, namun bahan dasar ini sangat lambat larut sehingga
menghambat pelepasan zat yang dikandungnya. Bahan pembawa berminyak,
seperti lemak coklat, jarang digunakan dalam sediaan vagina, karena membentuk
residu yang tidak dapat diserap. Sedangkan gelatin jarang digunakan dalam
penggunaan melalui rektal karena disolusinya lambat. (Depkes RI, 1995).
Bobot suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gr untuk dewasa dan 2
gr untuk anak. Penyimpanan suppositoria sebaiknya di tempat yang sejuk dalam
wadah tertutup rapat. Bentuknya yang seperti torpedo memberikan keuntungan
untuk memudahkan proses masuknya obat dalam anus. Bila bagian yang besar
telah masuk dalam anus, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan
sendirinya. (Moh. Anief, 2007)
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat dalam
berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra.
Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 16)
Suppositoria vaginal (ovula) umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan
berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang
dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.

4
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai
pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria
yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam
lemak polietilen glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan
zat terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan
dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam
lemak pada tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk
beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati
yang maksimum. Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar
yang dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen
glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut sehingga menghambat
pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan
dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap,
Sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena
disolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk
menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan untuk hemoroid internal.
Teknik Manufaktur Dalam Sediaan Suppositoria
Suppo dapat dibuat dengan beberapa metode yaitu pencetakan dengan
tangan, pencetakan kompresi, dan pencetakan dengan penuangan.
1. Pencetakan dengan tangan (manual)
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling
sederhana, praktis dan ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil
suppositoria. Caranya dengan menggerus bahan pembawa / basis sedikit demi
sedikit dengan zat aktif, di dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa
suppositoria yang mengandung zat aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu
dipotong-potong sesuai diameter dan panjangnya. Zat aktif dicampurkan

5
dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan dalam air. Untuk mencegah
melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat digunakan talk.
2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan
mencetak massa yang dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang
diinginkan. Alat kompresi ini terdapat dalam berbagai kapasitas yaitu 1,2 dan
5 g. Dengan metode kompresi, dihasilkan suppositoria yang lebih baik
dibandingkan cara pertama, karena metode ini dapat mencegah sedimentasi
padatan yang larut dalam bahan pembawa suppositoria. Umumnya metode ini
digunakan dalam skala besar produksi dan digunakan untuk membuat
suppositoria dengan pembawa lemak coklat / oleum cacao. Beberapa basis
yang dapat digunakan adalah campuran PEG 1450 – heksametriol-1,2,6 6%
dan 12% polietilen oksida 4000.
3. Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion
Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk
pembuatan skala industri. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik
pelelehan. Cara ini dapat dipakai untuk membuat suppositoria dengan hampir
semua pembawa. Cetakannya dapat digunakan untuk membuat 6 - 600
suppositoria. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode ini ialah
melelehkan bahan pembawa dalam penangas air hingga homogen, membasahi
cetakan dengan lubrikan untuk mencegah melekatnya suppositoria pada
dinding cetakan, menuang hasil leburan menjadi suppo, selanjutnya
pendinginan bertahap (pada awalnya di suhu kamar, lalu pada lemari
pendingin bersuhu 7-10 0C, lalu melepaskan suppo dari cetakan. Cetakan
yang umum digunakan sekarang terbuat dari baj a tahan karat, aluminium,
tembaga atau plastik.
Cetakan yang dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara
membujur. Pada waktu leburan dituangkan cetakan ditutup dan kemudian
dibuka lagi saat akan mengeluarkan suppositoria yang sudah dingin.
Tergantung pada formulasinya, cetakan suppo mungkin memerlukan lubrikan

6
sebelum leburan dimasukkan ke dalamnya, supaya memudahkan terlepasnya
suppo dari cetakan. Bahan-bahan yang mungkin menimbulkan iritasi terhadap
membran mukosa seharusnya tidak digunakan sebagai lubrikan (Sylvia
Nurendah, skripsi)
Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria baik skala
kecil maupun skala industri adalah pencetakan dengan penuangan (Ansel,
378)

2.2 Preformulasi sediaan


1) Teofilin (FI IV, hal. 783 & Martindale 2005 hal 805)
Struktur

Rumus Molekul C7H8N402.H20


BM 198,18
Pemerian Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit,
stabil di udara.
Kelarutan Sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam
air panas; agak sukar larut dalam etanol.

Khasiat spasmolitikum bronkial, bronkodilator kronik


Dosis 300-1000 mg 3 kali sehari (dewasa)

300-600 mg 3 kali sehari (anak-anak)

pH 3,8 – 6,1
OTT Dengan senyawa tanin
Stabilitas Jika bentuk anhidrat terpapar udara dengan
cepat menyerap air kurang lebih 4%, melebur

7
pada suhu kurang lebih 248°C disertai
peruraian.
Penyimpanan Wadah tertutup baik

2) Cera Alba/Beeswax
Pemerian Hambar, putih atau sedikit kuning
lembaran atau butiran halus dengan
beberapa translucence. Bau nya
mirip dengan bau lilin kuning
tetapi kurang intens.

Kelarutan 61 – 65 ⁰C
Titik Leleh Larut dalam kloroform, eter,
minyak tetap, minyak atsiri, dan
karbon hangat disulfida; sedikit
larut dalam etanol (95%); praktis
tidak larut dalam air.
pH 5-9
Kegunaan Agen pelepas terkendali; agen
stabilisasi; agen stiffening.
Konsentrasi 5 – 20%
Stabilitas Ketika lilin dipanaskan di atas 150
⁰C, esterifikasi terjadi dengan
konsekuen menurunkan nilai asam
dan elevasi titik leleh.
Penyimpanan Lilin putih stabil ketika disimpan
dalam wadah tertutup dengan baik,
terlindung dari

3) Oleum Cacao
Pemerian Pada suhu kamar, berwarna
kekuning-kuningan sampai putih
padat sedikit redup, beraroma
coklat
Kelarutan Mudah larut dalam kloroform,
eter, petroleum spirit, larut dalam
etanol panas, sedikit larut dalam
etanol 95%.

8
Titik Leleh 30-36oC
pH 4
Kegunaan Basis supositoria
Stabilitas Pemanasan diatas 36 oC
menyebabkan pembentukan kristal
menstabil. Oleum cacao disimpan
di suhu < 25 oC. Mudah tengik dan
meleleh
Penyimpanan Disimpan di tempat sejuk dan
kering terhindar dari cahaya.

2.3 Evaluasi Sediaan


1. Appearance
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo.
Suppo dibelah secara longitudinal kemudian dibuat secara visual pada
bagian internal dan bagian eksternal dan harus nampak seragam.
Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi
ketidakadaan:
 Celah
 Lubang
 Eksudasi
 Pengembangan lemak
 Migrasi senyawa aktif
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A.
Lieberman, 1989,hal. 552)
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak.
Lalu tentukan bobot rata-rata. Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi, yaitu 5 %. Keragaman
bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan bila
sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau

9
lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan
metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
3. Waktu Hancur / Disintegrasi
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan
untuk pelepasan termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang
digunakan untuk uji ini sebanyak 3 buah. Suppo diletakkan di bagian bawah
‘perforated disc’ pada alat, kemudian dimasukkan ke silinder yang ada pada
alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu 36-37 oC dan dilengkapi
dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa mengeluarkannya dari
air. Disintegrasi tercapai ketika suppo :
 Terlarut sempurna
 Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di
permukaan air (bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasar
(serbuk tidak larut) atau terlarut (komponenmudah larut) atau dapat
terdistribusi di satu atau lebih cara ini.
 Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah
sempurna menjadi komponennya, massa tidak lagi memiliki inti
padatan yang membuatnya tahan terhadap tekanan dari pengaduk
kaca.
 Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo
basis lemak dan tidak lebih dari 60 menit untuk suppo basis larut air,
kecuali dinyatakan lain.
(BP2002, A237, FI IV hal 1087-1088)
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu
terhadap pemecahan suppositoria dan ovula yang diukur dengan
menggunakan sejumlah tertentu massa atau beban untuk
menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula berbasis

10
lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu
hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.
Alat dipanaskan sampai suhunya 25 oC. Sediaan yang akan diuji telah
diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan suhu yang akan digunakan
minimal 24 jam. Tempatkan sediaan di antara kedua penjepit dengan bagian
ujung menghadap ke atas.
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama.
Tunggu lagi selama 1 menit dan tambahkan lempeng berikutnya. Hal
tersebut diulang dengan cara yang sama sampai sediaan hancur. Massa yang
dibutuhkan menghancurkan sediaan dihitung berdasarkan massa yang
dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan (termasuk massa awal yang
terdapat pada alat). Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng
terakhir maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam
perhitungan.
 Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah
pemberian lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam
perhitungan hanya setengah dari massa yang digunakan, misal 100 g.
 Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik
setelah pemberian lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng
terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.
 Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak
terdapat residu sediaan sebelum setiap pengukuran.
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini
merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk
meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air dengan
temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah

11
kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak.
Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna
dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.
Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan,
dan waktu yang diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar
dalam air sekitarnya diukur. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
b. Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal
Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal
untuk mencair dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo.
Suatu penyaringan melalui selaput semi permeabel diikat pada kedua
ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada
37 oC disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah
pipa kempis dan separuh bagian atas membuka. Tekanan hidrostatis
air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut mulai kempis.
Suppositoria akan sampai pada level tertentu (lihat gambar pada buku)
dan waktu tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan
sempurna dalam pipa tersebut. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
6. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu
per satu. Kecuali dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam
rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam simpangan baku
relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang
75,0%-125,0% dari yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif
lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji
20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan
dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket
dan tidak ada satuan terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera
pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari
7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)

12
7. Uji Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang
menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji
elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik
pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari
50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih
kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan
ke dalam tabung.

13
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

- Gelas Beker - Alumunium

- Cawan Porselen - Timbangan

- Hot Plate - Teofilin

- Spatel - Cera Alba

- Batang Pengaduk - Oleum Cacao

- Cetakan suppositoria - Gliserin

3.2 Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

2. Timbang seluruh bahan yang dibutuhkan sesuai perhitungan bahan.

3. Lebur beeswax dan oleum cacao di atas penangas air sampai meleleh (M1).

4. Setelah M1 melebur, masukkan teofilin ke dalam M1 dan aduk menggunakan


batang pengaduk sampai larut semua (M2).

5. Tuang M2 ke dalam cetakan suppositoria yang telah dilapisi gliserin. Pastikan


M2 dituang ke dalam cetakan terus-menerus tanpa berhenti dan biarkan isi
melebihi cetakan.

6. Biarkan suppositoria mendingin dalam suhu ruang.

7. Buka cetakan dan dorong suppositoria perlahan dan hati-hati.

8. Segera lapisi suppositoria dengan alumunium foil dan disimpan di tempat yang
kering dan sejuk.

14
BAB IV

HASIL

4.1 Hasil Perhitungan Bahan

1. Berat Suppositoria 100% basis = 2,4 g

2. Berat Suppositoria 90% basis : 10% zat aktif = 2,458 g

- Basis 90% = 2,2122 g

- Zat aktif 10% = 0,2458 g

3. Perbandingan berat basis dan zat aktif

- Berat 100% basis – berat basis 90% = berat basis yang tergantikan
2,4 g – 2,2122 g = 0,1878 g

- zat aktif : basis


0,2458 𝑔 0,1878 𝑔
= = 0,7640 g
1 𝑥
4. Berat basis yang diperlukan
- Berat 100% basis – x = 2,4 g – 0,7640 g
= 1,636 g (berat basis tiap suppositoria)
- Untuk membuat 4 suppositoria
Berat basis x 4 = 1,636 g x 4
= 6,544 g

4.2 Hasil Evaluasi

Uji Evaluasi Hasil


Penampilan Beraroma coklat, berwarna putih
gading, dan permukaannya licin dan ada
beberapa bagian yang permukaannya
tidak rata
Berat suppositoria 2,519 g; 2,546 g; 2,548 g
Kerapuhan Terdapat sedikit rongga di bagian dalam

15
BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum Teknologi Sediaan Farmasi II ini, kelompok kami membuat


sediaan suppositoria dengan metode cetak tuang. Supositoria adalah sediaan padat yang
digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut atau meleleh
pada suhu tubuh. Suppositoria rektal dan urektal biasanya menggunakan pembawa
yang meleleh, atau melunak pada temperatur tubuh.

Pada praktikum kali ini, zat aktif yang digunakan yaitu teofilin yang merupakan
obat dengan efek sistemik yaitu sebagai obat brankodilator pada asma dengan khasiat
berdasarkan Farmakope Indonesia Vol. III yaitu spasmolitikum bronkial. Teofilin
menstimulasi SSP dan pernapasan, serta bekerja diuretis lemah dan singkat. Teofillin
banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan asma. Sedangkan
benzokain digunakan sebagai anastetikum lokal dengan tujuan menghindari rasa nyeri
ketika suppositoria dimasukkan ke dubur. Selain zat aktif, suppositoria juga
mengandung basis yang memiliki peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya, untuk basis yang digunakan yaitu Oleum Cacao dan Cera alba.

Oleum cacao merupakan basis lemak yang dapat melebur cepat pada suhu tubuh
karena oleum cacao dapat meleleh pada suhu antara 30o sampai 36oC namun tetap dapat
bertahan sebagai bentuk padat pada suhu ruang. Oleum cacao dipilih menjadi basis
karena aksi emolien, penyejuk, dan penyebarannya yang baik. Kombinasi antara oleum
cacao dan cera alba ini bertujuan untuk memperoleh basis dengan kekerasan yang
diinginkan untuk pengangkutan dan penyimpanan serta kualitas yang diinginkan pada
saat dimasukkan ke dalam tubuh untuk pelepasan obatnya. Cera alba yang juga
berfungsi sebagai pengeras ini tidak boleh ditambahkan secara berlebihan karena dapat
mengganggu pelelehan basis supositoria begitu dimasukkan ke dalam tubuh. Dimana
pada penambahan cera alba dengan konsentrasi kurang dari 3% dapat menurunkan titik
leleh oleum cacao. Sedangkan penambahan lebih dari 5% dapat menaikkan titik leleh
oleum cacao.

16
Cetakan supositoria yang digunakan adalah cetakan dari plastik dan dalam
sekali pembuatan dapat menghasilkan tiga supositoria. Cetakan yang terbuat dari
plastik sangat mudah mendapat goreasan, sehingga dalam membersihkan cetakan ini
harus berhati-hati karena suatu goresan kecil saja dapat menghilangkan kelicinan
supositoria yang dihasilkan. Cetakan yang akan dipakai memerlukan pelumasan
sebelum leburan suppositoria dituangkan ke dalamnya, hal ini dilakukan agar
memastikan cetakan yang dipakai bersih dan memudahkan terlepasnya supositoria dari
cetakan. Bahan yang digunakan untuk melumasi cetakan tidak boleh menimbulkan
iritasi terhadap membran mukosa, salah satunya gliserin. Gliserin tersebut dioleskan
tipis menggunakan jari pada permukaan cetakan, jika gliserin yang dipakai terlalu
banyak akan menyebabkan permukaan supositoria yang dibuat tidak akan mulus.

Bahan-bahan kemudian ditimbang sesuai perhitungan. Basis dileburkan dalam


cawan porselen di atas penangas air dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Hal ini
dikarenakan oleum cacao harus melebur perlahan-lahan di atas penangas air untuk
menghindari terjadinya bentuk kristal yang tidak stabil. Bahan pertama yang
dileburkan adalah cera alba karena titik lelehnya yang lebih tinggi dibandingkan oleum
cacao. Setelah cera alba melebur sempurna, oleum cacao ditambahkan ke dalam cawan
porselen tersebut. Selanjutnya teofilin ditambahkan ke dalam basis yang telah melebur
sambil terus diaduk hingga teofilin terdispersi secara homogen dalam basis. Bahan
yang telah melebur kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang telah dioles tipis
gliserin. Setelah itu cetakan diketuk-ketuk untuk memastikan cetakan sudah terisi
penuh oleh leburan dan tidak membentuk sebuah lubang. Pada pengisian leburan ke
dalam cetakan, leburan tadi harus dituangkan berlebih melebihi permukaan cetakan.
Hal ini dilakukan untuk menjamin celah-celah cetakan ini terisi penuh begitu leburan
itu membeku, karena oleum cacao adalah bahan yang cepat membeku dan pada
pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi lubang di atas masa. Bila supositoria
telah mengeras, Cetakan dipisahkan dan supositoria dilepaskan dari cetakan.
Supositoria yang telah jadi kemudian di evaluasi.

17
Evaluasi supositoria yang pertama dilakukan adalah uji penampilan atau
organoleptis seperti bau, warna, bentuk dan permukaan. Hasil dari evaluasi ketiga
supositoria adalah beraroma coklat, suppositoria yang dihasilkan berwarna putih
gading yang merupakan warna dari basis yang digunakan yaitu oleum cacao dan cera
alba, untuk permukaannya licin dan ada beberapa bagian yang permukaannya tidak
rata. Dari evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa penampilan supositoria yang
dihasilkan sedikit baik, dalam proses pengerjaan yang dilakukan sudah tepat akan
tetapi terkendala oleh alat cetakan yang digunakan.

Lalu evaluasi selanjutnya yaitu uji kerapatan, dengan cara salah satu suppositoria
dipotek dan dilihat bagian dalamnya. Hasil yang didapatkan kelompok kami terdapat
sedikit rongga dibagian dalam suppositorianya, dalam hal ini dapat disimpulkan pada
proses pembuatannya kurang memadatkan saat proses pencetakannya.

18
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Supositoria yang dibuat berbahan aktif teofilin dan basis yang dipakai adalah
kombinasi oleum cocoa dan cera alba
2. Supositoria yang dibuat menggunakan metode cetak yaitu dengan melebur
basis yang digunakan, mencampurkannya dengan bahan aktif, menuangkan ke
cetakan, membiarkannya padat, dan melepas supositoria tersebut dari cetakan.
3. Pada evaluasi uji penampilan, supositoria yang dihasilkan memiliki
organoleptis atau penampilan yang sedikit baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

20
LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai